Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hakikat manusia diciptakan oleh Allah SWT adalah semata-mata


untuk ta’abbudi yaitu penghambaan yang penuh dengan cara beribadah
hanya karena Allah SWT. Ada tiga komponen yang saling berkaitan satu
sama lain dan sangat urgen untuk dijaga dan diamalkan oleh seorang
hamba. Tiga komponen dasar yang menjadikan sempurnanya predikat
hamba disisi tuhannya. Tiga komponen tersebut adalah Iman, Islam, dan
Ihsan.

Seseorang dikatakan beriman jikalau mereka meyakini dan


membenarkan adanya Allah ta’ala tuhan yang maha Esa, adanya Malaikat
Allah, adanya Rasul, Kitab-kitab samawi, hari Kiamat serta adanya Qadla’
dan Qadar. Sedangkan seseorang dikatakan muslim ketika ia
melaksanakan kewajiban dan meninggalkan larangan agama dan dikatakan
muhsin ketika seseorang dapat merasakan manisnya beribadah serta selalu
merasa diawasi oleh Allah SWT, pada ujungnya segala yang diperbuat
lillahita’ala hanya karena-Nya.

Maka dari itu, mengingat betapa pentingnya tiga komponen


tersebut, makalah ini dibuat untuk terlebih dahulu mengetahui apa itu
iman, islam dan ihsan, mengetahui rukun-rukun iman dan islam,
mengetahui tingkatan-tingkatan dalam iman maupun islam, serta korelasi
antar ketiga komponen tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian Iman, Islam, dan Ihsan?

2. Bagaimana Rukun-rukun Iman dan Islam?

1
3. Bagaimana tingkatan-tingkatan dalam Iman dan Islam dan pencapaian
muhsin?

4. Bagaimana Korelasi antara Iman, Islam, dan Ihsan?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan


1. Pengertian Iman
Iman adalah kepercayaan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa.
Syahadatain (dua persaksian: bersaksi bahwa tiada Tuhan yang disembah
kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah) merupakan suatu
pernyataan sebagai kunci dalam memasuki gerbang Islam. Pernyataan bahwa
hanya Allah (Yang Esa) satu-satunya Tuhan yang wajib disembah, merupakan
pokok ajaran yang menjadi misi segala Nabi yang pernah diutus oleh Allah ke
bumi di sepanjang sejarah kehidupan manusia.

Ar- Raghib al-Ashfahani (ahli kamus Al-quran) mengatakan, iman


didalam Al-quran terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya sebatas
dibibir saja padahal dalam hati dan perbuatannya tidak beriman, terkadang
digunakan untuk arti iman yang hanya terbatas pada perbuatannya saja, sedang
hati dan ucapannya tidak beriman dan ketiga kata iman terkadang digunakan
untuk arti iman yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan di
amalkan dalam perbuatan sehari-hari.1

Iman itu perkataan dan perbuatan, yaitu perkataan hati dan lisan, dan
perbuatan hati, lisan, dan anggota badan. Ia bertambah karena ketaatan dan
berkurang karena maksiat, dan orang yang beriman itu bertingkat
keimanannya. Allah SWT. Firman :

1
Kaelany, Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2005, hlm.41.

2
‫ ولكن ال حبب اليكم ال يمان و زينه في قلوبكم‬...

“… tetapi Allah menjadikanmu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman


itu indah dalam hatimu…” (Al-hujurat: 7).

Perkataan dan perbuatan adalah makna syahadatain (persaksian tidak


ada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah), yang seseorang tidak
sah memeluk agama Islam tanpa dua kalimat syahadat ini. Ia merupakan
amalan hati dengan mengitikadkannya dan amalan lisan dengan
mengucapkannya dengan segala konsekuensi. Allah berfirman :

… ‫وماكان ال ليضيع ايما نكم‬

“… dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu…” (Al- Baqarah: 143).

Yang dimaksudkan oleh “imanmu” dalam ayat ini adalah shalat yang
dilaksanakan dengan menghadap ke Baitul Maqdis sebelum diciptakannya
perubahan kiblat.

Di sini, shalat secara keseluruhan disebut iman, karena shalat


menghimpun perbuatan hati, lisan, dan anggota badan. Nabi Muhammad
SAW juga menjadikan jihad, ibadah lailatul qadar, puasa Ramadhan, shalat
tarawih, dan shalat lima waktu sebagai iman. Ketika beliau ditanya tentang
amalan yang paling utama, beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan rasul-
Nya.” 2

2. Pengertian Islam
Secara genetik kata Islam berasal dari Bahasa Arab terambil dari kata
“salima” yang berarti selamat sentosa. Dari kata itu dibentuk kata “aslama”
yang berarti menyerah, tunduk, patuh, dan taat. Kata “aslama” menjadi
pokok kata Islam. Sebab itu orang yang melakukan “aslama” atau masuk
islam dinamakan Muslim. Selanjutnya dari kata “salima” juga terbentuk kata
“silmun” dan “salamun” yang berarti damai. Karenanya seorang yang

