Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

BERJIHAD

NAMA : DEWI ANGGI

( Saya belum lancar membaca Al-qur’an )

NIM : 113426788

JURUSAN : MNAJEMEN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI

FAKULTAS TEKNIK

ARSITEKTUR

2022/2023
Kata Pengantar

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah agama ,dengan
judul “Tauhid Sebagai Landasan Bagi Semua Aspek Dalam”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia Pendidikan.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tauhid adalah konsep dalam aqidah islam yang menyatakan keesaan Allah
SWT. Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari kalimat
syahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim. Sebuah sumpah akan kesetiaan
dan kepercayaan yang mutlak tentang Allah yang maha Esa.

Nilai keesaan Allah merupakan awal dari kewajiban manusia terhadap


tuhannya. Manusia diciptakan dimuka bumi ini hanya untuk berinadah kepada Allah
karena kelak kita akan Kembali kepada-nya.

1.2 Tujuan
A. Mengetahui pengertian tauhid sebagai landasan semua aspek kehidupan
B. Mengetahui pengertian iman kepada kitab Allah
C. Mengetahui pengertian iman kepada Rasul
D. Mengetahui pengertian iman kepada qada’ dan qadr

1.3 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian tauhid?

2. Apa pengertian iman kepada kitab Allah?

3. Apa pengertian iman kepada Rasul?

4. Apa pengertian iman kepada qada’ dan qadr?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tauhid sebagai landasan semua aspek kehidupan

Tauhid ialah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifatsifat yang
wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepadaNya, dan tentang sifat-
sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan padaNya. Juga membahas tentang rasulrasul
Allah, meyakinkan kerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan (dinisbatkan)
kepada mereka, dan apa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.
Karena itu, aspek penting dalam ilmu tauhid adalah keyakinan akan adanya
Allah Yang Mahasempurna, Mahakuasa, dan memiliki sifat-sifat ke Maha sempurnaan
lainnya. Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih
dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar. Apabila tauhid telah dimiliki,
dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, kesadaran seseorang akan tugas dan
kewajibannya sebagai hamba Allah akan muncul sendirinya, Keesaan Allah mencakup :
a. Keesaan Dzat Keesaan Dzat mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya
bahwa Allah SWT tidak terdiri dari unsur-unsur, atau bagian- bagian, karena bila
Dzat Yang Mahakuasa itu terdiri dari dua unsur atau lebih berarti Allah
membutuhkan unsur atau bagian.
b. Keesaan Sifat Adapun keesaan sifat-Nya, maka itu antara lain berarti bahwa Allah
memiliki sifat yang tidak sama dalam substansi dan kapasitasnya dengan sifat
makhluk, walaupun dari segi bahasa kata yang digunakan untuk menunjuk sifat
dalam bentuk ibadah maḥḍah (murni), maupun selainnya.
c. Keesaan Perbuatan Keesaan ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berada
di alam raya ini, baik sistem kerjanya maupun sebab dan wujud- Nya, kesemuanya
adalah hasil perbuatan Allah semata.
d. Keesaan dalam Beribadah Kepada-Nya Mengesakan Allah dalam beribadah yaitu
melaksanakan segala sesuatu karena Allah, baik sesuatu itu dengan segala spesifikasi
yang telah diberikannya kepada mereka.
Allah adalah pemelihara makhluk, para rasul dan wali-wali-Nya manusia wajib
menaati perinta dan menjauhi larangan-Nya. Semua yang berupa kebatilan langsung
kepada Allah, tanpa perantara(wasilah). Allah melarang kita menyembah selain-Nya
seperti menyembah batu, menyembah matahari, maupun menyembah manusia. Semua
itu adalah perbuatan syirik yang sangat besar dosanya dan dibenci oleh Allah, bahkan
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik itu.
Oleh sebab itu akal tidak boleh dipaksa untuk memahami hal-hal tersebut dan
menjawab pertanyaan tentang segala sesuatu yang bersifat ghaib. Akal hanya perlu
membuktikan jujurkah atau bisakah kejujuran si pembawa berita tentang halhal ghabi
tersebut yang dibuktikan secara ilmiah oleh akal pikiran, hanya itu.
Menurut Syeikh Ali Thanthawi ada beberapa kaidah Akidah untuk mengetahui
sejauh mana fitrah dan akal berperan dalam masalah Akidah sebagai berikut:
1. Apa yang saya dapat dengar indra saya, saya yakini adanya, kecuali bila akal saya
mengatakan”tidak” berdasarkan pengalam masa lalu.
2. Keyakinan, disamping diperoleh dengan menyaksikan langsung, juga bisa melalui
beribadah yang diyakini kejujuran sipembawa berita itu.
3. Anda tidak berhak memungkiri wujudna sesuatu, hanya karena Anda tidak bisa
menjangkaunya dengan indra mata.
4. Seseorang hanya bisa menghkayalkan sesutauyang sudah dipernah dijangkau oleh
inderanya.
5. Akal hanya bias menjangkau hal-hal yang hanya terkait dengan ruamg dan waktu.
6. Iman adalah fitrah manusia Setiap manusia memiliki fitrah mengimani adanya Tuhan.
7. Kepuasan material didunia sangat terbatas
8. Keyakinan tentang Hari Akhir adalah konsekuensi logis dari keyakinan tentang
adanya Tuhan.
2.2 Iman kepada kitab allah

