Anda di halaman 1dari 13

PEMBUKUAN AL-QUR’AN

Diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan pada mata kuliah Studi Al-Qur’an

Dosen Pengampu:
Ali Said,M.Pd.

Disusun oleh Kelompok 1:


1. Mia Indriyati (2297214001)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI TEBUIRENG JOMBANG
TAHUN
2022-2023

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik.
Penulisan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia yang
diampu oleh bapak Ali Said, M.Pd. Penulisan makalah ini dilatarbelakangi oleh pemahaman
tentangs Sejarah Pembukuan dan Pencetakan al-Qur’an. Makalah ini berjudul Pembukuan
Al-Qur’an.
Makalah ini dibuat untuk pemahaman tentang Sejarah Pembukuan dan Pencetakan al-
Qur’an. Dengan demikian makalah ini diharapkan sangat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan bagi mahasiswa atau pembaca lain pada umumnya.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu demi kelancaran terselesaikannya makalah ini. Penulis mohan maaf apabila
terdapat kata yang tidak berkenan dalam penulisan makalah ini, semoga dengan makalah ini
dapat memacu semangat penulis untuk lebih baik lagi dalam penulisan makalah berikutnya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
A. Sejarah Pembukuan................................................................................................................2
1. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW.....................................................2
2. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Khulafaur Rasyidin...............................................3
B. Pengertian Rasm Al-Qur’an...................................................................................................5
1. Pola Penulisan Al-Qur’an dalam Mushaf Utsmani...........................................................5
2. Pendapat Para Ulama Mengenai Rasm Utsmani..................................................................6
3. Hubungan Rasm Utsmani Dengan Pemahaman Al-Qur’an.................................................7
BAB III.................................................................................................................................................9
PENUTUP............................................................................................................................................9
Kesimulan........................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al Qur’an merupakan kalam llahi yang di wahyukan kepada Rasulillah Muhammad
SAW untuk disampaikan kepada segenap umat manusia di dunia da dijadikan sebagai
pedoman hidup bagi manusia dan merupakan kitab suci bagi umat islam, namun tidak banyak
orang yang mengetahui apa itu sebenarnya yang dinamakan Al Qur’an, serta bagaimana
proses awal pembukuan serta pembakuan Al Qur’an itu sendiri, maka dari itu makalah ini
akan membahas seputar pengertian Al Qur’an dan proses pembukuan serta pembakuan Al
Qur’an hingga menjadi Al Qur’an yang utuh yang sering kita baca pada setiap harinya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi
penulis pada khususya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembukuan al-qur’an ?
2. Pada masa siapa sajakah pembukuan al-qur’an dilakukan ?
3. Apa pengertian rasm al-qur’an?
4. Bgaimana pola penulisan al-qur’an dalam mushaf Ustmani?
5. Bagaimana pendapat para ulama mengenai rasm Ustmani?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana proses pembukuan al-qur’an.
2. Untuk mengetahui pada masa siapa saja al-qur’an dibukukan.
3. Untuk Mengetahui Pengertian Rasm Al-Qur’an.
4. Untuk Mengetahui Pola Penulisan Al-Qur’an Dalam Mushaf Utsmani.
5. Untuk Mengetahui Pendapat Para Ulama Mengenai Rasm Utsmani.

