Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Manusia secara fitrah, disadari maupun tidak selalu memiliki naluri ketuhanan. Manusia menganggap keberadaan diri mereka juga keberadaan alam semesta yang sudah ada ketika mereka terlahir ke dunia adalah sebagai suatu pertanda bahwa ada kekuatan Maha dahsyat, di luar nalar dan kemampuan manusia, yang sudah menciptakan dunia beserta isinya. Pemilik kekuatan Maha dahsyat yang tidak pernah manusia lihat bentuknya tetapi begitu nyata keberadaannya, seringkali membuat rasa penasaran dalam diri manusia muncul untuk menguak misteri dan menemukan jawaban siapa Pencipta mereka, yang juga menciptakan seluruh alam semesta, mengatur peredaran planet-planet, bintang, bulan, matahari pada garis edarnya tanpa bertubrukan, menguasai apaapa yang ada di langit, di bumi, dan diantara keduanya (langit dan bumi). Manusia menyebut Pencipta mereka dengan sebutan Tuhan. Jika hanya sekadar bahasa, misalnya dalam bahasa Indonesia kata rabb dan ilah kita terjemahkan dengan Tuhan, atau dalam bahasa Inggris disebut God, tentu tidak jadi masalah, karena yang dimaksud dengan tuhan dan God itu adalah Allah SWT. Tetapi jika perbedaannya sampai kepada sifat dan hakikat Tuhan, apalagi satu sama lain saling bertentangan, tentu perbedaan seperti itu tidak dapat dibenarkan. Dalam agama Islam, Fitrah bertuhan yang dibawa manusia sejak sebelum lahir itu merupakan potensi dasar yang harus dipelihara dan dikembangkan agar manusia tetap berada dalam keislamannya. Konsep Ketuhanan menurut Islam perlu dipelajari lebih lanjut karena banyaknya konsep Ketuhanan yang ada di dalam kehidupan manusia.

Pengalaman-pengalaman dan cara berpikir manusia yang semakin kompleks membuat manusia mempunyai konsep-konsep sendiri tentang ketuhanan yang mereka yakini. Padahal dalam Islam, konsep ketuhanan yang benar hanyalah yang berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah, bukan konsep ketuhanan yang dibuat oleh manusia.

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Falsafah Ketuhanan dalam Islam ? 2. Apakah pengertian Tuhan ? 3. Bagaimanakah pemikiran manusia tentang Tuhan ? 4. Bagaimanakah pengkajian Tuhan menurut agama agama ? 5. Bagaimana cara untuk membuktikan wujud Tuhan ?

1.3 Tujuan Tujuan kami membuat makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Mengerti dan memahami Falsafah tentang Ketuhanan dalam Islam 2. Mengetahui tentang pengertian Tuhan 3. Dapat memahami dan menjelaskan tentang pemikiran Tuhan 4. Dapat memahami pengkajian Tuhan menurut agama agama 5. Dapat menjelaskan pembuktian wujud Tuhan

1.4 Manfaat Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kami tentang Konsep Ketuhanan dalam Islam.

1.5 Metode Penulisan Dalam membuat makalah ini, kami hanya menggunakan metode pustaka.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Falsafah Ketuhanan dalam Islam Falsafah adalah suatu pengetahuan tentang kebenaran (knowledge of truth) sedangkan pengertian agama adalah suatu ajaran yang benar, jadi antara falsafah dengan agama terlihat adanya persamaan. Tujuan falsafah menerangkan apa yang benar dan apa yang baik, sedangkan tujuan agama itu sendiri adalah menjelaskan kebenaran dan kebaikan (haq dan khair), yang benar pertama (al-haqqul awwalu atau the first truth) (Ali 2007:7). Menurut al-Kindi adalah Tuhan. Falsafah yang paling tinggi adalah falsafah ketuhanan, sebagaimana al-Kindi mengatakan : Falsafah yang termulia dan tertinggi adalah falsafah yang utama yaitu ilmu tentang kebenaran yang menjadi sebab bagi segala yang benar. Sesuai dengan paham yang ada dalam konsep Islam, Tuhan menurut al-Kindi adalah pencipta. Alam menurutnya bukan kekal di zaman dahulu (qadim), akan tetapi mempunyai permulaan. Oleh karena itu, al-Kindi dalam konsepnya lebih dekat pada falsafah Plutonus yang menyatakan bahwa yang Maha Satu adalah sumber dari alam dan sumber dari segala yang ada (Nasution 1985:15). 2.2 Pengertian Tuhan Tuhan adalah penyebab utama (choice prima), yang menciptakan alam beserta isinya, yang Maha Esa dan menentukan perjalanan alam serta awal dari segalanya. Menurut syariat Islam perkataan Tuhan diambil dari kata Ilah yaitu untuk menyatakan berbagai objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia. Dalam Al-Quran, kata Ilah banyak sekali dijelaskan diantaranya adalah : 1. QS. : 45 (Al-Jatsiyah) ayat 23: Artinya : Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan. 2. Tuhan adalah Dia sang Pencipta; QS. Al-Anam 6: 102; 59; 24; 13; 16

