PENDAHULUAN
Makalah ini merupakan pemenuhan tugas Pendidikan Agama Islam yang memang harus
terpenuhi sebagai nilai tambahan yang sudah ditentukan oleh pengajar disamping itu juga
makalah ini sangat bermanfaat bagi pembaca karena pada makalah ini sedikit/banyaknya
makhluk lain, maka dari itu ada beberapa manusia yang memang menggunakan akalnya
untuk mengkaji hal-hal yang belum ada sebagai rasa keingintauan seperti halnya pada
makalah ini juga akan mengkaji yaitu diantaranya tentang filsafat Ketuhanan dalam Islam,
keimanan dan ketakwaan, yang berisi dari berbagai sumber, agar makalah ini ada nilai
Beberapa pokok yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Menambah nilai dan memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
4. Mengkaji siapa Tuhan itu, bukti-bukti Ketuhanan dalam Islam, serta sejarah pemikiran
5. Mengetahui penjelasan iman dan takwa, proses terbentuknya iman dan takwa, tanda-tanda
orang yang beriman dan bertakwa, dan korelasi antara keimanan dan ketakwaan.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang
berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah.
Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu
bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami
orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas
dapat diketahui bahwa pengertian filsafat dari segi kebahasan atau semantik adalah cinta
terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan
atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
1[1] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990, Hlm. 45.
Keimanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus
dilaksanakan secara intensif. Keimanan kepada Allah Swt, kecintaan, pengharapan, ikhlas,
kekhawatiran, tidak dalam ridho-Nya, tawakal nilai yang harus ditumbuhkan secara subur
dalam pribadi muslim yang tidak terpisah dengan aspek pokok ajaran yang lain dalam Islam.
Ketaatan merupakan karunia yang sangat besar bagi muslim dan sebagian orang yang
menyebut kecerdasan spiritual yang ditindak lanjuti dengan kecerdasan sosial. Inti ketaatan
tidak dinilai menurut Allah Swt, bila tidak ada nilai pada aspek sosial.
Muslim yang baik memiliki kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan spiritual (QS. Ali
Imran: 190-191) sehingga sikap keberagamaannya tidak hanya pada ranah emosi tetapi
didukung kecerdasan pikir atau ulul albab. Terpadunya dua hal tersebut insya Allah menuju
Jadi, filsafat Ketuhanan dalam Islam bisa diartikan juga yaitu kebijaksanaan Islam untuk
Lafal Ilahi artinya Tuhan, menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan dan
dipentingkan manusia.
Menurut Ibnu Maskawaih Tuhan adalah zat yang tidak berijisim, azali, dan pencipta. Tuhan
Esa dalam segala aspek. Ia tidak terbagi-bagi dan tidak mengandung kejamakan dan tidak
satupun yang setara dengan-Nya, Ia ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak bergantung
Orang mengikuti keinginan hawa nafsunya, yang dipuja dalam hidupnya, berarti telah
berbuat syirik yang sebenarnya menurut Islam hawa nafsu harus tunduk kepada kehendak
Allah Swt. Dalam surah Al-Qoshos: 38, lafal Ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri,
yang artinya:
2[3] Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, M.A., Filsafat Islam, PT. Raja Grofinda Bersada, Jakarta, Hlm. 129-130.
“Dan Fir’aun berkata, wahai para pembesar aku tidak menyangka bahwa kalian mempunyai
Bagi manusia, Tuhan itu bisa dalam bentuk konkret maupun abstrak/gaib. Al-Qur’an
menegaskan Ilah bisa dalam bentuk mufrad maupun jama’ (ilah, ilahian, ilahuna). Ilah ialah
Di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 163 menegaskan, “Dan Tuhanmu, Tuhan Yang Maha
Esa, tidak ada Tuhan selain Dia yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.” Ilah yang dituju
ayat di atas adalah Allah Swt, yang menurut Ulama’ Ilmu Kalam Ilah di sini bermakna al-
yang disenangi, diikuti. Inilah yang disebut Tauhid Uluhiyah, bahwa Allah Swt. satu-
Allah Swt memfirmankan dalam Al-Qur’an surat Thoha : 14, yang artinya: “Sesungguhnya
Aku Allah. Tidak ada Tuhan selain Aku (Allah), maka beribadahlah hanya kepada-Ku
La Ghoyata illa Allah: Tiada Yang Maha menjadi tujuan selain Allah
dipuja dengan cinta sepenuh hati, tunduk kepada-Nya merendahkan diri di hadapan-Nya,
takut dan mengharapkan kepadaNya, berserah hanya kepada-Nya ketika dalam kesulitan dan
mengingat dan terpaut cinta denganNya. Ini yang disebut Tauhid Rububiyah.
