Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Ilmu Rasm Al-Qur’an


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah
“Study Al-Qur’an”

Dosen Pengajar : Drs. H. M. Faishol Munif, M.Hum

Disusun Oleh:
1. Dela Alisa Putri (08040420108)
2. Devira Al Azroh (08040420109)
3. Dian Aprissa M.C (08040420110)

PROGAM STUDI EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan pada
kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul tentang Ilmu Rasm Al-Qur’an tepat waktu. Disusun guna
memenuhi tugas Bapak Drs. H. M. Faishol Munif, M.Hum pada mata kuliah Study Al-Qur’an
di UIN Sunan Ampel Surabaya. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang Ilmu Rasm Al-Qur’an.

Dalam penyelesaian makalah ini, kami mendapatkan bantuan serta bimbingan dari
beberapa pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kami ucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Masdar Hilmy, S.Ag., M.A., Ph.D selaku Rektor UIN Sunan Ampel
Surabaya
2. Bapak Dr. H. AH. Ali Arifin, M.M selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
UIN Sunan Ampel Surabaya
3. Bapak Achmad Room Fitrianto, S.E., M.E.I selaku Kepala Progam Studi Ekonomi
Syari’ah
4. Bapak Drs. H. M. Faishol Munif, M.Hum selaku Dosen mata kuliah Study Al-Qur’an
UIN Sunan Ampel Surabaya

Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
bidang yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 14 Oktober 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................... 2


DAFTAR ISI.................................................................................. 3
BAB I.............................................................................................. 4
1. Latar Belakang ....................................................................... 4
2. Rumusan Masalah .................................................................. 4
3. Tujuan .................................................................................... 4
BAB II ............................................................................................ 5
BAB III.............................................. Error! Bookmark not defined.
PENUTUP ......................................... Error! Bookmark not defined.
A. Kesimpulan .......................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 17

3
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Rasmul qur'an merupakan salah satu bagian disiplin ilmu alquran yang mana di
dalamnya mempelajari tentang penulisan Mushaf Al-Qur'an yang dilakukan dengan cara
khusus, baik dalam penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakan.
Rasimul Qur'an dikenal juga dengan nama RasmUtsmani.
Tulisan al-Quran 'Ulsmani adalah tulisan yang dinisbatkan kepada sayyidinautsman ra.
(Khalifah ke III). Istilah ini muncul setelah rampungnya penyalinan alQuran yang dilakukan
oleh team yang dibentuk oleh Ustman pada tahun 25H. olehpara Ulama cara penulisan ini
biasanya di istilahkan dengan "Rasmul Ulsmani'Yang kemudian dinisbatkan kepada Amirul
Mukminin Ustman ra.
Para Ulama berbeda pendapat tentang penulisan ini, diantara mereka ada
yang berpendapat bahwa tulisan tersebut bersifat taufiqi (ketetapan langsung dariRasulullah),
mereka berlandaskan riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullahmenerangkan kepada salah
satu Kuttab (juru tulis wahyu) yaitu Mu'awiyah tentang tatacara penulisan wahyu. diantara
Ulama yang berpegang tcguh pada pendapat iniadalah Ibnul al-Mubarak dalam kitabnya 'al-
Ibriz" yang menukil perkataan gurunya “Abdul Aziz al-Dibagh". bahwa tulisan yang tcrdapat
pada Rasm 'Utsmani semuanya memiliki rahasia-rahasia dan tidak ada satupun sahabat
yangandil., sepertihalnya dikelahui bahwa al-Ouran adalh mujizat begilupulatulisannya'. Namun
disisi lain, ada beberapa ulama yang mengalakan bahwa,Rasmul Ustmani bukanlah taugif, tapi
hany alah tatacara penulisan al-Quran saja.

2. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan pengertian rasm alquran


2. Menjelaskan Pola, Hukum dan Kedudukan Rasm Al-Qur’an
3. Menjelaskan Perkembangan Rasm Al Qur’an
4. Menjelaskan Perbedaan Ulama Tentang Kedudukan Rasm Utsmani
5. Menjelaskan Pendapat Ulama Tentang Status Tawqifi Pada Rasm Utsmani

3. Tujuan

1. Untuk mengetahui Pengertian Rasm Al Quran


2. Untuk mengetahui Pola, Hukum dan Kedudukan Rasm Al-Qur’an
3. Untuk mengetahui Perkembangan Rasm Al Qur’an
4. Untuk mengetahui Perbedaan Ulama Tentang Kedudukan Rasm Utsmani
5. Untuk mengetahui Pendapat Ulama Tentang Status Tawqifi Pada Rasm Utsmani

4
BAB II
A. PEMBAHASAN

Ilmu rasm Al-Qur’an yaitu ilmu yang mempelajari tentang penulisan mushat Al-
Qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafal-lafalnya maupun
bentuk-bentuk huruf yang digunakannya. Penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad
Saw. Dilakukan oleh para sahabat- sahabatnya baik dalam penulisannya maupun urutannya
dengan tujuan untuk menyatukan kaum muslimin pada satu macam mushab dengan
meyeragamkan bacaan serta menyatukan tertip susunan ayat-ayatnya. Dengan demikian tidak
terjadi perbedaan pemahaman antara mushab dengan mushab yang lain. Al-Qur’an sebagai
kitab suci terakhir di maksutkan untuk menjadi petunjuk, bukan saja bagi anggota masyarakat
tempat kitab ini diturunkan, tetapi juga bagi seluruh masyarakat manusia hingga akhir zaman.

