Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Pengantar Studi Hukum Islam

Teologi Dalam Islam

Dosen Pengampu :

Dr. Ihsan Sanusi, M.Ag

Disusun
O
L
E
H
Kelompok 3 :
1. Devi Handayani ( 2316030191 )
2. Abdul Aziz ( 2316030206 )

PRODI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
TA 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahnya-lah sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Tak lupa pula kami ucapkan salam dan
shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, karena beliaulah yang telah menghantarkan kita dari
zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh berkah.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas Pengantar Studi Pemikiran Islam dan
diharapkan pembaca dapat memahami dan memperluas ilmu tentang Teologi dalam Islam,
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Walaupun makalah ini memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kami sebagai Penyusun mohon saran dan kritiknya . Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Padang, 21 September 2023

PENULIS

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teologi Dalam Islam ................................................................................... 1
2.2 Sejarah Lahirnya Teologi Dalam Islam ......................................................................... 4
2.3 Berbagai Aliran dan Ajaran Dalam Teologi Islam ........................................................ 5

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam menjalani kehidupan suatu hal yang kita mantapkan adalah aqidah / keyakinan kepada
Allah SWT. Rasanya aktifitas sehari-hari tak ada gunanya jika tidak di dasari dengan keimanan yang kuat.
Dalam kajian ini kita telah mengenal Teologi Islam yang membahas tentang pemikiran dan kepercayaan
tentang ketuhanan. Teologi islam ini sudah sepantasnya kita ketahui agar dalam menjalani kehidupan ini
kita mengetahui dan menjadi idealnya orang islam. Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak menjumpai
perbedaan-perbedaan pemikiran dan aqidah yang mengiringi, dan kita harus pandai dalam memilih dan
memilahnya dengan berlandasan Al-qur‟an dan Al-hadist.
Perbedaan pemikiran tersebut membuat mereka saling menyalahkan. Semuanya memiliki pendapat
masing-masing tentang Tauhid / Keyakinan atau tentang hal ketuhanan. Dan kita sebagai orang yang
memegang agama Allah harus mengetahui manakah pemikiran yang benar dan yang salah, dalam
memandangnya kita harus berpegang teguh pada Al-Quran dan Hadis. Hal ini merupakan hal penting yang
harus dipelajari agar apa yang menjadi keyakinan kita tentang Allah tidak salah, dan seandainya apabila
kayakinan kita salah tentangnya maka kita bisa saja dianggap orang yang keluar dari agama Islam.
Seluruh agama samawi di turunkan Allah ke muka bumi ini menempatkan teologi pada posisi
sentral.Begitu juga Islam, ajaran yang terpenting dari Islam ialah ajaran Kalam yang menjadi dasar dari
segala dasar disini ialah pengakuan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa. Di samping ini, menjadi dasar
pula soal kerasulan, wahyu, kitab suci al-Qur‟an, soal mukmin dan muslim, soal orang kafir dan musyrik,
hubungan makhluk, terutama manusia dengan pencipta, soal akhir hidup manusia yaitu surga dan neraka,
dan lain sebagainya. Semua masalah ini di bahas oleh ilmu Kalam yang dalam istilah baratnya disebut
teologi.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teologi Dalam Islam
2.1.1 Pengertian Teologi
Teologi, seperti namanya dibangun dari dua kata, yakni theos dan logos. Theos berarti
Tuhan, sedangkan logos berarti perkataan atau perbincangan, juga pengetahuan.Simpelnya
Teologi adalah pengetahuan tentang Tuhan atau perbincangan tentang Tuhan. 1 Pada kata teologi
terdapat kata logos yang terkait dengan kata logis. Kata logis sering dimaknai sebagai perkataan
atau pemikiran yang dapat dipahami dan dapat diterima pemikiran semua orang kebenarannya.
Definisi Teologi berdasarkan kata penyusunnya dapat ditemukan pada beberapa definisi
dari para ahli. William L Reese2 mendefinisikan teologi sebagai discourse of reason concerning
God wacana atau pemikiran tentang Tuhan. Dengan mengutip kata-kata William Reese lebih jauh
mengatakan Teologi merupakan disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta
independent filsafat dan ilmu pengetahuan. Sementara itu, Gove menyatakan bahwa teologi
adalah penjelasan tentang keimanan, perbuatan, dan pengalaman agama secara rasional. 3
Dapat dikatakan bahwa Teologi merupakan pemahaman terhadap ajaran agama dan
hubungan manusia dengan yang Ilahi atau Tuhan. Melibatkan pemeriksaan konsep-konsep
agama, doktrin, teori, dan keyakinan yang berkaitan dengan keberadaan Tuhan.
Teologi dapat menjadi studi yang mendalam dan kompleks, dangan banyak cabang dan
aliran yang berbeda dalam setiap agama yang merupakan bidang penting dalam pemahaman
budaya, nilai, dan keyakinan manusia di seluruh dunia.

