Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

DINAMIKA PANCASILA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pendidikan Pancasila

Disusun Oleh :
1. Dimas Irawan ( NPM. 19110025 )
2. Fjdn
3. Nkjk
4. Dhfj
5. Dhfh
6. Fjhj
7. Fhdk
8. Djf
9. Hfjhdfhsdhjwdijw

Dosen Pengasuh :
GFHKWDJN3M

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan
tugas makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Dinamika
Pancasila”. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan kepada kita semua jalan yang
lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi
seluruh alam semesta.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Pancasila. Saya juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak,……..selaku dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya yang sudah memberikan kepercayaan kepada saya untuk menyelesaikan
tugas ini. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aminn

Surabaya, 10 November 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Maksud dan Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dinamika Pancasila


2.2 Dinamika Pancasila dalam Sejarah Bangsa
2.3 Dinamika Pancasila sebagai Dasar Negara
2.4 Dinamika Pancasila sebagai Ideologi Negara
2.5 Dinamika Pancasila sebagai Sistem Filsafat
2.6 Dinamika Pancasila sebagai Sistem Etika
2.7 Dinamika Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila merupakan rangkaian kesatuan dan kebulatan yang tidak


terpisahkan karena setiap sila dalam pancasila mengandung empat sila lainnya
dan kedudukan dari masing-masing sila tersebut tidak dapat ditukar tempatnya
atau dipindah-pindahkan. Hal ini sesuai dengan susunan sila yang bersifat
sistematis-hierarkis, yang berarti bahwa kelima sila pancasila itu menunjukkan
suatu rangkaian urutan-urutan yang bertingkat-tingkat, dimana tiap-tiap sila
mempunyai tempatnya sendiri di dalam rangkaian susunan kesatuan itu sehingga
tidak dapat dipindahkan.
Bagi bangsa Indonesia hakikat yang sesungguhnya dari pancasila adalah
sebagai pandangan hidup bangsa dan sebagai dasar negara. Kedua pengertian
tersebut sudah selayaknya kita fahami akan hakikatnya. Selain dari pengertian
tersebut, pancasila memiliki beberapa sebutan berbeda, seperti : Pancasila
sebagai dasar nilai pengembangan ilmu.
Walaupun begitu, banyaknya sebutan untuk Pancasila bukanlah merupakan
suatu kesalahan atau pelanggaran melainkan dapat dijadikan sebagai suatu
kekayaan akan makna dari Pancasila bagi bangsa Indonesia. Karena hal yang
terpenting adalah perbedaan penyebutan itu tidak mengaburkan hakikat pancasila
yang sesungguhnya yaitu sebagai dasar negara. Tetapi pengertian pancasila tidak
dapat ditafsirkan oleh sembarang orang karena akan dapat mengaturkan
maknanya dan pada akhirnya merongrong dasar negara, seperti yang pernah
terjadi di masa lalu.
Untuk itu, kita sebagai generasi penerus, sudah merupakan kewajiban
bersama untuk senantiasa menjaga kelestarian nilai nilai pancasila sehingga apa
yang terjadi di masa lalu tidak akan teredam di masa yang akan datang.
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana sejarah dinamika
pancasila sejak pra proklamasi, masa awal kemerdekaan, zaman Orde Lama,
Orde Baru, dan Orde Reformasi.

1.3 Maksud dan Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah mempelajari dan agar mengetahui
dinamika Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia sejak pra proklamasi, masa
awal kemerdekaan, zaman Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dinamika Pancasila

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua
kata dari Sanskerta : panca artinya lima dan sila artinya prinsip atau asas. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia.Pancasila sebuah kesatuan filsafat terorganisir dan hirarkis , sila ke
satu sampai lima saling berkaitan satu sama lain. Pancasila juga bagian dari fisafat
bangsa, Pancasila juga menjawab masalah. Pancasila memiliki ideologi , Ideologi
adalah suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam tentang
bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu secara moral dianggap benar dan adil,
mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai segi kehidupan.
Dinamika adalah gerak masyarakat secara terus-menerus yang menimbulkan
perubahan dalam tata hidup masyarakat yang bersangkutan.
Dinamika Pancasila dimungkinkan apabila ada daya refleksi yang mendalam dan
keterbukaan yang matang untuk menyerap, menghargai, dan memilih nilai-nilai hidup
yang tepat dan baik untuk menjadi pandangan hidup bangsa bagi kelestarian
hidupnya di masa mendatang. Sedangkan penerapan atau penolakan terhadap nilai-
nilai budaya luar tersebut berdasar pada relevansinya. Dalam konteks hubungan
internasional dan pengembangan ideologi, bukan hanya Pancasila yang menyerap
atau dipengaruhi oleh nilai-nilai asing, namun nilai-nilai Pancasila bisa ditawarkan dan
berpengaruh, serta menyokong kepada kebudayaan atau ideologi lain.