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Sejarah Pembukuan
Al-Qur’an dikumpulkan pada dua masa, masa Rasulullah SAW, dan masa
Khulafaur Rasyidin.
1. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW.
Madinah menjadi tempat kondusif untuk mengajarkan Al-Qur’an. Tidak
seperti di Makkah, pengajaran Al-Qur’an di Madinah berkembang pesat. Para
sahabat begitu bersungguh-sungguh mempelajarinya, jarak yang jauh tak
menghalangi mereka.
Alqur’an merupakan sumber ajaran islam yang diwahyukan kepada
rasulullah secara mutawatir pada saat terjadi suatu peristiwa, disamping
rasulullah menghafalkan secara pribadi, Nabi juga memberikan pengajaran
kepada sahabat-sahabatnya untuk dipahami dan dihafalkan, ketika wahyu
turun Rasulullah menyuruh Zaid bin Tsabit untuk menulisnya agar mudah
dihafal karena Zaid merupakan orang yang paling berpotensi dengan
penulisan, sebagian dari mereka dengan sendirinya menulis teks Al-qur’an
untuk di milikinya sendiri diantara sahabat tadi , para sahabat selalu
menyodorkan al-Qur’an kepada Nabi dalam bentuk hafalan dan tulisan-
tulisan. Pada masa rasullah untuk menulis teks al-Qur’an sangat terbatas
sampai-sampai para sahabat menulis Al-Qur’an di pelepah-pelepah
kurma,lempengan-lempengan batu dan dikeping-keping tulang hewan,
meskipun al-qur’an sudah tertuliskan pada masa rasulullah tapi al-qur’an
masih berserakan tidak terkumpul menjadi satu mushaf,
Pada saat itu memang sengaja dibentuk dengan hafalan yang tertanam
didalam dada para sahat dan penulisan teks Al-Qur’an yang di lakukan oleh
para sahabat. Dan tidak dibukukan didalam satu mushaf di karenakan
rasulullah masih menunggu wahyu yang akan turun selanjutnya, dan sebagian
ayat-ayat Al-Qur’an ada yang dimansukh oleh ayat yang lain, jika umpama
Al-Qur’an segera dibukukan pada masa rasulullah, tentunya ada perubahan
ketika ada ayat yang turun lagi atau ada ayat yang dimanskuh oleh ayat yang
lain.

Pada masa Rasulullah, penjagaan Al-Qur’an dilakukan dengan dua cara:


Al-jam’u fi al-shuduur (dihafal) dan al-jam’u fi al-shuthuuf (ditulis).
a. Al-Jam’u fi al-shudur
Setiap menerima wahyu, Rasulullah segera menyampaikannya
kepada para sahabat untuk kemudian mereka hafal. Ibnu Jauzi berkata,
“Al-Qur’an diwariskan dari generasi ke generasi dengan hafalan dan
bukan dalam bentuk mushaf. Ini adalah anugerah umat ini.”

2
Pada masa Rasulullah, menghafal Al-Qur’an adalah perhatian
utama para sahabat. Mereka akan malu jika tidak menghafal Al-
Qur’an. Tak heran jika ada riwayat yang mengatakan bahwa pada saat
itu, di Madinah, hanya 4 sampai 6 orang saja yang tidak hafal Al-
Qur’an.
b. Al-Jam’u fi al-shuthur
Pada masa Rasulullah , penulisan Al-qur’an sudah dilakukan.
Secara terpisah-pisah, ayat-ayat Al-Qur’an telah tercatat dalam
mushaf-mushaf. Tak sedikit riwayat yang membuktikan hal itu. Para
penulis adalah orang-orang pilihan diantara sahabat, yang ditunjuk
langsung oleh Rasulullah.
Pada masa-masa pencatatan wahyu, Rasulullah melarang para
sahabat mencatat selain ayat-ayat Al-qur’an untuk menghindari
penyaruan. Para ulama’ sepakat bahwa pengumpulan Al-Qur’an adalah
bersifat taufiqi bukan ijtihadi.
2. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Khulafaur Rasyidin
a. Masa Abu Bakar R.A
Ketika rasullulah wafat dan kekholifaaan jatuh ketangan Abu
Bakar, banyak dari kalangan orang islam kembali kepada kekhafiran
dan kemurtatan, dengan jiwa kepemimpinannya umar mengirim
pasukan untuk memerangi. Tragedi ini dinamakan perang Yamamah
(12 H),yang menewaskan sekitar 70 para Qori’dan Hufadz. dari sekian
banyaknya para hufadz yang gugur, umar khawatir Al-Qur’an akan
punah dan tidak akan terjaga, kemudian umar menyusulkan kepada
Abu Bakar yang saat itu menjadi khalifah untuk membukukan Al-
Qur’an yang masih berserakan kedalam satu mushaf, pada awalnya
Abu Bakar menolak dikarenakan hal itu tidak dilakukan pada masa
rasulullah, dengan penuh keyakinan dan semangatnya untuk
melestarikan Al-Qur’an umar berkata kepada Abu Bakar “ Demi allah
ini adalah baik” dengan terbukanya hati Abu Bakar akhirnya usulan
Umar diterima. Abu Bakar menyerahkan urusan tersebut kepada Zaid
Bin Tsabit . Pada awalnya Zaid bin Tsabit menolaknya dikarenakan
pembukuan Al-Qur’an tidak pernah dilakukan pada masa rasulullah
sebagaimna Abu Bakar menolaknya. Zaid bin Tsabit dengan
kecerdasannya mengumpulkan Al-Qur’an dengan berpegang teguh
terhadap para Hufadz yang masih tersisa dan tulisan-tulisan yang
tadinya ditulis oleh Zaid atas perintah rasullullah. Zaid sangat hati-hati
didalam penulisannya, karena al-Qur’an merupakan sumber pokok
ajaran islam. Yang kemudian Zaid menyerahkan hasil penyusunannya
kepada Abu Bakar, dan beliau menyimpannya sampai wafat. Yang
kemudian dipegang oleh umar Bin Khattab sebagai gantinya
kekhalifaan. setelah Umar meninggal, putrinya, Hafshah yang
menyimpan mushaf itu.
b. Periode Umar Bin Khattab
Pada masa masa Umar Bin Khattab tidak terjadi penyusunan
dan permasalahan apapun tentang Al-Qur’an karena al-Qur’an