2.1.2 Pengertian Teologi dalam Islam


Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Teologi merupakan sebuah pemahaman dan
pemikiran tentang Tuhan atau hubungan manusia dengan Tuhan. Maka Teologi dalam islam
merupakan pemahaman dan pemikiran tentang Allah SWT yang tujuannya menghubungkan
manusia dengan penciptanya,seperti pengetahuan tentang wujud Allah, sifat-sifat yang ada pada-
Nya, sifat-sifat yang tidak mungkin ada pada-Nya. Dimana tujuan dari teologi menggunakan
bukti-bukti logis dalam mempertahankan akidah keimanan dan menolak pembaruan yang
menyimpang. Nama lain dari Teologi Islam adalah Ilmu Tauhid dan Ilmu Akidah.
Ilmu Tauhid adalah teoritisasi dari Tauhid. Di sini dibedakan antara Tauhid dengan Ilmu

1
Komaruddin Hidayat, Menafsirkan Kehendak Tuhan, (Bandung : Teraju, 2004), h. 189
2
William L Resse, Dictionary of Philosophy and Religion, (USA: Humanities Press Ltd, 1980), h.28
3
Gove, Webster‟s Third New International Dictionary of The English Language, (G&C Merviam Company
Publisher, 1996), h.2371

2
Tauhid.Tauhid bersifat amaliah-praktis yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sementara
Ilmu Tauhid adalah teoritisasi atau pengetahuan sistematis tentang Tauhid. Tauhid pada masa
awal merupakan proses menyatukan antara pemikiran dan realitas, Tauhid saat itu bukan
gambaran teoritis melainkan sebuah mekanisme kerja mengesankan.Seluruh apa yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat adalah proses bertauhid, yakni menyatukan seluruh
aspek kehidupan sebagai dari Allah, kepada Allah, untuk Allah, dan dengan Allah. Pada titik ini
kita bisa menyebut Tauhid sebagai praksis atau aktivitas nyata merealisasiakan makna kata
Tauhid.
Secara bahasa kata Tauhid mereupakan “Kata Benda Aktif”, bukan kata benda pasif”.
Sebagai kata “Benda Aktif” makna tauhid menujukkan suatu proses, sementara sebagai kata
benda pasif, kata Tauhid berarti substansi yang tetap. Dari pembedaan ini, tauhid pada awalnya
adalah realisasi sebagai sebagai kata benda aktif, yakni proses mentauhidkan seluruh aspek
kehidupan. Sebagai kata kerja aktif, kata Tauhid diartikan sebagai “Proses Mengesakan Sikap,
Kemudian Mengesankan Masyarakat dan Mengesankan Dunia Dalam Satu Sistem, Yakni Sistem
Wahyu”.
Seluruh aktivitas tauhid ini lantas diteorikan, jadilah Ilmu Tauhid. Saat proses ini
disarikan ke dalam system pengetahuan teoretis, Tauhid yang semula praktis itu berkembang
menjadi ilmu. Ketika yang praktis menjadi teoritis terjadilah redukasi terhadap makna prose
dalam Tauhid, Ilmu Tauhid kemudian berkembang menjadi bahasan teoritis tersebut. Dalam Ilmu
Tauhid, mulailah dibicarakan tema-tema mengenai sifat Allah “Yang Mungkin” dan “Yang
Wajib”, zat dan sifat, dan sejenisnya. Begitu bahasan “Zat” dan “Sifat” dibekukan, Tauhid tidak
membicarakan perlunya kesadaran yang tulus dalam nilai perilaku melainkan pada pembedakan
konseptual. Bahasan mengenai tindakan yang tulus kemudian ditemukan pada kajian akhlak
Tasawuf.
Ilmu Aqidah adalah nama kajian yang dikembangkan setelah wahyu diturunkan secara
sempurna. Para ulama menyusun kerangka teori yang mendasari perilaku orang beriman. Inilah
yang disebut sebaga ilmu Aqidah. Inti akidah adalah pendorong perilaku dan pembangkit aktivitas
yang menyatukan niat dan mengejawantahkan tujuan keberimanan. Akidah merupakan motor
penggerak, komponen psikologis, atau etos. Akidah baru menjadi teori, menurut Hanafi, ketika
aktivitas kaum Muslimin mengalami stagnasi, dan muncul budaya mempertanyakan kerangka
teori sebagai landasan amaliah praktis. Ilmu akidah muncul setelah fungsi akidah lenyap, dan
akidah kemudian tidak lagi dapat mengarahkan perilaku”.
Gambaran ilmu ini, yakni kalam, aqidah, dan tauhid, dapat dirumuskan menjadi satu
bagian yang saling terkait. Karena aqidah bersumber dari tauhid, maka tauhid menjadi inti dari
aqidah,kemudian untuk memahami taihid dan menyampaikan tauhid secara logis dibutuhkan

3
metode “kalam” (perdebatan diskursif). Jadi teologi islam pada dasarnya merupakan teorisasi
praksis tauhid dengan tujuan untuk mengesahkan sikap, kemudian mengesakan masyarakat dan
mengesakan dunia dalam satu sistem yakni sistem wahyu”.4 Melalui definisi ini, Teologi Islam
bukanlah teori tentang hal-hal Tuhan dalam pengertian teoritas semata-mata, melainkan sebuah
“Mekanisme Mengesakan” kehidupan.

