Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ALIRAN MODERN DALAM ISLAM

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Pengantar Studi Islam”

Dosen Pengampu:

Drs. H. M. Faishol Munif, M.Hum

Disusun Oleh:

Dela Alisa Putri (08040420108)

Devira Al Azroh (08040420109)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Ucapan puji syukur kepada Allah SWT. Atas rahmat, hidayah, dan inayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya, tidak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. H. M. Faishol Munif, M.Hum. selaku dosen
mata kuliah Pengantar Studi Islam, yang telah memberikan kesempatan kepada kami
untuk menyusun makalah ini yang berjudul Aliran Modern Dalam Islam.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini di
kemudian hari. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya pembaca pada umumnya. Aamiin...

Wassalamu’alaikum.Wr.Wb.

Surabaya,16 Maret 2021

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................................ iii
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG ...................................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................................................. 2
C. TUJUAN ........................................................................................................................................... 2
BAB II........................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 3
1.1 Pengertian Modernisasi ....................................................................................................................... 3
1.2 Pemikiran Islam Tradisional Dengan Islam Modern .......................................................................... 3
1.3 Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan Pada Masa Modernisasi .......................................................... 8
1.4 Ciri-Ciri atau Corak Pemikiran Islam Tradisional ............................................................................ 10
1.5 NU dan Muhammadiyah Di Indonesia Sebagai Tokoh Modernis dan Tradisionalis........................ 12
BAB III ....................................................................................................................................................... 14
PENUTUP .................................................................................................................................................. 14
A. KESIMPULAN ............................................................................................................................... 14
B. SARAN ........................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kata-kata “modern”, “modernisme”, “modernisasi”, seperti kata lainnya yang
berasal dari Barat. Modern dalam peristilahan Arab dikenal dengan tajdid yang artinya
dalam bahasa Indonesia adalah pembaruan. Kata Tajdid atau pembaharuan adalah proses
menjadikan sesuatu yang terlihat usang untuk dijadikan baru kembali. Dalam masyarakat
Barat “modernisme” mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha-usaha untuk
mengubah paham-paham, adat-istiadat, institusi-institusi lama dan lain sebagainya.
Sedangkan modernisasi adalah transformasi masyarakat dari kehidupan
tradisional ke arah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri-ciri negara-negara
Barat yang stabil yang ditandai dengan teknologi mesin, sikap rasional, sekuler, dan
struktur sosial yang terdiferensiasi.
a) Pemikiran Tradisional Dalam Islam
Tradisionalisme merupakan salah satu karakter atau corak pemikiran yang ada
sejarah agama Islam. Teologi tradisional adalah salah satu kebiasaan dan sudah
melekat pada kelompok yang meyakini bahwa pemahaman yang dianutnya
merupakan pemahaman yang paling benar di antara pemahaman lainnya.
Pemahaman Islam ini menyatakan bahwa teologi tradisional merupakan
penghambat kemajuan dan mengarah pada kemunduran umat Islam. Kaum
modernis mengadopsi berbagai ide untuk memimpin orang Islam terus maju,
salah satunya dengan mengajaknya untuk melepaskan sikap atau pemahaman
tradisional.
b) Pemikiran Modern Dalam Islam
Modernisme adalah gerakan yang secara aktif berupaya membenahi prinsip-
prinsip agama agar tunduk pada nilai-nilai, pemahaman, persepsi, dan sudut
pandang barat. Pemikiran Islam modernis merupakan pemikiran Islam yang
menghendaki agar ajaran Islam mampu memberikan kontribusi yang riil dan

1
2

faktual dalam memecahkan berbagai problem sosial sepanjang zaman dan di


manapun problem tersebut harus dipecahkan. Konteks pemikiran modern dalam
Islam, merupakan suatu wacana yang mengawali perubahan mendasar bagi Islam
sebagai suatu nilai ajaran dan umatnya sebagai pembuat arus perubahan tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pemikiran Islam tradisional dengan Islam modern?
2. Bagaimana masyarakat pedesaan dan perkotaan pada masa modernisasi?
3. Bagaimana ciri-ciri atau corak pemikiran islam tradisional?
4. Bagaimana pemikiran NU dan Muhammadiyah di Indonesia?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pemikiran Islam tradisional dengan Islam modern.
2. Untuk mengetahui masyarakat pedesaan dan perkotaan pada masa modernisasi.
3. Untuk mengetahui ciri-ciri atau corak pemikiran islam tradisional.
4. Untuk mengetahui pemikiran NU dan Muhammadiyah di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Modernisasi

