Anda di halaman 1dari 6

Nama : Fabiola Fadila Larasati

Nim : 210100435

Prodi : S1 Psikologi A

Matkul : Pendidikan Agama Islam

1. A. Dalam bahasa Indonesia, iman berarti membenarkan (tashdiq), sementara menurut istilah
adalah ”mengucapkan dengan lisan, membenarkan dalam hati dan mengamalkan dalam
perbuatannya”. Adapun iman menurut pengertian istilah yang sesungguhnya adalah
kepercayaan yang meresap ke dalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan
ragu, serta memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari.
Kata Iman di dalam al-Qur'an digunakan untuk berbagai macam arti. Ar-Raghib al-Ashfahani, Ahli
Kamus Al-Qur'an mengatakan bahwa kata iman di dalam al-Qur'an terkadang digunakan untuk
arti iman yang hanya sebatas di bibir saja padahal hati dan perbuatanya tidak beriman,
terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya terbatas pada perbuatan saja, sedangkan hati
dan ucapannya tidak beriman dan ketiga kata iman terkadang digunakan untuk arti iman yang
diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dalam perbuatan sehari-hari.
B. Kalimah Laa ilaaha illah Allah disebut kalimat tauhid atau kalimat thayyibah. Kalimah itu
mengandung makna sangat dalam.
Tauhid = (‫ )توحد‬berarti:
beribadah kepada Allah saja dan tidak berbuat syirik kepada-Nya. keyakinan tentang keesaan
Allah, pengakuan akan keesaan Allah sebagai satu-satu dzat yang wajib disembah. Tauhid adalah
i’tiqadiyah, yaitu mengesakan Allah sebagai sebagai satu-satunya motivator dan tujuan dalam
setiap perbuatan
Laa ilaha illa Allah adalah inti tauhid yang diajarkan para Nabi dan Rasulullah sejak Nabi Adam as.
sampai khatamul anbiya’i wa rasul Muhammad SAW. Yang dimaksud para ahli ilmu adalah para
nabi, para ulama sahabat Nabi SAW, para ulama seluruhnya yang beriman baik para ahli ilmu
duniawai maupun para ahli ilmu ukhrawi.
Makna yang terkandung dalam kalimat Laa ilaaha illa Allah adalah:
1. Laa khaaliqa illa Allah yaitu tidak ada pencipta yang hak kecuali Allah. (Qs. Al Baqarah ayat 21-
22)
2. Laa Raziiqa illa Allah, yaitu tidak ada pemberi rizqi yang hak selain Allah. (Qs. Al Fathir ayat 3)
3. Laa Mudzabbira illa Allah, yang berarti tidak ada penjaga atau pemelihara atau penjaga atau
pengatur selain Allah. (Qs. Yunus ayat 3)
4. Laa Hakima illa Allah, yang berarti tidak ada penentu hukuman atau aturan segala sesuatu
kecuali Allah. (Qs. Al An’am: 57)
5. Laa waliyyu illa Allah, yaitu tidak ada pelindung selain Allah. (QS. Al Baqarah: 257)
6. Laa farghaba illa Allah, yaitu tidak ada tumpuan harapan dan segala macam amal ditujuan
kecuali hanya kepada Allah. (Qs. Alam Nasyrah: 8)
7. Laa ma’buda illa Allah, yaitu tidak ada yang pantas disembah selain Allah (qs. An-Nahl: 36).
C. Iman, Islam dan Ihsan satu sama lainya memiliki hubungan karena merupakan unsur-unsur
agama (Ad-Din). Iman,Islam dan Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu
dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah. Keyakinan tersebut
kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan pelaksanaan rukun
Islam dilakukan dengan cara Ihsan, sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah.
Selain itu Iman, Islam, dan Ihsan sering juga diibaratkan hubungan diantara ketiganya adalah
seperti segitiga sama sisi yang sisi satu dan sisi lainya berkaitan erat. Segitiga tersebut tidak akan
terbentuk kalau ketiga sisinya tidak saling mengait. Jadi manusia yang bertaqwa harus bisa
meraih dan menyeimbangkan antara iman, islam dan ihsan.
2. Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Az-Zawajir an Iqtiraf Al-Kabair menjelaskan, orang yang
menampakkan keshalihannya (baik itu mengerjakan sholat, puasa, dan zakat) namun masih
mengerjakan hal-hal yang dilarang Allah diganjar dosa. Maksiat yang dilakukan orang yang rajin
sholat itu merupakan pertanda runtuhnya ketakwaan dan rasa takutnya kepada Allah SWT. Jika
dia rajin sholat tapi masih melakukan maksiat secara sembunyi-sembunyi tapi dipenuhi rasa
penyesalan, Syekh Muhammad Al-Mukhtar mengatakan hal itu adalah orang tersebut bukanlah
orang yang menantang Allah. Tapi perbuatan maksiatnya tidak dibenarkan, artinya dibutuhkan
pertaubatan dan tidak mengulanginya kembali. Pada hakikatnya, fungsi sholat sendiri pun dapat
menghindarkan manusia dari perbuatan keji dan munkar. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT
dalam Alquran Surah Al-Ankabut penggalan ayat 45 berbunyi: “Inna as-shalata tanha anil-
fahsya-iwal-munkari.”َ Yangَ artinya:َ “Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan munkar."
3. A. Manusia membutuhkan agama di dalam kehidupannya, yaitu sebagai pegangan hidup baik
untuk kehidupan di dunia maupun di akherat kelak. Sudah barang tentu agar semuanya itu
dapat dicapai maka ia harus dapat menjaga keseimbangan antara dua kebutuhan, yaitu
kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.
Manusia tidak bisa lepas dari agama. Sebab agamalah yang mengatur tata kelola kehidupan
manusia, hingga terjadi kedamaian dan ritme hidup sebagaimana mestinya.Daerah Tiga Alasan
Mengapa Manusia Butuh Agama Rab, 15 Mei 2019 | 04:15 WIB Aryudi A Razaq Lumajang, NU
Online Manusia tidak bisa lepas dari agama. Sebab agamalah yang mengatur tata kelola
kehidupan manusia, hingga terjadi kedamaian dan ritme hidup sebagaimana mestinya.
Menurut Ketua Pengurus Cabang LDNU Jember, KH Mustain Billah, setidaknya ada tiga alasan
mengapa manusia butuh agama (Islam). Pertama, manusia diciptakan oleh Allah dalam dua
komponen, yaitu jasad dan ruh. “Dua komponen itu harus ada dalam diri manusia. Kalau hanya
salah satunya, itu bukun manusia namanya. Maka manusia secara utuh dan apa yang harus
dilakukannya, agama sudah mengaturnya” urainya saat memberikan tausiyah di masjid Agung
KH Anas Mahfudz, Lumajang, Senin (13/5). Kedua, manusia dicptan oleh Alah dalam bentuk yang
paling sempruna. Karena manusia sudah sangat sempruna dari sisi bentuk fisiknya, maka tentu
harus pandai bersyukur. Salah satu bentuk syukur itu adalah beribadah kepada Allah. “Untuk
beribadah dengan baik dan benar, ada aturannya. Dan Islam sudah mengatur itu dengan sangat
lengkap,” lanjutnya. Ketiga, manusia diciptakan oleh Allah untuk menjadi khalifah (pemimpin).
Semua manusia adalah khalifah, sesuai dengan tingkatannya. Untuk menjadi pemimpin yang
baik, pasti butuh panduan. Maka Islam sudah menyiapkan panduannya secara detail, mulai dari
bagaimana menjadi pemimpin dalam rumah tangga, hingga pemimpin negara.