2.2 Sejarah Lahirnya Teologi Dalam Islam


Ilmu Kalam adalah diaiplin ilmu yang di dalamnya mengandung teori-teori tentang
5
aqidah, yang bertujuan untuk memperkokoh keyakinan umat muslim tentang teologi ketuhanan,
bahkan untuk mengkomfrontir faham-faham yang dengan sengaja atau tidak ingin memberangus
paham aqidah al-najilah yang sesuai dengan ketetapan Allah SWT, baik itu muncul dari
internalIslam ataupun dari luar islam.
Adapun faktor-faktor pemicu munculnya Ilmu Kalam ialah politik, demikian ini dapat
dilihat pada masa khalifah Ustman yang terbunuh, kemudian digantikan oleh Ali menjadi
khalifah, dan berakhir dengan terbunuh pula. Peristiwa menyedihkan ini dalam wacana Islam
disebut dengan al-Fitnat al-Kubra, merupakan pangkal pertumbuhan masyarakat dan agama Islam
di berbagai bidang, khusunya bidang-bidang politik, sosial dan paham keagamaan.
Pada masa pemerintahan Usman inilah mulai muncul persoalan politik disebabkan
tindakan Usman yang lebih mementingkan keluarga untuk jabatan penting di pemerintahannya.
Akibat dari kebijakan politiknya muncullah pembrontakan dari Mesir, hingga akhirnya Usman
terbunuh oleh para pembrontakan tersebut. Setelah Usman wafat, Ali Bin Abi Thalib mucul
sebagai calon terkuat sebagai penggantinya. Namun penolakan muncul dari para pemuka yang
ingin menjadi khalifah yaitu Talhah dan Zubeir, yang terakhir datang dari Muawwiyah. Ia
menuntut kepada Ali untuk menghukum para pembunuh Usman, bahkan ia menuduh Ali turut
ikut campur soal pembunuhan tersebut.
Akhirnya terjadilah pertempuran antara pendukung Ali dan Muawwiyah di Siffin, dalam
pertempuran ini pasukan Ali berhasil mengalahkan pasukan Muawwiyah, namun “Tangan
Kanan” Muawwiyah yakni Amr Ibn al-As yang terkenal pandai bernegosiasi meminta berdamai
dengan mengangkat Al-Qur‟an ke atas, Qurra‟ yang ada di pasukan Ali mendesak supaya
menerima tawaran itu untuk di adakan perundingan diantara kedua belah pihak. Maka Amr bin al-
As dari pihak Muawwiyah dan Abu Musa al-Asy‟ari dari pihak Ali mulai melakukan
perundingan. Sejarah mencatat antara keduanya terdapar permufakatan untuk menjatuhkan kedua
pemuka yang bertentangan yakni Ali dan Muawwiyah. Namun ketika mengumumkan hasil

4
Hanafi, hal.9

4
perundingan Amr bin al-As hanya menyetujui dalam penjatuhan Ali, padahal sebelumnya Abu
Musa telah mengumumkan untuk menjatuhkan kedua belah pihak baik Ali maupun Muawwiyah.
Seperti yang telah disebutkan diawal persoalan teologi Islam tidak terlepas dari persoalan
polotik yang terjadi setelah wafatnya Rasulullah SAW. Sikap Ali ketika menerima permintaan
perundingan dari Amr Ibn al-AS, meskipun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian
pendukungnya. Mereka berpendapat bahwa hal semacam itu tidak dapat di putuskan oleh
perundingan manusia. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum
yang ada di dalam Al-Qur‟an. Mereka memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah, dan
oleh karna itu mereka meninggalkan banyaknya barisannya. Golongan mereka inilah dalam
sejarah islam terkenal dengan nama Al-Khawarij, yaitu orang yang keluar dari barisan Ali
golongan ini juga memandang bahwa Ali, Muawwiyah, Amr Ibn al-As, Abu Musa al-Asy‟ari dan
lainnya yang menerima usulan perundingan (arbitrase) adalah kafir.
Karena dalam Al-qur‟an Surat al-Maidah ayat 44 menjelaskan :

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya
(yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi
yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka,
disebabkan mereka diperintahkan memilihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi
terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku, dan
janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang
kafir.”(QS.al-Maidah/5 ayat 44)

Dari ayat inilah mereka mengambil semboyan La Hukma illa lilahi (tidak ada hukum
selain dari Allah). Karena keempat pemuka islam tersebut telah dipandang kafir dalam arti telah
keluar dari islam atau murtad maka mereka harus dibunuh.6

2.3 Berbagai Aliran dan Ajaran Dalam Teologi Islam


Pasca wafatnya Rasulullah Saw., umat islam terpecah menjadi beberapa sekte, tepatnya
selepas terbunuhnya Usman bin „Affan dan disusul dengan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan

6
Al-Qur‟anul Kariim (QS. Al-Maidah/5 ayat 44)

5
dalam fakta sejarah tragedy berdarah yang terjadi antar umat Islam disebut dengan al-fitnah al-
kubro. Pada masa-masa inilah umat Islam terpecah menjadi beberapa kelompok. Betapa benarnya
sabda Rasulullah Saw., yang telah dengan tegas mengembangkan tentang akan terjadinya
peristiwa perpecahan umat Islam. Rasulullah Saw., bersabda yang artinya :
Dari Mu‟awwiyah bin Abi Sufyan ra., bahwan Rasulullah Saw., bersabda :
“Sesunguhnya orang sebelum kamu dari pengikut Ahli-kitab terpecah belah menjadi 72 golongan.
Dan umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, 72 golongan akan masuk ke neraka, dan satu
golongan yang akan masuk surga, yaitu golongan al-jama‟ah.”
Terbukti selepas wafatnya Rasulullah Saw., umat Islam terpecahkan menjadi beberapa
golongan, dan masing-masing golongan memiliki metode berakidah sendiri-sendiri. Lebih
detailnya akan dibahas dalam bebrapa klasifikasi berikut :
A. Aliran Khawarij
Khawarij adalah suatu nama yang mungkin diberikan oleh kalangan lapangan di sana
karena tidak mau menerima arbitrase dalam pertempuran siffin yang terjadi wantara Ali dan
Mu‟awwiyah dalam upaya penyelesaian persengketaan antara keduanya tentang masalah khalifah.
Khawarij berasal dari kata kharaja, artinya ialah keluar, dan yang dimaksudkan disini ialah
mereka yang keluar dari barisan Ali sebagai diterimanya arbitse oleh Ali. Tetapi sebagian orang
berpendapat bahwa nama itu diberikan kepeda mereka, karena mereka keluar dari rumah-rumah
mereka dengan maksud berjihad di jalan Allah. Hal ini di dasarkan pada QS.An-Nisa: 100.
Berdasarkan ayat tersebut, maka kaum khawarij memandang diri mereka sebagai orang yang
meninggalkan rumah atau kampung halamannya untuk berjihad. Bila di masa Rasulullah kafir
hanya untuk mereka yang tidak memeluk Islam tapi kaum kharij memperluas pengertiannya
dengan memasukkan orang-orang yang telah masuk Islam. Yakni orang Islam yang bila ia
menghukum, maka yang digunakan bukanlah hukum Allah.7
Ajaran Khawarij bermula dari masalah pandangan mereka tentang kufur. Kufur (orang-
orang kafir), berarti tidak percaya. Dimasa Rasullulah kedua kata itu termanifestasi secara tajam
sekali, yakni orang yang telah percaya kepada Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad
SAW dan orang-orang yang tidak percaya kepada Allah tersebut. Dengan kata lain, mukmin
adalah orang yang telah memeluk agama Islam sedangkan kafir adlah orang yang belum memeluk
agama Islam. Bila pada masa Rasulullah tema kafir hanya di pakai untuk mereka yang belim
memeluk agama Islam, kaum Khawarij memprluas makna kafir dengan memasukkan orang yang
telah beragama Islam yang bila ia menghukum, maka yang digunakannya bukanlah hukum Allah.
Secara umum, konsep mereka tentang iman buakn pembenaran dalam hati semata-mata.

7
Yunan Yusuf, Alam pikiran islam pemikiran: dari khawarij ke Buya Hamka Hasan Hanafi (Jakarta; Kencana, 2004),
hal.44

6
Pembenaran hati (al-tasdiq bi al-qabi) menurut mereka, mestilah disempurnakan dengan
menjalankan perintah agama. Seseorang yang telah mempercayai bahwa tiada Tuhan melainkan
Allah dan Muhammad itu utusan Allah, tapi ia tidak melakukan kewajiban agama, berarti
imannya tidak benar, maka ia akan menjadi kafir.8
Pengikut Khawarij terdiri dari suku Arab Badui yang masih sederhana cara berpikirnya.
Jadi sikap keagamaan mereka sangat ekstrem dan sulit menerima perbedaan pendapat. Mereka
menganggap orang yang berada di luar kelompoknya adalah kafir dan halal dibunuh. Sikap picik
dan ekstrem ini pula yang membuat mereka terpecah menjadi beberapa sekte. Berbeda dengan
kelompok Sunni dan Syi‟ah, mereka tidak mengakui hakhak istimewa orang atau kelompok
tertentu untuk menduduki jabatan khalifah. Khawarij tidak memandang kepala negara sebagai
orang yang sempurna. Ia adalah manusia biasa juga yang tidak luput dari kesalahan dan dosa.
Karenanya, mereka menggunakan mekanisme syura untuk mengontrol pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan. Kalau ternyata kepala negara menyimpang dari semestinya, dia dapat
diberhentikan atau dibunuh. Tokoh-tokoh Dalam Aliran Khawarij: Urwah bin Hudair, Mustarid
bin Sa'ad, Hausarah al-Asadi, Quraib bin Maruah, Nafi' bin al-Azraq, dan 'Abdullah bin Basyir.
Ajaran Aliran Khawarij
 Khalifah harus dipilih bebas seluruh umat Islam
 Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab
 Dapat dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan
syariat Islam. Ia dijatuhkan bahkan dibunuh apabila melakukan kedzaliman.
 Mu‟awwiyah dan Amr bin Ash srta Abu Musa Al-Asy‟ari juga dianggap menyeleweng
dan telah menjadi kafir.
 Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh Ustman dianggap
meleweneng. Dan khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim),ia
dianggap menyeleweng.
 Pasukan perang jamal yang melawan Ali kafir.
 Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslimin sehingga harus dibunuh dan
seseorang muslim dianggap kafir apabiala ia tidak mau membunuh lainnya yang telah
dianggap kafir.
 Setiap muslimin harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka.
 Seseorang harus menghindari dari pemimpin yang menyeleweng.
 Orang yang baik harus masuk surga dan orang yang jahat masuk ke neraka
 Qur‟an adalah makhluk