Al-Qur’an juga merupakan salah satu sumber hokum islam yang menduduki peringkat
teratas Dan seluruh ayatnya berstatus Qat’iyul Wurud yang berarti tidak ada keraguan, yang
1
diyakini eksistensinya sebagai wahyu dari Allah swt. Dengan demikian, autentitas serta
orsanilitas al-Qur’an benar-benar dapat di pertanggung jawabkan, karena ia merupakan
wahyu Allah baik dari segi lafadz maupun dari segi maknanya. Sejak awal hingga akhir
turunnya, seluruh ayat Al-Qur’an telah ditulis dan di dokumentasikan oleh para juru tulis
wahyu yang ditunjuk oleh rasulullah saw 2 . Disamping itu seluruh ayat-ayat Al-Qur’an
dinukilkan atau diriwayatkan secara mutawatir baik secara hafalan maupun tulisan.
Dalam pada itu, Al-Qur’an sebagai yang dimiliki umat Islam sekarang, ternyata telah
mengalami proses sejarah yang cukup unik dalam upaya penulisan dan pembukuannya. Pada
masa Nabi saw, Al-Qur’an belum ditulis dan dibukukan dalam satu mushaf. Ia baru ditulis
pada kepingan-kepingan tulang’ pelepah-pelepah kurmna, dan batu-batu sesuai dengan
kondisi peradaban masyarakat waktu itu yang belum mengenal adanya alat tulis menulis
seperti kertas. Untuk mengfungsikan al-Qur’an dan memahami isi serta kandungan maka
diperlukan suatu ilmu yang terkait. Salah satunya adalah ilmu Rasm Al-Qur’an.

1
Ibid. h 34
2
Hasanuddin AF, Analomi Al-Qur’an perbedaan Qira’at dan pengaruhnya terhadap istimbath hokum dalam al-
Qur’an, (Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h.2.

5
I. Pengertian Rasm Al-Qur’an

Rasm berasal dari kata rasama, yarsamu, rasma, yang berarti menggambar atau
melukis. Kata rasm ini juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang resmi atau menurut aturan.
Jadi rasm berarti tulisan atau penulisan yang yang mempunyai metode tertentu 3 . Adapun
yang dimaksut rasm dalam makala ini adalah pola penulisan Al-Qur’an yang digunakan
Usma bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan al-Qur’an.

II. Sejarah Perkembangan Rasm Al-Qur’an

Pada mulahnya mushaf para sahabat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya
mereka mencatat wahyu al-Qur’an tanpa pola penulisan standar, karena umumnya
dimaksutkan hanya untuk kebutuhan pribadi, tidak direncanakan akan diwariskan kepada
generasi sesudahnya.

Di zaman Nabi saw, al-Qur’an ditulis pada benda-benda sederhana, seprti kepingan- kepingan
batu, tulang-tulang kulit unta dan pelepah kurma. Tulisan AL-Qur’an ini masihterpencar-
pencar dan belum terhimpun dalam sebuah msuhaf dan disimpan dirumah Nabi saw.
Penulisan ini bertujuan untuk membantu memelihara keutuhan dan kemurnian Al- Qur’an. Di
zaman Abu Bakar, Al-Qur’an yang terpancar-pancar itu di salin kedalam shuhuf (lembaran-
lembaran). Penghimpunan Al-Qur’an ini dilakukan Abu Bakar setelah menerima usul dari
Umar ibn al-Kattab yang khawatir akan semakin hilangnya para penghafal Al- Qur’an
sebagaimana yang terjadi pada perang yamamah yang menyebabkan gugurnya 70 orang
penghafal Al-Qur’an. Karena itu, tujuan pokok dalam penyalinan Al-Qur’an di zaman Abu
Bakar masih dalam rangka pemeliharaan agar jangan sampai ada yang terluput dari Al-
Qur’an4.6

Di zaman khalifah Usman bin Affan, Al-Qur’an disalin lagi kedalam beberapa
naskah. Untuk melakukan pekerjaan ini, Utsman membentuk tim 4 yang terdiri dari Zaid bin
Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Saad Ibn al-Ash, dan Abd al-Rahman Abd al_harits.

