Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Iman, Islam, Ihsan, adalah tiga kata yang maknanya saling berkaitan, sebagaimana yang
diterangkan dalam hadits Rasulullah SAW.
“Diriwayatkan dari Umar bin Khatab, “Suatu hari, di saat kami sedang duduk – duduk
bersama Rasulullah SAW. tiba – tiba muncullah seorang laki – laki yang mengenakan
pakaian serba putih, rambutnya hitam pekat, tidak berjejak, dan tidak seorangpun di antara
kami yang mengenalnya, sampai dia duduk di depan Nabi SAW. dan menyandarkan kedua
lututnya pada lutut Nabi SAW. seraya meletakkan kedua telapak tangannya di atas paha
beliau. Kemudian ia berkata, Wahai Muhammad, ajarilah aku tentang Islam, Nabi bersabda,
Islam adalah hendaknya engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan
sesungguhnya Muhammad adalah Rasul-Nya, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan
zakat, berpuasa Ramadhan, dan menunaikan ziarah haji ke Baitullah jika engkau mampu
menempuh perjalanannya. Segera saja laki – laki itu berkata, Engkau benar wahai
Muhammad. Dia kembali berkata, Wahai Muhammad kabarilah aku tentang iman,
Muhammad bersabda, Iman adalah hendaknya engkau beriman kepada Allah, malaikat –
malaikat-Nya, kitab – kitab-Nya, rasul – rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman pula kepada
ketentuan baik ataupun buruk. Lelaki itu berkata, Engkau benar Muhammad. Kemudian ia
berkata lagi, Jelaskan padaku tentang ihsan, Rasulullah bersabda, Hendaknya engkau
menyembah Allah seakan – akan melihat-Nya atau jika tidak melihat-Nya, maka Allah-lah
yang melihat engkau.”1
Begitulah kalau dilihat dari segi aspek lahirnya, maka agama yang diajarkan Jibril adalah
Islam, agama juga disebut iman jika yang diamati adalah aspek batinnya. Kemudian agama
baru disebut ihsan jika aspek batin (iman) dan lahirnya (amal saleh) telah dipenuhi secara
utuh dan sempurna.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asas Keimanan dalam Agama Islam?
2. Bagaimana asas Keislaman dalam Agama Islam?
3. Bagaimana asas Ihsan dalam Agama Islam?

1
Diunduh dari: http://serbamakalah.blogspot.co.id/2013/02/iman-islam-ihsan.html?m=1, pada
tanggal 21 September 2016, 16.26.

1
C. Tujuan
1. Memahami asas keimanan dalam Agama Islam
2. Memahami asas Keislaman dalam Agama Islam
3. Memahami asas Ihsan dalam Agama Islam

BAB II

PEMBAHASAN

IMAN, ISLAM, DAN IHSAN

A. Asas Keimanan dalam Agama Islam


Iman merupakan inti ajaran semua agama. Dalam teologi Islam, diskursus tentang Islam
ditemukan pada ajaran dasarnya (ushus ad-din). Kata ini dipakai dalam Bahsa Arab secara
leksikal dengan arti ‘percaya’. Sejalan dengan makna ini, maka orang yang percaya disebut
mukmin. Karena kata kuncinya percaya, maka kedudukan iman selalu diposisikan berada di
dalam hati (qalb), yaitu sesuatu yang menjadi unsur batin (esoteris) manusia. Unsur batin
tersebut sukar atau tidak bisa untuk diukur eksistensinya tanpa melihat ekspresi lahiriah dari
iman seorang yang beriman.2
Iman merupakan kepercayaan berasal dari dalam hati. Di dalam Islam keimanan
diasaskan penegakannya kepada rukum iman. Keimanan seseorang diwujudkan ke dalam
kepercayaan hati, pengakuan oleh lisan, dan perilaku oleh raga. Seseorang yang telah
mengikarkan keimanan dengan lisan belum tentu sejalan dengan apa yang terdapat di dalam
hatinya, namun keimanan yang benar – benar diaminkan oleh hati (beriman dengan sungguh
– sungguh atau munafik), pastilah tercermin dari perilakunya sehari – hari. Maka pada
tingkatan perilaku inilah wujud iman tersebut dapat dilihat.
Rukum iman yang dimaksud adalah :
1. Iman kepada Allah, sang khalik, raja diraja, robbul’alamin.
2. Iman kepada Malaikat Allah.
3. Iman kepada kitab – kitab Allah, kitab – kitab suci yang diturunkan Allah terhadap para
rasul.
4. Iman kepada Nabi dan Rasul Allah, yaitu manusia pilihan, manusia terbaik yang dipilih
Allah untuk menyampaikan ajaran – ajaran yang berasal dari Allah kepada ummat
manusia.

2
Husnel Anwar; Konsep Iman dalam Islam, 2016.

2
5. Iman kepada hari kiamat, yaitu hari yang masih ghaib, belum terjadi sekarang namun
kedatangannya pasti. Pada hari itu akan diberi balasan manusia sesuai amal perbuatannya
selama di dunia, akan diadili oleh Allah sang sebaik – baik hakim.
6. Iman kepada qadha dan qadar, yaitu segala ketetapan Allah terhadap untung baik dan
buruk yang kita alami di dunia ini.