8
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: Kencana, 2014), hal.46-47

7
 Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari tuhan

B. Aliran Syi’ah
Syiah dalam bahasa Arab artinya ialah pihak, puak, golongan, kelompok atau pengikut
sahabat atau penolong. Pengertian itu kemudian bergeser mempunyai pengertian tertentu. Setiap
kali orang menyebut syiah, maka asosiasi pikiran orang tertuju kepada syiah-ali, yaitu kelompok
masyarakat yang amat memihak Ali dan dan memuliakannya beserta keturunannya. Kelompok
tersebut lambat laun membangun dirinya sebagai aliran dalam Islam. Adapun ahl al-bait adalah
“family rumah nabi”. Menurut syiah yang dinamakan ahl bait itu adalah Fatimah, suaminya Ali,
Hasan dan Husein anak kandungnya, menantu dan cucu-cucu Nabi, sedang isteri-isteri nabi tidak
termasuk Ahl al-Bait.
Sejak jaman Rasulullah serta khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khatab, belum pernah
ditemukan adanya satu golongan politik atau golongan agama yang memiliki banyak pengikut,
memiliki karakter dan identitas khusus dan memiliki target yang jelas. Golongan itu baru muncul
pada masa Khalifah Utsman. Mereka adalah orang-orang yang setia pada Ali, yang menganggap
bahwa kekhalifahan Ali berdasarkan Nash Al-quran dan wasiat dari Rasulullah SAW, baik yang
disampaikan secara jelas maupun samar. Menurut mereka seharusnya tampuk kepemimpinan
diduduki oleh Ali dan keturunannya, serta tidak boleh lepas darinya.
Para ulama masih berbeda pendapat mengenai asal-usul Syi‟ah dan perkembangannya.
Menurut Prof. Walhus, akidah Syi‟ah banyak terpengaruh oleh ajaran Yahudi, bukan persia
karena mengingat pendirinya adalah Abdullah bin Saba‟ yang berasal dari Yahudi. Sementara
pendapat Prof. Dawzi cenderung pada pendapat yang menyatakan bahwa pendiri Islam adalah
orang Persia, karena orang Arab bebas memeluk agama. Menurut Prof. Ahmad Amin, Syiah
sudah muncul sebelum orang-orang Persia masuk Islam, tetapi masih belum ekstrim seperti
sekarang. Mereka hanya berpendapat bahwa Ali lebih utama dari sahabat lainnya. Kemudian
pemahaman Syiah ini berkembang seiring perkembangan zaman dan adanya kasus pembunuhan-
pembunuhan yang mengatas namakan Syiah. Tokoh-tokoh Aliran Syiah: Jalaludin Rakhmat,
Haidar Bagir, Haddad Alwi, Nashr bin Muzahim, Ahmad bin Muhammad bin Isa Al-Asy‟ari.
Ajaran Aliran Syiah
 Kepala negara diangkat dengan persetujuan rakyat melalui lembaga ahl al-hall wa al-„aqd.
 Kepala negara atau imam berkuasa seumur hidup, bahkan mereka meyakini kekuasaan
imam mereka ketika ghaibdan baru pada akhir jaman kembali kepada mereka.
 Kepala negara (imam) sebagai pemegang kekuasaan agama dan politik berdasarkan petunjuk
Allah dan wasiat Nabi.
 Kepala negara memegang otoritas sangat tinggi