2
Syekh Hafizh Hakimi, 200 Tanya Jawab Akidah Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1998, hlm:
37-39.

3
menyatakan dirinya muslim adalah harus damai dengan Allah dan dengan
sesama manusia.
Penyebutan orang-orang Barat terhadap Islam sebagai
Moehammedanism dan Moehamadan, bukan saja tidak tepat tetapi salah
secara prinsipil (Nasrudin Razak, 1985: 55). Istilah ini mengandung arti
Islam adalah paham Muhammad atau pemujaan terhadap Muhammad,
sebagaimana perkataan Kristen dan Kekristenan yang mengadung arti
pemujaan terhadap Kristus.3
Islam artinya penyerahan diri kepada Allah, tuhan yang Maha Kuasa,
Maha Perkasa, dan Maha Esa. Penyerahan itu diikuti dengan kepatuhan dan
ketaatan untuk menerima dan melakukan apa saja perintah dan larangan-Nya.
Tunduk pada aturan dan undang-undang yang diturunkan kepada manusia
melalui hamba pilihan-Nya (para rasul). Aturan dan undang-undang yang
dibuat oleh Allah itu dikenal dengan istilah “Syari’ah”. Kadang-kadang
syari’ah itu disebut juga din (agama). Innaddina ‘indallahi al-islam
(sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam QS. 3:19), karena memang
agama di sisi Allah ialah penyerahan yang sesunggguhnya kepada Allah.
Maka walaupun seseorang mangaku memeluk agama Islam, kalau tidak
menyerah yang sesungguhnya kepada Allah, tidak mau mematuhi suruhan
dan larangannya, belumlah dia Islam.
Dengan memasuki Islam seseorang akan selamat, damai, dan sentosa
dalam kehidupan yang seimbang lahir dan batin, dunia dan akhirat. Islam
memang mempunyai arti (selamat, damai, dan sentosa), suatu agama yang
diturunkan oleh Allah kepada segenap nabi dan rasul-Nya. Allah jua
menegaskan bahwa siapa saja yang memeluk agama selain Islam tidak akan
diterima (QS. 3:85), karena itu tentulah para nabi membawa dan memeluk
ini, karena Islam memang diperuntukkan bagi segenap manusia. Ajaran Islam
itu, oleh karenanya merata, mengatur manusia dalam segala seginya, bukan
semata mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, melainkan juga

3
Didiek Ahmad Supadie, Pengantar Studi Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm: 71-72.

4
mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan
lingkungannya (alam semesta).
3. Pengertian Ihsan
Ihsan, menurut kamus berasal dari kata: ahsana-yuhsinu-ihsan berarti,
baik, bagus, kebajikan atau saleh. Menurut makna istilah, seperti
dikemukakan dalam hadits nabi di permulaan tulisan ialah: “engkau
menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak
dapat melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.”4

B. Rukun-rukun Iman dan Islam


1. Rukun Iman
a. Iman kepada Allah
Beriman kepada Allah berarti membenarkan dan meyakini dengan cara
mentauhidkanNYA, bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad
adalah utusan Allah.
Menurut Mutakalliman bahwa Tauhid dibagi menjadi beberapa
macam, diantaranya sebagai berikut :
 Tauhid Rububiyah adalah berasal dari salah satu nama Allah
al Rabb, yang memiliki beberapa makna pemelihaaan,
pengasuh, penguasa, pendamai, dan pelindung. Secara syar’i
tauhid rububiyah bermakna iman kepada Allah SWT sebagai
pencipta, penguasa, dan pengatur segala urusan yang ada di
alam semesta, menghidupkan dan mematikan dan hal-hal yang
termsuk perkara taqdir, dan menetakan hokum alam
(sunnatullah).

 Tauhid Uluhiyyah berasal dari kata al-illah yang artinya


sesuatu yang disembah (sesembahan) dan sesuatu yan ditaati

4
Syekh Hafizh Hakimi, 200 Tanya Jawab Akidah Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1998, hlm:
193.

5
secara mutlak. Kata illah ini diperuntukkan bagi sebutan
sesembahan yang benar (haq)

Artinya : “Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa, tidak


ada Tuhan melainkan Dia, yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang”. (QS.AlBqoroh: 163).

 Tauhid Mulkiyah Secara bahasa kata Mulkiyah berasal dari


akar kata mulk, yang dengannya terbetuk pula kata malik.
Tauhid mulkiyah berarti sebuah pandangan yang meyakini
bahwa Allah sebagai satu-satunya zat yang menguasai alam
semesta ini, dengan hak penuh penetapan peraturan atas
kehidupan. Tidak ada sekutu atas kekuasaan Allah di alam
semesta ini.

 Tauhid Asma’ wa al Sifat

Pengertian Tauhid Asma’ wa al Sifat adalah penetapan dan


pengakuan yang kokoh atas nama-nama dan sifat-sifat Allah
SWT yang luhur berdasarkan petunjuk Allah SWT dalam
AlQur’an dan petunjuk Rosulullah dalam sunnahnya.

 Tauhid Rahmaniyah

Secara bahasa Rahmaniyah berasal dari kata Rahman atau


Rahmat yang memiliki arti kasih sayang, yaitu suatu nilai yang
paling mendasar sekaligus merupakan kebutuhan paling asasi
bagi manusia dalam kehidupannya. Terkait hkubungannya
dengan tauhid Rahmaniyah adalah meyakini sepenuh hati
bahwa kasih saying (rahmat) Allah sangatlah luas dan meluputi
alam semesta.5

b. Iman Kepada Malaikat-Malaikat Allah

5
Kumaidi, Dkk, Modul Hikmah aqidah akhlak, Akik Pusaka, Sragen, 2012, hlm 21.

6
Percaya kepada Malaikat adalah rukun iman yang kedua. Karena
malaikat adalah makhluk ghoib yang wujudnya tidak dapat dilihat, maka
adanya malaikat tersebut harus diterima dengan keyakinan. Untuk
mengimani adanya para malaikat, jalan yang paling mudah adlah melalui
dalil naqli. Allah SWT berfirman :
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada
Allah dan RosulNya, serta kitab-kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-
kitabNya, rosul-rosul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang
itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisa’ : 136)

Dari ayat di atas dapat kita simpulkan bahwa, siapa saja yang
mengingkari keberadaan malaikat berarti ia mengingkari Kalamullah dan
RosulNya, sehingga berarti ia kafir. Sebab tidak ada peluang untuk
melakukan takwil karena nash-nash tentang malaikat begitu jelas, tegas,
dan lugas. Dan, keberadaan malaikat dalam istilah agama merupakan hal
yang mutlak dikalangan muslimin.

c. Iman Kepada Kitab-kitab Allah


Iman kepada kitab suci ialah meyakini bahwa Allah menurunkan
beberapa kitab kepada Rasul-Nya untuk dijadikan pedoman hidup
manusia, menjadi tempat mengambil pengajaran, aturan, dan undang-
undang dalam kehidupan, baik secara individual maupun kemasyarakatan.