Iman kepada Allah ialah membenarkan dengan yakin sepenuhnya tanpa sedikitpun
keraguan akan adanya Allah dan keesaan-Nya. Oleh sebab itu, maka setiap muslim wajib
mempercayai hal – hal berikut:

1. Allah itu Esa pada Zat


Keesaan Allah pada zat-Nya, ialah mengiktikadkan bahwa zat Allah itu tunggal, tiada
terbilang, dan tiada tersusun dari beberapa bagian sebagaimana makhluk-Nya. Zat-Nya
itu bukan benda, bukan pula terjadi dari beberapa anasir (elemen) material. Manusia
tidak dituntut untuk mengetahui secara detail tentang Zat Allah. Apabila ia berbicara
tentang Zat Allah tanpa dalil dari Al-qur’an dan Sunnah, maka ia telah mencederai
keimannya.
2. Allah itu Esa pada Sifat
Keesaan Allah dan sifat-Nya ialah mengiktikadkan bahwa tidak ada sesuatu yang
menyamai Allah pada sifat-Nya dan hanya Allah sendirilah yang mempunyai sifat
keutamaan dan kesempurnaan.
3. Allah itu Esa pada Wujud
Keesaan Allah pada wujud-Nya ialah mengiktikadkan bahwa hanya Allah yang wajib
wujud-Nya, sedang wujud selain Allah adalah mungkin (mumkin). Artinya hanya Allah
yang tetap ada tanpa awal dan tanpa akhir sementara yang lain-Nya fana dan binasa.
4. Allah itu Esa pada af’al (perbuatan-Nya), yaitu Esa pada menjadikan segala yang
mungkin (mumkin). Maksudnya, kita wajib mengiktikadkan bahwa Allah sendirilah
yang menjadikan alam, yang menghidupkan dan mematikan, yang memberi rezeki, yang
memudahkan dan menyukarkan, menyempitkan dan memewahkan. Dan Dia lah yang
menciptakan segala sesuatu.
5. Allah itu Esa pada menerima ibadah hamba-Nya
Maksud keesaan Allah pada menerima ibadah hamba-Nya ialah mengiktikadkan bahwa
hanya Allah yang berhak menerima ibadah hamba. Dia lah yang berhak disembah,
diibadahi, baik dengan do’a maupun dengan ‘amaliah yang lain termasuk ibadah. Oleh

3
sebab itu, tidak boleh beribadah kepada selain Allah. Dengan demikian, orang yang
beribadah kepada selain Allah adalah musyrik.
6. Allah itu Esa dalam menyelesaikan segala hajat dan keperluan makhluk
Allah tidak berhajat kepada apa dan siapapun. Oleh sebab itu, ketika seorang hamba
menginginkan sesuatu yang berada di luar kemampuan makhluk, maka ia harus
menunjukkan permohonnya kepada Allah. Sekali – kali tidak diperbolehkan memohon
kepada apa dan siapapun. Ia hanya disyariatkan untuk memohon perkenaan Allah SWT.
7. Allah itu Esa dalam membataskan batasan – batasan hukum
Maksudnya, Allah lah yang berhak menghalalkan dan megharaman sesuatu, baik melalui
firman-Nya di dalam Alqur’an dan Sunnah. Apabila manusia berselisih dalam suatu
masalah hukum syari’ah, maka hendaklah mereka kembali kepada wahyu Allah.

Rukun iman kedua adalah percaya kepada malaikat. Seorang mukmin wajib mengakui
dan mengimani adanya malaikat. Mereka adalah makhluk Allah yang senantiasa taat kepada
perintah-Nya dan tidak pernah melakukan maksiat sedikitpun sebagaimana firman Allah
dalam surah at-Tahrim ayat 6:

Artinya: Hai orang – orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat – malaikat
yang kasar dan keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Para malaikat itu memiliki tugas – tugas tertentu yang sebagiannya dijelaskan di dalam
Al-qur’an dan hadis dan sebagian lagi tidak dijelaskan. Di antaranya adalah bertugas
menyampaikan wahyu kepada para Rasul, mengatur cuaca, mencabut nyawa, menulis amal
perbuatan makhluk, memeliharanya, menjaga syurga, menjaga neraka, menyoal mayat di
dalam kubur, memikul Arasy, meniupkan ruh di dalam rahim, dan lainnya. Oleh sebab itu,
seorang mukmin mewujudkan keimanan ini di dalam hatinya dan di dalam perilakunya.
Misalnya ia selalu merasa bahwa kapanpun dan dimanapun ia berada makas setiap
perbuatannya selalu diawasi dan dicatat malaikat.

4
Iman kepada kitab – kitab Allah adalah membenarkan bahwa seluruh kitab – kitab yang
diturunkan itu datangnya dari Allah. Ayat – ayat yang ada di dalam kitab – kitab tersebut
adalah kalam Allah. Di antaranya adalah kitab Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur’an.

Kedudukan Al-Qur’an terhadap kitab – kitab sebelumnya adalah sebagai saksi,


pembenaran, menghapuskan sebagian hukumnya dan menetapakan sebagian yang lainnya
sesuai dengan kehendak Allah. Umat Islam diwajibkan untuk mengikuti pesan – pesan Al-
Qur’an baik pada lahir maupun batin dan tidak boleh berpaling darinya. Hal ini sebagaimana
yang tertera di dalam surah al-An’am ayat 155:

Artinya: Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka
ikutilah dia dan bertaqwalah agar kamu diberi rahmat.