3. Tuhan Maha Pemelihara; QS. Al-Anam 6: 66; 6:102 4. Tuhan Pemberi Rizki. QS. Hud, 11:6; 51:58; 30:37 5. Tuhan tempat menyembah. QS. Al-qashas, 28: 70; 6: 66; 20: 14 6. Tuhan yang memiliki jagat timur dan barat. QS. Al-Baqarah, 2: 115 7. Tuhan Dia adalah Raja yang Maha Suci, Maha Perkasa, Maha Kuasa. QS. 59: 23 8. QS. 28 (Al-Qashas) ayat 38 : Artinya : ...dan Firaun berkata wahai pembesar kaum-ku aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah (Tuhan) biasanya mengandung arti sebagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) maupun benda nyata, perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad : ilahun), ganda (mutsanna : ilaahaini) dan banyak (jamak : aalihatuni), bentuk nol (0) mustahil terjadi. Untuk dapat memahami tentang definisi Tuhan yang tepat berdasarkan logika Al-Quran adalah (Muratta 1997) : a. Tuhan sesuatu yang dipentingkan oleh manusia sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan dipentingkan

menunjukkan / memberikan arti dapat dipuja, dicintai, diagungkan, diharapkan memberikan segala kebaikan dan menghindar dari marabahaya dan kerugian. b. Tuhan penyebab utama dari kejadian alam semesta, segalanya tunduk terhadap perintah-Nya, bila perintah tuhan tidak dilaksanakan maka akan menimbulkan mala petaka pada dirinya. Ibnu Tamiyah memberikan defenisi ilah yaitu Allah yang dapat dipuja dengan kecintaan, tunduk kepada-Nya, tempat berpasrah ketika dalam kesulitan, berdoa dan bertaubat kepadaNya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari pada-Nya dan menimbulkan ketenangan disaan mengingatNya dan pasrah ketika dalam kesulitan, berdoa dan bertaubat kepadaNya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari pada-Nya dan menimbulkan ketenangan disaan mengingatNya dan terpaut cinta kepada-Nya.

Berdasarkan defenisi tersebut di atas dapat dipahami bahwa tuhan mempunyai zat dan sifat serta berbentuk yang tidak sama zat dan sifat serta bentuknya dengan makhluk (yang diciptakan-Nya), mustahil tuhan itu tidak ada karena ada yang diciptakan-Nya berdasarkan logika Al-Quran setiap manusia berkehendak kepada Sang Pencipta yaitu Allah SWT, sebagaimana yang dinyatakan dalam satu kalimat tahlil yang berbunyi : La ilaahaillallah tiada tuhan yang layak dipuja, disembah melainkan Allah.