Jumlah kitab yang diturunkan Allah banyak sekali, namun yang


wajjib diketahui hanya empat buah, yakni: Al-Qur’an, Injil, Taurat, Zabur
masing-masing diturunkan kepada Nabi Muahammad SAW, Isa, Musa,
dan Daud. Dari keempatnya itu yang masih asli ialah al-Qur’an, sedang
yang lainnya telah mengalami perubahan-perubahan (isi maupun lafadz)
sehingga penekanan keimnan kepada al-Qur’an dan kepada yang lain
tentnya berbeda. Beriman keada al-Qur’an harus meyakini, bahwa ia

7
adalah firman Allah dan wajib diamalkan, sedangkan beriman kepada
ketiga kitab yang lainnya, tidak wajib mengamalkan isinya, sebab isinya
telah dihapuskan oleh al-Qur’an.

Kitab-kitab itu merupakan kalamullah (firman Allah) yang qadim


dan ‘azali, tidak berpangkal, tidk berawal, tidak berpermulaan. Kalam itu
berdiri pada zatnya, tidak bersuara (bi la syauthin) dan tidak terdiri dan
huruf-huruf (bi la harfin) seperti ucapan manusia.

Kedudukan kalam yang berbunyi terhadap kedudukan kalam yang


qadim ‘azali sama dengan kedududkankalam yang terlukis di hati seorang
raja dengan ucapan yang ditulis di suratnya yng dikirimkan kepada
bawahannya. Sungguh pun yang tertulis dn berbunyi itu tetap dikatakan
sebagai ucapannya.6

d. Iman Kepada Rasul Allah


Jelas bahwa iman kepada Allah SWT tidak terlepas dari iman
kepada rosul-Nya. Sebab merupakan bagian dari iman kepada Allah
membenarkan semua bentuk dukungan Robbani. Tidak mungkin wahyu
datang dari-Nya kecuali disampaikan kepada para Rosul-Nya sebagai
penyampai syariat dan agama-Nya dengan benar. Iman kepada salah
seorang rasul-Nya tidak lepas dari iman kepada seluruh nabi dan rasul.
Dengan kata lain, iman kepada salah satu nabi mengharuskan iman kepada
seluruh nabi dan rasul yang telah diutus-Nya. Oleh karena itu seorang
muslim akan mengikrarkan dan mengumandangkan sesuai dengan
aqidahnya, bahwa ia tidak akan membeda-bedakan satu nabi dengan nabi
yang lain, sebab mereka semua nabi yang dipilih oleh Allah SWT.
e. Iman Kepada Hari Akhir
Yaitu hari kiamat, tidak ada hari lagi setelahnya, ketika Allah
membangkitkan manusia dalam keadaan hidup untuk kekal ditempat yang

6
Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, Pustaka Nuun, Semarang, 2010, hlm. 52-53

8
penuh kenikmatan atau ditempat siksaan yang amat pedih. Beriman
kepada hari akhir meliputi beriman kepada semua yang akan terjadi
setelah itu, seperti kebangkitan dan hisab, kemudian surga atau neraka.
f. Iman Kepada Qadha’ dan Qadar
Iman kepada qada dan qadar Allah adalah salah satu sendi akidah
Islam. Dalam pembicaraan sehari-hari disingkat dengan sebutan takdir
(taqdir). Berbicara tentang takdir Allah memang bukan sesuatu yang
mudah. Sebab yang kita bicarakan langsung menyangkut kehendak Tuhan
terhadap makhluk-makhluk-Nya.
Beriman kepada qada dan qadar Allah adalah rukun keenam dari
rukun iman. Sebagaimana dalam jawaban Rasulullah ketika ditanya oleh
Jibril tentang iman, beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, para
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada
qada-Nya, yang baik maupun yang buruk.” (HR.Buhkari dan Muslim).
Seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur’an surah An-Naml [27]: 65
yang artinya “katakanlah tak seorang pun di laangit maupun di bumi yang
mengetahui perkara gaib kecuali Allah.”7
2. Rukun Islam
a. 2 Kalimat Syahadat
Dua kalimat syahadat itu adalah laksana anak kunci yang
dengannya manusia masuk ke dalam alam keselamatan (Islam).
Sebagaimana keterangan Hadits Nabi : “dari Mu’az berkata, aku
mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: barangsiapa yang akhir katanya
laa ilaaha illallaah, maka dia pasti masuk surga.”
Kalimat “laa ilaaha illallah” tersusun dalam bentuk dimulai
dengan peniadaan, yaitu tiada tuhan, baru kemudian disusul dengan suatu
penegasan : “melaikan Allah!”. Ini berarti bahwa seorang muslim dalam
hidupnya harus membersihkan segala macam tuhan, kepercayaan,
keyakinan, aqidah, dan lain-lain sebagainya lebih dahulu. Yang ada dalam

7
Didik Ahmad Supadie, Pengantar Studi Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm: 195&205

9
kalbunya hanyalah satu tuhan, satu kepercayaan, satu keyakinan dan satu
aqidah ialah hanya kepada Zat yang bernama Allah s.w.t.
b. Shalat
Allah telah mensyari’atkan shalat 5 waktu setiap hari sebagai
hubungan antara seorang muslim dengan Tuhannya. Didalamnya dia
bermunajat dan berdo’a kepada-Nya, disamping agar menjadi pencegah
bagi muslim dari perbuatan keji dan mungkar. Dan Alah telah menyiapkan
bagi yang menunaikannya kebaikan dalam agama dan kemantapan iman
serta ganjaran, baik cepat maupun lambat. Maka dengan demikian
seorang hamba akan mendapatkan ketenangan jiwa dan kenyamanan raga
yang akan membuatnya bahagia di dunia dan akhirat.
c. Puasa
Puasa adalah salah satu Rukun Islam yang mulai disyariatkan pada
tahun ke II Hijriah. Kata puasa berasal dari bahasa arab “ ‫ص ُمْو” ُم‬
َّ ‫ ” ال‬yang
berarti menahan (‫)إمساك‬. Jadi, puasa menurut bahasa artinya “menahan”.
Secara Terminologi, Puasa Adalah :
‫إمساك عن مفطر بنية مخصوصة جميع نهار قابل للصوم من مسلم عاقل طاهر من حيض و نفاس‬

(menahan dari sesuatu yang membatalkan puasa dengan niat yang khusus
pada seluruh siang harinya orang yang melakukan puasa yang berakal, dan
suci dari haidl dan nifas).

