DI INDONESIA
TRANSFORMASI WAHYU DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
CORAK KEBERAGAMAAN
Secara teologis, tauhid bukan sekedar
pengakuan atau persaksian bahwa tiada Ilah selain
Allah, tapi pemaknaan terhadap tauhid melampaui
dari sekedar pengakuanatas eksistensinya yang tunggal. Jika
kita tarik pemaknaan tauhid dalam ranah realitas
ciptaan (makhluk), maka tauhid berarti
pengakuan
akan pluralitas atas selain Dia (makhluk-Nya).
Hanya Dia yang tunggal, dan selain Dia adalah
plural.
Diantara perbedaan praktik ibadah yang kita temukan di masyarakat ada yang bersifat perbedaan-
variatif (ikhtilaf tanawwu’), dalam arti tidak harus salah satunya benar dan yang lain salah, melainkan
kesemuanya boleh jadi benar dan mempunyai dasar. Perbedaan-perbedaan itu sering kali
disebabkan karena perbedaan pemahaman ulama mengenai suatu teks keagamaan. Adapula yang
memang karena Nabi S.A.W. sendiri pernah melakukan beberapa praktik yang berbeda, sebagai
bentuk pemberian keleluasan dan kelapangan bagi umat.
Untuk mengubah praktik yang kita anggap salah, sangat diperlukan kehati-hatian, setiap sikap dan
cara bicara yang bijak, dan pengetahuan yang memadai mengenai persoalan, jangan sampai salah
menimbulkan permusuhan atau perpecahan diantara umat.
Kita tidak perlu terlalu tersibukkan dengan perbedaan yang bersifat furu’iyah (hal-hal yang bukan
pokok). Titik-titik persamaan diantara umat jauh lebih banyak daripada perbedaaannya. Dalam sholat,
kita semua masih mengahadap kiblat yang sama, menyembah tuhan yang sama.
Pada kondisi saat dunia mulai mengarah kepada peradaban global dan keterbukaan, maka ajaran
agama perlu kembali dirujuk untuk ditransformasikan nilai-nilai luhurnya sehingga dapat
memunculkan sebuah pemahaman agama dan sikap keberagamaan yang bebas dari fanatisme
sektarian, stereotip radikal, dan spirit saling mengafirkan antara sesama umat seagama, atau antara
umat yang berbeda agama. Apabila kita kembali melihat contoh rasul dengan masyarakat madaninya,
maka kita dapati bahwa potensi-potensi konflik akan dapat dielimininasi dengan mengedepankan
persamaan dalam keragaman. Artinya, Islam mengajarkan bahwa perbedaan itu adalah fitrah (given)
dari Tuhan, tetapi dalam menjalani hidup ini hendaknya kita tidak mempertajam perbedaan tersebut.
Sebaliknya, justru kita harus mencari unsur-unsur persamaan di antara kita. Sebagai ilustrasi, bisa
saja kita berbeda suku bangsa, adat, dan bahasa, tetapi kita harus mengedapankan kesadaran
bahwa ada satu persamaan yang mengikat kita semua, yaitu kesadaran bahwa kita adalah bangsa
Indonesia
Corak Islam Di Indonesia
Seni Bangunan
1. Masjid
Dilihat dari segi arsitektuknya, masjid-masjid kuno di Indonesia menampakan gaya
arsitektur asli Indonesia. dengan ciri-ciri sebagai berikut.
hiasan kaligrafi;
kubah;
bentuk masjid.
b. Makam
Makam khususnya untuk para raja bentuknya seperti istana
disamakan dengan orangnya yang dilengkapi dengan keluarga,
pembesar, dan pengiring terdekat. Budaya asli Indonesia
terlihat pada gugusan cungkup yang dikelompokkan menurut
hubungan keluarga. Pengaruh budaya Islam terlihat pada huruf dan
bahasa Arab, misalnya Makam Puteri Suwari di Leran (Gresik)
dan Makam Sendang Dhuwur di atas bukit (Tuban).
c. Seni Rupa dan Aksara
Akulturasi bidang seni rupa terlihat pada seni kaligrafi atau seni
khot, yaitu seni yang memadukan antara seni lukis dan seni
ukr d
i engan menggunakan huruf Arab yang indah dan penulisannya
bersumber pada ayat-ayat
suci Al Qur'an dan Hadit. Adapun fungsi seni kaligrafi adalah
untuk motif batik, hiasan pada masjid-masjid, keramik, keris,
nisan, hiasan pada mimbar dan sebagainya.