8
C. Aliran Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa dan mengharuskannya sesuatu
atau secara harfiah dari lafadz al-jabr yang berartinpaksaan. Kalau dikatakan Allah mempunyai
sifat Al-jabbar (dalam bentuk mubalaghah), itu artinya Allah Maha Memaksa. Selanjutnya kata
jabara setelah ditarik menjadi jabariyah memiliki arti suatu aliran. Lebih lanjut Asy-Syahratsan
menegaskan bahwa paham Al-jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang
sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah, dengan kata lain manusia mengerjakan
perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Secara istilah, jabariyah berarti menyandarkan perbuatan
manusia kepada Allah SWT. Jabariyah menurut mutakalimin adalah sambutan untuk mahzab al-
kalam yang menafikkan perbuatan manusia secara hakiki dan menisbatkan kepada Allah SWT
semata.
Aliran Jabbariyah ini sebenarnya sudah ada di kalangan bangsa Arab sebelum Islam.
Sejarah mencatat bahwa orang yang pertama kali menampilkan paham jabbariyah di kalangan
umat Islam adalah Al-Ja‟d Ibn Dirham.18 Pandangan-pandangan Ja'ad bin Dirham ini kemudian
disebar luaskan oleh pengikutnya, seperti Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Dalam sejarah teologi
Islam, Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran jahmiyyah dalam kalangan Murji‟ah.
Ia adalah sekretaris Surai bin Al hariz dan selalu menemaninya dalam gerakan melawan
kekuasaan bani Umayyah. Namun dalam perkembangannya paham Jabariyyah juga
dikembangkan oleh tokoh lainnya diantaranya Al Husain bin Muhammad An-Najjar dan Ja‟ad
bin Dirrar. Paham Jabariyah ini diduga telah ada sejak sebelum agama Islam datang kemasyarakat
Arab.
Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh Gurun Pasir Sahara telah memberi pengaruh
besar dalam ke dalam cara hidup mereka. Dan dihadapkan alam yang begitu ganas, alam yang
indah tetapi kejam, menyebabkan jiwa merasa dekat dengan Dzat Yang Maha Pengasih dan
Penyayang. Dengan suasana alam yanga demikian menyebabkan mereka tidak punya daya dan
kesanggupan apa-apa, melainkan semata-mata patuh, tunduk dan pasrah kepada kehendak Tuhan,
dan dalam al-Qur'an sendiri banyak memuat ayat-ayat yang membawa kepada timbulnya paham
Jabariyah. "Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat" {QS Ash-Shaffat: 96} .Selain
ayat-ayat Al Quran diatas, benih-benih paham al-jabar juga dapat dilihat dalam beberapa
peristiwa sejarah: Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam
masalah takdir Tuhan, Nabi melarang mereka memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar
dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat tuhan mengenai takdir.
Adanya paham jabar telah mengemukakan ke permukaan pada masa bani umayyah yang
tumbuh berkembang di Syria. Di samping adanya bibit pengaruh faham jabar yang telah muncul

9
dari pemahaman terhadap ajaran Islam itu sendiri, ada sebuah pandangan mengatakan bahwa
aliran jabar muncul karena adanya pengaruh dari pemikiran asing, yaitu pengaruh agama yahudi
bermadzhab Qurra dan agama Kristen bermadzhab Yacobit. Tokoh-tokoh Aliran Jabbariyah: Al-
Ja‟ad bin Dirham, Jahm bin Sofwan, Adh-Dhirar, Husain bin Muhammad al-Najjar.
Ajaran Aliran Jabbariyah
 Manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa
 Kalam Tuhan adalah makhluk
 Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat
 Surga Neraka tidak kekal

D. Aliran Murji’ah
Munculnya kaum murji‟ah ditengah suasana pertentangan yang terjadi dikalangan umat
islam pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan munculnya kaum khawarij. Kaum murji‟ah
muncul juga disebabkan oleh persoalan politik dalam masalah khalifah. Dapat dikatakan agaknya
kaum murji‟ah adlah orang-orang yang terhimpun dalam subuah golongan yang tambil beda
dalam menyikapi persoalan-persoalan yang terjadimasa mereka. Nmamun kaum murji‟ah tidaklah
terpengaruh dengan praktek kafir-mengkafirkan sesama umat Islam. Mereka lebih netral
dibanding Khararij yang begitu fanatik dan ekstrim dalam ajarannya.
Secara bahasa kata murji‟ah adalah derivasi dari kata “al-Irja” yang berartti “al-Ta‟khir”
yang artinya menangguhkan atau menomor duakan, selain itu kata arja‟a juga dapat diartikan
memberikan pengharapan, yaitu pada para pelaku dosa besar untuk memperoleh pengumuman
dari rahmat Allah Swt., selain itu kata arja‟a juga dapat diartikan dengan meletakkan dibelakang
atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal iman. Pengertian murji‟ah yang
kedua ini adalah disebabkan mereka berpendapat bahwa perbuatan maksiat tidak merukan iman,
sebagaimana hanya ketaatan seseorang tidak terpengaruh dengan kekufurannya.9
Setidaknya dari uraian tersebut dapat diambil benang merah bahwa yang dimaksud dengan
kelompok murji‟ah ialah kelompok yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang
bersangketa, yaitu antara Ali bin Abi Thalib dan Mu‟awwiyah, serta setiap pasukannya pada hari
kiamat kelak.10
Sebuah kesimpulan logis yang dapat diberiakan terhadap setiap kaum murji‟ah adalah
bahwa mereka memandang yang menentukan mukmin atau kafirnya seseorang bukanlah soal
perbuatan atau amalnya, tetapi terkait pada masalah kepercayaan atau iman, artinya amal adalah
sesudah duduknya masalah keyakinan dalam diri orang mukmin. Inilah yang menjadi slah satu

9
Sirajuddin Zar, Teologi Islam Aliran dan Ajarannya, (Padang: IAIN IB Press, 2003), hal. 38
10
Al-Farq bain al-Firaq, h. 190-195