3
Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir, (Yogyakarta: t.tp. 1954),h.533
4
Ramli Abdul Wahid, Ulum Al-Qur’an, Edisi revisi (Cet. IV; Jakarta.P.T. Grafindo Persada, 2002),h.31.
6
Dalam kerja penyalinan Al-Qur’an ini mereka mengikuti ketentuan-ketentuan yang
disetujui oleh Khalifah Usman. Di antara ketentuan-ketentuan itu adalah bahwa mereka
menyalin ayat berdasarkan riwayat mutawatir, mengabaikan ayat-ayat Mansukh dan tidak
diyakini dibaca kembali dimasa hidup Nabi saw. Tulisannya secara maksimal maupun
diakomodasi ira’at yang berbeda-beda, dan menghilangkan semua tulisan sahabat yang tidak
termasuk ayat Al-Qur’an. Para penulis dan para sahabat setuju dengan tulisan yang mereka
gunakan ini. Para ulama menyebut cara penulisannya ini sebagai rasm al-Mushaf. Karena
cara penulisan disetujui oleh Usman sehingga sering pula dibangsakan oleh Usman. Sehingga
mereka sebut rasm Usman atau rasm al-Usmani. Namun demikian pengertian rasm ini
terbatas pada mushaf oleh tim 4 di zaman Usman dan tidak mencakup rasm Abu Bakar pada
zaman Nabi saw. Bahkan,Khalifah Usman membakar salinan-salinan mushaf tim 4 karena
kawatir akan beredarnya dan menimbulkan perselisihan dikalangan uman Islam. Hal ini nanti
membuka peluang bagi ulama kemudian untuk berbeda pendapat tentang kewajiban
mengikuti rasm Usmani. Tulisan ini yang tersebar di dunia dewasaini 5.7

III. Pola Hukum dan Kedudukan Serta Pendapat Ulama tentang rasmAl-Qur’an.

Kedudukan rasm Usmani diperselisihkan para ulama, pola penulisan tersebut


merupakan petunjuk Nabi atau hanya itjtihad kalangan sahabat. Adapun pendapat mereka
sebagai berikut:

Kelompok pertama (Jumhur Ulama) yaitu Imam Malik berpendapat bahwa pola rasm
Usmani bersifat tauqifi dengan alasan bahwa para penulis wahyu adalah sahat-sahabat yang
ditunjuk dan dipercaya Nabi saw, dan para sahabat tidak mungkin melakukan kesepakatan
(ijma’) dalam hal-hal yang bertentangan dengan kehendak dan restu Nabi. Bentuk-bentuk
inkonsentensi didalam penulisan AL-Qur’an tidak bisa dilihat hanya berdasarkan standar
penulisan baku, tetapi dibalik itu ada rahasia yang belum dapat terungkapsecra keseluruhan.
Pol penulisan tersebut juga dipertahankan para sahabat dan tabi’in 6.

Dengan demikian menurut pendapat ini hokum mengikuti rasn Usmani adalah Wajib, dengan
alasan bahwa pola tersebut merupakan petunjuk Nabi (taufiqi). pola itu harus dipertahankan
meskipun beberapa diantaranya menyalahi kaidah penulisan yang telah dibakukan. Bahkan
imam Ahmad Ibn Hambal dan Imam Malik berpendapat bahwa haram hukumnya menulis Al-
Qur’an menyalahi rasm Usmani. Bagaimanapun, pola tersebut sudah merupakan kesepakatan
ulama mayoritas (Jumhur Ulama).

5
Ibid. h.30-31
6
M.Quraish Shihab, dkk., Sejarah dan ulum Al-Qur’an, (Cet. III; Jakarta Pustaka Firdaus, 2001), h. 95.
7
Kelompok Kedua yaitu Ibnu Khaldun berpendapat, bahwa pola penulisan di dalam
rasm Usmani tidak bersifat taufiqi, tetapi hanya bersifat ijtihad para sahabat. Tidak ditemukan
riwayat Nabi mengenaiketentuan pola penulisan wahyu. Bahkan sebuah riwayat yang dikutip
oleh rajab Farjani. Sesungguhnya Rasulullah SAW. Memerintahkan menulis Al-Qur’an,
tetapi tidak memberikan petunjuk teknis penulisannya, dan tidak melarang menulisnya
dengan pola-pola tertentu. Karena itu ada perbedaan model-model penulisan Al-Qur’an
dalam mushaf-mushaf mereka. Ada yang menulis suatu lafaz Al-Qur’an sesuai dengan bunyi
lafaz itu, ada yang menambah atau menguranginya, karena mereka tau itu hanya cara. Karena
itu dibenarkan menulis mushaf dengan pola-pola penulisan masa lalu atau pola-pola baru7.

Lagi pula, seandainya itu petunjuk nabi, rasm itu akan disebut rasn Nabi, bukan rasn Usmani.
Belum lagi kalau ummi diartikan sebagai buta huruf, yang berarti tidak mungkinpetunjuk
teknis dari Nabi. Tidak perna ditemukan suatu riwayat, baik dari Nabi maupun sahabat bahwa
pola penulisan Al-Qur’an itu bersumber dari petunjuk Nabi.

Kelompok ini pula berpendapat bahwa tidak ada masalah juka Al-Qur’an ditulis
dengan pola penulisan standar (rasm Imla’i). soal penulisan diserahkan kepada pembaca,
kalau pembaca merasa lebih muda dengan rasm imla’I, ia dapat menulisnya denga pola
tersebut, karena pola penulisan itu symbol pembacaan, dan tidak mempengaruhi makna Al-
Qur’an8.