Rukun iman yang ketiga adalah iman kepada kitab Allah SWT. Arti kata kitab
adalah tulisan atau yang ditulis, berasal dari kata “kataba” yang berarti menulis.
Dalam bahasa Indonesia kitab diartikan buku. Adapun yang dimaksud kitab di sini
adalah kitab suci.
Ada dua jenis kitab suci:

a. Kitab suci samawi, yakni kitab suci yang bersumber dari wahyu Allah SWT. dan
biasa disebut Kitabullah (Kitab Allah SWT.). Ada yang berwujud Kitab dan ada
yang berwujud Shahifah atau Shuhuf.

b. Kitab suci ardhi, yakni kitab suci yang tidak bersumber dari wahyu Allah SWT.
melainkan bersumber dari hasil perenungan dan budi daya akal manusia sendiri.
Adapun pengertian Kitabullah adalah kalam atau firman Allah SWT. yang
diwahyukan melalui malaikat Jibril kepada Nabi dan Rasul-Nya yang mengandung
perintah dan larangan sebagai pedoman hidup bagi ummat manusia.

Yang dimaksud dengan iman kepada kitab-kitab Allah SWT. yaitu meyakini
dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT. telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada
paraNabi dan Rasul yang berisi wahyu Allah SWT. berupa perintah dan larangan
untuk disampaiakan kepada umat manusia agar diunakan sebagai pedoman hidup di
dunia.
Iman kepada kitab-kitab Allah akan membuahkan faedah yang agung, di antaranya :

Pertama : Mengetahui perhatian Allah terhadap para hambanya dengan


menurunkan kitab kepada setiap kaum sebagai petunjuk bagi mereka.

Kedua : Mengetahui hikmah Allah Ta’ala mengenai syariat-syariat-


Nya, di mana Allah telah menurunkan syariat untuk setiap
kaum yang sesuai dengan kondisi mereka, sebagaimana yang
Allah firmankan.

Ketiga : Mensyukuri nikmat Allah berupa diturunkanya kitab-kitab(sebagai


pedoman dan petunjuk, eyd).
2.3 Iman kepada Rasul

Iman kepada Rasul Allah termasuk rukun iman yang keempat dari enam
rukun yang wajib diimani oleh setiap umat Islam. Yang dimaksud iman kepada para
rasul ialah meyakini dengan sepenuh hati bahwa para rasul adalah orang-orang yang
telah dipilih oleh Allah swt. untuk menerima wahyu dari-Nya untuk disampaikan
kepada seluruh umat manusia agar dijadikan pedoman hidup demi memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Menurut Imam Baidhawi, Rasul adalah orang
yang diutus Allah. dengan syari’at yang baru untuk menyeru manusia kepadaNya.
Sedangkan nabi adalah orang yang diutus Allah. untuk menetapkan (menjalankan)
syari’at rasul-rasul sebelumnya. Sebagai contoh bahwa nabi Musa adalah nabi
sekaligus rasul. Tetapi nabi Harun hanyalah nabi, sebab ia tidak diberikan syari’at
yang baru. Ia hanya melanjutkan atau membantu menyebarkan syari’at yang dibawa
nabi Musa Alaihi Salam. Iman kepada Rasul Allah merupakan rukun iman yang
keempat. Karena merupakan rukun iman yang keempat, bagi setiap muslim wajib
untuk mengetahui dan mengimani 25 Nabi dan Rasul tersebut. Nabi adalah manusia
terpilih untuk menerima wahyu dari Allah. Lalu apa perbedaan Nabi dan Rasul? Nabi
menerima wahyu untuk dirinya sendiri, sedangkan Rasul menerima wahyu dan
memiliki tugas untuk menyampaikannya pada seluruh umat di dunia. Mengenai
identitas rasul dapat dibaca dalam Q.S. Al Anbiya ayat 7 dan Al-Mukmin ayat 78
yang artinya: “Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad)
melainkan beberapa orang laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, maka
tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tiada mengetahui.”
(Q.S. al Anbiya: 7) "Dan sesungguhnya telah kami utus beberapa orang Rasul
sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara
mereka ada pula yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang
Rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; maka apabila telah
datang perintah dari Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu
rugilah orangorang yang berpegang kepada yang batil." (Q.S. Al-Mukmin : 78)
Dalam ayat di atas dijelaskan, bahwa rasul-rasul yang pernah diutus oleh Allah.
2.
3 Iman kepada Qada’dan qadr

Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun. Yang
terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang
buruk.  Salah memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan
batalnya keimanan seseorang. Terdapat beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh
setiap muslim terkait masalah takdir ini. Semoga paparan ringkas ini dapat membantu kita
untuk memahami keimanan yang benar terhadap takdir Allah. Wallahul musta’an.
     a.    Qadha’  dan Qadar
Dalam pembahasan takdir, kita sering mendengar istilah qodho’ dan qodar.
Dua istilah yang serupa tapi tak sama. Mempunyai makna yang sama jika disebut
salah satunya, namun memiliki makna yang berbeda tatkala disebutkan bersamaan.
Jika disebutkan qadha’ saja maka mencakup makna qadar, demikian pula sebaliknya.
Namun jika disebutkan bersamaan, maka qadha’ maknanya adalah sesuatu yang telah
ditetapkan Allah pada makhluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan, maupun
perubahan terhadap sesuatu. Sedangkan qodar maknanya adalah sesuatu yang telah
ditentukan Allah sejak zaman azali, dengan demikian qadar ada lebih dulu kemudian
disusul dengan qadha’.
Pengertian Qadha dan Qadar Menurut bahasa  Qadha memiliki beberapa
pengertian yaitu: hukum, ketetapan, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut
istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali
sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan
makhluk. Sedangkan Qadar, arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan,
ukuran. Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah
terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan ridah-
Nya. Artinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak
mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah
menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-
rapinya (QS .Al-Furqan ayat 2).
      b.   Definisi qadha’ dan qadar serta kaitan di antara keduanya
            1.   Qadar
Qadar, menurut bahasa yaitu: Masdar (asal kata) dari qadara-yaqdaru-
qadaran, dan adakalanya huruf daal-nya disukunkan (qa-dran). Ibnu Faris berkata,
“Qadara: qaaf, daal dan raa’ adalah ash-sha-hiih yang menunjukkan akhir/puncak
segala sesuatu. Maka qadar adalah: akhir/puncak segala sesuatu. Dinyatakan:
Qadruhu kadza, yaitu akhirnya. Demikian pula al-qadar, dan qadartusy syai’ aqdi-
ruhu, dan aqduruhu dari at-taqdiir.”
Qadar (yang diberi harakat pada huruf daal-nya) ialah: Qadha’
(kepastian) dan hukum, yaitu apa-apa yang telah ditentukan Allah Azza wa Jalla
dari qadha’ (kepastian) dan hukum-hukum dalam berbagai perkara Takdir adalah:
Merenungkan dan memikirkan untuk menyamakan sesuatu. Qadar itu sama
dengan Qadr, semuanya bentuk jama’nya ialah Aqdaar. Qadar, menurut istilah
ialah: Ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk, sesuai dengan ilmu
Allah yang telah terdahulu dan dikehendaki oleh hikmah-Nya. Atau: Sesuatu
yang telah diketahui sebelumnya dan telah tertuliskan, dari apa-apa yang terjadi
hingga akhir masa. Dan bahwa Allah Azza wa Jalla telah menentukan ketentuan
para makhluk dan hal-hal yang akan terjadi, sebelum diciptakan sejak zaman
azali.
Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengetahui, bahwa semua itu akan
terjadi pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan pengetahuan-Nya dan dengan
sifat-sifat tertentu pula, maka hal itu pun terjadi sesuai dengan apa yang telah
ditentukan-Nya. Atau: Ilmu Allah, catatan (takdir)-Nya terhadap segala sesuatu,
kehendak-Nya dan penciptaan-Nya terhadap segala sesuatu tersebut.
              2.  Qadha’
             Qadha’, menurut bahasa ialah: Hukum, ciptaan, kepastian dan penjelasan.
Asal (makna)nya adalah: Memutuskan, menentukan sesuatu, mengukuhkannya,
menjalankannya dan menyelesaikannya. Maknanya adalah mencipta.
     c.   Kaitan Antara Qadha’ dan Qadar
Dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan qadar ialah takdir, dan yang dimaksud
dengan qadha’ ialah penciptaan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
“Maka Dia menjadikannya tujuh langit… .” [Fushshilat: 12]
Yakni, menciptakan semua itu.
Qadha’ dan qadar adalah dua perkara yang beriringan, salah satunya tidak
terpisah dari yang lainnya, karena salah satunya berkedudukan sebagai pondasi, yaitu
qadar, dan yang lainnya berkedudukan sebagai bangunannya, yaitu qadha’.
Barangsiapa bermaksud untuk memisahkan di antara keduanya, maka dia bermaksud
menghancurkan dan merobohkan bangunan tersebut.
Dikatakan pula sebaliknya, bahwa qadha’ ialah ilmu Allah yang terdahulu, yang
dengannya Allah menetapkan sejak azali. Sedangkan qadar ialah terjadinya
penciptaan sesuai timbangan perkara yang telah ditentukan sebelumnya. Ibnu Hajar
al-Asqalani berkata, “Mereka, yakni para ulama mengatakan, ‘Qadha’ adalah
ketentuan yang bersifat umum dan global sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah
bagian-bagian dan perincian-perincian dari ketentuan tersebut.”
Dikatakan, jika keduanya berhimpun, maka keduanya berbeda, di mana masing-
masing dari keduanya mempunyai pengertian sebagaimana yang telah diutarakan
dalam dua pendapat sebelumnya, dimana jika salah satu dari kedunya disebutkan
sendirian, maka yang lainnya masuk di dalam (pengertian)nya.
     d.  Hubungan antara Qadha’ dan Qadar
Pada uraian tentang pengertian qadha’ dan qadar dijelaskan bahwa antara
qadha’ dan qadar selalu berhubungan erat . Qadha’ adalah ketentuan, hukum atau
rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum
Allah. Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat rencana dan perbuatan.
Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya. Di
dalam surat Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman, yang artinya sebagai berikut:
Artinya ” Dan tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah khazanahnya; dan
Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”