Modernisasi selama ini sudah sangat populer dan semua kalangan terdidik atau
intelektual nampaknya sudah paham tentang makna peristilahan dimaksud. Ungkapan kata itu
akan mengait pada makna-makna tertentu yang bisa sama tetapi bisa juga berbeda sesuai
aksentuasi (penekanan) masalah, tujuan danasumsi peristilahan yang digunakan terutama dalam
pengambilan istilah tersebut. Modern dalam peristilahan Arab dikenal dengan tajdid yang artinya
dalam bahasa Indonesia adalah pembaharuan1. Kata Tajdid atau pembaharuan adalah proses
menjadikan sesuatu yang terlihat usang untuk dijadikan baru kembali. Modernisasi adalah
transformasi masyarakat dari kehidupan tradisional (dalam artian teknologis serta organisasi
sosial) ke arah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri-ciri negara-negara Barat yang
stabil yang ditandai dengan teknologi mesin, sikap rasional, sekular, dan struktur sosial yang
terdiferensiasi2 Modernisasi biasa dikaitkan dengan kondisi masyarakat Barat, karena modernisasi
merupakan proses perubahan menuju pada tipe sistem-sistem sosial, ekonomi, dan politik yang
berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara.

1.2 Pemikiran Islam Tradisional Dengan Islam Modern

Jika kita menelaah lebih dekat dalam skala global, terdapat empat orientasi ideologis
dikalangan umat Islam yang dianggap mewakili kelompok yang ada yaitu tradisionalis-
konservatif, reformis - modernis, radikal - puritan, dan sekular - liberal.
• Kelompok tradisionalis - konservatif adalah organisasi yang menentang tren
westernisasi yang terjadi atas nama Islam beberapa abad yang lalu, sebagaimana
dipahami dan dipraktikkan di wilayah tertentu. Kelompok ini juga ingin
mempertahankan beberapa tradisi ritual yang diperaktekkan oleh beberapa ulama’ salaf,
orang-orang yang mendukung ideologi ini dapat ditemukan terutama diantara penduduk
desa dan kelas bawah.

1
(Gunawan,2019)
2
(Syamsul bakri, n.d.)

3
4

• Kelompok Reformis – Modernis adalah kelompok yang melihat Islam terkait erat
dengan semua bidang kehidupan (publik dan pribadi). Mereka bahkan mengklaim
bahwa pandangan-pandangan dan praktik tradisional harus direformasi berdasarkan
sumber-sumber asli yang otoritatif, yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah (purifikasi
Agama), dalam konteks situasi dan kebutuhan kontemporer. Kelompok modernis ingin
menjadikan Agama sebagai landasan dalam menghadapi modernitas, tidak ada konflik
antara agama dan perkembangan modern, sehingga mereka ingin menafsirkan doktrin
agama. Sesuai dengan kebutuhan modern. Mereka mengklaim bahwa tidak ada konflik
antara Islam dan zaman modern.

• Kelompok radikal - puritan adalah organisasi-organisasi ini juga menafsirkan Islam


sesuai dengan kebutuhan kontemporer dan sumber otoritatif asli, tetapi mereka sangat
menentang kecenderungan modernisme Islam kebarat-baratan. Kelompok ini juga bisa
disebut sebagai kelompok fundamentalis.

• Kelompok sekular - liberal adalah mereka yang memandang bahwa jalan untuk
mereformasi masyarakat adalah dengan menyerahkan atau membatasi semua urusan
dan upacara keagamaan, dan menegaskan kekuatan logika dalam kehidupan publik.
Kelompok ini dipengaruhi oleh ideologi Barat, khususnya nasionalisme.3

A. Pemikiran tradisional dalam Islam


Tradisionalisme merupakan salah satu karakter atau corak pemikiran yang ada sejarah
agama Islam. Tradisi dalam kamus bahasa Indonesia adalah semua adat istiadat yang diturunkan
dari generasi ke generasi, seperti adat istiadat, kepercayaan, kebiasaan dan ajaran dari para
leluhur. Dalam bahasa Arab kata tradisi adalah salah satu makna dari kata sunnah selain makna
norma, aturan, dan kebiasaan. Sedangkan kata sunnah merupakan, ucapan, ketetapan, serta
perbuatan Rosulullah. Ketika berbicara mengenai masyarakat Islam tradisional, yang terbayang
adalah sebuah gambaran mengenai masyarakat yang terbelakang, masyarakat Islam yang kolot,
masyarakat yang anti atau menolak perubahan (anti progresivitas), konservatif (staid
approach),dan diliputi oleh sikap taqlid. Tradisionalisme dianggap sebagai mematuhi prinsip-
prinsip dasar agama melalui interpretasi kitab suci agama yang ketat dan literal.4
Secara etimologis, tradisional berarti kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang

3
(PENGANTAR STUDI ISLAM, n.d.)
4
(Mulia, n.d.)
5

telah dilakukan oleh pendahulu, dan memandang masa lampau sebagai otoritas dari segala
bentuk yang telah mapan. Menurut Achmad Jainuri, kaum tradisionalis adalah mereka yang
pada umumnya diidentikkan dengan ekspresi Islam lokal, serta kaum elite kultur tradisional
yang tidak tertarik dengan perubahan dalam pemikiran serta praktik Islam. Teologi tradisional
adalah salah satu bentuk pemahaman Islam yang mengakar, atau sudah menjadi kebiasaan dan
melekat pada kelompok yang meyakini bahwa pemahaman yang dianutnya merupakan
pemahaman yang paling benar diantara pemahaman lainnya. Pemahaman tradisional inilah yang
paling populer dan diterima secara luas oleh masyarakat Indonesia, seperti mazhab Syafi'i yang
menjadi tradisi dari generasi ke generasi. Pemahaman Islam ini sering menghadapi teologi
modernis, yang menyatakan bahwa teologi tradisional merupakan penghambat kemajuan dan
mengarah pada kemunduran umat Islam. Kaum modernis mengadopsi berbagai ide untuk
memimpin orang Islam terus maju, salah satunya dengan mengajaknya untuk melepaskan sikap
atau pemahaman tradisional. Menurut Harun Nasution membagi kriteria teologi tradisional
yaitu:
- Pertama, mengakui kelemahan akal untuk mengetahui sesuatu

- Kedua, mengakui ketidakbebasan dan ketidakpastian manusia dalam berkehendak dan


berbuat.

- Dan ketiga, mengakui ketidakpastian sunatullah dan hukum kausalitas sebab semua yang
terjadi di alam semesta ini adalah menurut kehendak mutlak Allah yang tidak diketahui
oleh manusia.6

Kaum tradisionalis Indonesia sering digolongkan ke dalam organisasi sosial keagamaan


terbesar bernama NU, sebuah organisasi keagamaan yang didirikan pada tahun 1926 di
Surabaya, oleh beberapa ulama’ pengasuh pesantren, di antaranya K.H. Hasyim Asy'ari (Tebu
Ireng) dan K.Wahab Hasbullah (Tambak Beras).5

B. Pemikiran modern dalam Islam


Istilah modernisme tidak hanya berarti menghadapi modernitas, tetapi juga istilah khusus
yang esensinya adalah memodernisasi pemahaman agama. Modernisme meyakini bahwa
kemajuan ilmu pengetahuan dan budaya modern adalah disiplin ilmu yang mengikuti derajat
pemahaman yang tinggi terhadap filsafat ilmu dan merealisasikan kembali berbagai doktrin
agama tradisional. Di sisi lain, modernisme adalah gerakan yang secara aktif berupaya
membenahi prinsip-prinsip agama agar tunduk pada nilai-nilai, pemahaman, persepsi, dan sudut

5
(Henni Marlinah, 2018)
6

pandang barat.6
Jika tajdid (pembaharuan) menghidupkan kembali ajaran Islam yang telah dihapus dan
dilupakan dan dikembalikan ke Islam awal (salaf), modernisme adalah upaya untuk
merealisasikan keterkaitan antara Islam dan pemikiran modern, yaitu dengan mengkaji ulang
ajaran-ajaran Islam dan menafsirkannya dengan interpretasi baru, untuk menjadikan Islam
sebagai agama modern. Pemikiran Islam modernis merupakan pemikiran Islam yang
menghendaki agar ajaran Islam mampu memberikan kontribusi yang riil dan faktual dalam
memecahkan berbagai problem sosial sepanjang zaman dan di mana pun problem tersebut harus
dipecahkan. Konteks pemikiran modern dalam Islam, merupakan suatu wacana yang mengawali
perubahan mendasar bagi Islam sebagai suatu nilai ajaran dan umatnya sebagai pembuat arus
perubahan tersebut.7 Modernisme dalam khazanah masyarakat Barat mengandung makna
pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi- institusi
lama dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Modern.8 Di antara Umat Islam sendiri, terdapat beberapa
tokoh yang melakukan modernisasi keagamaan. Di antara mereka adalah Syed Ahmad Khan,
Mohammad Iqbal, dan Ali Abdul Raziq.
1) Modernisasi Syed Ahmad Khan (1817-1898M)
Pelopor modernisme di dunia Islam adalah Sayid Ahmad Khan yang lahir di India. Pola
pikirnya sangat sesuai dengan makna dan tujuan modernisme itu sendiri, yaitu: berusaha
merelevansikan ajaran agama Islam dengan pengetahuan modern dengan jalan
menafsirkan kembali ajaran agama sesuai dengan pengetahuan modern. Tampaknya,
Syed Ahmad Khan sangat berusaha keras untuk melestarikan peradaban Barat dan
membuka jalan bagi kaum Muslim untuk meniru peradaban Barat. Untuk mencapai hal
itu, ia menempuh tiga prinsip:

• Bekerja sama dalam bidang politik (cooperation dengan Barat).