B. Hakekat manusia dalam konsep Islam adalahmakhluk yang diciptakan oleh Allah SWT,
memiliki berbagai potensi untuk tumbuh berkembang menuju menuju kesempurnaan. Adapun
yang dimaksud dengan konsep Islam tentang hakekat manusia dan pemahamannya dengan
pendidikan Islam adalah: Pertama, Sistem pendidikan Islam harus dibangun di atas konsep
kesatuan antara qalbiyah dan aqliyah untuk dapat menghasilkan manusia intelektual dan
berakhlak. Kedua, pendidikan Islam harus berupaya mengembangkan potensi yang dimiliki
manusia secara maksimal, sehingga dapat diwujudkan dalam hard skill dan soft skill. Ketiga,
pendidikan Islam harus dijadikan sarana yang kondusif bagi proses transformasi ilmu
pengetahuan dan budaya Islami. Keempat, konsep hakekat manusia dan fungsi penciptaannya
dalam alam semesta harus sepenuhnya diakomodasikan dalam perumusan teori-teori
pendidikan Islam melalui pendekatan kewahyuan, empiris keilmuan dan filosofis rasional.
Kelima, proses internalisasi nilai-nilai Islam ke dalam pribadi seseorang harus dapat dipadukan
melalui peran individu maupun orang lain (guru), sehingga dapat meperkuat terwujudnya
kesatuan pola dan kesatuan tujuan menuju terbentuknya mentalitas insan kamil.
Dapat dikatakan bahwa tujuan hidup dalam Islam bagi manusia adalah menunaikan
penghambaan dan pengabdian (dalam makna yang luas) kepada Allah Ta'ala. Sedangkan
perannya di muka bumi adalah sebagai khalifah (pemimpin) di alam semesta ini. hakikat tujuan
hidup manusia menurut Islam, yakni sebagai hamba dan sebagai khalifah di bumi. Sebagai
hamba, manusia harus tunduk dan patuh pada ketentuan Allah SWT. Sedangkan sebagai
khalifah, manusia menjadi utusan Allah untuk mengelola bumi demi kemaslahatan seluruh
makhluk.
4. A. Kata ma'rifatullah asal katanya a'rofa, ya'rifu yang artinya mengenal. Jadi ma'rifatullah adalah
upaya manusia untuk mengenal Allah.
Ibnul qoyyim mengatakan bahwa semakin tinggi ma'rifat kita kepada Alloh maka semakin tinggi
kethaatan kepada Allah, semakin menghambakan diri dan bersifat ihsan.
Ma'rifatullah hanya bisa kita lalukan dengan menggabungkan panca indra, akal dan hati. Jika
tidak maka akan menuju kesesatan. Apa sebab kafir quraysi tidak mengimani isra' dan mi'rajnya
Rasulullah? Karena mereka hanya menggunakan akal dan tidak menggunakan hati mengimani
Rasul yang di perjalankan oleh Allah.karena kalau hanya logika, maka mustahil Rasul berjalan
dalam waktu 1 malam menuju sidratul muntaha.
Salah satu cara kita mengenal Allah adalah dengan ilmu pengetahuan. Mempelajari kejadian di
alam sebagai tanda kebesaran Allah. “Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan
pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring,
dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami,
tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab
neraka.” (QS. Ali-‘Imran: 190-191).
B. 1. Kenali Ciptaan Allah SWT
Cara pertama untuk mengenal Allah adalah melalui ciptaan-Nya. Makhluk yang Allah ciptakan
sangat beragam, mulai dari hewan, tumbuhan, manusia, malaikat, hingga jin. Sebagai umat
Muslim, kita harus meyakini keberadaan semuanya adalah karena kuasa Allah SWT.
َ ُ ُ ُ َ َ ُ َ ُ ََ ُ ُ َ َ ُ ُ ْ
{‫ور ِهم ِمن آدم ب ِ ِن ِمن رُّبك أخذ وِإذ‬ ِ ‫ال ِقيام ِة يوم تقولوا أن ش ِهدنا بل قالوا ِبر ِّبكم ألست أنف ِس ِهم عل وأشهدهم ذ ِّرَّيت ُهم ظ ُه‬
َّ َّ ُ َ ُ ُ َّ َ ُ َّ ُ ُ ُ ُ َ ُ ْ
‫( غ ِاف ِلي هذا عن كنا ِإنا‬172) ‫( ال ُمب ِطلون فعل ِبما أفته ِلكنا بع ِد ِهم ِمن ذ ِّرَّية وكنا قب ُل ِمن آباؤنا أ ْشك ِإنما تقولوا أو‬173)
Artinya: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah
Aku ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi
saksi.”(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan,
"Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (kekuasaan
Tuhan), atau agar kalian tidak mengatakan, Sesungguhnya orang tua-orang tua kami telah
mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang
(datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan
orang-orang yang sesat dahulu?" (QS. Al A’raf: 172-173).