3
dianggap sudah menjadi kesepakatan dan tidak ada perselisihan dari
kalangan sahabat dan para tabi’in. dimasa kekhalifaan umar lebih
konsen terhadap perluasan wilayah, sehingga ia wafat. Yang
selanjutnya kekhalifaan jatuh ketangan Ustman bin Affan.

c. Masa Utsman bin Affan


Semakin banyaknya negara yang ditaklukkan oleh Umar Bin
Khattab, semakin beraneragamlah pula pemeluk agama islam, disekian
banyaknya pemeluk agama islam mengakibatkan perbedaan tentang
Qiro’ah antara suku yang satu dengan yang lain, masing-masing suku
mengklaim Qiro’ah dirinyalah yang paling benar. Perbedaan Qiro’ah
tersebut terjadi disebabkan kelonggaran-kelonggaran yang diberikan
Nabi kepada Kabilah-kabilah Arab dalam membaca Al-Qur’an
menurut dialeknya masing-masing. Hufaidzah bin Yaman yang pernah
ikut perang melawan syam bagian Armenia bersamaan Azabaijan
bersama penduduk Iraq. Telah melihaT perbedaan tentang Qiro’ah
tersebut. Setelah pulang dari peperangan. Hufaidzah menceritakan
adanya perbedaan qiro’ah kepada Ustman Bin Affan, sekaligus ia
mengusulkan untuk segera menindak perbedaan dan membuat
kebijakan, dikhawatirkan akan terjadi perpecahan dikalangan ummat
islam tentang kitab suci, seperti perbedaan yang terjadi dikalangan
orang yahudi dan Nasrani yang mempermasalahkan perbedaan antara
kitab injil dan taurat. Selanjutnya Ustman Bin Affan membentuk lajnah
(panitia) yang dipimpin oleh Zaid Bin Harist dengan anggotanya
Abdullah bin Zubair. Said ibnu Ash dan Abdurahman bin Harits.
Ustman Bin Affan memerintahkan kepada Zaid untuk
mengambil Mushaf yang berada dirumah Hafsah dan menyeragamkan
bacaan dengan satu dialek yakni dialek Qurays, mushaf yang asli
dikembalikan lagi ke hafsah. Ustman Bin Affan menyuruh Zaid untuk
memperbanyak mushaf yang diperbaruhi menjadi 6 mushaf, yang lima
dikirimkan kewilayah islam seperti Mekkah, Kuffah, Basrah dan Suria,
yang satu tersisa disimpan sendiri oleh Ustaman dirumahnya. Mushaf
ini dinamai Al-Imam yang lebih dikenal mushaf Ustmani, demikian
terbentuknya mushaf ustmani dikarenakan adanya pembaruan mushaf
pada masa ustmani.
d. Masa Ali Ibn Abu Thalib dan Masa-Masa Selanjutnya
Pada masa Khalifah Ali, Ali berinisiatif membubuhkan tanda
baca (nuqath I’rab) pada ayat-ayat Al-Qur’an untuk memudahkan
pembacaan, Ali memercayakan urusan itu kepada seorang ahli tata
bahasa bernama Abu al-Aswad al-Du’ali[3]. Sedangkan orang yang
pertama kali membuat tanda titik untuk membedakan huruf-huruf
dengan bentuk sama (nuqathu harf, semisal pada huruf “ba’, ta’ dan
tsa’ “) adalah Nashr ibn Ashim (w. 89H) atas usulan Hajaj ibn Yusuf
al-Tsaqafi, salah seorang gubernur dinasti Daulah Umayyah (40-95 H).

