Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Segala sesuatu yang Allah SWT ciptakan bukan tanpa sebuah tujuan.
Allah SWT menciptakan bumi beserta isinya, menciptakan sebuah kehidupan
di dalamnya, bukanlah tanpa tujuan yang jelas. Sama halnya dengan Allah
SWT menciptakan manusia. Manusia diciptakan oleh Allah SWT tidak sia-sia,
manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi untuk mengatur atau mengelola
apa yang ada di bumi beserta segala sumber daya yang ada.
Penyempurna aqidah yang lurus kepada Alla SWT tidak luput dari
aqidah yang benar kepada Malaiakat-Malaikat Allah, Kitab- kitab yang
diturunkan oleh Allah kepada para Rosul-rosul Allah untuk disampaikan
kepada kita, para umat manusia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dan ruang lingkup aqidah?
2. Apakah saja bukti-bukti wujud Tuhan
3. Bagaimana pemurnian tauhid itu?
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis dengan tujuan agar kita lebih memahami apa itu
aqidah dan ruang lingkup aqidah, bukti-bukti wujud Tuhan, implementasi
tauhid dalam kehidupan dan pemurnian tauhid.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Aqidah
a. Pengertian aqidah
Kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth (ikatan),
al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi
kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah (pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk
(pengokohan) dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai
arti al-yaqiin (keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang
mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya
adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan
adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah
aqa-id.
Aqidah islam itu sendiri bersumber dari Al-Qur’an dan As Sunah, bukan
dari akal atau pikiran manusia. Akal pikiran itu hanya digunakan untuk
memahami apa yang terkandung pada kedua sumber aqidah tersebut yang
mana wajib untuk diyakini dan diamalkan.
Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi):
Aqidah menurut istilah adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati
dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan
yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan
kebimbangan.
Pengertian aqidah menurut hasan al-Banna:
"Aqa'id bentuk jamak rai aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib
diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa yang
tidak bercampur sedikit dengan keraguan-raguan".
Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy:
Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum
oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan
oleh manusia di dalam hati serta diyakini keshahihan dan keberadaannya
secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu.
Jadi Akidah adalah ajaran Islam yang berkaitan dengan keyakinan, karenanya
dalam penggunaannya, akidah sering disebut dengan keimanan.
B.Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah
Menurut Hasan al-Banna sistematika ruang lingkup pembahasan
aqidah adalah:
1. Ilahiyyat,
Yaitu pembahasan tentang segala susuatu yang berhubungan
dengan Allah, seperti wujud Allah, sifat Allah, nama dan Perbuatan Allah
dan sebagainya.
2. Nubuwat,
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan Nabi dan Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah yang
dibawa para Rasul ,mu’jizat rasul dan lain sebagainya.
3. Ruhaniyat,
Yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
metafisik seperti jin, iblis, syaitan , roh ,malaikat dan lain sebagainya
4. Sam'iyyat,
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa
diketahui lewat sam'i, yakni dalil Naqli berupa Al-quran dan as-Sunnah
seperti alam barzkah, akhirat dan Azab Kubur, tanda-tanda kiamat,
Surga-Neraka dsb.
Adapun penjelasan ruang lingkup pembahasan aqidah yang termasuk
dalam Rukun Iman, yaitu:
1. Iman kepada Allah
Pengertian iman kepada Allah ialah:
* Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah
* Membenarkan dengan yakin keesaan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya
menciptakan alam, makhluk seluruhnya, maupun dalam menerimah
ibadah segenap makhluknya.
* Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah bersifat dengan segala sifat
sempurna, suci dari sifat kekurangan dan suci pula dari menyerupai
segala yang baru (makhluk).
Dengan demikian setelah kita mengimani Allah, maka kita
membenarkan segala perbuatan dengan beribadah kepadanya,
melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya,
mengakui bahwa Allah swt. bersifat dari segala sifat, dengan ciptaan-Nya
dimuka bumi sebagai bukti keberadaan, kekuasaan, dan kesempurnaan
Allah.