• Mengimpor ilmu–ilmu Barat dalam lapangan kebudayaan, dengan membangun


Alligard Moslem University, dengan merombak kurikulumnya dan
memasukkan ilmu umum (sains dan teknologi), mengajarkan sastra dan bahasa
Eropa.

6
(Zarkasyi, n.d.)
7
(Ichwan,n.d.)
8
Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, Cet. KeI, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, I998, h.1
7

• Menafsirkan kembali ajaran Islam dalam lapangan pemikiran.9

Untuk prinsip terakhir ini, ia mengarang Tafsir Al-Qur’an yang intinya meyakinkan
Kaum Muslim bahwa akidah Islam tidak bertentangan dengan hukum-hukum alam
(naturalisme). Ia beranggapan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah dan hukum-
hukum alam adalah perbuatan-Nya, maka tidak mungkin firman Allah bertentangan
dengan perbuatan-Nya.
2) Modernisasi Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot salah satu kota tua bersejarah di Punjab tahun 1876.10
Konstribusi Iqbal dalam bidang pembaharuan adalah kritiknya terhadap peradaban Barat
yang materealistis, setelah sebelumnya ia mendalami filsafat Barat, peradaban, dan
kehidupannya. Pemikiran modernisasi Iqbal dituangkan dalam buku yang bejudul
Reconstruction of Religious Thought in Islam. Berkat kritiknya kekaguman Umat Islam
terhadap Peradaban Barat mulai pudar.
3) Modernisasi Ali Abdul Raziq
Ali Abdul Raziq seorang tokoh pembaharu Mesir yang pemikirannya tidak terlepas dari
perkembangan keagamaan, dan sosial politik umat Islam khususnya Mesir.11 Di antara
konsep–konsep fundamental peradaban Barat adalah konsep pemisahan antara agama dan
negara (sekularisme). Dalam bukunya yang berjudul Al-Islâm wa Ushûl al Hukm, ia
menakwilkan hukum-hukum Al-Qur’an, sunah, dan fikih yang disesuaikan dengan
pemikiran Barat, dan menjadikan kitabnya sebagai puncak produk pemikiran modern.
Raziq lebih mengedepankan substansi dari sebuah pemerintahan, yakni menegakkan
keadilan. Ia tidak menghiraukan penamaan dari pemerintahan itu sendiri. Apapun
namanya, baik itu kesultanan, kepresidenan, atau kekaisaran, yang penting adalah mereka
harus mampu menegakkan keadilan. Perlu diterangkan, bahwa Islam tidak mengenal
demokrasi ala Barat yang sekular, yang berpedoman bahwa “suara rakyat adalah suara
Tuhan”. Sebab tugas negara dan pemerintahan Islam bukan merancang undang-undang
atau syariah, tetapi sekadar melaksanakan syariah yang sudah ditetapkan oleh Allah
melalui Rasul-Nya, juga bukan oleh rakyat yang tingkat pendidikan dan ilmunya sangat
bervariasi, apalagi oleh rakyat yang menentang Tuhan dan syariah-Nya. Maka jelaslah
modernisasi yang dilakukan oleh Raziq dalam pemerintahan hanya merupakan

9
(Zarkasyi, n.d.)
10
K,H.(n.d.).PEMIKIRAN MUHAMMAD IQBAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBARUAN
HUKUM ISLAM
11
(Mulia, n.d.)
8

westernisasi dan sekularisasi seperti yang ada di Barat.12

Teologi rasional dikenal dengan penggunaan akal secara bebas, yaitu dengan
menggunakan rasional dalam memahami Islam. Pemahaman dalam teologi rasional berarti
aliran teologi yang mengandalkan kekuatan akal atau rasio karena akal mempunyai daya yang
kuat serta dapat memberikan interpretasi secara rasional terhadap teks-teks, ayat-ayat Al-Qur’an
dan Hadis. Pengertian rasional secara sosiologis ini sejalan dengan pengertian modernisasi ialah
rasionalisasi. Teologi modern adalah pembicaraan tentang keyakinan yang berhubungan dengan
Ilahiyat untuk menyelaraskan dengan pemahaman selera baru yang bersifat rasional atau ilmiah.
Menurut Joesoef Souyb bahwa teologi modern adalah pandangan maupun metode baru,
kecendrungannya khusus dalam masalah kepercayaan keagamaan untuk menundukkan tradisi
dalam upaya penyelarasan dengan pemikiran baru. Sedangkan menurut Abuddin Nata, Islam
rasional adalah Islam yang menghargai pendapat akal pikiran dan menggunakannya untuk
memperkuat dalil-dalil agama.13

1.3 Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan Pada Masa Modernisasi