Wujud keimanan kepada kitab Allah adalah menjadikan Al-Qur’an tersebut sebagai
pedoman hidup (way of life) di dalam segala aspek dan dimensi kehidupannya, baik itu untuk
pribadi, keluarga, masyarakat, maupun untuk bernegara. Ketika seseorang tidak
melaksanakan atau tidak berusaha untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya,
maka keimanannya kepada al-Kitab tidaklah terwujud nyata.

Iman kepada para rasul adalah membenarkan dengan sungguh – sungguh bahwa Allah
mengutus kepada setiap umat ini seorang rasul untuk membimbing mereka. Nabi Muhammad
SAW. adalah rasul terakhir untuk seluruh umat manusia pada zamannya dan zaman – zaman
setelahnya hingga Hari Akhirat. Oleh sebab itu, tidak ada lagi Nabi dan Rasul sesudah beliau.
Allah berfirman di dalam surah al-Ahzab ayat 40:

Muhammad itu sekali – kali bukanlah bapak dari seorang laki – laki diantara kamu3,
tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi – nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.

3
Nabi Muhammad SAW. bukanlah ayah dari salah seorang sahabat, karena itu janda Zayd dapat
dikawini oleh Rasulullah..

5
Tugas utama seorang rasul adalah mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah dan
menjauhi kesyirikan serta menjalankan syari’at yang dibawanya. Di dalam Al-Qur’an pada
surah an-Nisa’ ayat 150-152 Allah berfirman:

Artinya: Sesungguhnya orang – orang yang kafir kepada Allah dan rasul – rasul-Nya,
dan bermaksud memperbedakan4 antara (keimanan kepada) Allah dan rasul – rasul-Nya,
dengan mengatakan : “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap
sebagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di
antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang – orang yang kafir sebenar –
benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang – orang yang beriman kepada Allah dan
para rasul-Nya dan tidak membeda – bedakan seorangpun di antara mereka, kelak Allah
akan memberikan kepada mereka pahalanya. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.

Para rasul tersebut dibekali oleh Allah dengan mukjizat untuk mengukuhkan
kerasulannya. Mukjizat adalah sesuatu yang menyelisihi kebiasaan yang terjadi (peristiwa
yang luar biasa) disertai dengan tantangan kepada orang yang menentangnya. Namun,
tantangan itu tidak dapat dilakukan oleh para penentang tersebut. Mukjizat itu bisa berbentuk
hal – hal yang nyata yang dapat disaksikan oleh mata dan didengar oleh telinga seperti
keluarnya unta dari dalam batu besar, tongkat menjadi ular, dan sebagainya. Namun mukjizat
bisa juga berbentuk yang lain seperti Al-Qur’an. Kemukjizatan al-Qur’an hanya dapat
diketahui oleh orang yang memahami redaksi dan kandungan maknanya, sehingga
menggetarkan hatinya bahwa al-Qur’an bukanlah ciptaan manusia.

Wujud iman kepada Rasulullah adalah melaksanakan segala Sunnahnya dan menjauhi
segala kreasi (bid’ah) atas ajarannya. Sunnah adalah setiap perkataan, perbuatan, dan

4
Beriman kepada Allah SWT. dan tidak beriman kepada rasul – rasul-Nya.

6
pengakuan Nabi SAW. Kedudukan Sunnah terhadap Al-Qur’an adalah sebagai penjelas,
pemerinci, dan penetap syariat yang tidak dikemukakan jelas di dalam Al-Qur’an. Tidaklah
beriman orang yang tidak mengakui keberadaan Sunnah Rasul SAW. secara mutlak. Allah
berfirman di dalam surah an- Nisa’ ayat 65:

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu (Rasulullah) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.

Allah juga berfirman di dalam surah Ali ‘Imran ayat 31-32:

Artinya: Katakanlah: “Jika kamu (benar – benar) mencintai Allah, ikutilah aku
(sunnahku), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa – dosamu.” Allah Maha
Penyayang. Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang – orang kafir.”

Zat yang berhak untuk menetapkan hukum di dalam agama ini adalah Allah dan rasul-
Nya. Oleh sebab itu, maka tidak diperkenankan bagi siapapun untuk melakukan bid’ah.5

Iman kepada Hari Akhir adalah meyakini sepenuh hati tanpa keraguan sedikitpun bahwa
hari Kiamat akan terjadi. Munculnya Hari Kiamat merupakan waktu berakhirnya dunia ini.
Banyak sekali ayat yang mendeskripsikan kejadian munculnya Hari Kiamat tersebut. Di
antaranya seperti yang dijelaskan Allah pada surah al-Waqi’ah ayat 1-5 :

5
Bid’ah adalah segala perkara yang baru tentang ajaran agama (ibadah dan akidah) yang tidak ada
dalil dari Al-Qur’an dan contoh dari Nabi SAW.

7
Artinya: Apabila terjadi Hari Kiamat, terjadinya kiamat itu tidak dapat didustakan
(disangkal). (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan lain),
apabila bumi digoncangkan sedahsyat – dahsyatnya, dan gunung- gunung dihancur luluhkan
sehancur – hancurnya.)