2. Iman Kepada Malaikat
kepada malaikat ialah mempercayai bahwa Allah mempunyai makhluk
yang dinamai “malaikat” yang tidak pernah durhaka kepada Allah, yang
senantiasa melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya dan secermat-
cermatnya. Lebih tegas, iman akan malaikat ialah beritikad adanya malaikat
yang menjadi perantara antara Allah dengan rasul-rasul-Nya, yang
membawa wahyu kepada rasul-rasul-Nya.
3. Iman kepada kitab-kitab Allah
Keyakinan kepada kitab-kitab suci merupakan rukun iman ketiga. Kitab-
kitab suci itu memuat wahyu Allah. Beriman kepada kitab-kitab Allah ialah
beritikad bahwa Allah ada menurunkan beberapa kitab kepada Rasulnya,
baik yang berhubungan itikad maupun yang berhubungan dengan muamalat
dan syasah, untuk menjadi pedoman hidup manusia. Baik untuk akhirat,
maupun untuk dunia, baik secara induvidu maupun masyarakat.
Jadi, yang dimaksud dengan mengimani kitab Allah ialah mengimani
sebagaimana yang diterangkan oleh Al-Qur’an dengan tidak menambah
dan mengurangi.
4. Iman kepada Nabi dan Rasul
Yakin pada para Nabi dan rasul merupakan rukun iman keempat.
Perbedaan antara Nabi dan Rasul terletak pada tugas utama. Para nabi
menerima tuntunan berupa wahyu, akan tetapi tidak mempunyai kewajiban
untuk menyampaikan wahyu itu kepada umat manusia. Rasul adalah utusan
Allah yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterima kepada umat
manusia.
Di Al-Qur’an disebut nama 25 orang Nabi, beberapa diantaranya
berfungsi juga sebagai rasul ialah (Daud, Musa, Isa, Muhammad) yang
berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterima kepada manusia dan
menunjukkan cara pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.
5. Iman kepada hari Akhir
kelima adalah keyakinan kepada hari akhir. Keyakinan ini sangat penting
dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainnya, sebab tanpa mempercayai
hari akhirat sama halnya dengan orang yang tidak mempercayai agama
Islam, itu merupakan hari yang tidak diragukan lagi.
Hari akhirat ialah hari pembalasan yang pada hari itu Allah menghitung
(hisab) amal perbuatan setiap orang yang sudah dibebani tanggung jawab
dan memberikan putusan ganjaran sesuai dengan hasil perbuatan selama di
dunia.
6. Iman kepada qada dan qadar
Dalam menciptakan sesuatu, Allah selalu berbuat menurut Sunnahnya,
yaitu hukum sebab akibat. Sunnahnya ini adalah tetap tidak berubah-ubah,
kecuali dalam hal-hal khusus yang sangat jarang terjadi.Sunnah Allah ini
mencakup dalam ciptaannya, baik yang jasmani maupun yang bersifat
rohani.Makna qada dan qadar ialah aturan umum berlakunya hukum sebab
akibat, yang ditetapkan olehnya sendiri. Definisi segala ketentuan, undang-
undang, peraturan dan hukum yang ditetapkan secara pasti oleh Allah SWT,
untuk segala yang ada. Iman kepada Nabi dan Rasul
Yakin pada para Nabi dan rasul merupakan rukun iman keempat.
Perbedaan antara Nabi dan Rasul terletak pada tugas utama. Para nabi
menerima tuntunan berupa wahyu, akan tetapi tidak mempunyai kewajiban
untuk menyampaikan wahyu itu kepada umat manusia. Rasul adalah utusan
Allah yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterima kepada umat
manusia.
2.2 Bukti-bukti wujud Tuhan
a). Mengetahui Wujud Allah (ِ‫ْرفَةُ ُوجُوْ ِد هللا‬
ِ ‫) َمع‬
Tidak diragukan lagi bahwa semuanya telah diciptakan dan diatur oleh
Allah swt. Jika Allah tidak ada kita memohon ampun kepada-Nya mustahil
matahari, bulan, bintang-bintang, planet, siang, dan malam menjadi ada dan
bertahan dengan pergerakannya yang amat teratur. Dengan demikian pula
tidak akan ada makhluk yang sangat tergantung dengan mereka semua.
Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’ dan indera.
1. Dalil Fitrah. ukti fitrah tenta
Wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta merupakan fitrah
setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar. Tidak akan
berpaling dari tuntutan fitrah ini, kecuali orang yang di dalam hatinya
terdapat sesuatu yang dapat memalingkannya. Rasulullah bersabda:
‫ص َرانِ ِه أَوْ يُ َم ِّج َسانِ ِه‬ ْ ِ‫ َما ِم ْن َموْ لُوْ ٍد يُوْ لَ ُد َعلَى ْالف‬.
ِّ َ‫ فَأَبَ َواهُ يُهَ ِّودَانِ ِه أَوْ يُن‬،‫ط َر ِة‬
“Semua bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu bapaknyalah yang
menjadikannya Yahudi, Kristen, atau Majusi. ” (HR. Al Bukhari)
Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam
Al-Qur’an:
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu’ Mereka menjawab: ‘
(Betul Engkau Tuhan kami) kami mempersaksikannya (Kami lakukan yang
demikian itu) agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan:
‘Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini (keesaan-Mu) atau agar kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-
orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu sedangkan
kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang setelah mereka.’” (QS. Al
A’raf: 172-173).
Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah seseorang
mengakui adanya Allah dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan
fitrahnya mengenal Rabbnya.
2. Dalil Al Hissyi (Dalil Indrawi)
Bukti indera tentang wujud Allah dapat dibagi menjadi dua:
a. Kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa orang-orang
yang berdoa serta pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang
mendapatkan musibah. Hal ini menunjukkan secara pasti tentang wujud
Allah. Allah berfirman:
“Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa dan Kami
memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya
dari bencana yang besar.” (Al Anbiyaa 76).
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu
diperkenankan-Nya bagimu…” (Al Anfaal 9).
b. Tanda-tanda para Nabi yang disebut mu’jizat, yang dapat disaksikan atau
didengar banyak orang merupakan bukti yang jelas tentang keberadaan
Yang Mengutus para Nabi tersebut, yaitu Allah, karena hal-hal itu berada di
luar kemampuan manusia. Allah melakukannya sebagai pemerkuat dan
penolong bagi para Rasul.
Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukul laut dengan
tongkatnya, Musa memukulkannya, lalu terbelahlah laut itu menjadi dua
belas jalur yang kering, sementara air di antara jalur-jalur itu menjadi seperti
gunung-gunung yang bergulung. Allah berfirman, yang artinya: “Lalu Kami
wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.” Maka
terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang
besar. ” (Asy Syu’ara 63)
3. Dalil ‘Aqli (dalil akal pikiran)
Bukti akal tentang adanya Allah adalah proses terjadinya semua
makhluk, bahwa semua makhluk, yang terdahulu maupun yang akan datang,
pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya
sendiri, dan tidak mungkin pula tercipta secara kebetulan. Tidak mungkin
wujud itu ada dengan sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan dapat
menciptakan dirinya sendiri. Sebelum wujudnya tampak, berarti tidak ada.
Lihatlah sekeliling anda dari tempat duduk anda. Akan anda dapati
bahwa segala sesuatu di ruang ini adalah “buatan”: dindingnya sendiri,
pelapisnya, atapnya, kursi tempat duduk anda, gelas di atas meja dan
pernak-pernik tak terhitung lainnya. Tidak ada satu pun yang berada di
ruang anda dengan kehendak mereka . Gulungan tikar sederhana pun dibuat
oleh seseorang: mereka tidak muncul dengan spontan atau secara
kebetulan.
Kalau makhluk tidak dapat menciptakan diri sendiri, dan tidak tercipta
secara kebetulan, maka jelaslah, makhluk-makhluk itu ada yang
menciptakan, yaitu Allah Rabb semesta alam.
Allah menyebutkan dalil aqli (akal) dan dalil qath’i dalam surat Ath Thuur:
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang
menciptakan (diri mereka sendiri)?” (Ath Thuur 35)
Dari ayat di atas tampak bahwa makhluk tidak diciptakan tanpa pencipta,
dan makhluk tidak menciptakan dirinya sendiri. Jadi jelaslah, yang
menciptakan makhluk adalah Allah.