Menurut teori Ibnu Khaldun, di dalam kehidupan ini ada dua bentuk komunitas yang
saling berlawanan; yaitu, komunitas pedesaan dan komunitas perkotaan. Masyarakat pedesaan
identik dengan masyarakat yang penuh dengan keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan,
sementara masyarakat perkotaan identik dengan kemajuan. Dalam masyarakat pedesaan, tokoh
masyarakat, para orang tua, dan sesepuh desa menduduki status sosial yang tinggi dan superior.
Kelompok ini menjadi panutan masyarakat dan menentukan corak hubungan kehidupan
masyarakat desa. Di sisi lain, kelompok yang jumlahnya lebih besar, terdiri atas anggota
masyarakat secara keseluruhan dan kalangan muda, menduduki posisi status sosial lebih rendah
atau subordinat. Dalam hal memahami ajaran Agama (Islam), dua komunitas (perkotaan dan
pedesaan) di atas ternyata juga memiliki perbedaan (kalau tidak kontradiktif). Masyarakat desa
bersifat tradisional, sementara masyarakat kota lebih modern.14

Peran tokoh agama di masyarakat desa tidak hanya sebagai ahli ilmu keagamaan,
melainkan juga menjadi pemimpin masyarakat yang seringkali dimintai pertimbangan dalam
menjaga stabilitas keamanan desa. Oleh karena itu para pemimpin formal yang terdiri dari
Kepala Desa dan Pamong Desa, hampir semua merupakan kepanjangan dari peranan kiai atau

12
(Zarkasyi,n.d.)
13
(Henni Marlinah, 2018)
14
(PENGANTAR STUDI ISLAM, n.d.)
9

ulama’. Mereka menduduki posisi yang sekarang ini tidak lepas dari pengaruh kiai desa
tersebut. Di masyarakat muslim pedesaan, kiai atau tokoh Agama dijadikan imam dalam bidang
ubudiyah, upacara keagamaan dan sering diminta kehadirannya untuk menyelesaikan kesulitan-
kesuitan yang menimpa masyarakat. Peran mereka semakin kuat di dalam masyarakat ketika
kehadirannya diyakini membawa berkah, misalnya tidak jarang kiai diminta mengobati orang
sakit, memberikan ceramah agama dan dimintai do’a untuk melariskan barang dagangan
mereka.

Ibnu Khaldun menyatakan bahwa setiap bentuk kota awalnya adalah desa dan setiap desa
di suatu masa akan berubah menjadi kota. Artinya, peralihan bentuk pedesaan menjadi
perkotaan masih merupakan salah satu proses perubahan-perubahan sosial di seluruh dunia.
Berarti, kota menjadi pusat perubahan sosial dan modernisasi. Hal ini terjadi karena, menurut
Stnislaw Wellisz, perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) ditentukan oleh faktor-
faktor dorong dan tarik (push and pull factors). Faktor-faktor pendorong, di antaranya, adalah
keinginan untuk mencapai perubahan ekonomi dan keinginan untuk mengikuti kehidupan kota
atau status sosial yang lebih maju. Daniel Lerner pada tahun 1958 menyatakan bahwa
urbanisasi merupakan prakondisi untuk modernisasi dan pembangunan atau kemajuan.
Modernisasi berimplikasi pada munculnya industrialisasi, dan ketika terjadi proses
industrialisasi, terjadilah urbanisasi dalam masyarakat tersebut.15 Menurut teori Boeke, ketika
budaya-budaya impor yang unsur-unsurnya lebih maju, berwatak kapitalis, berhadapan dengan
budaya lokal yang berwatak tradisional, bersifat komunal, terjadi pergulatan antara budaya luar
dengan budaya lokal. Pertarungan kedua budaya tersebut tidak selalu berakhir dengan model
antagonistik, tetapi unsur yang tersisih akhirnya tidak berfungsi dan diganti unsur baru yang
kemungkinan besar dimenangkan oleh unsur impor. Unsur lokal berangsur-angsur menurun dan
tidak lagi diminati oleh masyarakat tradisional dan secara radikal akan merubah tatanan
hubungan tradisional antara masyarakat, pemerintah dan agama. Dari proses modernisasi itu
terjadi sekularisasi dan melunturkan tradisi keagamaan dan dunia Islam merasa diganggu oleh
proses modernisasi. Dalam merespon arus modernisasi, umat Islam tidak memperoleh
kesepakatan. Ada yang memandang positif, ada yang memandang negatif. Jika kita pilah antara
yang menerima dan menolak pemikiran modern, umat Islam, dalam menghadapi modernitas,
terbagi menjadi dua; sekularis, dan Islami. Kelompok Islamis terbagi lagi menjadi tiga;
tradisionalis-normatif (ortodoks), fundamentalis/revivalis (neo-normatifis), dan modernis.