Selanjutnya, di dalam surah at-Takwir ayat 1-14 dijelaskan peristiwa terjadinya Hari
Kiamat tersebut:

Artinya: Apabila matahari digulung, apabila bintang – bintang berjatuhan, apabila


gunung – gunung dihancurkan, apabila unta – unta yang bunting ditinggalkan (tidak
diperdulikan), apabila binatang – binatang liar dikumpulkan, apabila lautan dipanaskan,
apabila ruh – ruh dipertemukan (dengan tubuh), apabila bayi – bayi perempuan yang
dikubur hidup – hiduo ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh, apabila catatan – catatan
(amal perbuatan manusia) dibuka, apabila langit dilenyapkan, apabila nereka Jahim
dinyalakan, dan apabila surga didekatkan, maka tiap – tiap jiwa akan mengetahui apa yang
telah dikerjakannya.

Dua surah di atas menggambarkan kepada kita betapa dahsyatnya peristiwa Hari Kiamat.
Pada saat kita sekarang ini berita tersebut termasuk hal yang ghaib, namun akhirnya nanti
manusia akan menyaksikannya sendiri. Pada saat itu peristiwa Hari Kiamat tidak lagi
persoalan ghaib melainkan hal nyata yang dapat disaksikan dan dirasakan manusia. Namun,
tidak seorang pun yang tahu persis kapan terjadinya Hari Kiamat. Sebab hal ini termasuk
rahasia Allah. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam surah Luqman ayat 34:

8
Artinya: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat;
dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada
seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok.6 Dan tiada
seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Wujud iman seseorang terhadap Hari Kiamat dapat dilihat dari kesiapannya untuk
membekali diri menyonsong hari tersebut. Ketika ia benar – benar beriman dengan hari yang
dahsyat itu maka ia akan melaksanakan perintah Allah SWT. dan Rasul SAW. serta menjauhi
larangan – larangan Allah dan Rasul-Nya tersebut.

Rukum iman terakhir adalah percaya kepada qadar dan qadha Allah. Qadar adalah
ketentuan Allah, sementara Qadha merupakan ketetapan-Nya untuk mewujudkan Qadar-Nya.
Beriman kepada Qadar dan Qadha Allah akan menjadikan seseorang sadar bahwa ia tidak
memiliki kemampuan apa pun dan tidak mengetahui sedikitpun tentang jalan kehidupannya
dan seluruh makhluk ini. Oleh sebab itu, ia harus berikhtiar untuk terus menjalani hidup ini
sesuai dengan perintah Allah. Ia akan berada di atas tatanan sunnatullah (hukum alam,
kausalitas, hukum sosial, dan hukum sejarah) dan syaria’at-Nya. Dengan demikian, jika ingin
menjadi orang yang sukses maka ia akan berikhtiar dan memenuhi syarat – syarat
sunnatullah yang dapat menjadikan seorang makhluk itu menjadi sukses. Di samping itu ia
juga harus mengikut tatanan syari’at untuk menggantungkan harapannya hanya kepada Allah.
Oleh karena itu, seseorang akan dapat melihat tanda – tanda takdirnya untuk masa depan
dengan melihat apa yang ia lakukan saat ini. Dengan kesadaran dan jalan hidup yang sesuai
dengan ajaran sunnatullah, dan syariat dalam menjalani taqdirnya.

- Proses Terbentuknya Iman


Iman tidak muncul dengan sendirinya tanpa ada sesuatu yang mempengaruhi
seseorang untuk beriman. Hal – hal yang dapat mempengaruhi seseorang untuk

6
Manusia tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan
diperolehnya, namun demikian mereka diwajibkan berusaha.

9
mengimani sesuatu tentunya cukup jamak dan beragam. Namun, pengaruh yang
paling penting adalah kesadaran yang dilandasi ilmu dan pengetahuan seseorang
tentang sesuatu yang diimaninya. Namun terkadang seseorang beriman hanya karena
faktor lingkungan dan keluarganya mengimani sesuatu yang diimaninya secara benar.
Ketika lingkungan atau keluarganya mengimani sesuatu maka ia pun turut beriman
bersama mereka. Namun iman seperti ini tidak kukuh dan rentan terhadap agresi
kepercayaan yang ditawarkan oleh keyakinan agama lain. Sebab, ia tidak memiliki
landasan ilmu untuk mempertahankan dan memupuk keimanannya, Ia juga tidak
banyak dapat mempengaruhi seseorang untuk tunduk dan patuh kepada perintah Allah
dengan baik dan benar. Sebab, ia melakukan sesuatu bukan dasar ilmu dan keyakinan
yang sesungguhnya, tetapi hanya ikut – ikutan semata.7
Orang – orang yang memeluk Islam hanya karena lingkungan dan kebutuhan
duniawi semata dan tidak dilandasi keyakinan maka ia tidak pantas disebut dengan
mukmin, ia hanya disebut muslim yang munafik. Al-Qur’an menyebut di dalam surah
al-Hujurat ayat 14:

Artinya: Orang – orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”.
Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena
iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-
Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahal amalanmu; sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Tidak setiap orang yang mengaku Muslim lalu ia dimasukkan ke dalam kelompok
orang yang beriman. Sebab, iman adalah kepercayaan yang kuat di dalam hati untuk
mengesakan Allah dan mengikuti segala perintah-Nya.

- Tanda – tanda Orang Beriman


Orang beriman adalah orang yang mengamalkan segala konsekwensi dan
tuntutan keimanannya. Ia tidak berperilaku ganda seperti orang munafik, yaitu lain di
hati dan lain di bibir. Demikian juga ia tidak berperilaku seperti orang fasik, yaitu
beriman di dalam hati tetapi tetap bermaksiat kepada Allah.