4
Sedangkan tanda syakal diperkenalkan oleh Al-Khalil ibn ahmad al-
Farahidi (w. 170 H).
Pada masa Al-Makmun upaya mempermudah pembacaan Al-
Qur’an terus dikembangkan, pada masa itulah tanda baca tajwid
diciptakan. Tak hanya itu simbol-simbol yang memperjelas ayat-ayat
juga diciptakan. Seperti tanda waqaf dan nomor ayat, serta identitas di
awal setiap surah. Sampai abad ke-16 M, penulisan Al-Qur’an masih
menggunakan tangan sampai kemudian terciptalah mesin cetak. Dan,
pada tahun 1694 M, di Hamburg, untuk pertama kalinya Al-Qur’an
ditulis dengan mesin cetak. Dan seterusnya, penulisan al-Qur’an terus
mengalami perkembangan, pada saat ini banyak kita jumpai al-Qur’an
dengan berbagai bentuk dan model. Ada yang berupa digital hingga
yang dilengkapi dengan mesin pencari surat dan ayat.
B. Pengertian Rasm Al-Qur’an
Istilah Rasm Al-Qur’an terdiri dari dua kata: rasm dan Al-Qur’an. Rasm berasal dari
kata rasama-yarsamu yang artinya menggambar atau melukis. Istilah Rasm dalam Ulumul
Qur’an diartikan sebagai pola penulisan Al-Quran yang digunakan oleh Utsman bin Affan
dan Sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an.Sedangkan Al-Qur’an
adalah bacaan atau kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan
perantara Malaikat Jibril yang ditulis dalam mushaf-mushaf dan disampaikan kepada kita
secara mutawatir, mempelajarinya merupakan amal-ibadah, dimulai oleh surat Al-Fatihah
dan ditutup oleh surat An-Nas.
Berdasarkan makna bahasa, dapat dikatakan bahwa rasm Al-Qur’an berarti tata cara
menuliskan Al-Qur’an yang dtetapkan pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Ulama Tafsir
lebih cenderung menamainya dengan istilah rasm al-mushaf, dan ada pula yang menyebutnya
dengan rasm Al-Utsmani. Penyebutan demikian dipandang wajar karena Khalifah Utsman
bin Affan yang merestui dan mewujudkannya dalam bentuk kenyataan. Rasm al-mushaf
adalah ketentuan atau pola yang digunakan oleh Utsman bin Affan dengan sahabat lainnya
dalam hal penulisan Al-Qur’an berkaitan dengan mushaf-mushaf yang di kirim ke berbagai
daerah dan kota, serta Mushaf Al-Imam yang berada di tangan Utsman bin Affan sendiri.
1. Pola Penulisan Al-Qur’an dalam Mushaf Utsmani
Mushaf Utsmani ditulis menurut kaidah-kaidah tulisan tertentu yang berbeda dengan kaidah
tulisan imlak.Para ulama merumuskan kaidah-kaidah tersebut menjadi enam istilah.
1. Al-Hadz, berarti membuang, menghilangkan atau meniadakan huruf. Contohnya,
ْ
menghilangkan hurufalif pada ya’ nida (‫)ياايها الناس‬, dari ha tanbih (‫)هانثم‬, pada lafazh
jalalah dan dari kata na (‫)انجينكم( )نا‬.
2. Al-ziyadah berarti penambahan. Kata yang ditambah hurufnya dalam Rasm Utsmani
adalah alif, ya dan wawu.
a. Menambah huruf alif setelah wawu pada akhir setiap isim jama’ atau yang
mempunyai hukum jama’.
b. Menambahkan alif setelah hamzah marsumah wawu(hamzah yang terletak di atas
tulisan wawu).