Kelompok sekularis memandang bahwa urusan Agama harus dipisahkan dari urusan

15
(PENGANTAR STUDI ISLAM, n.d.)
10

dunia. Kelompok tradisionalis, ingin berpegang pada ajaran tradisional meskipun dunia telah
berubah. Kelompok fundamentalis juga ingin tetap berpegang pada ajaran tradisional, menolak
modernisasi pemikiran keagamaan, hanya saja ia juga ingin mereformasi pemahaman
keagamaan tradisional yang dipenuhi oleh hal-hal yang dianggap bid’ah. Kelompok modernis
memandang bahwa modernisasi tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dari cara pandang
yang berbeda tersebut, di dunia Islam muncul berbagai macam bentuk pemikiran ideologis,
antara kelompok yang memandang Islam sebagai model dari sebuah realitas (model of reality)
dan kelompok yang memandang Islam sebagai model untuk sebuah realitas (models for reality).
Yang pertama mengisyaratkan bahwa Agama adalah representasi dari sebuah realitas,
sementara yang kedua mengisyaratkan bahwa Agama merupakan konsep bagi realitas, seperti
aktivitas manusia. Dalam pemahaman yang kedua ini Agama mencakup teori-teori, dogma atau
doktrin bagi sebuah realitas.

Menurut Roland Robertson ada banyak ragam sikap dari gerakan-gerakan berbasis Agama
dalam menyikapi modernisasi dan sekularisasi. Pertama, mereka yang menunjukkan sikap
skeptis dan protes terhadap perubahan mendasar dalam struktur kehidupan sosial yang
diakibatkan oleh modernisasi dan sekularisasi. Kedua, yang mengikuti modernisasi tapi
menentang sekularisasi. Ketiga, yang melakukan penyesuaian terhadap lingkungan modern,
bahkan secara implisit menjadi agen penyebar sekularisasi. Karen Amstrong menyatakan bahwa
kita tidak bisa menjadi religius dalam cara yang sama seperti para pendahulu kita di dunia pra
modern yang konservatif. Betapapun kerasnya kita berusaha menerima dan melaksanakan
warisan tradisi Agama pada masa keemasannya, kita memiliki kecenderungan alami untuk
melihat kebenaran secara faktual, historis, dan empiris. Sebuah kebenaran Agama tidak cukup
hanya diyakini dan diceramahkan berulang-ulang, tetapi harus dibuktikan secara nyata dan
fungsional dalam kehidupan riil. Baik konservatisme maupun modernisme, lanjutnya, bukanlah
pilihan yang tepat. Keduanya produk historis yang perlu dikaji ulang validitasnya.

1.4 Ciri-Ciri atau Corak Pemikiran Islam Tradisional


Ciri-ciri (Corak Pemikiran) Islam tradisional yaitu:

a) Eksklusif (tertutup) atau fanatik sempit, tidak mau menerima pendapat, pemikiran
dan saran dari kelompok lain (terutama dalam bidang agama). Hal ini dikarenakan
mereka mengganggap bahwa kelompoknya yang paling benar.

b) Tidak dapat membedakan antara hal-hal yang bersifat ajaran dengan yang non-
11

ajaran. Dengan ciri demikian, islam tradisionalis mengganggap semua hal yang ada
hubungannya dengan agama sebagai ajaran yang harus dipertahankan. Misalnya,
tentang ajaran menutup aurat dan alat menutup aurat berupa pakaian. Yang merupakan
ajaran adalah menutup aurat, sedangkan alat menutup aurat berupa pakaian dengan
berbagai bentuknya adalah bukan ajaran. Jika ajaran tidak dapat diubah, maka yang
bersifat non-ajaran dapat dirubah. Kaum islam tradisionalis tidak dapat membedakan
antara keduanya, sehingga alat menutup aurat berupa pakaian-pun dianggap ajaran yang
tidak dapat dirubah.

c) Berorientasi kebelakang. Islam tradisionalis menilai bahwa berbagai keputusan


hukum yang diambil oleh para ulama di masa lampau merupakan contoh ideal yang
harus diikuti. Hal demikian muncul sebagai akibat dari pandangan mereka yang
terlampau mengagungkan para ulama masa lampau dengan segala atributnya yang tidak
mungkin dikalahkan oleh para ulama atau sarjana yang muncul belakangan.

d) Cenderung tekstualis-literalis. Cenderung memahami ayat-ayat al-quran secara


tekstual tanpa melihat latar belakang serta situasi sosial yang menyebabkan ayat-ayat
al-quran tersebut diturunkan, sehingga jangkauan pemakaian suatu ayat sangat terbatas
pada kasus-kasus tertentu saja tanpa mampu menghubungkannya dengan situasi lain
yang memungkinkan dijangkau oleh ayat tersebut. Sedangkan dengan cirinya yang
literalis, islam tradisionalis kurang dapat menangkap pesan atau makna yang
terkandung dibelakang ayat. Akibat dari ciri yang demikian itu maka mereka meniru
segala macam yang dicontohkan Nabi dan ulama pada masa lampau, seperti cara nabi
berpakaian berikut modenya seperti mengenakan jubah, berjanggut, memakai surban,
memakan dengan tangan, tidak mau menggunakan produk-produk teknologi modern,
cenderung back to nature dan sebagainya.