2. Kenali Rububiyah Allah SWT
Umat Muslim juga diharuskan untuk meyakini keesaan Rububiyah Allah. Adapun keesaan
Rububiyah Allah berupa keyakinan bahwa hanya Allah yang mencipta, memiliki, menguasai, dan
mengatur alam semesta.
Selain itu, umat Muslim juga harus percaya bahwa hanya Allah yang mampu menghidupkan,
mematikan, memberi rezeki, mendatangkan kebaikan, dan mendatangkan bencana. Allah
senantiasa mengatur, mengawasi, memegang hukum, dan memegang kekuasaan tunggal sesuai
dengan firman-Nya berikut ini:
ٌ ‫ص َمد ُلَمۡ يَل ِۡد ۙ َولَمۡ ي ُۡولَ ۡد َولَمۡ يَ ُك ۡن لَّهٗ ُكفُ ًوا ا َ َحد‬ ‫قُ ۡل ه َُو ه‬
‫ّٰللاُ ا َ َحد َ ه‬
َّ ‫ٌّٰللاُ ال‬
Artinya: “Katakanlah! Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-
Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang
setara dengan-Nya.” (Al-Ikhlash: 1-4).
3. Kenali Uluhiyah Allah SWT
Mengenal uluhiyah Allah berarti meyakini bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Tidak ada
satupun makhluk yang dapat menggantikan posisi-Nya, bahkan malaikat dan para rasul
sekalipun. Allah SWT berfirman:
ُ‫اِيَّاكَ نَ ْعبُدُ َواِيَّاكَ نَ ْست َ ِعيْن‬
Artinya: “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan.” (QS. Al Fatihah: 5)
4. Kenali Nama dan Sifat Allah SWT
Allah SWT memiliki 99 nama dan sifat baik yang disebut Asmaul Husna. Nama dan sifat ini
hendaknya diyakini setiap Muslim, sebagaimana termaktub dalam surat Al A’raf ayat 180 yang
berbunyi:
ۖ ‫سيُجْزَ ْونَ َما كَانُ ْوا يَ ْع َملُ ْو َن‬ َ ‫ي ا َ ْس َم ۤا ِٕىه‬ ْْٓ ‫ّلِل ْاْلَ ْس َم ۤا ُء ا ْل ُح ْس ٰنى فَا ْدع ُْوه ُ ِب َه ۖا َوذَ ُروا ال َّ ِذيْنَ ي ُْلحِ د ُْونَ ِف‬
ِ ‫َو ِ ه‬
Artinya: “Dan Allah memiliki Asma'ul-husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah
kepada-Nya dengan menyebutnya Asma'ul-husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang
telah mereka kerjakan.”
5. Zaenal Mustofa menerangkan maksud dan tujuan Alquran diturunkan ke bumi, yaitu agar umat
manusia tidak menyekutukan Allah, tetapi meng-Esakan-Nya agar umat manusia tidak jatuh ke
dalam kemusyrikan. Tujuan kedua adalah untuk menumbuhkan persaudaraan/ukhuwah kepada
sesama muslim dan sesama manusia.Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan agama
lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu pengetahuan. Islam sangat
memperhatikan aspek ini karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan peningkatan taraf
hidup manusia, pembentukan peradaban dan lain sebagainya
6. A. Birrul walidain artinya berbakti kepada orang tua ini hukumnya fardhu (wajib) ain bagi setiap
Muslim, meskipun seandainya kedua orang tuanya adalah non muslim. Untuk itulah, sebagai
umat Muslim wajib mentaati dan malaksanakan perintah keduanya selama hal tersebut tidak
bertentangan dengan perintah Allah SWT.