Sehubungan ini, mereka menyatakan sebagai berikut: sesungguhnya bentuk dan


model penulisan itu tidak lain hanyalah merupakan tanda atau symbol. Karena itu segala
bentuk serta model tulisan Al-Qur’an yang menunjukan arah bacaan yang benar, dapat
dibenarkan. Sedangkan rasm Usmani yang menyalahi rasm Imla’I sebagaimana kita kenal,
menyulitkan banyak orang serta bisa mengakibatkan berat dan kacau bagi pembaca.

Kelompok ketiga yaitu Ibnu Abdissalam mengatakan, bahwa penulisan Al-Qur’an dengan
rasm Imla’I dapat dibenarkan, tetapi kusus bagi orang awam. Bagi para ulama atau yang
memahami rasm Usmani, tetap wajib mempertahankan keaslian rasm tersebut.

Pendapat ini diperkuat al-Zarqani dengan mengatakan bahwa rasm Imla’I diperlukan
untuk menghindarkan umat dari kesalahan membaca Al-Qur’an, sedang rasm Usmani

7
Lihat, Muhammaad Rajab Farjani, Kaifa nata Abbad Ma’a ai-Mushaf (t.tp. Daar al-I’Tisham.1978),h.166.
8
ibid

8
diperlukan untuk memelihara keaslihan msuhaf Al-Qur’an 9 . Tampaknya pendapat yang
ketiga ini berupaya mengkompromikan antara dua pendapat terdahulu yang bertentangan. Di
satu pihak mereka ingin melestarikan rasm Usmani, sementara dipihak yang lain mereka
menghendaki dilakukannya penulisan Al-Qur’an dengan rasm Imla’I untuk memberikan
kemudahan bagi kaum muslimin yang kemungkinan mendapat kesulitan membaca Al-Qur’an
dengan rasm Usmani. Dan pendapat ketiga ini lebih moderat dan lebih sesuai dengan kondisi
umat. Memang tidak tidak ditemukan nashditemukan nash yang jelas diwajibkan penulisan
Al-Qur’an dengan rasm Usmani. Namun demikian, kesepakatan para penulis Al-Qur’an
dengan rasm usmani harus di indahkan dalam pengertian menjadikannya sebagia rujuan yang
keberadaannya tidak bole hilang dari masyarakat islam. Sementara jumlah umat islam dewasa
ini cukup besar dan tidak menguasai rasm Usmani. Bahkan, tidak sedikit jumlah umat islam
yang tidak mampu membaca aksara arab. Mereka membutuhkan tulisan lain untuk
membantumereka agar membaca ayat-ayat Al-Qur’an, seperti tulisan latin. Namun demikian,
Al-Qur’an dengan rasm Usmani harus dipelihara sebagai sandar rujukan ketika dibutuhkan.
Demikian juga tulisan ayat-ayat Al-Qur’an dalam karya imiah, rasm Usmani mutlak
diharuskan karena statusnya suda masuk dalam kategori rujuakn dan penulisannya tidak
mempunyai alasan untuk mengabaikannya.

Dari ketiga pendapat diatas penulis lebih cenderung menyatakan, bahwa untuk penulisan Al-
Qur’an secara utuh sebagai kitab suci umat Islam, mesti mengikuti dan berpedoman kepada
rasm usmani, hal ini mengingat pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

1. Agar umat Islam diseluruh dunia memiliki kitab suci yang seragam dalam pola
penulisannya, sesuai dengan pedomanaslinya.
2. Pola penulisan Al-Qur’an dengan rasm Usmani, kalaupun tidak bersifat taifiqi
minimal telah merupakan ijma’ atau kesepakatan para sahabat Nabi. Ijla’ sahabat
memiliki kekuatan hokum tersebut yang wajib diikuti, termasuk dalam penulisan
Al-Qur’an dengan rasm Usmani (bila dimaksutkan sebagai kitab suci secarautuh).
3. Pola penulisan Al-Qur’an berdasarkan rasm Usmani boleh dikatakansebagian
besar sesuaidengan kaidah-kaidah rasm Imla’I dan hanya sebagian kecil saja yang
menyalahi atau beerbedadengan rasm Imla’i.

Kemudian berdasarkan lajnah kemenag dalam artikelnya dinamika - musyawarah kerja


ulama al-qur‟an menyatakan mushaf di Indonesia sesudah peresmian Lajnah Pentashih
Alquran berdasarkan Muker ke-1 dilaksanakan pada 5-9 Februari 1974 M di Ciawi, Bogor.
Musyawarah ini dihadiri oleh delapan orang utusan ulama dari berbagai provinsi, 15 anggota
Lajnah dan peserta Muker lainnya, hingga berjumlah 45 orang yang salah satu hasilnya adalah
pelarangan menyalin Mushaf Alquran menggunakan rasm selain rasm usmani, kecuali darurat.
Yang kemudian mengeluarkan Mushaf Al-Quran Standar Utsmani yang telah diterbitkan dua
edisi, yaitu edisi perama pada (1983) menggunakan Khat Naskhi tidak terlalu tebal dan edisi
kedua (2002) menggunakan khat yang ketebalannya mendekati mushaf Bombay. Maka, dalam
artikel mushaf al-qur’an standar ustmani lajnah kemenag diketahui penetapan jenis Mushaf
Alquran Standar Indonesia mulai tahun 2002 sampai sekarang yakni Mushaf Alquran Usmani

9
M>Quraish op.cit h 89
9
IV. Kaidah-Kaidah Rasm Usmani

Mushaf Usmani ditulis menurut kaidah-kaidah tulisan tertentu yang berbeda dengan
kaidah tulisah imlak. Para ulama merumuskan kaidah-kaidah tersebut menjadi enam istilah10.