e) Cenderung kurang menghargai waktu

f) Cenderung tidak mempersalahkan tradisi yang terdapat dalam agama. Pada waktu
islam datang ke indonesia, di indonesia sudah terdapat berbagai macam agama dan
tradisi yang berkembang dan selanjutnya ikut mewarnai tradisi dan paham keagamaan
yang ada. Tradisi yang demikian itu tidak dipermasalahkan yang penting dapat
menentramkan hati dan perasaan mereka.

g) Cenderung lebih mengutamakan perasaan daripada akal pikiran.

h) Cenderung bersifat jabariyah dan teosentris, yaitu sikap pasrah, patuh dan tunduk
12

pada Tuhan diiringi dengan keyakinan bahwa segala sesuatu jika Tuhan mengizinkan
akan terjadi.

i) Kurang menghargai ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

j) Jumud dan statis. Jumud adalah pikiran dimana tak bisa melihat sesuatu yang ada
lebih luas lagi , dengan demikian islam tradisionalis cenderung tidak mau mengikuti
perubahan dan mempertahankan apa-apa yang dipandangnya sudah baik sejak dahulu,
tanpa mempertanyakannya secara kritis apakah apakah apa-apa yang mereka
pertahankan itu masih cukup dan mampu bersaing dengan kekuatan lain.16

1.5 NU dan Muhammadiyah Di Indonesia Sebagai Tokoh Modernis dan Tradisionalis


Meskipun, dalam wujudnya pemahaman ideologi keagamaan sangat beragam
diIndonesia, terutama didalam masyarakat Jawa, hanya dikenal adanya Islam NU dan Islam
Muhammadiyyah. NU sering dilihat sebagai kelompok tradisionalis, sementara Muhammadiyyah,
sebagai kelompok modernis. NU juga mengalami perubahan dan pembaharuan. NU saat ini tidak
hanya dikenal sebagai kelompok tradisional tetapi juga dikenal sebagai penggagas beberapa
kebijakan yang sangat berpengaruh kepada umat. Melalui politik NU membuktikan kemampuan
untuk bisa menunjukkan eksistensinya terhadap kelompok modern. NU dengan mempertahankan
tradisional mampu menjawab berbagai tantangan zaman.Tradisional bukan berarti diam ditempat.
Tradisional juga bisa memacu perubahan kearah yanglebih baik dengan mempertahankan tradisi

yang tidak melanggar ketetapan agama yang telahada.16

Namun dikotomi ini kemudian dianggap tidak tepat. Lagi-lagi, karena NU lebih
terbuka terhadap modernitas dalam perkembangannya kemudian, bahkan dalam studi yang
dilakukan oleh Arbiyah Lubis ditemukan bahwa Muhammadiyah termasuk dalam kelompok
tradisionalis modernis. Di mana Muhammadiyyah tampil sebagai modernis hanya dalam dunia
pendidikan. Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi mampu menunjukkan eksistensinya pada
segala bidang. Muhammadiyah mampu menempatkan dirinya agar tetap eksis pada semua masa.
Muhammadiyah mempunyai struktur yang jelas sehingga bisa mengayomi kebutuhan
anggotanya.17 Akan tetapi dalam memahami teks al Qur’an dan Hadis sebagai sumber ijtihad,
Muhammadiyyah berada dalam kelompok tradisonalis. Paham tradisionalisme yang dianut oleh
organisasi Muhammadiyyah. Menurut Abiya Rubis, tercermin dalam teologi yang ia pegang,

16
Sri Wahyuningsih, “Islam Tradisional dan Modern”, 25 Januari 2016
17
(Sabiruddin MA,Ph.D,n.d.)
13

yakni pemahaman tentang Jabariya yang menganjurkan kehendak Tuhan yang mutlak, dan bahwa
manusia memiliki kebebasan dalam memilih perilakunya. Hampir tidak ada alasan untuk
memahami pertanyaan tentang iman. Beberapa hal yang menjadi perbedaan antara NU dan
Muhammadiyyah adalah bahwa NU tidak menolak beberapa praktik ritual yang tidak tertulis
dalam Hadis sahih, atau tidak sesuai dengan pemikiran modern, karena menurut mereka tidak
berarti sesuatu yang tidak tercantum dalam Hadis sahih itu bertentangan dengan Islam selama
masih belum menyangkut masalah akidah. Prinsip kaum tradisionalis adalah‘adamal-wujûd lâ
yadullu‘alâ‘adamal-wujdân.18