Birrul walidain artinya tindakan baik yang diwajibkan bagi setiap anak untuk berbakti kepada
kedua orang tua selama masih hidup. Bahkan Birrul walidain artinya bentuk silaturahmi yang
paling utama ditekankan oleh Allah SWT.
B. Karakter Qur'ani adalah tatanan perilaku manusia yang sejalan dengan nilai-nilai moral yang
terkandung dalam Kitab Suci Al-Qur'an. Secara umum karakter moral manusia berhubungan
dengan budi pekerti yang mengakar pada diri seseorang. Rutland (2009) menyebut karakter
berasal dari bahasa latin yang berarti "dipahat".
Dengan kata lain membentuk karakter adalah bagaimana "memahat" atau mengaplikasikan
nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur,
kejam, tamak, dusta dan sejenisnya dikatakan sebagai orang yang berkarakter buruk. Sebaliknya,
orang yang berperilaku sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter baik.
7. A. Dalam perspektif Islam sebagai mana yang dikonsepsikan Alquran, Hak Asasi Manusia
bersesuaian dengan Hak-hak Allah swt. Hal ini menunjukkan bahwa konsep Hak Asasi Manusia
dalam pandangan Islam bukanlah hasil evolusi apapun dari pemikiran manusia, namun
merupakan hasil dari wahyu Ilahi yang telah diturunkan melalui para Nabi dan Rasul dari sejak
permulaan eksistensi ummat manusia di atas bumi. Dengan kata lain huquuqullah dan huquuqul
‘ibad adalah tetap dari Allah swt. Manusia bertanggung jawab atas kedua kategori hak tersebut
di hadapan Allah swt. Dengan demikian, Hak Asasi Manusia dalam Islam merupakan hak-hak
yang diberikan oleh Allah swt. Hak-hak yang diberikan oleh para raja atau lembaga-lembaga
lainnya, baik itu dari lembaga yang bertaraf internasional, lembaga Negara ataupun lembaga
swa-daya masyarakat dengan mudahnya dapat dicabut kembali semudah saat memberikannya.
Begitu pula, sanksi yang diberikan oleh lembaga-lembaga tersebut akibat dari pelanggaran Hak
Asasi Manusia tidak sebanding dengan sanksi dari Allah swt.Untuk memahami bagaimana HAM
dalam Alquran, diperlukan kajian khusus. Upaya nilah yang harus kembali digali ke dalam
sumber otoritatif Islam,yakni Alquran. Meskipun sudah dikaji dari berbagai aspek, tidak ada
salahnya jika dikaji dari sudut metodologi mawdhū’iy.
B. tanggung jawab manusia menurut al-Qur’an,َmemperhatikanَsuratَal-Mukminun ayat 115
ditemukan bahwa manusia adalah makhluk fungsional dan bertanggungjawab atau dengan kata
lain penciptaan manusia bukanlah sebuah kesia-siaan. Tanggung jawab manusia tersebut
meliputi tanggung jawab terhadap Allah Sang Pencipta, diri pribadi, keluaga, masyarakat, bangsa
dan Negara, serta tanggung jawab terhadap alam. Tanggung jawab bersifat kodrati, artinya
sudah menjadi bagian kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan
tanggung jawab. Apabila ia tidak mau bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang memaksa
tanggung jawab itu. Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi
yang berbuat dan dari sisi yang memiliki kepentingan dari pihak lain. Dari sisi si pembuat ia
harus menyadari akibat perbuatannya itu dengan demikian ia sendiri pula yang harus
memulihkan ke dalam keadaan baik. Dari sisi pihak lain apabila si pembuat tidak mau
bertanggung jawab, pihak lain yang akan memulihkan baik dengan cara individual maupun
dengan cara kemasyarakatan. Tanggung jawab adalah bagian dari ajaran Islam yang disebut
mas'uliyyah sebagaimana dijelaskan Kementerian Agama Republik Indonesia atau Kemenag RI.
Tidak hanya untuk diri sendiri, melainkan juga orang lain. Tanggung jawab adalah bagian dari
ajaran Islam yang disebut mas'uliyyah yang sejatinya juga melibatkan aspek sosial dan moral.

Anda mungkin juga menyukai