7
Husnel Anwar Matondang, Al-Islam Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, 2009, h. 14

10
Di dalam Al-Qur’an banyak ditemukan tanda – tanda orang beriman. Misalnya
di dalam surah at-Taubah ayat 71:

Artinya: Dan orang – orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sholat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi
rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Dalam ayat ini ada lima criteria (sifat – sifat) orang Mukmin, yaitu:

1. Orang mukmin merupakan orang yang menjadikan walinya sesama orang yang
beriman. Bukan sebaliknya, menjadikan orang – orang kafir dan musyrik, sebagai
orang terdekat dan dikasihinya. Oleh sebab itu, berwala’ (loyalitas) terhadap sesama
Mukmin merupakan kewajiban dan melepaskan diri dari ikatan loyalitas (bara’)
terhadap orang kafir menjadi keniscayaan bagi setiap Mukmin. Namun hal itu tidak
berarti bahwa kita harus memerangi setiap orang kafir. Orang kafir juga adalah
makhluk Allah yang kita diperbolehkan untuk berinteraksi dengan baik terhadap
mereka sesuai dengan petunjuk dan batasa syariat.
2. Orang beriman adalah orang yang aktif melakukan amar ma’ruf dan nahyi
munkar. Ia menyuarakan kebenaran secara terus – menerus, bukan musiman, seperti
hanya pada bulan Ramadhan saja, atau pada momentum hari – hari besar Islam
semata. Pada bulan Ramadhan misalnya, kebanyakan manusia sibuk memberantas
kejahatan dan menutup rumah – rumah maksiat, namun setelah bulan Syawal tiba,
maka kemungkaran maksiat yang dipersilakan buka dan berjalan kembali. Sehingga,
tidak ada kontrol lagi antara sesama kaum Mukmin untuk menegakkan amar ma’ruf
dan nahyi munkar. Ini bertentangan dengan ciri – ciri orang Mukmin. Ciri Mukmin,
sebagaimana yang dikatakan ayat ini adalah aktif sepanjang hayat melakukan amar
ma’ruf dan nahyi munkar.

11
Melakukan amar ma’ruf dan nahyi munkar haruslah dengan tuntutan Syar’i. Sebab,
jika dilakukan tanpa tuntutan syariat, maka justru dapat terjebak kepada kemungkaran
atau maksiat yang baru. Oleh sebab itu, dalam hal ini, serta maslahat (kebaikan) dan
mamfasadat (keburukan) yang akan ditimbulkannya kepada agama, pribadi,
komunitas kaum muslimin, dan bangsanya ketika ia melakukan nahyi munkar
tersebut.
Dari ayat di atas jelas terlihat bahwa tanggung jawab amar ma’ruf tersebut bukan
hanya pada umara’ (pemimpin) atau ulama, tetapi setiap kaum muslimin yang
mukallaf.8
3. Orang beriman adalah orang yang menegakkan sholat. Artinya, seorang
Mukmin akan tetap konsisten dengan sholatnya. Tidak dikatakan seseorang itu
memiliki criteria Mukmin, jika ia tidak melaksanakan sholat secara istiqomah pada
setiap waktu – waktu yang diwajibkan untuk sholat. Oleh sebab itu, orang yang
beriman tidak pernah menyepelekan sholat dalam kehidupannya. Sebab, Nabi saw.
bersabda, “Perbedaan antara orang Mukmin dan orang kafir adalah sholat.” Dalam
hadis yang lan disebutkan pula, “Siapa yang meninggalkan sholat, maka ia jelas –
jelas kafir.” Dan siapa yang tidak mengakui kewajiban sholat, maka ia jelas – jelas
kafir”. Dan siapa yang tidak mengakui kewajiban sholat yang lima waktu tersebut,
maka di dalam hukum islam ia diklaim telah murtad dan umara’ (pemimpin) wajib
memerintahkan untuk memberikan hukuman baginya. Karena itulah Allah
menjadikan iqomah bi ash-shalah (mendrikan sholat) sebagai kriteria orang – orang
yang beriman.
4. Orang mukmin adalah orang yang memberikan atau mengeluarkan zakatnya,
baik itu zakat fitrah maupun zakat mal (harta). Perintah mengeluarkan zakat juga
menjadi indikasi kepada setiap Mukmin bahwa orang – orang yang beriman harus giat
berusaha mencari nafkah dan penghasilan yang halal agar ia mampu menjadi orang
yang mengeluarkan zakat, bukan sebaliknya hanya menunggu pembagian zakat orang
lain.
5. Semua perilaku dan ibadah di atas adalah dalam rangka mentaati Allah dan
Rasul-Nya. Oleh sebab itu, bagi orang Mukmin maka setiap perilakunya adalah

8
Orang yang sudah masuk usia baligh, dapat membedakan antara yang hak dan bathil.

12
dalam koridor taat kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan dengan tujuan tertentu selain
dalam kerangka ini.9

9
ibid. h.16.