5
c. Menambahkan huruf “yaa’, sebagaimana yang terdapat didalam ungkapan: ‫وايثاءي‬
‫ذي القربي‬
3. Al-hamzah, salah satu kaidah bahwa apabila hamzah ber-harakat sukun, ditulis
dengan huruf ber-harakat harakat yang sebelumnya.
4. Badal berarti penggantian
a.   Huruf alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata.
b. Huruf alif ditulis dengan ya’.
5.   Washal dan fashal (penyambungan dan pemisahan), seperti kata kul  yang diiringi
kata ma ditulis dengan sambung
6.   Kata yang dapat dibaca dua bunyi, Suatu kata yang dapat dibaca dua bunyi
penulisannya disesuaikan dengan salah satu bunyinya. Didalam mushaf Utsmani,
penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif, misalnya “maaliki
yaumiddin”. Ayat ini boleh dibaca dengan menetapkan alif (yakni dibaca dua alif),
boleh juga dengan hanya menurut bunyi harakat (yakni dibaca satu alif).

2. Pendapat Para Ulama Mengenai Rasm Utsmani


Kedudukan Rasm Utsmanidiperselisihkan para ulama.Apakah pola penulisan
merupakan petunjuk Nabi SAW atau hanya ijtihad kalangan Sahabat. Adapun pendapat
mereka adalah sebagai berikut:

1.      Jumhur Ulama berpendapat bahwa pola RasmUtsmani bersifat taufiqi dengan alasan
bahwa para penulis wahyu adalah sahabat-sahabat yang ditunjuk dan dipercaya Nabi SAW.
Pola penulisan tersebut bukan merupakan ijtihad para sahabat, Nabi SAW, dan para sahabat
tidak mungkin melakukan kesepakatan (ijma’) dalam hal-hal yang bertentangan dengan
kehendak dan restu Nabi SAW. Bentuk-bentuk inkonsentensi didalam penulisan baku, tetapi
dibalik itu ada rahasia yang belum dapat terungkap secara keseluruhan. Pola penulisan
tersebut juga dipertahankan para sahabat dan tabi’in.
Dengan demikian, menurut pendapat ini hukum mengikuti rasm Usmani adalah wajib,
dengan alasan bahwa pola tersebut merupakan petunjuk Nabi (taufiqi).Pola itu harus
dipertahankan meskipun beberapa diantaranya menyalahi kaidah penulisan yang telah
dibukukan.Bahkan Imam Ahmad Ibnu Hambal dan Imam Malik berpendapat bahwa haram
hukumnya menulis Al-Qur’an menyalahi rasm Usmani.Bagaimanapun, pola tersebut sudah
merupakan kesepakatan ulama mayoritas (jumhur ulama).
2.      Sebagian Ulamaberpendapat bahwa pola penulisan Al-Qur’an  dalamRasmUtsmani hanya
merupakan hasil ijtihad para sahabat Nabi, tidak bersifat taufiqi. Hal ini karenatidak  ada nash