Jadi, puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang


membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenam matahari disertai
niat dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan. Sesuai firman Allah
SWT :

...187 : ‫ )البقرة‬...‫ِر‬..‫ج‬
ْ‫ن ا ُمْلْجَف ُم‬
َ‫ِم ْج‬.. ‫ِد‬..‫سْجَو‬
ْ‫ل ُم‬
ْ‫ط ا ْجَ ُم‬
ِ.. ‫خ ُمْي‬
َ‫ن ا ُمْل ْج‬
َ‫ِم ْج‬.. ‫ض‬
ُ ” ‫ل ُمْبْجَي‬
ْ‫ط ا ْجَ ُم‬
ُ ” ‫خ ُمْي‬
َ‫ن ْجَل” ُك” ُم ا ُمْل ْج‬
َ‫حَّتي ى ْجَيْجَتْجَبَّي ْج‬
َ‫شْجَر” ُب ُمْوا ْج‬
ْ‫) ْجَو” ُك” ُل ُمْواْجَوا ُم‬

Artinya : “makan dan minumlah hingga nyata bagimu benang putih dari
benang hitam yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah : 187)

d. Zakat

10
Menurut bahasa, “zakat” berasal dari kata zakatan-yuzakki-zakka
artinya tumbuh, suci, atau berkah. Menurut istilah Zakat adalah
memberikan harta dengan kadar tertentu kepada yang berhak sebagai
ibadah kepada Allah SWT. Firman Allah yang memerintahkan kewajiban
zakat adalah QS. An-Nisa ayat 77:
‫واقيموا الصلواة واتوا االزكوة‬
Artinya: “… dirikanlah shalat dan tunaikan zakat … ” (QS. An-Nisa :77)
Macam-macam zakat:
1) Zakat fitrah
2) Zakat Maal8

e. Haji
Rukun Islam yang ke-5 adalah menunaikan ibadah haji. Setiap
orang Islam wajib menunaikan ibadah haji bila mampu, dan dalam seumur
hidupnya hanya dilakukan sekali. Jika seseorang tidak menunaikan ibadah
haji sedangkan ia mamapu, maka ia bukanlah termasuk orang Islam.
Pengertian haji menurut bahasa adalah ‫ القصد‬artinya menyengaja.
Sedangkan menurut istilah haji adalah mengunjungi makkah (ka’bah)
untuk mengerjakan ibadah yang terdiri dari thawaf, sa’I, wuquf, dan
ibadah-ibadah lain sesuai dengan ketentuan haji, guna memenuhi perintah
Allah dan mengharap keridlaan-Nya.
Ibaah haji ini merupakan bagian dari syari’at bagi umat-umat
dahulu, semenjak Nabi Ibrahim. Allah telah menyuruh Nabi Ibrahim a.s
membangun baitul Haram di makkah, agar orang-orang thawaf di
sekelilingnya dan menyebut nama Allah ketika thawaf itu.
Disyari’atkan untuk menyegerakan melaksanakan ibadah Haji bagi
orang-orang yang telah mencukupi segala persyaratannya. Hal ini untuk
menjaga, jangan sampai timbul suatu halangan yang menghambat ibadah

8
Ibid, hlm: 44-46

11
tersebut, karena kita tidak dapat menduga waktu yang akan datang ada
rintangan atau tidak atau bahkan waktu yang akan datang umur kita masih
atau tidak, semua itu manusia tidak ada yang tahu, hanya Allah-lah yang
Maha tahu yang akan terjadi nanti.9

C. Tingkatan-Tingkatan dalam Iman dan Islam dan pencapaian Muhsin


1. Tingkatan iman

a) tingkatan iman pertama disebut dengan ilathitsu, yaitu iman yang dimiliki
oleh para malaikat, dimana tingkatan iman ini tidak pernah berkurang dan
tidak pula bertambah
b) tingkatan iman kedua disebut dengan iman ma’sum yaitu iman yang
dimiliki oleh para Nabi dan Rasul Allah. Dimana tingkatan iman ini tidak
pernah berkurang dan selalu bertambah ketika wahyu datang kepadaNya.
c) Tingkatan iman ketiga disebut dengan makbul yaitu iman yang dimiliki
oleh muslim dimana iman pada tingkatan ini selalu bertambah jika
mengerjakan amal kebaikan dan akan berkurang jika melakukan maksiat.
d) Tingkatan iman yang keempat disebut iman mauquf yaitu iamn yang
dimiliki oleh ahli bid’ah, yaitu iman yang ditangguhkan diaman jika
berhenti melakukan bid’ah maka iman akan diterima, diantaranya kaum
rafidhoh, atau dukun, sihir, dan sejenisnya.
e) Tingkatan iman yang kelima disebut dengan iman mardud, yaitu iman
yang ditolak, dimana iman ini yang dimiliki oleh orang-orang musyrik,
murtad, munafik, kafir, dan sejenisnya.10

2. Tingkatan islam

9
Ibid, hlm: 21-22.
10
http://basicartikel.blogspot.com/2013/07/materi-kultum-5-tingkatan-iman-manusia.html.
Diakses tanggal 14-03-15, 05:45 PM

12
Ada 2 Tingkatan (maqom ) dalam Islam yang harus kita ketahui dan
setidaknya menjadi tujuan hidup dan menjadi Intropeksi kita juga sama-sama
semuanya.

a) Muslimin : orang yang telah berpasrah diri, dalam hal ini berpasrah
kepada Tuhan, tetapi dalam rangking manusia berkualitas, seorang yang
baru pada tingkat muslim berada pada tingkatan terendah. Karakteristik
seorang muslim adalah seorang yang telah meyakini supremasi kebenaran,
berusaha untuk mengikuti jalan kebenaran itu, tetapi dalam praktek ia
belum tangguh karena ia masih suka melupakan hal-hal yang kecil.
Sedangkan seorang yang sudah mencapai kualitas.11

b) Islam kaffah :
Ajakan untuk menjadi mu’min yang kãffah didengungkan Allah melalui
surat Al-Baqarah yang 208:“Hai orang-orang (yang mengaku) mu’min,
masuklah kalian ke dalam Islam secarakãffah, dalam arti janganlah
kalian mengikuti langkah-langkah setan, karena dia (setan itu) adalah
musuh yang nyata bagi kalian.”