13
B. Asas Keislaman dalam Agama Islam
Islam adalah agama yang dibawa oleh para utusan Allah dan disempurnakan pada
masa Rasulullah SAW. yang memiliki sumber pokok Al-Qur’an
Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah
k kepada umat manusia sepanjang masa.10
SAW. sebagai petunjuk
Kata Islam merupakan pernyataan nama yang berasal dari bahasa arab aslama, yaitu
bermaksud “untuk menerima, menyerah, atau tunduk”. Dengan
Deng n demikian Islam berarti
penerimaan dari dan penundukan kepada Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini
dengan menyembah-Nya,
Nya, menuruti perintah-Nya
perintah Nya dan menghindari politheisme. Perkataan ini
memberikan beberapa maksud dari Al-Qur’an
Al . Dalam beberapa ayat, kualitas Islam sebagai
kepercayaan ditegaskan : “Barangsiapa
Barangsiapa yang Allah kehendaki akan memberikan kepadanya
petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya
dadanya (memeluk agama Islam)”. Ayat lain
menghubungkan Islam dan din (lazimnya diterjemahkan sebagai “Agama”. 11
Secara etimologis
timologis kata islam diturunkan dari akar kata yang sama dengan kata salam
yang berarti “Damai”. kata muslim (sebagai pemeluk agama islam)
islam) juga berhubungan
dengan kata islam, kata tersebut berarti “Orang yang berserah diri kepada Allah.”
Islam memberikan banyak amalan keagamaan. Para penganut, umumnya digalakkan
untuk memegang lima rukun Islam, yaitu lima pilar yang menyatukan muslim sebagai
sebag sebuah
komunitas.

10
Rachmat Syafe’I, Al-Hadis
Hadis Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum untuk UIN, STAIN, PTAIS, dan Umum,
2000, h. 18-19
11
Diunduh dari: http://serbamakalah.blogspot.co.id/2013/02/iman
http://serbamakalah.blogspot.co.id/2013/02/iman-islam-ihsan.html?m=1
ihsan.html?m=1, pada
tanggal 21 September 2016, 16.26.

14
Artinya: Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda, “Islam didirikan
atas lima perkara, yakni bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT. dan sesungguhnya
Muhammad adalah utusan-Nya; mendirikan shalat; menunaikan zakat; melaksanakan
ibadah haji (ke Baitullah); dan berpuasa di bulan Ramadhan”. (H.R. Al-Bukhari)

Seseorang tidak akan menjadi muslim yang sebenarnya hingga dia mengimani dan
melaksanakannya yaitu:
1. Rukun pertama: Syahadat

Yaitu bersaksi bahwa, tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan
bahwasannya Muhammad Rasulullah. Syahadat ini merupakan kunci Islam
dan pondasi bangunannya. Makna Syahadat La ilaha Illallah ialah : Tidak ada
yang berhak disembah kecuali Allah saja, Dia lah ilahi yang hak, sedangkan
ilahi selainnya adalah bathil. Dan makna syahadat kedua : Bahwasannya
Muhammad itu adalah Rasulullah ialah membenarkan semua apa yang
diberitakannya, dan mentaati semua perintahnya serta menjauhi semua yang
dilarang dan dicegahnya.

2. Rukun kedua: Shalat

sumbeer: http://pengajianislam.pressbooks.com/chapter/pengertian-islam-iman-dan-ihsan/

Allah telah mensyari’atkan lima shalat setiap hari sebagai hubungan antara
seorang muslim dengan Tuhannya. Di dalamnya dia bermunajat dan berdo’a
kepada-Nya, di samping agar menjadi pencegah bagi muslim dari perbuatan

15
keji dan munkar. Dan Allah telah menyiapkan bagi yang menunaikannya
kebaikan dalam agama dan kemantapan iman, serta ganjaran, baik cepat
maupun lambat.

3. Rukun ketiga: Zakat


Yaitu sedekah yang dibayar oleh
orang yang memiliki harta sampai
nishab (kadar tertentu) setiap tahun,
kepada yang berhak menerimanya
seperti kaum fakir dan lainnya, di
antara yang berhak menerima zakat.
Zakat itu tidak diwajibkan atas orang
fakir yang tidak memiliki nishab, tapi
hanya diwajibkan atas kaum kaya
untuk menyempurnakan agama dan
Islam mereka, meningkatkan kondisi dan akhlak mereka, mensucikan mereka
dari dosa, di samping sebagai bantuan bagi orang – orang yang
membutuhkan dan fakir di antara mereka, serta untuk memenuhi kebutuhan
keseharian mereka, sementara zakat hanyalah merupakan bagian kecil sekali
dari jumlah harta dan rezeki yang diberikan Allah kepada mereka.

4. Rukum keempat: Puasa


Yaitu selama satu bulan saja setiap tahun, pada bulan Ramadhan yang mulia,
yakni bulan kesembilan dari bulan – bulan hijriyah. Kaum muslimin secara
keseluruhan serempak meninggalkan kebutuhan – kebutuhan pokok mereka,
makan, minum, dan jimak di siang hari mulai dari terbit fajar sampai matahari
terbenam. Dan semua itu akan diganti oleh Allah bagi mereka berkat karunia
dan kemurahan-Nya, dengan penyempurnaan agama dan iman mereka, serta
peningkatan kesempurnaan diri, dan banyak lagi ganjaran dan kebaikan
lainnya, baik di dunia maupun di akhirat yang telah dijanjikan Allah bagi
orang – orang yang berpuasa.

16
5. Rukum kelima: Haji
Yaitu menuju masjidil haram
untuk melakukan ibadah
tertentu. Allah mewajibkan
atas orang – orang yang
mampu, sekali seumur
hidup. Pada waktu itu kaum
muslimin dari segala penjuru
berkumpul di tempat yang
paling mulia di muka bumi
ini, menyembah tuhan yang
satu, memakai pakaian yang
sama, tidak ada perbedaan
antara pemimpin dan yang
dipimpin, antara si kaya dan
si fakir, dan antara yang
berkulit putih dan berkulit hitam. Mereka semua melaksanakan bentuk –
bentuk ibadah tertentu, yang terpenting di antaranya adalah: wukuf di padang
arafah, thawaf di Ka’bah, kiblatnya kaum muslimin, dan Sa’I antara bukit
shafa dan marwah.