Lawan tauhid adalah syirik, artinya menyekutukan Allah Swt dengan yang lain, mengakui
adanya Tuhan selain Allah, menjadikan tujuan hidupnya selain kepada Allah. Dalam ilmu
tauhid, syirik digunakan dalam arti mempersekutukan Tuhan selain dengan Allah Swt, baik
persekutuan itu mengenai dzatNya, sifatNya atau af’alNya, maupun mengenai ketaatan yang
Syirik merupakan dosa yang paling besar yang tidak dapat diampuni, syirik itu bertentangan
dengan perintah Allah Swt, juga berakibat merusak akal manusia, menurunkan derajat dan
martabat manusia, serta membuatnya tak pantas menempati kedudukan tinggi yang telah
ditentukan Allah Swt. dalam kaitannya dengan masalah ini, Allah Swt berfirman dalam surah
Luqman : 13 yang artinya “Dan (ingatlah ketika Luqman berkata kepada Anaknya. Wahai
Dan didalam ayat lain, Allah Swt menjelaskan bahwa orang yang telah berbuat syirik
kepadaNya, tergolong orang yang telah berbuat dosa besar, sebagaimana firmanNya,
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, bagi siapa berkehendak. Barang siapa
yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa besar”. (QS. An-Nisa’:
48).
a. Pemikiran Barat
3[4] Abdurrahim, dkk, Kuliah Tauhid, Yayasan Sari Intan, Jakarta, 1989, Hlm. 103.
Yang dimaksud dengan konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah hasil
pemikiran tentang Tuhan baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah dari penelitian
Max Muller berpendapat bahwa konsep pemikiran barat tentang Tuhan mengalami evolusi
pendekatannya adalah budaya, Arnold Toynbe mengatakan: “Monoteisme bukan hasil akhir
dan proses pemikiran tentang Tuhan, sebab orang yang sudah maju dalam intelektualitasnya
b. Pemikiran Islam
Pemikiran tentang Tuhan dalam islam melahirkan ilmu kalam, ilmu tauhid atau ilmu
ushuluddin dikalangan umat Islam, setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. Aliran-aliran
tersebut ada yang bersifat liberal, tradisional dan ada aliran diantara keduanya. Ketiga corak
pemikiran ini mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan (teologi) dalam Islam. Aliran-
1. Muktazilah, adalah kelompok rasionalis dikalangan orang Islam, yang sangat menekankan
penggunaan akal dalam memahami semua ajaran Islam. Dalam menganalisis masalah
berkehendak dan berbuat.4[5] Manusia berhak menentukan dirinya kafir atau mukmin
sehingga mereka harus bertanggung jawab pada dirinya. Jadi, tidak ada investasi Tuhan
sudah ditentukan Tuhan. Jadi, manusia dalam hal ini tak ubahnya seperti wayang. Ikhtiar dan
4. Asy’ariyah dan Maturidiyah, adalah kelompok yang mengambil jalan tengah antara
Qodariyah dan Jabariyah. Manusia wajib berusaha semaksimal mungkin. Akan tetapi,
Konsep Ketuhanan dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang dianggap
penting oleh manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun konkret).5[6] Eksistensi atau
keberadaan Allah disampaikan oleh Rasul melalui wahyu kepada manusia, tetapi yang
Informasi melalui wahyu tentang keimanan kepada Allah dapat dibawa dalam kutipan di
bawah ini:
a. Surat Al-Anbiya’ : 25 yang artinya “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum
kamu, melainkan Kami wahyukan kepadaNya, bahwasanya tidak ada Tuhan selain Allah,
Sejak diutusnya Nabi Adam AS sampai Muhammad Saw Rasul terakhir. Ajaran Islam yang
tAllah Swt wahyukan kepada para utusanNya adalah Tauhidullah atau monotheisine murni.