2.2 Dinamika Pancasila Dalam Sejarah Bangsa

Dinamika Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan adanya


pasang surut dalam pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Misalnya
pada masa pemerintahan presiden Soekarno, terutama pada 1960an NASAKOM
lebih populer daripada Pancasila. Pada zaman pemerintahan presiden Soeharto,
Pancasila dijadikan pembenar kekuasaan melalui penataran P-4 sehingga pasca
turunnya Soeharto ada kalangan yang mengidentikkan Pancasila dengan P-4. Pada
masa pemerintahan era reformasi, ada kecenderungan para penguasa tidak respek
terhadap Pancasila, seolah-olah Pancasila ditinggalkan.

2.3 Dinamika Pancasila sebagai Dasar Negara

Pancasila sebagai dasar negara lahir dan berkembang melalui suatu proses yang
cukup panjang. Pada mulanya, adat istiadat dan agama menjadi kekuatan yang
membentuk adanya pandangan hidup. Setelah Soekarno menggali kembali nilai-nilai
luhur budaya Indonesia, pada 1 Juni 1945 barulah Pancasila disuarakan menjadi
dasar negara yang diresmikan pada 18 Agustus 1945 dengan dimasukkannya sila-
sila Pancasila dalam Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945. Dengan bersumberkan budaya, adat istiadat, dan agama sebagai
tonggaknya, nilai-nilai Pancasila diyakini kebenarannya dan senantiasa melekat
dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
Pada saat berdirinya negara Republik Indonesia yang ditandai dengan
dibacakannya teks proklamasi pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia sepakat
pengaturan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945. Namun, sejak November 1945 sampai menjelang
ditetapkannya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, pemerintah Indonesia
mempraktikkan sistem demokrasi liberal.
Setelah dilaksanakan Dekrit Presiden, Indonesia kembali diganggu dengan
munculnya paham lain. Pada saat itu, sistem demokrasi liberal ditinggalkan,
perdebatan tentang dasar negara di Konstituante berakhir dan kedudukan Pancasila
di perkuat, tetapi keadaan tersebut dimanfaatkan oleh mereka yang menghendaki
berkembangnya paham haluan kiri (komunis). Puncaknya adalah peristiwa
pemberontakan G30S PKI 1965. Peristiwa ini menjadi pemicu berakhirnya
pemerintahan Presiden Soekarno yang digantikan oleh pemerintahan Presiden
Soeharto.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, ditegaskan bahwa Pancasila
sebagai dasar negara akan dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Menyusul
kemudian diterbitkan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4). Namun, pemerintahan Presiden
Soeharto pun akhirnya dianggap menyimpang dari garis politik Pancasila dan UUD
1945. Beliau dianggap cenderung melakukan praktik liberalisme-kapitalisme dalam
mengelola negara.
Pada tahun 1998 muncul gerakan reformasi yang mengakibatkan Presiden
Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan Presiden. Namun, sampai saat ini
nampaknya reformasi belum membawa angin segar bagi dihayati dan diamalkannya
Pancasila secara konsekuen oleh seluruh elemen bangsa. Hal ini dapat dilihat dari
abainya para politisi terhadap fatsoen politik yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila
dan perilaku anarkis segelintir masyarakat yang suka memaksakan kehendak kepada
pihak lain.
Pada tahun 2004 sampai sekarang, berkembang gerakan para akademisi dan
pemerhati serta pencinta Pancasila yang kembali menyuarakan Pancasila sebagai
dasar negara melalui berbagai kegiatan seminar dan kongres. Hal tersebut ditujukan
untuk mengembalikan eksistensi Pancasila dan membudayakan nilai-nilai Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa serta menegaskan Pancasila sebagai dasar
negara guna menjadi sumber hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.