4. Dalil Naqli (Dalil Syara’)


Bukti syara’ tentang wujud Allah bahwa seluruh kitab langit berbicara
tentang itu. Seluruh hukum yang mengandung kemaslahatan manusia yang
dibawa kitab-kitab tersebut merupakan dalil bahwa kitab-kitab itu datang dari
Rabb yang Maha Bijaksana dan Mengetahui segala kemaslahatan makhluknya.
Berita-berita alam semesta yang dapat disaksikan oleh realitas akan
kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab itu juga merupakan dalil atau
bukti bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb yang Maha Kuasa untuk
mewujudkan apa yang diberitakan itu.
Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk
menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan
kepadanya:”Jadilah”. Lalu jadilah ia. (QS. 2:117)
Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika
kamu mengetahui” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah:
“Maka apakah kamu tidak ingat?” Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit
yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab:
“kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertaqwa?”
Katakanlah: “Sipakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala
sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari
(azab)-Nya, jika kamu mengetahui?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan
Allah.” Katakanlah: “(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?”
(QS. 23:84-89)
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka :”Siapakah yang
menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka
bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah). (QS. 43:87)
Ini semua menunjukkan imannya kaum musyrikin terhadap Rububiyah
Allah, akan tetapi hal ini tidak cukup untuk menyelamatkan mereka. Memang
demikianlah, sebab mereka belum merealisasikan iman mereka terhadap
Allah sebagai satu-satunya sesembahan.

5. Dalil Sejarah.
Adalah dalil-dalil kekuasaan dan keagungan Allah yang diambil dari
peristiwa-peristiwa yang telah berlaku di atas muka bumi.
 Q. 3:137, Sesungguhnya telah lalu beberapa peraturan (Allah) sebelum
bagaimana akibatnya orang-orang yang mendustakan agama.
 Q. 7:176, Demikianlah umpamanya kaum yang mendustakan ayat-ayat
Kami. Sebab itu kisahkanlah kisah itu, mudah-mudahan mereka berpikir.
 Q. 12:111, Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka itu ada ibrah
(pengajaran) bagi orang-orang yang berakal.
 Q. 11:120, Setiap riwayat kami kisahkan kepadamu di antara
perkhabaran para Rasul supaya Kami tenteramkan hatimu dengannya.
6. Mengagungkan Allah dan MenTauhidkan Allah.
Dari semua dalil-dalil yang dapat dilihat di atas itu adalah berfungsi Aku.
menguatkan pandangan kita betapa keagungan Allah swt begitu luar biasa
dan menundukkan kita sendiri di hadapan keagungan ini. Langsung
mencetuskan Tauhidullah yang luar biasa.Q.S 21:92, Sesungguhnya ini, ummat
kamu (hai mukminin) ummat yang satu dan Aku Tuhanmu, sebab itu
sembahlah.