Sumber:
http//ms.wikipedia.org/wiki/Mak
kah al-Mukarramah

Islam adalah agama yang sempurna. Telah menjadi keyakinan kaum Muslim bahwa
Islam adalah agama yang benar yang diridhoi oleh Allah. Oleh sebab itu, agama manapun
selain Islam tidak diterima disisi Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah pada surah Ali
‘Imran ayat 19:

17
Artinya: Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah hanyalah Islam.Tiada berselisih
orang – orang yang telah diberi al-Kitab12 kecuali sesudah datang pengetahuan kepada
mereka karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap
ayat – ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.

Selanjutnya, dijelaskan juga di dalam firman Allah pada surah Ali Imran ayat 85:

Artinya: Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali – sekali tidaklah
akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang – orang yang
rugi.

Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaannya dapat dilihat pada ajarannya.
Islam mengatur segala aspek dari prinsip – prinsip kehidupan manusia. Ia bersifat dinamis,
elastis, dan universal. Dikatakan dinamis, karena Islam memiliki ajaran – ajaran yang dapat
dan mampu menjawab tantangan zaman yang terus berkembang. Oleh sebab itu, ajaran Islam
akan tetapi aktual sampai kapan pun. Dikatakan elastis, karena ditemukan ajaran Islam dapat
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi temporal manusia, khususnya yang berkaitan
dengan muamalah. Oleh sebab itu, ajaran Islam dapat diterapkan di seluruh medan dan
territorial manapun di dunia ini. Demikian pula, Islam dikatakan universal, hal itu disebabkan
ajarannya berlaku untuk seluruh umat manusia tanpa memandang warna kulit, budaya, dan
bangsa. Dengan demikian, Islam adalah agama rahmat bagi seluruh alam.13

Sebagaimana disebutkan Ramli Abdul Wahid bahwa Islam merupakan satu – satunya
agama yang mampu secara baik, benar, dan proporsional mengatur hubungan antara manusia
dengan Tuhan, antara manusia dengan sesama manusia, dan antara manusia dengan makhluk
– makhluk lainnya. Hal ini dapat dibuktikan karena ajaran Islam tidak membunuh fitrah dan
dimensi kemanusiaannya dalam beribadah kepada Allah. Misalnya, Islam tidak
mengharamkan perkawinan karena alasan ibadah dan sebagai pekerja dakwah. Karena, hak
itu dipandang bertentangan fitrah manusia itu sendiri. Bahkan, Islam membenci orang yang
sengaja tidak mau mengikut Sunnah untuk melakukan perkawinan. Islam tidak membenarkan
seseorang dizalimi oleh orang lain tanpa pembelaan yang adil karena alasan menjaga
hubungan sesama manusia. Misalnya, Islam tidak menyuruh orang yang pipi kanannya

12
Kitab – kitan yang diturunkan sebelum al-Qur’an.
13
Abdul Hamid Ritonga, Beberapa Apek tentang Ajaran Islam, h. 27.

18
ditampar untuk menyerahkan pipi kirinya. Bagi Islam harmonisasi antar sesama umat
manusia harus diwujudkan namun keadilan juga harus ditegakkan. Inilah keseimbangan yang
dibangun oleh syariat yang sesuai dengan rasionalitas.14

Meskipun telah jelas Islam adalah agama yang benar, tetap saja banyak manusia yang
tidak mau mengikutinya. Hal itu antara lain karena Allah tidak memberikan petunjuk
kepadanya sehingga hantinya menjadi gelap. Di samping itu, karena tidak mau berusaha
untuk mengimani-Nya dan memeluk Islam sehingga Allah SWT. memberikan siksa-Nya.
Allah berfirman di dalam surah Al-An’am ayat 125:

Artinya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk,
niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang
dikehendaki Allah kesesatannya15, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit
seolah – olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang
– orang yang tidak beriman

Kendatipun Islam memiliki ajaran agama yang lengkap dan sempurna, namun pada
tataran realitas sosial tetap saja hal itu tergantung kepada pengalaman umat Islam itu sendiri.
Jika mereka secara konsisten dan menyeluruh mau mengamalkan konsep dan ajaran Islam
tersebut, maka mereka akan mampu menguasai dan mensejahterakan dunia dalam ridha
Allah. Namun sebaliknya, jika mereka lari dari petunjuk dan garis – garis yang ditetapkan
Islam, maka mereka akan menjadi umat yang lemah, terbelakang, dikalahkan, dan terpuruk
dalam kehinaan.16

14
Ramli Abdul Wahid, h.27.
15
Yaitu orang – orang yang karena keingkarannya, tidak mampu memahami petunjuk – petunjuk Allah
SWT.
16
Husnel Anwar, Islam Kaffah: Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, 2016, h. 31.

19
C. Ihsan dalam Agama Islam

Menurut bahasa, ihsan berarti berbuat atau melakukan kebaikan. Hal ini sesuai dengan
firman Allah pada surah an-Nahl ayat 90:

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum berabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran
dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.