1). Kaidah Buang (al-Hadzf).


a. Membuang atau menghilangkan huruf alif
No Rasm Imla‟i Rasm Utsmani Keterangan
1. ‫يا أيها الناس‬ ‫اييها الناس‬ Alif yang dibuang adalah
alif setelah ya‟ nida‟
2. ‫أجنيناكم‬ ‫أجنينكم‬ Alif setelah nun dibuang
karena dalam dhamir
3. ‫اخالسرون‬ ‫اخلسرون‬ Alif dalam jama‟
mudhakkar salim dibuang

b. Membuang huruf“ya”
Huruf ya dibuang dari setiap manqushah munawwan, baik berbaris raf maupun jar
No Rasm Imla’i Rasm Utsmani Keterangan
‫يوم يدعو‬ ‫يوم يدع‬

c. Membuang huruf “waw”


Huruf waw dibuang apabila bergandengan dengan waw juga
No Rasm imla’i Rasm Utsmani Keterangan
1. ‫وسوف يؤيت‬ ‫وسوف يؤت‬ Wawu harus dibuang
sebab berbentuk
mufrad

d. Membuang huruf “lam”


No Rasm Imla’i Rasm Utsmani Keterangan
1. ‫الليل‬ ‫اليل‬ Salah satu huruf lam
harus dibuang

2). Kaidah Penambahan(al-Ziyadah)

Penambahan (al-ziyadah) disini berarti penambahan huruf alif atau ya atau waw pada
kata-kata tertentu.
No Rasm Imla’i Rasm Utsmani Keterangan
1. ‫مالقو ربِّهم‬ ‫مالقوا ربِّهم‬ Penambahan alif setelah
wawu jama’
2. ‫واولو األرحام‬ ‫واولوا االرحام‬ Penambahan alif setelah
wawu jama’

10
Muhammad Ibnu Abdillah Al-Zarqazi, al-Burhan fi Ulum Ai-Qur’an, (Jilid I, Cairo: Maktabah: Isla al-babi al-
Halabi wa syirkah, 1972), h.376-403
10
3. ‫لن ندعو‬ ‫لن ندعوا‬ Penambahan alif setelah
wawu fi’il
4. ‫بأيد‬ ‫بأييد‬ Penambahan ya’

3). Kaidah Hamzah(al-Hamzah)

Apabilah hamzah berharakat (berbaris) sukun (tanda mati), maka tulis dengan huruf
berharakat yang sebelumnya, kecuali pada beberapa keadaan.
Adapun hamzah yang berharakat, maka jika ia berada diawal kata dan bersambung
dengan hamah tersebut tambahan, mutlak harus ditulis dengan alif dalam keadaan berharakat
fathah atau kasrah.
Adapun jika hamzah terletak ditengah, maka ia ditulis sesuai dengan huruf
harakatnya. Kalau fathah dengan alif, kalau kasrah dengan ya dan kalau Dhammah dengan
waw. Tetapi, apabila huruf yangsebelum hamzah itu sukun, maka tidak ada tambahan.
Namun , diluar tersebut ini kata yang dikecualikan.

No Bentuk Hamzah Contoh


1. Bentuk huruf alif ‫أول‬
2. Bentuk huruf waw ‫يؤمنون‬
3. Bentuk huruf ya ‫ملئكة‬
4. Tanpa bentuk (hazf surah) ‫بين املرء‬

4). Kaidah Penggantian(al_Badal)


Dalam surah al-Baqarah, al-A’raf, Hud, Maryam, Al’Rum, dan al-Zurhur. Dan kata
ta’nis ditulis dengan kata maftuhah pada kata yang terdapat dalam Surah Al-Baqarah, Ali
Imran, Al-Maidah, Ibrahim, Al-Nahl, Lukman, Fathir, dan Al-Thur demikian juga yang
terdapat pada surah al-Mujadalah.

No Rasm Imla’i Rasm Utsmani Keterangan

1. ‫الصالة‬ ‫الصلوة‬ Penulisan alif diganti


dengan wawu

2. ‫ااحياة‬ ‫الحيوة‬ Penulisan alif diganti


dengan wawu

11
5). Kaidah Sambung dan Pisah (washl dan fashl)
Washl berarti menyambung, disini washl dimaksutkan metode penyambungkan kata
yang mengakibatkan hilang atau dibuangnya huruf tertentu seperti antara lain 11:
a. Bila an dengan harakat fatha pada hamzanya disusun dengan la, maka
penulisannya bersambung dengan menghilangkan huruf nun, tidakditulis.
b. Min yang disusun dengan man ditulis bersambung dengan menghilangkan huruf
nun sehingga menjadi mimman, bukan minman.
No Rasm Imla’i Rasm Utsmani Keterangan
1. ‫ان ال‬ ‫ا َ َال‬ Menyambung kata an
dan la
2. ‫حين ما‬ ‫حينما‬ Kata hina dan ma
ditulis sambung
3. ‫وان ما‬ ‫وا ما‬ Kata an dan ma
ditulis sambung

6). Kata yang bisa dibaca duabunyi


Satu kata yang boleh dibaca dengan dua cara dalam bahasa Arab penulisannya
disesuaikan dengan salah satu bunyinya. Didalam mushaf Usmani penulisan kata semacam
itu ditulis dengan menghilangkan alif, seperti pada kalimat maliki yaumiddin yakhdaunallah,
ayat-ayat ini boleh dibaca dengan menetapkan alif (madd) dan boleh dengan suara tanpa alif
sehingga bunyinya pendek.