10
dasar pemberian nama terhadap kaum murji‟ah yang terambil dari kata arjaa‟ yang berarti
mngambil tempat di belakang. Dalam artian memandang masalah perbuatan seseorang menjadi
kurang penting dalam menentukan pisisi amal atau kafirnya seseorang. Kata arjaa‟ juga berarti
penyelesaian persoalan siapa yang salah dan siapa yang benar nanti diserahkan kepada Tuhan.
Pengertian lain dari kata arjaa‟ juga mengandung makna pemberian harapan bahwa orang muslim
melakukan dosa besar bukanlah kafir tetspi tetap mukmin dan tidak akan kekal didalam neraka,
disini jelas masih adanya penghargaan yang diberikan kepada pelaku dosa dengan harapan
mendapat rahmat dari Allah.
Ajaran Aliran Murji‟ah
Setelah terjadi perdamaian antara Ali dan Muawwiyah, mucul golongan yang tidak mau
campur tangan terhadap persoalan tersebut, merekalah yang disebut Mur‟jiah. Dan setelah
menjadi aliran politik mulai pembicaraan persoalan-persoalan ketuhanan. Pembahasan yang
terpenting adalah mengenai pembatasan iman, kufur, dan mukmin.
Mur‟jiah menggap bahwa iman itu adalah kepada Allah dan utusannya, dan siapa yang
mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu rasul Allah maka dia
termasuk orang mukmin. Barang siapa percaya pada tuhan dan utusannya, tetapi meninggalkan
kewajiban agama dan menjalankan dosa besar menurut mereka orang semacam ini tetap mukmin
tetapi menurut khawarij‟ adalah kafir. Murji‟ah tidak mengartikan iman kecuali hanya
kepercayaan dalam hati saja terhadap Allah dan utusannya, adapun amal lahirnya tidak termasuk
iman. Pandangan ini sesuai dengan pandangan mereka dalam polotik, mereka tidak mengkafirkan
golongan Umawy, Syi‟ah ataupun Khawarij‟sebab iman menurut mereka dalam hati, dan tidak
dapat mengetahuinya kecuali Allah.

E. Aliran Mu’tazilah
Secara etimologi, Mu‟tazilah berasal dari kata “I‟tizal” yang artinya menunjukkan
kesendirian, kelemahan, keputus-asaan atau mengasingkan diri. Dalam Al-Qur‟an kata-kata ini di
ulang sebanyak sepuluh kali yang kesemuannya mempunyai arti sama yaitu al-„ibti‟ad „ani al-sya-
i (menjauhi sesuatu). Sedangkan secara terminologi Mu‟tazilah didefinisikan sebagai suatu
kelompok Qodariyah yang berselisih pendapat dengan umat islam yang lain dalam permasalahan
hukum pelaku dosa besar yang di pimpin oleh Washil bin Atha‟ dan Amr bin „Ubaid pada zaman
al-Hasan al-Basyri.
Penyebutan istilah Mu‟tazilah sebenarnya telah muncul pada pertengahan abad pertama
ketika terjadi perang shiffin antara Ali dan „Aisyah, Zubair dan Thalhah. Beberapa sahabat senior
seperti Abdullah bin „Umar, Sa‟ad bin Abi Waqos dan Zaid bin Tsabit bersikap netral dengan
tidak memihak salah satu kelompok yang bertikai. Sebagai reaksi atas keadaan ini mereka sengaja

11
menghindar (I‟tazala) dan memperdalam pemahaman agama serta peningkatan hubungan dengan
Allah SWT. Maka banayak ulama yang menyebutnya sebagai Mu‟tazilah golongan pertama.
Sedangkan penyebutan Mu‟tazilah gologan kedua mengacu kepada peristiwa tahkim yang
melahirkan kelompok khawarij dan Mur‟jiah yang berpendapat tentang status kafir kepada yang
berbuat dosa besar.
Dalam uraian di atas bisa di pahami adanya kemungkinan washil ingin mengambil jalan
tengah antara Khawarij dan Mur‟jiah, melainkan berada di dua posisi. Alasan yang dikemukakan
dalah bahwa orang yang berdosa besar itu masih ada imannya tetapi tidak pula dapat dikatakan
mu‟min karena ia telah berdosa besar. Orang yang serupa itu apabila meninggal dunia ia akan
kekal di dalam neraka, hanya azabnya saja yang lebih ringan dibandingkan orang kafir. Itulah
pemikiran Washil yang pertama sekali muncul.11 Tokoh-tokoh aliran Mu‟tazilah : Wasil bin
Atha‟, Abu Huzail al-allaf, An-Nazzam, dan Al- Jubba‟.
Ajaran Aliran Mu‟tazilah:
 At-Tauhid
At-Tauhid ( pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari ajaran mu‟tazilah.
Tauhid memiliki arti yang spesifik, Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat
mengurangi arti kemahaesaannya. Untuk memurnikan keesaan Tuhan, Mu‟tazilah menolak
konsep Tuhan memiliki sifat-sifat. Konsep ini bermula dari founding father aliran ini, yakni
Washil bin Atha‟. Tauhid Mu‟tazillah menjelaskan bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata
kepala. Juga, keyakinan tidak ada satupun yang dapat menyamai Tuhan, begitupula
sebaliknya, Tuhan tidak serupa dengan makhluknya. Tegasnya Mu‟tazillah menolak
antropomorfisme. Penolakan terhadap paham antropomorfistik bukan semata-mata atas
pertimbangan akal, melainkan memiliki rujukan yang sangat kuat di dalam Al-qur‟an .
 Al‟Adl
Al-„Adl (keadilan Tuhan) merupakan ajran dasar Mu‟tazilah yang kedua adalah al-adl,
yang berarti Tuhan Maha Adil. Adil ini merupakan sifat yang paling gamblang untuk
mnunjukkan kesempurnan, karena Tuhan maha sempurna dia pasti adil. Faham ini
bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang manusia.
Dengan demikian Tuhan terikat dengan janjinya. Merekalah yang mensucikan Allah
daripada pendapat lawannya yang mengatakan: lalu mereka di azab Alllah, sedangkan
Mu‟tazilah berpendapat bahwa manusia adalah mereka dalam segala perbuatan dan bebas
bertindak, sebeb itu mereka di azab atas perbuatan dan tindakannya, inilah yang mereka
sebut keadilan itu.