Sedangkan lafadz kalimat tauhid itu adalah laa ilaha illa Allah. Ada perbedaan ajaran tentang
Tuhan yang ada asalnya dari agama wahyu. Hal semacam itu disebabkan manusia mengubah
ajaran tersebut. Dan hal seperti itu termasuk kebohongan yang besar (dhulmun’adhim).
c. Surat Al-Baqarah : 163 “ Dan Tuhamu adalah Tuhan yang Maha Esa, tidak ada Tuhan
Ayat-ayat di atas menegaskan bahwa Allah Swt adalah Tuhan yang mutlak keesaannya.
Lafadz Allah swt adalah isim jamid, personal nama, atau isim a’dham yang tidak dapat
diterjemahkan, digantikan atau disejajarkan dengan yang lain. Seseorang yang telah mengaku
Islam dan telah mengikrarkan kalimat Syahadat Laa ilaha illa Allah (tidak ada Tuhan selain
Allah) berate telah memiliki keyakinan yang benar, yaitu monoteisme murni/monoteisme
mutlak. Sebagai konsekuensianya, ia harus menempatkan Allah Swt sebagai prioritas utama
Ismail Raj’I Al-Faruqi mengatakan prinsip dasar dalam Teologi Islam, yaitu Khalik dan
makhluk. Khalik adalah pencipta, yakni Allah swt, hanya Dialah Tuhan yang kekal, abadi,
dan transeden. Tidak selamanya mutlak Esa dan tidak bersekutu. Sedangkan makhluk adalah
yang diciptakan, berdimensi ruang dan waktu, yaitu dunia, benda, tanaman, hewan, manusia,
Adanya alam semesta organisasinya yang menakjubkan bahwa dirinya ada dan percaya pula
bahwa rahasia-rahasianya yang unik, semuanya memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu
Setiap manusia normal akan percaya bahwa dirinya ada dan percaya pula bahwa alam ini juga
ada. Jika kita percaya tentang eksistensinya alam, secara logika kita harus percaya tentang
adanya penciptaan alam semesta. Pernyataan yang mengatakan “Percaya adanya makhluk,
tetapi menolak adanya khalik, adalah suatu pernyataan yang tidak benar”.
Kita belum pernah mengetahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa diciptakan.
Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penciptanya, dan pencipta itu tiada lain
adalah Tuhan. Dan Tuhan yang kita yakini sebagai pencipta alam semesta dan seluruh isinya
Ada pendapat dikalangan ilmuwan barat bahwa alam ini azali. Dalam pengertian lain
alam ini mencpitakan dirinya sendiri. Ini jelas tidak mungkin, karena bertentangan dengan
hukum kedua termodinamika. Hukum ini dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau
teori pembatasan perubahan energi panas yang membuktikan bahwa adanya alam ini
mungkin azali.
Hukum tersebut menerangkan energi panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih
menjadi tidak panas, sedangkan kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak
mungkin berubah dari keadaan yang tidak panas berubah menjadi panas. Perubahan energi
Dengan bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika terus
berlangsung, serta kehidupan tetap berjalan. Hal ini membuktikan secara pasti bahwa
alam bukanlah bersifat azali. Jika alam ini azali sejak dahulu alam sudah kehilangan
energi dan sesuai hukum tersebut tentu tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini.
ada di pantai seluruh dunia. Benda ala yang dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya
dengan bumi sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi, dan menyelesaikan
Demikian pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari berputar dari porosnya
dengan kecepatan 1000 mil perjam dan menempuh garis edarnya sepanjang 190.000.000 mil
setiap setahun sekali. Dan sembilan planet tata surya termasuk bumi, yang mengelilingi
Matahari tidak berhenti pada tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama dengan planet-planet
dan asteroid-asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan 600.00 mil perjam.