6
baik berupa ayat Al-Qur’an maupun Al-Sunnah yang menunjukkan adanya  keharusan
menulis Al-Qur’an menurut rasm atau pola tertentu.
Ulama yang tidak mengakui Rasm Utsmani sebagai Rasm Taufiqii berpendapat bahwa tidak 
ada masalah jika Al-Qur’an ditulis dengan pola penulisan standar (Rasm Imla’i). Persoalan
pola penulisan diserahkan kepada pembaca. Jika pembaca merasa lebih mudah dengan Rasm
Imla’i, ia dapat menulisnya dengan pola tersebut karena pola penulisan itu hanyalah simbol
pembacaan yang tidak akan mempengaruhi makna Al-Qur’an.
3.      Sebagian Ulama lainnyamengatakan, bahwa Al-Qur’an dengan Rasm Imla’idapat
dibenarkan, tetapi khusus bagi orang awam. Bagi para ulama atau yang memahami rasm 
Usmani tetap wajib mempertahankan keaslian rasm tersebut. Pendapat ini diperkuat oleh Al-
Zarqani dengan mengatakan bahwa Rasm Imla’idiperlukan untuk menghindarkan umat dari
kesalahan membaca Al-Qur’an, sedangkan rasm Usmani di perlukan untuk memelihara
keaslian mushaf Al-Qur’an.
Pendapat yang ketiga ini berupaya mengkompromikan antara dua pendapat terdahulu yang
bertentangan. Disatu pihak mereka ingin melestarikan RasmUtsmani, sementara dipihak lain
mereka menghendaki dilakukannya penulisan Al-Qur’an dengan Rasm Imla’i, untuk
memberikan kemudahan bagi kaum muslimin yang kemungkinan mendapat kesulitan
membaca  Al-Qur’an dengan RasmUsmani.
Pendapat ketiga ini lebih moderat dan lebih sesuai dengan kondisi umat.Namun demikian,
kesepakatan para penulis Al-Qur’an dengan RasmUsmani harus diindahkan dalam pengertian
menjadikannya sebagai rujukan yang keberadaannya tidak boleh hilang dari masyarakat
Islam.

3. Hubungan Rasm Utsmani Dengan Pemahaman Al-Qur’an


Pada mulanya, mushaf para sahabat berbeda sama sekali antara satu dan lainnya.
Mereka mencatat wahyu Al-Qur’an tanpa pola penulisan standar karena umumnya
dimaksudkan hanya untuk kebutuhan pribadi, tidak ada rencana untuk diwariskan kepada
generasi sesudahnya.Di antara mereka, ada yang menyelipkan catatan-catatan tambahan dari
penjelasan Nabi SAW., ada juga lagi yang menambahkan simbol-simbol tertentu dari
tulisannya yang hanya di ketahui oleh penulisnya.
Pada masa permulaan Islam, mushaf Al-Qur’an belum mempunyai tanda-tanda baca
dan baris. Mushaf Ustmani  tidak seperti yang dikenal sekarang yang dilengkapi oleh tanda-
tanda baca. Dan juga belum ada tanda-tanda berupa titik sehingga sulit membedakan  antara
huruf ya dan ba. Demikian pula antara sin dan syin, antara tha dan zha, antarajim, ha, dan

7
kha,dan seterusnya. Para sahabat belum menemukan kesulitan membacanya karena rata-rata
masih mengandalkan hafalan.
Kesulitan mulai muncul ketika dunia Islam semakin meluas ke wilayah-wilayah non-
Arab, seperti Persia disebelah Timur, Afrika di sebelah Selatan, dan beberapa wilayah non-
Arab lainnya di sebelah Barat.Masalah ini mulai disadari oleh pimpinan dunia Islam. Ketika
Ziyad ibn Samiyyah menjabat sebagai gubernur Bashrah, Irak, pada masa kekuasaan
Mu’awwiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M), riwayat lainmenyebutkan pada masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib, ia memerintahkan Abu Al-Aswad Al-Duwali untuk segera
membuat tanda baca, terutama untuk menghindari kesalahan dalam membaca Al-Qur’an bagi
generasi yang tidak hafal Al-Qur’an.
Ad-Duwali memenuhi permintaan itu setelah mendengarkan kasus salah baca yang
sangat fatal, yakni suratAt-Taubah. Atas perintah Gubernur itu, Ad-Duwali memberi tanda
baca baris atas (fathah) berupa sebuah titik di atas huruf, sebuah titik di bawah huruf sebagai
tanda baris bawah (kasrah), tanda dhammah berupa wau kecil di antara dua huruf, dan tanpa
tanda apa-apa bagi konsonan mati.
Rasm Al-Qur’an mengalami perkembangan yang sangat pesat pada beberapa periode
berikutnya. Khalifah Abdul Malik ibn Marwan memerintahkan Al-Hajjaj ibn Yusuf al-Saqafi
untuk menciptakan tanda-tanda huruf Al-Qur’an .Ia mendelegasikan tugas itu kepada Nashid
ibn ‘Ashim dan Yahya ibn Ma’mur, dua orang murid Ad-Duwali. Kedua orang inilah yang
membubuhi titik di sejumlah huruf tertentu yang mempunyai kemiripan antara satu dengan
yang lainnya.Misalnya, penambahan titik diatas huruf dal yang kemudian menjadi
dzal.Penambahan yang bervariasi pada sejumlah huruf dasar ba yang kemudian menjadi
huruf ba, nun ,ta dan huruf dasar ha yang kemudian berubah menjadi kha, ha, dan jim. Huruf
ra dibedakan dengan huruf za, huruf sin  dibedakan dengan syin, huruf shad dibedakan
dengan dhad, huruf tha  dibedakan dengan zha, huruf ‘ain dibedakan dengan ghain, huruf fa
dibedakan dengan qaf.

8
BAB III

PENUTUP
Kesimulan
Pada masa rasulullah Al-Qur’an hanya berupa hafalan-hafalan yang berada
benak dada para sahabat dan tulisan dilempeng-lempeng batu, pelepah kurma dan
dikeping-keping tulang, pada masa itu Al-Qur’an masih berserakan belum ada
pembukuan al-Qur’an dalam satu mushaf. , atas usulan Umar pada Masa Abu Bakar
mulailah terbentuk pembukuan Al-Qur’an, yang dipicu oleh banyak para Qori’ dan
hufadz yang gugur pada peperangan Yamamah ( melawan orang yang murtad dari
islam ), dikawatirkan Al-Qur’an akan punah. Pada masa Umar Bin Khattab tidak
terjadi permasalahan dengan Al-Qur’an, karena pada masa pemerintahan Umar Bin
Khattab lebih berorientasi terhadap perluasan wilayah. Masa Ustman terjadi
perubahan Mushaf Al-Qur’an karena adanya perbedaan antar suku, atas usulan
hufaidazh ustman menyeragamkan pembacaan Al-Qur’an dengan dialek Qurays, yang
kemudian Mushaf tersebut disebut Al-Imam yang lebih dikenal dengan mushaf
Ustmani
Rasm Al-Qur’an adalah ketentuan atau pola yang digunakan oleh Utsman bin
Affan beserta sahabat lainnya dalam hal penulisan Al-Qur’an berkaitan dengan
mushaf-mushaf yang di kirim ke berbagai daerah dan kota, serta Mushaf Al-Imam
yang berada di tangan Utsman bin Affan sendiri

9
DAFTAR PUSTAKA
Al-Shobuni, Syeikh Muhammad Ali, al-Tibyaan fii ‘uluumi al-Qur’an. Jakarta: Dar al- kutub, 2003
Al-Mu’thi, Fathi Fawzi ‘Abd, Detik-detik Penulisan Wahyu. Jakarta: Zaman, 2009
Muhammad Qodirun Nur dan Masruhan, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis. Jakarta: Pustaka Amani,
2001
Khallaf Abdul Wahab, 1968, Ilmu Ushul Al-Fiqh [cet 1], (Mesir: Maktabah al-Dakwah Al-
Islamiyah).
Hasanuddin AF, 1995, Anatomi Al-Qur’an Perbedaan dan Pengaruhnya Terhadap Istimbath Hukum
Dalam Al-Qur’an [Cet 1], (Jakarta: PT. Raja Grafindo,).
Izzan Ahmad, 2005, Ulumul Qur’an, (Bandung: Tafakkur,).
Anwar Rosihan, 2010, Ulum AL-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia,).
Marzuki Kamaluddin, 1994, Ulum al-Qur’an, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,).
Shihab M.Quraish, 2001, dkk, Sejarah dan Ulum Al-Qur’an (Cet. III; Jakarta: Pustaka Firdaus,).

10

Anda mungkin juga menyukai