Salah satu mahzab Mahzab lain

‫يخد عون‬ ‫يخادعون‬

‫يكذبون‬ ‫يكاذبون‬

11
Al-Zakqani, MNuhammad Abd al-Azim, op,cit (jilit I). h.369-373
12
V. Faedah Penulisan Al-Qur’an dengan Rasm Usmani

Rasm Usmani memiliki beberapa faedah sebagai berikut:

1. Memiliharadanmelestarikanpenulisanal-Qur’ansesuaidenganpolapenulisan
al-Qur’an pada alaw penulisan dan pembukuannya.
2. Memberikemungkinanpadalafazyangsamauntukdibacadenganversiqira’at,
seperti dalam firman Allah swt. Dalam Qs.2:7
3. Kemungkinan dapat menunjukan makna atau maksut yang tersembunyi, dalam
ayat-ayat tertentu yang penulisannya menyalahi rasm imla’I seperti dalam firman
Allah SWTQs.:51:47
4. Kemungkinan dapat menunjukan keaslian harakat (syakal) suatulafaz.

Pengertian Qira’at

Menurut bahasa, qira’at (‫ )قراءات‬adalah bentuk jamak dari qira’ah (‫ )قراءة‬yang merupakan
isim masdar dari qaraa (‫)قرأ‬, yang artinya : bacaan. Pengertian qira’at menurut istilah cukup
beragam. Hal ini disebabkan oleh keluasan makna dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama
tersebut. Berikut ini akan diberikan dua pengertian qira’at menurut istilah. Qira’at menurut al-
Zarkasyi merupakan perbedaan lafal-lafal al-Qur'an, baik menyangkut huruf-hurufnya maupun
cara pengucapan huruf-huruf tersebut, sepeti takhfif, tasydid dan lain-lain.

Dari pengertian di atas, tampaknya al-Zarkasyi hanya terbatas pada lafal-lafal al-Qur'an
yang memiliki perbedaan qira’at saja. Ia tidak menjelaskan bagaimana perbedaan qira’at itu
dapat terjadi dan bagaimana pula cara mendapatkan qira’at itu.

Al-Zarqani memberikan pengertian qira’at sebagai : “Suatu mazhab yang dianut oleh
seorang imam dari para imam qurra’ yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan al-
Qur’an al-Karim dengan kesesuaian riwayat dan thuruq darinya. Baik itu perbedaan dalam
pengucapan huruf-huruf ataupun pengucapan bentuknya.”

Ada beberapa kata kunci dalam membicarakan qiraat yang harus diketahui. Kata kunci
tersebut adalah qira’at, riwayat dan tariqah. Berikut ini akan dipaparkan pengetian dan
perbedaan antara qira’at dengan riwayat dan tariqah, sebagai berikut :

Qira’at adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang imam dari qurra’ yang
tujuh, sepuluh atau empat belas; seperti qira’at Nafi’, qira’at Ibn Kasir, qira’at Ya’qub dan lain
sebagainya.

Sedangkan Riwayat adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang perawi dari
para qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya, Nafi’ mempunyai dua orang
perawi, yaitu Qalun dan Warsy, maka disebut dengan riwayat Qalun ‘an Nafi’ atau riwayat
Warsy ‘an Nafi’.

13
Adapun yang dimaksud dengan tariqah adalah bacaan yang disandarkan kepada orang yang
mengambil qira’at dari periwayat qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya, Warsy
mempunyai dua murid yaitu al-Azraq dan al-Asbahani, maka disebut tariq al-Azraq ‘an Warsy,
atau riwayat Warsy min thariq al-Azraq. Bisa juga disebut dengan qira’at Nafi’ min riwayati
Warsy min tariq al-Azraq12.

Keterkaitan ilmu Rasmul-Qur’an dengan ilmu Qira’at adalah karena Rasmul Utsmani tidak
memiliki titik dan harakat sehingga perbedaan cara menbaca dapat ditampung oleh Rasm
Utsmani. Dan rasm Al-Qur’an mengikuti berbagai macam cara membaca Al-Qur’an.