Disamping itu masih ada ribuan sistem selain sistem tata surya kita dan setiap sistem
mempunyai kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut juga beredar pada
garis edarnya. Galaxy sistem matahari kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan
Logika manusia memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti.
Berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya. Bahkan akan
menyimpulkan, bahwa dibalik semuanya itu pasti ada kekuatan yang maha besar yang
membuat dan mengendalikan semuanya itu, kekuatan maha besar itu adalah Tuhan.
Allah Swt. berfirman, terdapat dalam surat Al-Fatihah ayat 2 yang terjemahya “Seluruh puja
Lafadz Rabb dalam ayat tersebut, artinya Tuhan yang dimaksud adalah Allah Swt. Allah Swt
sebagai “Rabb” maknanya dijelaskan dalam surat Al-A’la ayat 2-3, yang terjemahannya
dan memberi petunjukterhadap ciptaannya. Jadi, adanya alam semesta dan seisinya tidak
terjadi dengan sendirinya. Akan tetapi, ada yang menciptakan dan mengatur yaitu Allah Swt.
Didalam surat Al-A’raf ayat 54, termaktub yang “Tuhanmu adalah Allah yang telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam hari”. Lafadz Ayyam adalah jamak dari yaum yang
berarti periode. Jadi, sittati ayyam berarti enam periode dan tentunya membutuhkan proses
Dalam menciptakan sesuatu memang Allah tinggal berfirman Kun Fayakun yang artinya
jadilah maka jadi. Akan tetapi, dimensi manusia dengan Allah berbeda sampai kepada
manusia membutuhkan waktu enam periode. Hal ini agar manusia dapat meneliti dan
mengkaji dengan metode ilmiahnya sehingga muncul atau lahir berbagai macam ilmu
pengetahuan.
Kata iman berasal dari Bahasa Arab, yaitu amina-yukminu-imanan yang secara etimologi
berarti yakin atau percaya. Dalam surat Al-Baqarah 165, yang artinya “Adapun orang-
Arti Iman secara istilah berarti percaya dan cinta kepada ajaran Allah, yaitu Al-
Qur’an dan Sunnah Rasul. Apa yang dikehendaki Allah, menjadi kehendak orang yang
beriman, sehingga dapat menimbulkan tekad untuk mengorbankan apa saja untuk
Dalam hadits dinyatakan bahwa iman adalah hati membenarkan,lisan mengucapkan dan
dikerjakan dalam kehidupan sehari-hari (tashdiiqun bil qolbi waiqroru bil lisan wa’amalu bil
arkan) dan iman dalam Islam termaktub dalam rukun iman sedang aplikasinya didalam rukun
islam.
Iman itu mengikat orang islam, ia terikat dengan segala aturan hukum yang ada dalam islam
sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah. Oleh karenanya, orang Islam itu harus Iman,
sehingga ia meyakini ajaran Islam dan secara totalitas mengamalkannya dalam seluruh
kehidupannya.
Kata taqwa berasal dari waqa-yaqi-wiqayah, yang berati takut, menjaga, memelihara,
diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama islam secara utuh dan konsisten
(istiqomah).
Pengertian taqwa secara terminologi dijelaskan dalam Al-hadits. Yang artinya menjalankan
wajtinabu annawahihi).
Dalam surat Al-Baqarah :117 Allah menjelaskan ciri-ciri orang yang bertaqwa, yang
1. Beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab, dan para nabi. Indikator taqwa yang
2. Mengeluarkan harta yang dicintai kepada karib kerabat, anak yatim, orang-orang miskin,
orang yang dalam perjalanan, orang yang minta-minta dana, orang yang tidak memiliki
kemampuan untuk memerdekakan hamba sahaya. Indikator taqwa yang kedua adalah
harta.
3. Mendirikan salat dan menunaikan zakat. Indikator taqwa yang ketiga adalah memelihara
ibadah formal.