Disisi lain, Muhammadiyyah (Muhammadiyyah) mempertimbangkan apa yang tidak


tercantum dalam hadis sahih dianggap sesuatu yang menyimpang dari ajaran Islam, oleh karena
itu tidak boleh dilakukan, karena bersifat kriminal dan berpengaruh buruk terhadap akidah.
Perbedaan lain yang sangat mencolok adalah dalam penetapan awal puasa dan hari raya,
pelaksanaan sholat tarawih dan sholat Id. Kelompok NU dalam menetapkan awal bulan puasa dan
hari raya (Id) berpegang pada konsep ru’yah, sementara kelompok Muhammadiyyah berpegang
pada hisâb. Saat melaksanakan salat tarawih, kelompok NU tetap pada jumlah 20 rakaat, dan
kelompok Muhammadiyyah berpegang pada jumlah 8 rakaat. Saat melaksanakan salat Idul Fitri,
kelompok NU melaksanakan salat di masjid, sedangkan kelompok Muhammadiyyah
melaksanakan salat diruang terbuka. Dan masih banyak lagi beberapa bentuk perbedaan yang
lain, yang bisa dijadikan sebagai dasar dalam memilah masyarakat Islam di Indonesia, menjadi
NU dan Muhammadiyyah.

18
(PENGANTAR STUDI ISLAM,n.d.)
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Modern dalam peristilahan Arab dikenal dengan Tajdid yang artinya dalam bahasa
Indonesia adalah pembaharuan. Kata Tajdid atau pembaharuan adalah proses
menjadikan sesuatu yang terlihat usang untuk dijadikan baru kembali.
2. Modernisasi adalah transformasi masyarakat dari kehidupan tradisional(dalam artian
teknologis serta organisasi sosial) ke arah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi
ciri-ciri negara-negara barat yang stabil yang ditandai dengan teknologi mesin, sikap
rasional, sekular, dan struktur sosial yang terdiferensiasi.
3. Terdapat empat orientasi ideologis di kalangan umat Islam yang dianggap mewakili
kelompok yang ada yaitu tradisionalis-konservatif, reformis-modernis, radikal-puritan,
dan sekular-liberal.
4. Aliran pemikiran Islam modern yang dibahas dalam makalah ini yaitu antara
tradisionalis dan modernis. Di Indonesia, perwakilannya adalah Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah.
5. Inti dari modernisasi yang kemudian menjadi sangat diperlukan dan disesuaikan dengan
ajaran Islam adalah “rasionalisasi” , yaitu upaya untuk menundukkan semua tindakan
pada perhitungan dan penalaran.

B. SARAN

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas
masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera
melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber
dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca

14
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan. (2019). PETA KEMUNCULAN PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM. Vol 3 No 1


(2019).
Henni Marlinah. (2018). PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI
INDONESIA (StudyPemikiran Harun Nasution dan M.Rasyidi). Pustaka pedia
(CV Pustaka pedia Indonesia).
Ichwan, M. N. (n.d.). Islam Tradisionalis dan Modernis: Telaah Historis atas Tipologi
Masyarakat Islam Indonesia. Magister Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir UIN
Walisongo Semarang.
K,H.(n.d.). PEMIKIRAN MUHAMMAD IQBAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP
PEMBARUAN HUKUM ISLAM. Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Suska Riau Jl. HR.
Soebrantas KM15 No. 155 Simpang Baru Panam Pekanbaru Riau, Al-‘ADALAH Vol.
XII, No.3, Juni 2015
Mulia, M.(n.d.). SEJARAH SOSIAL DAN PEMIKIRAN POLITIK ALI ABDUL RAZIQ.
Jurnal Ilmiah Islam Futura.
PENGANTAR STUDI ISLAM (By Asiyah N, M.EI MHI,. Dr Mukhamad Zamzami, Lc,M. Fil,I
,. Dr Sanusi,). (n.d.) UIN Sunan Ampel Press Anggota IKAPI
Sabiruddin MA, Ph. D, N. A. dan Drs. (n.d.). NAHDATUL ULAMA (NU) DAN
MUHAMMADIYAH : DUA WAJAH ORGANISASI DAKWAH DI INDONESIA.
2018@ Al- Imam Jurnal Manajemen Dakwah 9.
Siti Makhmudah. (2015). Dinamika Dan Tantangan Masyarakat Islam Di Era Modernisasi
(Pemikiran Dan Kontribusi Menuju Masyarakat Madani). JURNAL LENTERA: Kajian
Keagamaan, Keilmuan Dan Teknologi, Volume 1, Nomor 2, September 2015.
Syamsul bakri. (n.d.). Modernisasi dan Perubahan Sosial dalam Lintasan Sejarah Islam. vol 14,
no 2 (2016).
Zarkasyi, A. F. (n.d.). Tajdid dan Modernisasi Pemikiran Islam. Vol 9, No 2 (2013).

Anda mungkin juga menyukai