Macam-macam Qirâ’at
Macam-macam qirâ‟ât didasarkan pada dua kategori, yaitu berdasarkan pada kategori kualitas
keabsahan qirâ‟ât dan berdasarkan kuantitas jumlah perawinya. Pertama: Qirâ‟ât berdasarkan
Kualitas Keshahihannya. Al-Suyûthi memaparkan kwalitas qirâ‟ât yang didasarkan pada jumlah
perawi, menjadi:
a. Qirâ‟ât Mutawâtir, yaitu qirâ‟ât yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari sekelompok
orang, sehingga di masing-masing tingkatan perawinya dan rangkaian sanadnya tidak mungkin
terjadi kebohongan. Contoh qirâ‟ât mutawatir adalah qirâ‟ât sab‟ah.
b. Qirâ‟ât Masyhûr adalah qirâ‟ât yang memiliki sanad berkualitas shahih yang diriwayatkan
oleh para perawi yang adil dan dhabit, serta sesuai dengan kaedah bahasa Arab dan salah satu
rasm mushaf „Utsmani. Jenis qirâ‟ât ini cukup masyhur di kalangan ahli qirâ‟ât, hanya saja
jumlah perawi dalam sanadnya tidak mencapai jumlah mutawatir.
c. Qira‟at Ahad adalah qirâ‟ât yang memiliki sanad berkualitas shahih, namun tulisannya tidak
bersesuaian dengan rasm mushaf „Utsmani dan kaedah tata bahasa Arab. Jenis qirâ‟ât ini tidak
boleh dibaca dan tidak wajib diyakini keberadaannya;
d. Qirâ‟ât Syâdz yaitu qirâ‟ât yang kualitas sanadnya tidak shahih. Contohnya seperti bacaan
ِّ ‫ َملَكَ َي ْو ِّم‬pada surat al- Fâtihah
‫الديْن‬
e.Qirâ‟ât Maudhû‟ yaitu qirâ‟ât yang diriwayatkan oleh seorang perawi tanpa memiliki asal-
usul yang jelas.
f. Qirâ‟ât Mudraj yaitu bacaan yang disisipkan dalam al-Qur‟an oleh perawinya sebagai
penafsiran. Contohnya adalah qirâ‟ât

Hubungan Qira’at Dengan Penafsiran


Muhammad bin Muhammad al-Thahir bin Asyur al-Tunisi (1296-1393 H/ 1879-1973 M).
Dalam muqaddimah kitab tafsirnya membahas tentang qirâ‟at dan pengaruhnya terhadap
penafsiran Al-Qur‟an. Menurut Ibn „Asyur hubungan antara qirâ‟at dan tafsir dapat
dikelompokkan menjadi: pertama, qirâ‟at yang tidak berimplikasi pada penafsiran dan Kedua,
qirâ‟at yang berimplikasi pada penafsiran.48Jenis pertama, yaitu qirâ‟at yang tidak berimplikasi
pada penafsiran, diantaranya disebabkan oleh perbedaan pengucapan huruf, tanda baca
(harokat), panjang dan pendeknya bacaan (mad), al-Imalah, al-Takhfif, al-Tashil, al-Tahqiq, al-
Jahr, al-Hams dan al-Gunnah. Beliau mencontohkan pada ayat (al-Baqarah/ 2:254):
ٌ ‫شفَعَة‬
َ َ‫الَبَ ْي ٌع فِّي ِّه َوالَ ُخلَةٌ َوال‬
Tiga kosa kata pada ayat di atas dapat dibaca dhommah seluruhnya atau fathah seluruhnya, atau
dapat juga dibaca salah satunya rofa‟ dan yang lainnya fathah tanpa menimbulkan perbedaan
12
darismah.blogspot.co.id/2012/12/makalah-ilmu-qiraat-alquran, diakses pada tanggal 12 desember 2016.
14
makna yang dapat mempengaruhi penafsiran Al-Qur‟an13. Jenis bacaan yang kedua adalah
qirâ‟at yang berimpliksi terhadap penafsiran (QS Yusuf 12: 11). ‫ظنُّوا أَنَ ُهم قَد ك ِّذبُوا‬
َ ‫ َو‬seperti pada
kata kudzdzibu bisa dibaca dengan tasydid pada huruf dzalyang bermakna mereka (yaitus para
Nabi) telah didustakan kaumnya, atau bisa dibaca tanpa tasydid, yang bermakna mereka (yaitu
orang-orang yang berdosa dan melanggar larangan Allah) telah mendustakan Rasul. Perbedaan
bacaan ini berimplikasi pada penafsiran14. Qira‟at lainnya yang berimplasi pada penafsiran
adalah pada ayat yang membahas tentang thaharoh yaitu QS al-Baqoroh/2 :222
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu gangguaan".
oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelummerek suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah
mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang bertaubat dan menyukai orangorang yang mensucikan diri." Abu Hayyan ketika
menafsirkan ayat mengangkat empat
qira‟at:
1. Qira‟at Nafi‟, Ibn Katsir, Abu „Amr, Ibn „Amir dan Hafash membaca dengan tahkfif/tanpa
tasydid,dengan sukun pada huruf tha‟ dan dhommah pada huruf ha‟ berasal dari kata thaharo
yng berarti terputus/terhentinya darah haidh.
2. Qira‟at Hamzah al-Kisa‟iy dan Syu‟bah membacanya dengan tasydid tho‟ dan ha‟ serta
harakat fathah pada keduanya, sehingga dibaca Yaththoharna berasal dari kata yatathohharna.
3. Qira‟at Ubay ibn Ka‟ab dan Abdullah ibn Mas‟ud membacanya yathathohharn
Qira‟at pertama dan kedua statusnya mutawatir, sedangkan qira‟at ketiga dan ke empat
statusnya syadzdzah. Perbedaan qira‟at ini juga memberi perbedaan penafsiran. Bacaan pertama
yathhurna memberi makna bahwa suami boleh menggauli istri setelah terputusnya darah haidh
walaupum belum mandi (junub). Sedangkan Al-Thabari dan alZmakhsyari menafsirkan bacaan
keduan yaitu kata yaththoharna dengan hatta yaghtasilna artinya sampai mandi. Hukum yang
timbul akibat dari penafsiran ini suami tidak boleh menggauli istri sampai berhentinya darah
haid dan mndi (hadats atau mandi junub) 15 . Sedangkan bacaan/qira‟at ke tiga memperjelas
makna qira‟at yang kedua yaitu menerangkan asal kata yaththoharna. Sementara qira‟at ke
empat Abu Hayyan mengatakan bahwa qira‟at ini hanya dianggap sebagai tafsir dari bacaan
yang shahih, bukan al-Qur‟an karena banyak menyalahi tulisan (rasam usmaniy) 16.