Terma ihsan sering disamakan dengan makna akhlak. Dengan kata lain, ihsan adalah
suatu sikap dan tingkah laku yang baik menurut syariat. Namun, kata ini juga biasa dipakai
untuk pengertian ‘suatu kesempurnaan’. Sementara itu, ihsan menurut istilah yang diberikan
oleh Rasul SAW. adalah, “Sewaktu seseorang menyembah Allah maka seakan – akan ia
melihat-Nya, jika ia tidak mampu melihat-Nya, maka ia harus meyakini bahwa Allah benar –
benar melihat-Nya”.

Hakikat ihsan menurut istilah tersebut mengandung arti bahwa dalam menyembah Allah
seseorang harus bersungguh – sungguh, serius, penuh keihklasan, dan keyakinan serta
tawaduk. Dalam hatinya harus tumbuh keyakinan bahwa Allah seakan – akan berada di
hadapannya dan melihat-Nya. Dengan kata lain, dia harus merasa bahwa Allah selamanya
hadir dan menyaksikan segala perbuatannya.

Imam an-Nawawi mengatakan bahwa ihsan berarti menjaga sopan santun dalam beramal
di mana kamu seakan – akan melihat Allah sebagaimana Allah melihat kamu. Hal itu
dilakukan bukan karena kamu melihat-Nya namun karena Allah selamanya melihat kamu.
Oleh sebab itu, beribadahlah dengan baik meskipun kamu tidak dapat melihat-Nya.
Selanjutnya, ia mengatakan sebuah hadis yang maksudnya: a) bersungguh – sungguh dalam
keikhlasan ketika beribadah; b) muqarabah seorang hamba kepada Tuhannya dengan
kekhusyuan, kekhuduan, dan lainnya. Sesungguhnya para ahli hakikat telah mengharamkan
kepada majlis – majlis shalihin agar menghindarkan dari sesuatu yang tercela. Lalu,

20
bagaimana tidak bahwa Allah akan senantiasa membukakan kepada mereka rahasia dan
lahir-Nya.

Dalam pada itu, ihsan merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan diterima
atau ditolaknya suatu amal ibadah seseorang kepada Allah. Karena ikhlas, tawaduk, dan
khusyuk, muncul dari sikap ihsan dan beribadah kepada-Nya.

Uniknya ihsan dalam islam ialah manfaat ihsan itu kembali kepada tuannya. Ini dapat
dilihat dalam firman Allah SWT dalam surah al-Isra’ ayat 7:

Artinya: Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri; dan
jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat
hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang - orang lain) untuk
menyuramkan muka – muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh
– musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis – habisnya
apa saja yang mereka kuasai.

Pendek kata, ihsan sangat penting untuk kesadaran karena kebaikan yang dilakukan itu
disebabkan Allah SWT. suka kebaikan, bukan untuk tujuan memamerkan kepada orang lain.
Ihsan mampu menjaga kepribadian yang mulia dalam setiap diri muslim jika dilaksanakan
dengan penuh kejujuran yaitu kesadaran bahwa “Allah Maha Melihat”.

21
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Iman artinya percaya. Seorang yang beriman disebut mukmin. Iman terdapat dalam hati
manusia, sehingga selalu berhubungan dengan batin. Keimanan seseorang tidak bisa diukur
tanpa melihat ekspresi lahiriahnya, oleh sebab itu orang yang disebut mukmin tercermin
ketaatannya dalam pebuatannya. Perbutan menuju taqwa.

Islam artinya tunduk, pasrah. Seseorang yang memeluk Islam disebut muslim. Seorang
muslim tentu beriman. Sehingga ia tunduk, dan pasrah menjalankan titah Allah. Islam
aksennya terdapat di aspek lahiriah manusia yang tercermin dari perbutannya menjalankan
syari’at Islam. Mulai dari berikrar syahadat dengan lisan, sholat, puasa, zakat, sampai haji
pun dierjakan oleh raga. Sehingga islam itu direalisasikan secara lahiriah.

Ihsan adalah akhlak, sikap, dan tingkah laku menurut syari’at. Istilah ihsan oleh Nabi
SAW. adalah seperti saat kita beribadah seakan – akan kita melihat Allah, atau jika tidak
mampu beribadah dengan meyakini bahwa Allah menyaksikan kita. Sehingga ihsan artinya
bersungguh – sungguh dalam beribadah.

B. SARAN

Dengan memahami pengertian Islam, iman dan ihsan, Anda dapat mengenali Islam
dengan lebih jelas dan tepat secara ilmiah. Dengan memahami Islam, iman, dan ihsan juga,
kita akan mendapat gambaran yang jelas tentang pengertian Islam sebenarnya menurut
kehendak Penciptanya yaitu Allah SWT.

22
DAFTAR PUSTAKA

Matondang, Husnel Anwar, dkk. Al-Islam Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan
Tinggi. 2009. Medan: Cipta Pustaka.

Matondang, Husnel Anwar, dkk. Islam Kaffah: Pendidikan Agama Islam untuk
Perguruan Tinggi. 2016. Medan: Manhaji.

Syafe’I, Rachmat. Al-Hadis Aqidah, Akhlaq, Sosial, dan Hukum untuk UIN, STAIN,
PTAIS, dan Umum. 2000. Bandung: Pustaka Setia

http://pengajianislam.pressbooks.com.chapter/pengertian-islam-iman-dan-ihsan/

http://serbamakalah.blogspot.com.co.id/2013/02/iman-islam-ihsan.html?m=1

23

Anda mungkin juga menyukai