11
Ibn Rusyd, 7 perdebatan utama dalam teologi islam (Jakarta, Erlangga, 2006), hal. 30

12
F. Aliran Qadariyah
Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu “qadara” yang
bermakna kemampuan dan kekuatan. Sedangkan secara terminologi “Qadariyyah” adalah suatu
aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Allah. Aliran ini
berpendapat bahwa setiap-tiap manusia dalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat
sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas
kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Harun Nasution
menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa menusia terpaksa tunduk
pada qadar Allah.
Ajaran Aliran Qadariyyah:
Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya
sendiri, baik berbuat baik maupun jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas
kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang
diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan surga kelak ke ahirat dan
ganjaran siksa dengan balasan ke neraka kelak di akhirat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya
sendiri, bukan takdir Tuhan.
Faham takdir yang dikembangkan Qadariyyah berbeda dengan konsep yang umum
dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah
ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang
telah ditentukan sejak azal terhadap dirinya. Dengan demikian takdir adalah ketentuan Allah yang
diciptakannya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejal azal, yaitu hukum yang dalam
istilah Al-qur‟an adalah sunatullah.

13
BAB III
PENUTUPAN

3.1 KESIMPULAN

Teologi merupakan sebuah pemahaman dan pemikiran tentang Tuhan atau hubungan manusia
dengan Tuhan. Maka Teologi dalam Islam merupakan pemahaman dan pemikiran tentang Allah
SWT yang tujuannya menghubungkan manusia dengan penciptannya, seperti pengetahuan
tentang wujud Allah, sifat-sifat yang ada pada-Nya, sifat-sifat yang tidak mungkin ada pada-Nya.
Dimana tujuan dari Teologi menggunakan bukti-bukti logis dalam mempertahankan akidah
keimanan dan menolak pembaruan yang menyimpang. Nama dari Teologi Islam adalah Ilmu
Tauhid dan Ilmu Akidah.

Dapat dikatakan bahwa Teologi merupakan pemahaman terhadap ajaran agama dan
hubungan manusia dengan yang Ilahi atau Tuhan. Melibatkan pemeriksaan konsep-konsep
agama, doktrin, teori, dan keyakinan yang berkaitan dengan keberadaan Tuhan.

Teologi dapat menjadi study yang mendalam dan kompleks, dengan banyak cabang dan
aliran yang berada dalam setiap agama yang merupakan bidang peting dalam pemahaman budaya,
nilai, dan keyakinan manusia di seluruh dunia.

Lahirnya Teologi Islam bersumber dari wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW yang membentuk dasar iman islam, yang mengajarkan konsep Tauhid
(Kepercayaan kepada Allah SWT), akhirat, nubuwwah (kenabian), dan banyak aspek lainnya
yang menjadi inti dari ajaran Islam.

Kemudian Teologi Islam terus berkembang seiring waktu, dan berbagai pemikiran dan aliran
terus mempengaruhi cara orang Islam memahami ajaran agama mereka. Ini adalah gambaran
umum sejarah lahirnya Teologi Islam, yang tetap menjadi bagian dari integral dari pemahaman
agama Islam hingga saat ini.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW umat Islam terpecahkan menjadi beberapa golongan, dan
masing-masing golongan memiliki metode berakidah sendiri-sendiri seperti aliran Khawarij,
aliran Syi‟ah, aliran Jabariyah. aliran Murji‟ah, aliran Mu‟tazilah, aliran Qadariyah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. (2021). Teologi Rasional Perspektif Pemikiran Harun Nasution. Lembaga Kajian
Konstitusi Indonesia (LKKI) Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Ar-Raniry.

bin Madi, F. N. (2015). ILMU KALAM. Mataram. IAIN Jember Press

Sabli, M. (2015). Aliran-aliran Teologi dalam Islam (Perang Shifn dan Implikasinya Bagi
Kemunculan Kelompok Khawarij dan Murjiah). Nur El-Islam, 2(1),

Susanti, E. (2018). Aliran-Aliran Dalam Pemikiran Kalam. Jurnal Ad-Dirasah, 1(1),

Qomaruzzaman, B. (2020). Teologi Islam Modern: Renaissance.

15

Anda mungkin juga menyukai