4. Menepati janji. Indikator taqwa yang keempat adalah memelihara kehormatan atau kesucian
diri.
5. Sabar disaat kepayahan, kesusahan dan pada waktu jihad. Indikator kelima adalah memiliki
semangat perjuangan.
Indikator taqwa berdasarkan ayat-ayat tersebut menegaskan bahwa taqwa itu adalah
sikap hidup dan akhlak seorang muslim, yang merupakan buah dan hasil didikan ibadah-
ibadah formal. Sedangkan ibadah-ibadah itu sendiri adalah pancaran dari pada iman.
Dapatlah dipahami bahwa taqwa itu adalah hasil dari ibadah kepada Allah, karna tidak
Sejak awal seluruh Roh manusia telah mengambil kesaksian bahwa Rabb-nya Allah
Swt. Ini berarti setiap manusia telah memiliki benih iman. Sebagaimana dalam firman Allah
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul
(Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang
wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
Bahwa setiap ciptaan Allah dan dalam hal ini manusia fitrahnya adalah mengesakan
Allah. Artinya, fitrahnya berarti beriman kepada Allah dan berarti pula fitrahnya adalah
Islam.
Potensi fitrah atau iman Islam tersebut perlu ditindaklanjuti dan yang paling
berkompeten menumbuhkan potensi iman Islam tersebut adalah kedua orang tua.
Sebagaimana diterangkan dalam hadits Nabi Muhammad Saw yang artinya: “Setiap anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah, orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut
Imam Ghozali menisbahkan, setiap orang mempunyai potensi untuk melihat, tetapi ia
tetap tidak bisa melihat apabila tidak ada cahaya yang masuk kedalam mata, begitu juga
dengan potensi iman yang dimiliki seseorang harus ditindaklanjuti oleh kedua orang tuanya,
Pada kenyataannya bermacam agama atau kepercayaaan yang dipeluk dan dianut
manusia.Dan apabila dalam diri seseorang telah terikat dengan tatanan iman,harus
dikembangkan untuk mencapai iman yang kokoh. Dalam Al-Qur’an Surat Ali Imron : 190-
191 yang artinya “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa
neraka”.
a. Bila disebut nama Allah bergetar hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal.”
maupun ayat Kauniyah (Hadis), kemudian bergejolak hatinya untuk segera mewujudkannya
atau melaksanakannya.
c. Senantiasa bertawakal kepada Allah. Artinya secara lahiriyah mereka bersungguh-sungguh
atau berusaha keras dan secata batiniyah dengan banyak berdo’a memohon dengan penuh
d. Mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rejeki. Mereka rajin dalam menunaikan sunnah
serta menafkahkan sebagian rezekinya untuk kepentingan kemaslahatan umat dijalan yang
diridhai Allah. Qs. Al-Anfal : 3 yang artinya “(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan
yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka”.
e. Memelihara amanah dan menepati janji, seorang mukmin tidak akan mudah berkhianat atas
derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
Akidah Islam sebagai keyakinan akan membentuk perilaku bahkan akan mempengaruhi
kehidupan seorang muslim. Abu Ala Al Maududi menyebutkan bahwa tanda-tanda orang
e) Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi dalam
hidup.
g) Mempunyai sifat satria, semangat, berani tidak gentar menghadapi resiko bahkan tidak takut
terhadap maut.
kepercayaan yang berada dalam hati manusia, tetapi dapat menjadi kekuatan yang mendorong
dan membentuk sikap dan perilaku hidup Islami. Apabila suatu masyarakat terdiri dan orang-
orang yang beriman, akan terbentuk masyarakat yang aman, tentram, damai, dan sejahtera.
a. Suka bergaul dengan orang-orang yang sholeh/sholehah, yang menjaga lisannya. Bergaul
dengan orang-orang sholeh karena kita akan mendapatkan banyak dakwah, masukan, kritik
yang membangun dan ketenangan bila mendapatkannya dari orang-orang yang hanya
mengucap kebenaran.