Pengertian harfiah dari istilah kaffah adalah keseluruhan atau


totalitas (totality). Dengan demikian, menjadi mu’min yang total. Dalam
ayat di atas ada dua kata perintah udkhulu (masuklah kalian), dan yang
kedua adalah kata as-silm(u) yang merupakan sinonim sari as-salam(u)
yang artinya agama islam.

Dilihat dari asbabun nuzul ayat "udkhuluu fis silmi kaaffaah",


Islam kaffah itu sebenarnya berkenaan dengan aqidah. Jangan menyembah
Allah dengan setengah-setengah; kita dituntut untuk bertauhid dengan
penuh totalitas. BerIslam secara kaffah itu artinya tidak sinkretisme:
mencampurbaurkan berbagai ajaran agama.

11
http://evendz.blogspot.com/2013/07/7-tingkatan-dalam-islam.html Diakses tanggal 28-03-15,
01:15 AM

13
Di luar persoalan aqidah, Islam kaffah itu masuk pada wilayah
penafsiran. Contohnya, bagi mereka yang berpandangan bahwa Islam itu
mewajibkan bentuk dan sistem ketatanegaraan tertentu, maka ber-Islam
secara kaffah artinya mendukung dan berjuang untuk menegakkan sistem
dan bentuk ketatanegaraan tsb.

Sebaliknya, bagi mereka yang bepandangan bahwa Islam tidak


mewajibkan secara syar'i akan bentuk dan sistem ketatanegaraan tertentu,
maka mereka tidak merasa berkurang ke-kaffah-an mereka dalam ber-
Islam hanya karena tidak mendukung sistem dan bentuk ketatanegaraan
tertentu.

Mereka berpandangan sesuai dengan pemahaman mereka terhadap


nash-- bahwa Islam hanya memberikan petunjuk akan prinsip-prinsip
tertentu yang dapat digunakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bentuk dan sistem ketatanegaraan yang dipilih ummat tidaklah menjadi
soal selama prinsip-prinsip tersebut terpenuhi.12

3. Mencapai Muhsin

Allah berfirman :

‫المحسنين يحب اللهان اواحسبو‬


“… dan berbuat baiklah karena sesunggunya Allah menyukai orang-orang
yang berbuat baik.” (Al-Baqarah: 195)
“sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang
yang berbuat kebaikan.” (An-Nahl: 128)

Dan Rasulullah SAW bersabda:


“sesungguhnya Allah mewajibkan ihsan (berbuat baik) atas segala sesuatu.”
(HR Ahmad, Muslim, Imam Empat).
Di dalam sebuah hadits diceritakan dialog Nabi Muhammad SAW,
dengan malaikat Jibril. Jibril berkata kepada beliau, “terangkan aku tentang
12
http://Pustaka_Online_Media ISNET-Nadirsyah.html Diakses tanggal 28-03-15, 01:20 AM

14
ihsan!” Lalu beliau menjawab, “yaitu engkau beribadah kepada Allah seolah-
olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka engkau yakin
benarlah bahwa Allah melihatnu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Nabi Muhammad SAW menjelaskan dalam hadits tersebut bahwa
iman itu mempunyai 2 tingkat. Tingkat yang tertinggi (pertama) ialah
beribadah kepada Allah seolah-olah engaku melihat-Nya. Ini disebut maqam
(kedudukan) musyahadah, yaitu si hamba beramal menurut tuntutan
penyaksiannya kepada Allah Ta’ala dengan kalbunya, yaitu hatinya disinari
oleh iman dan mata hatinya menembus pengetahuan sehingga jadilah yang
gaib itu seperti kenyataan. Dan inilah hakikat maqam ihsan. Kedua, maqam
muraqabah, yaitu si hamba melakukan ibadah dengan merasa diawasi oleh
Allah serta ia selalu merasa dekat dengan-Nya. Bila perasaan si hamba dalam
melakukan semua amal adalah seperti itu, dan dia beramal dengan perasaan
seperti itu, maka amalnya akan tulus karena Allah. Perasaan hati yang
demikian akan mencegahnya berpaling kepada selain Allah. Para ahli kedua
maqam ini memiliki tingkat berbeda-beda, sesuai dengan ketajaman hatinya. 13
Adapun tiga tingkatan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tingkat At-taqwa, yaitu tingkatan paling bawah.


2. Tingkat Al-bir, yaitu tingkat menengah.

3. Tingkat Al-ihsan, yaitu tingkat paling.

Tingkat taqwa
Tingkat taqwa adalah tingkatan dimana seluruh derajatnya dihuni oleh
mereka yang masuk kategori Al-muttaqin, sesuai dengan derajad ketaqwan
masing-masing.
Taqwa akan menjadi sempurna dengan menjalankan semua perintah
Allah dan menjauhi serta meninggalkan segala apa yang dilarangNya, hal ini
berarti meninggalkan salah satu perintah Allah saja dapat mengakibatkan
sangsi, dan melakukan salah satu laranganNya saja adalah dosa. Dengan
13
Syekh Hafizh Hakimi, 200 Tanya Jawab Akidah Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1998, hlm:
193-195.

15
demikian puncak taqwa adalah menjalankan semua perintah Allah serta
menjauhi segala laranganNya.
Namun ada satu hal yang harus dipahami dengan benar, yaitu bahwa
Allah Swt. Maha mengetahui mengetahui keadaan hamba-hambaNya yang
memiliki berbagai kelemahan, yang dengan kelemahannya itu seorang hamba
melakukan dosa. Oleh karena itu Allah membuat satu cara penghapusan dosa,
yaitu dengan cara bertobat dan pengampunan. Melalui hal tersebut, Allah akan
mengampuni hambaNya yang berdosa karena kelalaiannya dari menunaikan
hak-hak taqwa. Sementara itu, ketika seorang hamba naik peringkat puncak
taqwa, boleh jadi ia akan naik peringkatnya pada peringkat bir atau ihsan.
Peringkat ini disebut martabat taqwa, karena amalan-amalan yang ada pada
derajat ini membebaskannya dari siksaan atas kesalahan yang dilakukannya.