2.4 Pemurnian Tauhid
pemurnian tauhid tidak akan tuntas hanya dengan menjelaskan makna
tauhid, akan tetapi harus dibarengi dengan penjelasan tentang hal hal yang
dapat merusak dan menodai tauhid. Untuk itu, pada bab-bab berikutnya,
penulis berusaha menjelaskan berbagai macam bentuk tindakan dan
perbuatan yang dapat membatalkan atau mengurangi kesempurnaan
tauhid, dan menodai kemurniannya, yaitu apa yang disebut dengan syirik,
baik syirik akhbar maupun syirik ashghor, dan hal hal yang tidak termasuk
syirik tetapi dilarang oleh Islam, karena menjurus kepada kemusyrikan,
disertai pula dengan keterangan tentang latar belakang historis timbulnya
syirik.Tauhid menjadi perkara yang paling agung dalam agama ini karena
tauhid merupakan tujuan penciptaan jin dan manusia. Hal ini sebagaimana
yang Allah Azza wa Jalla firmankan: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."(Adz-Dzariyat:56)
Tauhid merupakan tujuan da'wah seluruh Nabi dan Rasul yang Allah
utus.Allah menyatakan: "Dansesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada
tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
thaghut (sesembahan-sesembahan selain Allah) itu'." (An-Nahl:36). Dengan
tauhid yang sempurna seseorang akan meraih kebahagiaan hidup di dunia
dengan selamat dari berbagai macam kesesatan, dan akan meraih
kebahagiaan di akhirat dengan rasa aman dari berbagai ketakutan dan adzab
neraka.Tauhid menjadi perkara yang paling agung dalam agama ini karena
tauhid merupakan tujuan penciptaan jin dan manusia. Hal ini sebagaimana
yang Alloh Azza wa Jalla firmankan: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."(Adz-Dzariyat:56)
Tauhid merupakan tujuan da'wah seluruh Nabi dan Rasul yang Allah
utus.Allah menyatakan: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada
tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
thaghut (sesembahan-sesembahan selain Allah) itu'." (An-Nahl:36). Dengan
tauhid yang sempurna seseorang akan meraih kebahagiaan hidup di dunia
dengan selamat dari berbagai macam kesesatan, dan akan meraih
kebahagiaan di akhirat dengan rasa aman dari berbagai ketakutan dan adzab
neraka.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Aqidah adalah ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang
mengambil keputusan, atau sebuah keyakinan. Keyakinan yang kokoh kepada
Allah SWT dimana tidak ada keraguan di dalam dirinya. Yakin bahwa Allah itu
Esa/ satu, dan tidak berbuat kafir atau menyekutukan Allah.
Aqidah islam itu sendiri bersumber dari Al-Qur’an dan As Sunah, bukan dari
akal atau pikiran manusia. Akal pikiran itu hanya digunakan untuk memahami
apa yang terkandung pada kedua sumber aqidah tersebut yang mana wajib
untuk diyakini dan diamalkan.
Atas dasar ini, akidah merzcerminkan sebuah unsur kekuatan yang mampu
menciptakan mu'jizat dan merealisasikan kemenangan-kemenangan besar di
zaman permulaan Islam.
Keyakinan harus di dasari dengan mengesakan Allah, karena barang siapa
yang menyakin adanya Tuhan maka hendaknya harus yakin bahwa Allah itu
esa/satu. Seperti di tuangkan pada surat Al Ikhlas bermakna memurnikan ke
esaan Allah SWT, diterangkan bahwa kandungan Al-Qur’an ada tiga macam:
Tauhid, kisah-kisah dan hukum-hukum. Dan dalam surat ini terkandung sifat-
sifat Allah yang merupakan tauhid. Dinamakan surat Al-Ikhlash karena
didalamnya terkandung keikhlasan (tauhid) kepada Allah dan dikarenakan
membebaskan pembacanya dari syirik (menyekutukan Allah).

3.2 Saran
Semoga apa yang telah kami sajikan tadi dapat diambil intisarinya yang
kemudian diamalkan juga semoga berguna bagi kehidupan kita di masa yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil
Akhir 1425HIAgustus 2004M.

Drs. H. Yunahar Ilyas. Kuliah Aqidah Islam. (Yogyakarta: 1992). h. 1


Al-Banna, Majmu’atu ar-Rasail. Muassasah ar-Risalah Beirut: tanpa tahun. h.165
Al-Jazairy, Aqidah al-Mukmin. (Cairo: 1978). h. 21
Drs. Edi Suresman. A.Md. Aqidah Islam. Malang. IKIP. 1993.
Drs. Edu Suresman. Aqidah Islam. (Malang: 1993). h. 1
Ibid. h. 21
Al-Jazairy, Abu Bakar Jabir. Aqidah al-Mukmin. Cairo. Maktabah al-Kulliyat al-
Azhariyah. 1978.
Drs. H. Yunahar Ilyas. Kuliah Aqidah Islam. (Yogyakarta: 1992). h. 6
Dr. Ahmad Daudy, Kuliah Aqidah Islam. Jakarta. Bulan Bintang. 1997

Anda mungkin juga menyukai