2.4 Dinamika Pancasila sebagai Ideologi Negara

Dinamika Pancasila sebagai ideologi negara dalam sejarah bangsa Indonesia


memperlihatkan adanya pasang surut dalam pelaksanaan nilai-nilai Pancasila.
Pancasila sebagai ideologi negara dalam masa pemerintahan Presiden Soekarno;
sebagaimana diketahui bahwa Soekarno termasuk salah seorang perumus
Pancasila, bahkan penggali dan memberi nama untuk dasar negara. Dalam hal ini,
Soekarno memahami kedudukan Pancasila sebagai ideologi negara. Namun dalam
perjalanan pemerintahannya, ideologi Pancasila mengalami pasang surut karena
dicampur dengan ideologi komunisme dalam konsep Nasakom.
Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto
diletakkan pada kedudukan yang sangat kuat melalui TAP MPR No. II/1978 tentang
pemasayarakatan P-4. Pada masa Soeharto ini pula, ideologi Pancasila menjadi asas
tunggal bagi semua organisasi politik (Orpol) dan organisasi masyarakat (Ormas).
Pada masa era reformasi, Pancasila sebagai ideologi negara mengalami pasang
surut dengan ditandai beberapa hal, seperti: enggannya para penyelenggara negara
mewacanakan tentang Pancasila, bahkan berujung pada hilangnya Pancasila dari
kurikulum nasional, meskipun pada akhirnya timbul kesadaran penyelenggara negara
tentang pentingnya pendidikan Pancasila di perguruan tinggi.

2.5 Dinamika Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Pancasila sebagai sistem filsafat mengalami dinamika sebagai berikut. Pada era
pemerintahan Soekarno, Pancasila sebagai sistem filsafat dikenal dengan istilah
“Philosofische Grondslag”. Gagasan tersebut merupakan perenungan filosofis
Soekarno atas rencananya berdirinya negara Indonesia merdeka. Ide tersebut
dimaksudkan sebagai dasar kerohanian bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Ide tersebut ternyata mendapat sambutan yang positif dari berbagai kalangan,
terutama dalam sidang BPUPKI pertama, persisnya pada 1 Juni 1945. Namun, ide
tentang Philosofische Grondslag belum diuraikan secara rinci, lebih merupakan
adagium politik untuk menarik perhatian anggota sidang, dan bersifat teoritis. Pada
masa itu, Soekarno lebih menekankan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli
Indonesia yang diangkat dari akulturasi budaya bangsa Indonesia.
Pada era Soeharto, kedudukan Pancasila sebagai sistem filsafat berkembang ke
arah yang lebih praktis (dalam hal ini istilah yang lebih tepat adalah weltanschauung).
Artinya, filsafat Pancasila tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan
kebijaksanaan, tetapi juga digunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari. Atas dasar
inilah, Soeharto mengembangkan sistem filsafat Pancasila menjadi penataran P-4.
Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem filsafat kurang terdengar
resonansinya. Namun, Pancasila sebagai sistem filsafat bergema dalam wacana
akademik, termasuk kritik dan renungan yang dilontarkan oleh Habibie dalam pidato
1 Juni 2011. Habibie menyatakan bahwa:
“Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang
tidak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila
seolah hilang dari memori kolektif bangsa Indonesia. Pancasila semakin
jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks kehidupan
ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pancasila
seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan
bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan
kebebasan berpolitik” (Habibie, 2011: 1--2).