            Beriman kepada qada’ dan qadar akan melahirkan sikap optimis,tidak mudah putus
asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah takdirkan
kepadanya dan Allah akan memberikan yang terbaik kepada seorang muslim,sesuai
dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.Oleh karena itu,jika kita
tertimpa musibah maka ia akan bersabar,sebab buruk menurut kita belum tentu buruk
menurut Allah,sebaliknya baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah.Karena
dalam kaitan dengan takdir ini seyogyanya lahir sikap sabar dan tawakal yang dibuktikan
dengan terus menerus berusaha sesuai dengan kemampuan untuk mencari takdir yang
terbaik dari Allah.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sebagai umat islam kita harus percaya keesaan Allah SWT. Dia telah
memberikan semua yang kita minta balasannya adalah kita harus rajin beribadah
kepadanya,kita harus menjauhi semua larangannya,taati semua perintanya. Dan tidak
ragu lagi bahwa, beriman dengan sebagian kitab dan kufur dengan sebagian yang lain
sama saja dengan kufur terhadap semuanya.  Karena keimanan harus mencakup
dengan seluruh kitab samawi dan seluruh para rasul, tidak memebdakan dan
menyelisihi  sebagiannya. Serta beriman kepada rasul-rasul allah merupakan hal yang
sangat berharga dan patut dipelajari. Karena, selain memberikan hikmah-hikmah yang
sangat bermanfaat juga memberikan pembelajaran dan teladan bagi kehidupan kita
baik di dunia maupun di akhirat. Dan beriman kepada qada’ dan qadar akan
melahirkan sikap optimis,tidak mudah putus asa, sebab yang menimpanya ia yakini
sebagai ketentuan yang telah Allah takdirkan kepadanya dan Allah akan memberikan
yang terbaik kepada seorang muslim,sesuai dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang.

3.1 Saran

Sebagai umat islam,kita harus belajar tauhid sejak dini,agar paham tentang
semua ketetapan yang ada didunia ini adalah atas takdir Allah SWT. Meyakini secara
mutlak keesaan Allah merupakan modal utama dalam mengarungi kehidupan yang
dewasa ini. Apalagi di zaman modern yang semuanya menginginkan hal yang serba
instan untuk memenuhi kebutuhannya
DAFTAR PUSTAKA

Ahyar, A. (2014). Penafsiran Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Adzhim tentang
Ayat-ayat Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma wa sifat: Kajian atas surat Al-Fatihah dan Al-
Baqarah (Doctoral dissertation, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Shalut, Muhammad. 1998. Akidah dan Syari’ah Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Chirzin,
Muhammad. 1997. Konsep dan Hikmah Aqidah Islam. Yokyakarta: Mitra Pustaka.

Ahyadi. 2009. Bahan Kuliah PAI. Sumedang: PG PAUD STKIP UNSAP.

Muhammad Nur. 1987. Muhtarul Hadis. Surabaya: Pt. Bina Ilmu.

Miftah Faridl. 1995. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka.

Syed Mahmudunnasir. 1994. Islam, Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Rosdakarya.

Toto Suryana, Dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara.

Anda mungkin juga menyukai