Tingkat Al-bir
Peringkat ini akan dihuni oleh mereka yang masuk kategoi Al-abror,
hal ini sesuai dengan amalan-amalan kebaikan yang mereka lakukan dari
ibadah-ibadah sunnah serta segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh
Allah Swt. hal ini dilakukan setelah mereka melakukan hal yang wajib, yakni
yang ada pada peringkat At-taqwa.
Peringkat ini disebut derajat Al-bir (kebaikan), karena derajat ini
merupakan perluasan pada hal-hal yang sifatnya sunnah, sesuai sifatnya
semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah dan merupakan tambahan
dari batasan-batasan yang wajib serta yang di haramkanNya. Amalan-amalan
ini tidak diwajibkan oleh Allah kepada hambaNya, tetapi perintah itu bersifat
anjuran, sekaligus terdapat janji pahala didalamnya.
Akan tetapi mereka yang melakukan amalan tambahan ini tidak akan
masuk kedalam tingkatan Al-bir, kecuali mereka telah melaksanakan
peringkat yang pertama, yaitu peringkat taqwa. Karena melaksanakan hal yang
pertama menjadi syarat mutlak untuk naik keperingkat yang selanjutnya.

16
Dengan demikian, barang siapa yang mengklaim dirinya telah
melakukan kebaikan sedang ia tidak mengimani unsur-unsur kaidah iman
dalam ihsan, serta tidak terhindar dari siksaan neraka , maka ia tidak dapat
masuk kedalam peringkat ini. (Al-bir).
Allah Swt. telah berfirman :
“Bukanlah kebaikan dengan memasuki rumah-rumah dari
belakangnya, akan tetapi kebaikan itu adalah taqwa, dan datangilah rumah-
rumah itu dari pintu-pintunya dan bertaqwalah kepada Allah agar kalian
beruntung.” (Qs. Al-baqarah: 189).
“ya tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar seruan orang yang
menyeru kepada iman, yaitu berimanlah kamu kepada tuhanmu, maka
kamipun beriman. Ya tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan
hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami
bersama orang-orang yang banyak berbuat baik.” (Al-imran: 193) .

Tingkat ihsan
Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori
Muhsinun, mereka adalah orang yang telah melewati tingkat pertama dan
kedua (peringkat At-taqwa dan Al-bir).
Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurna, maka kita
akan mendapatkan kesimpulan bahwa ihsan memiliki dua sisi yaitu : Pertama,
ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keiklasan dan
jujur dalam beramal.
Kedua, ihsaan adalah senantiasa memaksimalkan amalan-amalan
sunnah yang dapat mendekat diri kepada Allah Swt. selama hal itu adalah
sesuatu yang diridhaiNya dan dianjurkan untuk melaksanakannya. Untuk
dapat naik kemartabat hisan dalam segala amal , hanya bisa dicapai melalui
amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh Allah
Swt. serta dilakukan atas dasar mencari ridha Allah Swt.

D. Korelasi antara Iman, Islam, dan Ihsan

17
Dimensi-dimensi Islam berawal dari sebuah hadits yang meriwayatkan
oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang dimuat dalam masing-masing kitab
sahihnya yang menceritakan dialog antara Nabi Muhammad SAW dengan
malaikat Jibril tentang trilogy ajaran Ilahi: “Nabi Muhammad SAW keluar dan
(berada di sekitar sahabat) seseorang datang menghadap beliau dan bertanya:
“Haai Rasul Allah, apakah yang dimaksud dengan iman?” beliau menjawab:
“Iman adalah engkau percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, pertemuan
dengan-Nya, para utusan-Nya, dan percaya kepada kebangkitan.” Laki-laki itu
kemudian bertanya lagi: “apakah yang dimaksud dengan Islam?” beliau
menjawab: “Islam adalah engaku menyembah Allah dan tidak musyrik kepada-
Nya, engkau tegakkan salat wajib, engkau tunaikan zakat wajib, dan engkau
berpuasa pada bulan Ramadhan.” Laki-laki itu kemudian bertanya lagi: “apakah
yang dimaksud dengan ihsan?” Nabi Muhammad SAW menjawab: “engkau
sembah Tuhan seakan-akan engkau melihat-Nya; apabila engaku tidak melihat-
Nya, maka (engkau berkeyakinan) bahwa Dia melihatmu…”(Buhkari, I, t.th: 23).

Setiap pemeluk agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak
abash tanpa iman, dan iman tidak sempurna tanpa ihsan. Sebaliknya, ihsan adalah
mustahil tanpa iman, dan iman juga mustahil tanpa Islam. Dalam penelitian lebih
lanjut, sering terjadi tumpang tindih antara tiga istilah tersebut: dalam iman
terdapat Islam dan ihsan; dalam Islam terdapat iman dan ihsan, dan dalam ihsan
terdapat iman dan Islam. Dari situlah, Nurcholish Madjid (1994: 463) melihat
iman, Islam, dan ihsan sebagai trilogi ajaran Ilahi.

Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa ad-din itu terdiri dari tiga unsur, yaitu
iman, Islam, dan ihsan. Dalam tiga unsur itu terselip makna kejenjangan
(tingkatan) : orang yang memulai dengan Islam, kemudian berkembang kearah
iman, dan memuncak dalam ihsan.

Rujukan Ibnu Taimiah dalam mengemukakan pendapatnya adalah surat al-


Fathir [35] ayat 32: “kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang
kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang

18
menganiaya diri mereka sendiri; dan di antara mereka ada yang pertengahan; dan
di antara mereka ada pula yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah…”

Di dalam al-Qur’an dan terjemahnya yang diterbitkan Departemen Agama


dijelaskan sebagai berikut: pertama, “orang-orang yang menganiaya dirinya
sendiri” (fa minhum zalim li nafsih) adalah orang-orang yang lebih banyak
kesalahannya daripada kebaikannya; kedua, “orang-orang pertengahan”
(muqtashid) adalah orang-orang yang antara kebaikan dengan kejelekannya
berbanding; dan ketiga, “orang-orang yang lebih dulu berbuat keaikan” (sabiq bi
al-khairat) adalah orang-orang yang kebaikannya amat banyak dan jarang
melakukan kesalahan.