13
Ibnu Asyur, al-Tahrir wa al-Tanwir Jilid 1 h.50.
14
Ibnu Asyur, al-Tahrir wa al-Tanwir Jilid 1 h.55.
15
Al-Thabari, Jami’al-Bayyan, Jilid 4 h. 385.
16
Abu Hayyan, al-Bahr al-Muhith Jilid II h. 424.
15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian diatas, penulis dapat mengambnil beberapa kesimpulan antara lain sebagai
berikut:

1. Rasm al-Qur’an sebagai pola penulisan al-Qur’an yang digunakan UsmanBin


affan dan sahabatnya ketika menulis dan membukukan al-Qur’an
2. Rasm al-Qur’an cikal bakal sudah ada sejak masa Rasulullah saw. Dalam artian
pencatatan wahyu oleh para sekretaris Nabi SAW. Yang ditekan langsung oleh
beliau dengan model tulisan pada saat itu. Sedangkan tulian Al-Qur’an
dideklarasikan sebagai ilmu rasm al-Qur’an pada masa khalifah Usman bin Affan,
yang ditandai dengan pembentukan tim penulis dan pengganda mushaf al-Qur’an
dengan menggunakan metode khusus atas petunjuk khalifahUsman.
3. Tentang hokum menulis ayat-ayat al-Qur’an menurut rasm al-Qur’an para ulama
berbeda pendapat ada yang berpendapat bahwa itu taufikh dan ada pula yang
berpendapat bahwa itu adalahijtihad.
4. Rasm Usmani mempunyai beberapakaidah-kaidah:
a. Kaidah buang(al-Hadzf)
b. Kaidah penambahan(al-Ziyadah)
c. Kaidah hamzah(al-hamzah)
d. Kaidah mengganti(al-Badal)
e. Kaidah sambung dan pisah (wask waal-fashl).

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Wahid, Ramli. Ulum al-Qur’an.Edisi Revisi, Jakarta: P.T Grafindo Persada, Cet, IV
2002.
AF, Hasanuddin. Anatomi al-Qur’an perbedaan Qira’at dan pengaruhnya terhadap istinbat
hokum dalam al-qur’an.CeI,Jakarta:P.T Raja Grafindi Persada. 1995.
Ahmad Warsono Munawir Kamus al-Munawir, Yogyakarta: t.tp. 1954
Al-Qaththan, Manna, Pengantar Studi Ilmu Al- Qur'an,Jakarta : Pustaka Al Kautsar, Cetakan
ketujuh, Februari 2012.
Al-Zarqazi, Muhammad Ibnu Abdillah, al-Burhan fi Ulum al-Qur’an. Jilid I,
Cairo:Maktabah: Isa al-Babi al-Haklabi wal syirkah,1997.
Fajrani, Muhammad Rajab. Kaifa Nata’abbad Ma’a al-Mushaf,. Cairo: Daar al-I’tisham. T.tp
1978
Fathul Amin. (2020). KAIDAH RASM UTSMANI DALAM MUSHAF AL-QUR’AN
INDONESIA SEBAGAI SUMBER BELAJAR BACA TULIS AL-QUR’AN. Tadris :
Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Pendidikan Islam, 14(1), 72-91. Retrieved from
http://ejournal.iainutuban.ac.id/index.php/tadris/article/view/73
Khalil, Moenawar. Al’Qur’an dari masa ke masa.Cet VI, Solo: CV Ramadani, 1985
Khallaf, Abdul Wahab. Ilmu ushul al-fiqhi, Cet, I.Meir: Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah
1968
Makalah Ulumul Qur-an tentang Rasm Al-Quran di Susun Oleh Muazzin, S.H.I Alumni Al-
Hilal Sigli Tahun 2015.
Shihab, M. Qurays,dkk. Sejarah dan ulum al-Qur’an. Cet III, Jakarta :pusat Firdaus,2001

17

Anda mungkin juga menyukai