2.3 Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan 1. Pemikiran Barat atau manusia primitive Proses perkembangan pemikiran manusia tentang tuhan menurut teori evalusionisme adalah sebagai berikut : a. Dinamisme Paham ini mengaku adanya kekuatan (maging power) yang berpengaruh dalam kehidupan manusia, kekuatan ini terbentuk dalam kepercayaan hayati yang ditunjukkan pada benda-benda (dianggap keramat). b. Animisme Paham ini mempercayai adanya peranan roh dalam kehidupan manusia, roh dianggap selalu aktif walaupun sudah mati. Paham ini membagi roh atas dua yaitu roh baik dan roh jahat. c. Politeisme Paham ini mempercayai dan menganggap banyak dewa sebagai Tuhan sehingga dewa tersebut dipuja dan disembah oleh manusia. d. Henoteisme Dari banyak dewa, selanjutnya manusia menyeleksi satu dewa yang dianggap mempunyai kekuatan lebih yang kemudia mereka anggap sebagai Tuhan. e. Monoteisme Paham ini menyatakan satu tuhan untuk seluruh rakyat.

2. Pemikiran Umat Islam Islam mengawali pengenalan tentang Tuhan bersumber pada tauhid, dalam Islam terdapat beberapa aliran yang bersifat liberal, tradisional dan ada pula yang bersifat diantara keduanya, corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran tentang ilmu ketuhanan ( ilmu tauhid) yang masing masing berlainan pandangan tentang Tuhan, diantara aliran tersebut yaitu (Nasution 1985 : 51-52) : a. Mutazilah Kaum rasionalisme yang menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam, paham ini menghasilkan kemajuan dibidang ilmu pengetahuan. b. Qadariah Paham ini berpendapat bahwa manusia memiliki kebebasan dalam berkehendak dan berusaha. c. Jabariah Paham ini berteori bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan untuk berkehendak dan berbuat, Tuhan ikut di dalamnya bila manusia berbuat. d. Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah Paham ini berteori bahwa manusia memiliki kebebasan dalam kehendak dan berusaha, namun Tuhan jugalah yang menentukan. 2.4 Tuhan Menurut Agama Wahyu Pengkajian manusia tentang Tuhan yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar sebab Tuhan adalah sesuatu yang ghaib, informasi tentang asal usul kepercayaan terhadap Tuhan menurut Islam dinyatakan dalam quran sebagai berikut : 1. QS : 21 (Al-anbiya) ayat 92 :

Artinya : sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhan-mu maka sembahlah Aku.

2. QS. : 5 (Al-maidah) ayat 72 :

Artinya :Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.

3. QS : 115 (Al-Ikhlas) ayat 1-4 :

Artinya : Katakanlah Dia (Allah) yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu, Dia (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak seorangpun yang setara dengan Dia (Allah).

Dari penjelasan ayat-ayat tersebut di atas jelas bahwa Tuhan adalah Allah dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evaluasi dan evolusi melainkan melalui wahyu yang datang / diturunkan Allah SWT, hal ini berarti bahwa konsep tauhid telah ada sejak datangnya Nabi Adam AS dimuka bumi ini. Esa menurut konsep Al-Quran, adalah tidak berbilang antara sifat dan zat-Nya dan tidak berasal dari bagian-bagian dan tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.
7

2.5 Pembuktian Wujud Tuhan

Pembuktian wujud Tuhan dapat dilihat melalui berbagai metode (AshShiddieqy 1992 : 77) a. Metode Pembuktian Ilmiah Metode ini mengenal hakikat melalui percobaan dan pengamatan, sedangkan aqidah agama berhubungan dengan alam semesta di luar indera manusia yang tidak mungkin dilakukan percobaan (agama didasarkan pada analogi dan induksi) menurut metode ini agama batal, sebab agama tidak memiliki landasan ilmiah. Suatu percobaan dianggap sebagai suatu percobaan ilmiah, tidak hanya karena percobaan itu dapat diamati secara langsung, demikian pula suatu analogi tidak dapat dianggap salah satunya karena dia analog. Dengan demikian tidak berarti bahwa agama iman kepada yang ghaib dan ilmu pengetahuan adalah percaya kepada pengamatan ilmiah sebab baik agama maupun ilmu pengetahuan berlandaskan keimanan pada yang ghaib. Sebenarnya apa yang disebut iman kepada yang ghaib oleh orang mukmin adalah iman kepada hakikat yang tidak dapat diamati, hal ini tidak berarti suatu kepercayaan itu buta tetapi justru merupakan suatu interpretasi yang baik terhadap kenyataan yang tidak dapat diamati oleh para ilmuwan. b. Keberadaan Alam Membuktikan Adanya Tuhan Adanya alam semesta serta organisasi yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik, harus memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya suatu akal yang tidak ada batasnya, Jika manusia percaya akan eksistensi alam semesta maka secara logika harus percaya adanya pencipta alam ini, oleh karena itu bagaimana akan percaya bahwa alam semesta yang sedemikian luasnya ada dengan sendirinya tanpa adanya pencipta (Ash-Shiddieqy 1992 : 47) seperti yang tertuang dalam Al-Quran, surat An-Najm ayat 31:

Artinya : Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi supaya Dia (Allah) memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga). c. Melalui Pendekatan Fisika membuktikan Adanya Tuhan Bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika di alam semesta ini terus berlangsung serta kehidupan tetap berjalan, hal ini membuktikan bahwa alam bukan bersifat azali, bila alam bersifat azali maka sejak dulu kehilangan energinya, sesuai dengan hukum tersebut dan tentu tidak akan ada lagi kehidupan di alam modern ini, oleh karena itu pasti ada yang menciptakan alam yaitu Tuhan (Ash-Shiddieqy 1992 : 204205).

BAB II PENUTUP

3.1 Kesimpulan Falsafah dan agama terlihat adanya persamaan, sebab tujuan falsafah adalah menerangkan apa yang benar dan apa yang baik, sedangkan tujuan agama itu sendiri adalah menjelaskan kebenaran dan kebaikan (haq dan khair). Tuhan adalah penyebab utama (choice prima), yang menciptakan alam beserta isinya, yang Maha Esa dan menentukan perjalanan alam serta awal dari segalanya. Tuhan memiliki zat dan sifat serta bentuk yang tidak sama dengan dengan makhluk yang diciptakan-Nya. Sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan terbagi dua, yaitu pemikiran barat atau manusia primitif dan pemikiran umat Islam. Pemikiran barat atau manusia primitif menurut teori evalusionisme diantaranya Dinamisme, Animisme, Politeisme, Henoteisme dan Monoteisme, sedangkan pemikiran umat Islam tentang Tuhan bersumber pada ilmu Tauhid dan juga terdapat beberapa aliran yang bersifat liberal, tradisional dan ada pula yang bersifat di antara keduanya tentang pandangan terhadap keberadaan Tuhan. Tuhan adalah sesuatu yang ghaib, asal usul kepercayaan terhadap Tuhan menurut Islam dinyatakan dalam beberapa surat yang terdapat pada al-Quran. Dari penjelasan beberapa surat tersebut Tuhan adalah Allah dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evaluasi dan evolusi melainkan melalui wahyu yang diturunkan Allah SWT. Pembuktian wujud Tuhan dapat dilihat melalui beberapa metode (AshShiddieqy 1992:77) yakni Metode Pembuktian Ilmiah, Metode Keberadaan Alam dan melalui Metode Pendekatan Fisika.

10

3.2 Saran Kita sebagai manusia seharusnya lebih mengembangkan pengetahuan

tentang referensi Konsep Ketuhanan dalam Islam sehingga pemahaman kita tentang hal tersebut tidak terbatas terutama mengenai filsafat ketuhanan, pemikiran manusia tentang Tuhan, Tuhan menurut agama wahyu dan pembuktian wujud Tuhan. Kita dikatakan sosok manusia yang seutuhnya apabila ada keselarasan manusia dengan Sang Pencipta, maka dari itu sebaiknya kita harus selalu mengingat bahwa kita ini hanya makhluk yang lemah dan selalu memohon pertolongan kepada-Nya.

11

DAFTAR PUSTAKA

Nurhasan. Dkk. 2011. Pendidikan Agamaa Islam untuk Perguruan Tinggi Umum. Palembang: Universitas Sriwijaya. Zar, Sirajuddin. 2004. Filsafat Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Ali, Maulana Muhammad. 1993. Islamologi (Dinul Islam). Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah.

12

Anda mungkin juga menyukai