b. Jika mendapat musibah duniawi, ia menganggapnya sebagai ujian dari Allah SWT. Salah
satu yang mengangkat diri kita di mata Allah adalah lulusnya kita dari ujian yang
diberikanNya. Ujian bukan hanya yang bersifat bala musibah, namun kenikmatan dalam
hidup ini adalah ujian yang lebih besar. Bila diberikan musibah orang lebih mudah ingat
kepada Allah namun saat diberi ujian kenikmatan, saat itulah Allah benar-benar sedang
menguji kita.
c. Jika mendapat musibah dalam urusan agama ia akan sangat menyesalinya. Teringat cerita
Syaidina Umar bin Khattab yang ketinggalan satu rakaat shalat Ashar di Masjid hanya karena
beliau sedang asyik berada dalam kebun kurmanya. Mengetahui dirinya telah tertinggal satu
rakaat dalam berjamaah, Syaidina Umar pun begitu menyesali perbuatannya sehingga kebun
d. Tidak suka memenuhi perutnya dengan makanan haram & tidak suka makan sampai
kenyang. Ini merupakan sabda Rasulullah yang berbunyi ‘Makanlah sebelum engkau lapar
dan berhentilah makan sebelum kenyang’. Sungguh suatu perintah yang seakan-akan mudah
melakukan hal itu. Dari sinilah bentuk ketakwaan seorang mukmin dibentuk.
e. Apabila memandang orang lain, orang itu lebih sholeh dari dirinya. Tapi bila memandang
k. Menepati janji.
Keimanan dan ketaqwaan tidak dapat dipisahkan dan pada hakikatnya keduanya saling
memerlukan. Artinya keimanan diperlukan manusia agar dapat meraih ketakwaan. Karena
setiap perbuatan atau amalan yang baik, akan diterima oleh Allah tanpa didasari oleh Iman.
Semua bentuk ketakwaan seperti salat, puasa, zakat, dan haji merupakan bagian dan
kesempurnaan iman seseorang. Amal saleh tersebut merupakan konsekuensi dari keimanan
seseorang harus menterjemahkan keyakinannya menjadi kongkret dan menjadi satu sikap
Dalam Al-Qur’an ada ratusan ayat yang menggandengkan antara “orang yang
beriman” dengan “orang yang beramal saleh”. Iman dan amal saleh atau iman dan takwa
sangat dekat. Seolah hampa dan kosong iman seseorang kalau tanpa amal saleh yang
menyertainya. Yang secara kongkrit membuktikan bahwa ada iman dalam hatinya. Iman
adalah pondasi dasar seseorang hamba yang menghendaki bangunan kesempurnaan taqwa
dirinya.
Keterkaitan antara iman dan taqwa ini, juga disampaikan oleh Rasulullah dalam
sabdanya: “Al imanu’uryanun walibasuhu at-taqwa” (iman itu telanjang dan pakaiannya
adalah taqwa). Maksud hadits ini adalah iman harus diikuti dengan melakukan amal saleh
(taqwa). Iman tanpa disertai amal saleh maka imannya masih telanjang tanpa pakaian.
Oleh karenanya, seseorang baru dinyatakan beriman dan taqwa apabila telah punya
keyakinan yang mantap dalam hati, kemudian mengucapkan kalimat tauhid dan kemudian
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Setelah menyelesaikan makalah ini, kami dapat menyimpulkan bahwa konsep Ketuhanan
dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang dianggap penting oleh
manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun konkret). Filsafat Ketuhanan dalam Islam
merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara intensif.
Kata iman berasal dari bahasa Arab, yaitu amina-yukminu-imanan, yang secara ethimologi
berarti yakin atau percaya. Sedangkan takwa berasal dari bahasa Arab, yaitu waqa-yuwaqi-
wiqayah, secara ethimologi artinya hati-hati, waspada, mawasdiri, memelihara, dan
melindungi. Pengertian Takwa secara terminologi dijelaskan dalam Al-hadits, yang artinya
3.2. Saran
Sebagai seorang pemula, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Karena saran dan
kritik itu akan bermanfaat bagi kami untuk memperbaiki atau memperdalam kajian ini.