2.6 Dinamika Pancasila Sebagai Sistem Etika

Beberapa argumen tentang dinamika Pancasila sebagai sistem etika dalam


penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut.
Pertama, pada zaman Orde Lama, pemilu diselenggarakan dengan semangat
demokrasi yang diikuti banyak partai politik, tetapi dimenangkan empat partai politik,
yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI), Partai
Nahdhatul Ulama (PNU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tidak dapat dikatakan
bahwa pemerintahan di zaman Orde Lama mengikuti sistem etika Pancasila, bahkan
ada tudingan dari pihak Orde Baru bahwa pemilihan umum pada zaman Orde Lama
dianggap terlalu liberal karena pemerintahan Soekarno menganut sistem demokrasi
terpimpin, yang cenderung otoriter.
Kedua, pada zaman Orde Baru sistem etika Pancasila diletakkan dalam bentuk
penataran P-4. Pada zaman Orde Baru itu pula muncul konsep manusia Indonesia
seutuhnya sebagai cerminan manusia yang berperilaku dan berakhlak mulia sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila. Manusia Indonesia seutuhnya dalam pandangan Orde
Baru, artinya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang secara
kodrati bersifat monodualistik, yaitu makhluk rohani sekaligus makhluk jasmani, dan
makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk pribadi memiliki
emosi yang memiliki pengertian, kasih sayang, harga diri, pengakuan, dan tanggapan
emosional dari manusia lain dalam kebersamaan hidup. Manusia sebagai makhluk
sosial, memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera. Tuntutan tersebut
hanya dapat terpenuhi melalui kerjasama dengan orang lain, baik langsung maupun
tidak langsung. Oleh karena itulah, sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan
sosial harus dikembangkan secara selaras, serasi, dan seimbang (Martodihardjo,
1993: 171).
Manusia Indonesia seutuhnya (adalah makhluk mono-pluralis yang terdiri atas
susunan kodrat: jiwa dan raga; Kedudukan kodrat: makhluk Tuhan dan makhluk
berdiri sendiri; sifat kodrat: makhluk sosial dan makhluk individual. Keenam unsur
manusia tersebut saling melengkapi satu sama lain dan merupakan satu kesatuan
yang bulat. Manusia Indonesia menjadi pusat persoalan, pokok dan pelaku utama
dalam budaya Pancasila. (Notonagoro dalam Asdi, 2003: 17-18).
Ketiga, sistem etika Pancasila pada era reformasi tenggelam dalam eforia demokrasi.
Namun seiring dengan perjalanan waktu, disadari bahwa demokrasi tanpa dilandasi
sistem etika politik akan menjurus pada penyalahgunaan kekuasaan, serta
machiavelisme (menghalalkan segala cara untuk mencapi tujuan). Sofian Effendi,
Rektor Universitas Gadjah Mada dalam sambutan pembukaan Simposium Nasional
Pengembangan Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan
Nasional (2006: xiv) mengatakan sebagai berikut:
“Bahwa moral bangsa semakin hari semakin merosot dan semakin
hanyut dalam arus konsumerisme, hedonisme, eksklusivisme, dan
ketamakan karena bangsa Indonesia tidak mengembangkan
blueprint yang berakar pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa”.

2.7 Dinamika Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu

Pancasila sebagai pengembangan ilmu belum dibicarakan secara eksplisit oleh


para penyelenggara negara sejak Orde Lama sampai era Reformasi. Para
penyelenggara negara pada umumnya hanya menyinggung masalah pentingnya
keterkaitan antara pengembangan ilmu dan dimensi kemanusiaan (humanism).
Kajian tentang Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu baru mendapat
perhatian yang lebih khusus dan eksplisit oleh kaum intelektual di beberapa
perguruan tinggi, khususnya Universitas Gadjah Mada yang menyelenggarakan
Seminar Nasional tentang Pancasila sebagai pengembangan ilmu, 1987 dan
Simposium dan Sarasehan Nasional tentang Pancasila sebagai Paradigma Ilmu
Pengetahuan dan Pembangunan Nasional, 2006. Namun pada kurun waktu akhir-
akhir ini, belum ada lagi suatu upaya untuk mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila
dalam kaitan dengan pengembangan Iptek di Indonesia.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Pancasila adalah dasar atau pedoman dalam menjalankan urusan kenegaraan


Indonesia. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu hal atau
fenomena, yang diperoleh manusia melalui proses berpikir. Maksud dari Pancasila
sebagai dasar pengembangan ilmu disini adalah dari sekian banyak fungsi
Pancasila, Pancasila juga digunakan sebagai acuan dalam pengembangan ilmu
yang semakin hari semakin kompleks. Pancasila sebagai dasar pengembangan
ilmu mencangkup nilai-nilai ketuhanan (melengkapi ilmu pengetahuan,
menciptakan keseimbangan antara yang logis dan tidak logis, serta
mengklasifikasikan antara rasa dan akal), kemanusiaan (menuntun para kaum
berilmu kepada arah pengendalian berilmu), dan persatuan (memberikan
kesadaran kepada bangsa Indonesia bahwa rasa nasionalisme akibat
perkembangan ilmu pengetahuan dapat terwujud dan terpelihara).

3.2 Saran

Makalah ini dibuat untuk memberikan informasi mengenai Dinamika Pancasila,


Untuk pengembangan lebih lanjut, penulis menyarankan kepada pembaca agar:

A. Lebih memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan


sehari-hari, terutama sebagai dasar nilai pengembangan ilmu.

B. Lebih mengkaji ilmu-ilmu dengan maksud untuk membangun kehidupan


tanah air.
DAFTAR PUSTAKA

https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/mkwu/8-PendidikanPancasila.pdf
Buku Pendidikan Pancasila cetakan I tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai