DALAM ISLAM
Pengantar
Dalam surat al-Qashash ayat 38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya
sendiri:
28:38. Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan
bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat[1124] kemudian
buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan
Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-
orang pendusta."
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa
mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi
maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja).
Perkataan ilah dalam al-Qur’an juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad:
ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan
nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti tentang
definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika al-Qur’an adalah sebagai
berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya
yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan
kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan
mendatangkan bahaya atau kerugian
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya,
merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya
tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdo’a, dan bertawakkal
kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan
menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya. (M.
Imaduddin, 1989: 56).
Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat dipahami, bahwa Tuhan itu bisa
berbentuk apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah manusia tidak
mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika al-Qur’an setiap
manusia pasti mempunyai sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan demikian,
orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah
ideologi atau angan-angan (utopia) mereka
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan kalimat tersebut
dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan
suatu penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus
membersihkan dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam hatinya
hanya satu Tuhan yang bernama Allah.
Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan
Pemikiran barat (evolutif)
Dinamisme
Animisme
Politeisme
Henoteisme
Monoteisme
Pemikiran Islam (aqidah)
Jabariyah (Ekstrim kiri)
Qodariyah (Ekstrim kanan)
Ahlussunnah (pertengahan)
Konsep Ketuhanan dalam Islam
Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang
menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia
Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba)
Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan,
yaitu Allah, dan selain Allah
Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung,
pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah
seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:
2:165. Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-
tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.
Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika
seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika mereka
melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya,
dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
Orang Kafir Quraish sudah mengenal Allah sebelum Nabi Muhammad SAW diutus
menjadi Rasulullah
29:61. Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang
menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka
akan menjawab: "Allah", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan
yang benar).
Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu
berarti orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik
dinyatakan bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang
dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam
Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan
sehari-hari. Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga
pengatur alam semesta
Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah
sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah
pernyataan lain sebagai jawaban atas perintah yang dijaukan pada surat Al-
Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang harus terbayang dalam kesadaran
manusia yang bertuhan Allah adalah disamping Allah sebagai Zat, juga Al-
Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai Uswah hasanah
Referensi
1. Abdurrahim, Muhammad, Imaduddin, Kuliah Tauhid, (Jakarta: Yayasan Sari
Insan, 1989), h. 16-21, 54-56.
2. Al-Ghazali, Muhammad Selalu Melibatkan Allah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2001), h. 28-39.
3. Jusuf, Zaghlul, Dr, SH., Studi Islam, (Jakarta: Ikhwan, 1993), h. 26-37.
4. Kadir, Muhammad Mahmud Abdul, Dr. Biologi Iman, (Jakarta: al-Hidayah,
1981), h. 9-11.
5. Khan, Waheduddin, Islam Menjawab Tantangan Zaman, (Bandung:
Penerbit Pustaka, 1983), h. 39-101.
6. Suryana, Toto, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Tiga Mutiara, 1996), h.
67-77.
7. Daradjat, Zakiah, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1996), h. 55-152.