Dengan penjelasan yang agak berbeda, Ibnu Taimiah menjelaskan sebagai


berikut: pertama, orang-orang yang menerima warisan kitab suci dengan
mempercayai dan berpegang teguh pada ajaran-ajarannya, namun masih
melakukan perbuatan-perbuatan zalim, adalah orang yang baru ber-islam, suatu
tingkat permulaan dalam kebenaran; kedua, orang yang menerima warisan kitab
suci itu dapat berkembang menjadi seorang mukmin, tingkat menengah, yaitu
orang yang telah sedang-sedang saja; ketiga, perjalanan mukmin itu (yang telah
terbatas dari perbuatan zalim) berkembang perbuatan kebajikannya sehingga ia
menjadi pelomba (sabiq) perbuatan kebajikannya; maka ia mencapau derajat
ihsan. “orang yang telah mencapai tingkat ihsan,” kata Ibnu Taimiyah, “akan
masuk surga tanpa mengalami azab.”

Imam al-Syahrastani dalam kitabnya, al-milal wa al-hilal, menjelaskan


bahwa islam adalah menyerahkan diri secara lahir. Oleh karena itu, baik mukmin
maupun munafik adalah Muslim. Sedangkan iman adalah pembenaran terhadap
Allah, para utusan-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, dan menerima qadla dan
qadar. Integrasi antara Islam dan iman adalah kesempurnaan (al-Kamal). Atas
dasar penjelasan itu, al-Syahrastani juga menunjukkan bahwa islam adalah

19
mabda’ (pemula); iman adalah menengah (wasath); dan ihsan adalah
kesempurnaan (al-kamal).14

Islam, Iman & Ihsan adalah satu kesatuan yg tidak bisa dipisahkan satu
dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah. Keyakinan
tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam.
Sedangkan pelaksanaan rukun Islam dilakukan dengan cara ihsan, sebagai upaya
pendekatan diri kepada Allah.

Untuk mempelajari ketiga pokok ajaran agama tersebut, para ulama


mengelompokkannya lewat 3 cabang ilmu pengetahuan. Rukun Islam berupa
praktek amal lahiriyah disusun dalam ilmu Fiqh, yaitu ilmu mengenai perbuatan
amal lahiriyah manusia sebagai hamba Allah. Iman dipelajari melalui ilmu Tauhid
yg menjelaskan tentang pokok-pokok keyakinan. Sedangkan untuk mempelajari
ihsan sebagai tata cara beribadah adalah bagian dari ilmu Tasawuf.15

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

1. Menurut Awaiyatu khoirunnisa

• Iman yang sebenarnya adalah hakikat yang tersusun dari: (1) pemahaman
tentang semua perkara yang dibawa oleh Rasulullah dari segi pengetahuan
(2) pembenaran terhadap semua itu dalam bentuk akidah (3) pengakuan

14
ATang ABD. Hakim, Metodologi Studi Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1999, hlm:
149-152
15
http://www.mozaikislam.com/608/pengertian-dan-hubungan-antara-iman-islam-dan-ihsan.htm
Diakses tanggal 14-03-15, 05:15 PM

20
terhadap semua itu dalam bentuk ucapan (yaitu syahadat) (4) ketaatan
terhadap semua itu dalam bentuk cinta dan ketundukan (5) pengamalan
terhadap semua itu secara lahir dan batin (6) melaksanakan dan
menyerukaan semua itu sesuai kemampuan. Dalam iman terdapat terdapat
5 tingkatan yaitu tingkatan iman pertama disebut dengan ilathitsu,
tingkatan iman kedua disebut dengan iman ma’sum, Tingkatan iman ketiga
disebut dengan makbul, Tingkatan iman yang keempat disebut iman
mauquf, Tingkatan iman yang kelima disebut dengan iman mardud.

• Islam adalah engkau bersaksi tiada tuhan selain allah dan Muhammad
adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di
bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah jika telah
mampu menunaikannya. Dalam Islam terdapat tingkatan muslim dan
kaffah. Allah SWT menyerukan hambanya untuk Islam secara kaffah,
seperti firman Allah yang artinya : "Wahai orang-orang yang beriman,
masuklah kamu semuanya kedalam Islam secara kaffah, dan janganlah
kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya dia itu musuh yang
nyata bagimu."
(Qs. al-Baqarah 2 : 208)

• Nabi menjelaskan Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan


engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihat engkau. Maka ihsan adalah ajaran tentang
pengkhayatan pekat akan hadirnya Tuhan dalam hidup. Karena ihsan
menjadi puncak tertinggi keagamaan seorang muslim. Ditegaskan bahwa
Ihsan meliputi iman dan Islam. Untuk mencapai tingkat muhsin, seseorang
harus terlebih dahulu pada tingkat taqwa kemudian naik ke tingkat Al-bir,
dan setelah itu baru bisa ke tingkatan Al-ihsan (muhsin).

• Korelasi : Imam al-Syahrastani dalam kitabnya, al-milal wa al-hilal,


menjelaskan bahwa islam adalah menyerahkan diri secara lahir. Oleh
karena itu, baik mukmin maupun munafik adalah Muslim. Sedangkan

21
iman adalah pembenaran terhadap Allah, para utusan-Nya, kitab-kitab-
Nya, hari kiamat, dan menerima qadla dan qadar. Integrasi antara Islam
dan iman adalah kesempurnaan (al-Kamal). Atas dasar penjelasan itu, al-
Syahrastani juga menunjukkan bahwa islam adalah mabda’ (pemula);
iman adalah menengah (wasath); dan ihsan adalah kesempurnaan (al-
kamal

2. Menurut Moch. Zaenul Abidin

• Iman : An Tasyhada An Laailaha IllaAllah, wa anna Muhammadar


rosulullah SAW, Iman bukanlah hanya sekedar mempercayai dan
mengakui dengan lisan, akan tetapi juga tashdiqun bil-Qolby, wa ‘amalun
bil arkan. Iman juga dapat diartikan sebagai kepercayaan yang dimiliki
oleh manusia terhadap segala Sesutu yang diturunkan Allah kepada
nabinNya.

• Islam : Penyerahan diri kepada Allah, tuhan yang Maha Kuasa, Maha
Perkasa, dan Maha Esa. Penyerahan itu diikuti dengan kepatuhan dan
ketaatan untuk menerima dan melakukan apa saja perintah dan larangan-
Nya. Tunduk pada aturan dan undang-undang yang diturunkan kepada
manusia melalui hamba pilihan-Nya (para rasul). Aturan dan undang-
undang yang dibuat oleh Allah itu dikenal dengan istilah “Syari’ah”.

• Ihsan : Nabi Muhammad SAW menjelaskan dalam hadits tersebut bahwa


iman itu mempunyai 2 tingkat. Tingkat yang tertinggi (pertama) ialah
beribadah kepada Allah seolah-olah engaku melihat-Nya. Ini disebut
maqam (kedudukan) musyahadah, yaitu si hamba beramal menurut
tuntutan penyaksiannya kepada Allah Ta’ala dengan kalbunya, yaitu
hatinya disinari oleh iman dan mata hatinya menembus pengetahuan
sehingga jadilah yang gaib itu seperti kenyataan. Dan inilah hakikat
maqam ihsan.

22
• Korelasi ketiganya : Islam, Iman & Ihsan adalah satu kesatuan yg tidak
bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi
dasar akidah. Keyakinan tersebut kemudian diwujudkan melalui
pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan pelaksanaan rukun Islam
dilakukan dengan cara ihsan, sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah.

Untuk mempelajari ketiga pokok ajaran agama tersebut, para ulama


mengelompokkannya lewat 3 cabang ilmu pengetahuan. Rukun Islam
berupa praktek amal lahiriyah disusun dalam ilmu Fiqh, yaitu ilmu
mengenai perbuatan amal lahiriyah manusia sebagai hamba Allah. Iman
dipelajari melalui ilmu Tauhid yg menjelaskan tentang pokok-pokok
keyakinan. Sedangkan untuk mempelajari ihsan sebagai tata cara
beribadah adalah bagian dari ilmu Tasawuf.

3. Menurut Zidni Ilma Dina

• Iman : Beriman kepada Allah berarti membenarkan dan meyakini dengan


cara mentauhidkanNYA, bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi
Muhammad adalah utusan Allah. Iman itu perkataan dan perbuatan, yaitu
perkataan hati dan lisan, dan perbuatan hati, lisan, dan anggota badan. Ia
bertambah karena ketaatan dan berkurang karena maksiat, dan orang yang
beriman itu bertingkat keimanannya
• Islam : Secara genetik kata Islam berasal dari Bahasa Arab terambil dari
kata “salima” yang berarti selamat sentosa. Dari kata itu dibentuk kata
“aslama” yang berarti menyerah, tunduk, patuh, dan taat. Kata “aslama”
menjadi pokok kata Islam. Sebab itu orang yang melakukan “aslama” atau
masuk islam dinamakan Muslim. Selanjutnya dari kata “salima” juga
terbentuk kata “silmun” dan “salamun” yang berarti damai. Karenanya
seorang yang menyatakan dirinya muslim adalah harus damai dengan
Allah dan dengan sesama manusia.

23
• Ihsan : Ihsan, menurut kamus berasal dari kata: ahsana-yuhsinu-ihsan
berarti, baik, bagus, kebajikan atau saleh. Menurut makna istilah, seperti
dikemukakan dalam hadits nabi di permulaan tulisan ialah: “engkau
menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak
dapat melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.”
• Korelasi : Setiap pemeluk agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa
Islam tidak abash tanpa iman, dan iman tidak sempurna tanpa ihsan.
Sebaliknya, ihsan adalah mustahil tanpa iman, dan iman juga mustahil
tanpa Islam. Dalam penelitian lebih lanjut, sering terjadi tumpang tindih
antara tiga istilah tersebut: dalam iman terdapat Islam dan ihsan; dalam
Islam terdapat iman dan ihsan, dan dalam ihsan terdapat iman dan Islam.
Dari situlah, Nurcholish Madjid (1994: 463) melihat iman, Islam, dan
ihsan sebagai trilogi ajaran Ilahi.

24
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jauziah IbnuQayyim, Mendulang Faidahdari Lautan Ilmu, Pustaka Al kautsar,


Jakarta, 1998.
Habanakah, Abdurrahman, Pokok-Pokok Aqidah Islam, Geme Insani, Jakarta,
1998.
Didiek Ahmad Supadie, Pengantar Studi Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 2012.

Hakim Atang ABD, Metodologi Studi Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung,


1999.

Kaelany, Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan, PT Bumi Aksara, Jakarta,


2005.

Rauyan Sa’dullah, Risalah, BPPMNU Banat, Kudus, 2007.


Sutoyo, Fiqih, Al-Kautsar, jepara, 2007.

Syekh Hafizh Hakimi, 200 Tanya Jawab Akidah Islam, Gema Insani Press,
Jakarta, 1998.

Syukur Amin, Pengantar Studi Islam, Pustaka Nuun, Semarang, 2010.


http://Pustaka_Online_Media ISNET-Nadirsyah.html (Di akses tanggal 28-03-15,
01:20 AM)

http://www.mozaikislam.com/608/pengertian-dan-hubungan-antara-iman-islam-
dan-ihsan.htm (Diakses tanggal 14-03-15, 05:15 PM)

25
http://basicartikel.blogspot.com/2013/07/materi-kultum-5-tingkatan-iman-
manusia.html. (Diakses tanggal 14-03-15, 05:45 PM)

http://evendz.blogspot.com/2013/07/7-tingkatan-dalam-islam.html. (Diakses
tanggal 28-03-15, 01:15 AM)

26

Anda mungkin juga menyukai