Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

RASM AL-QUR’AN

Dosen Pengampu :

Habsoh, S.Ag, M.E

Disusun oleh:

Bintang (230204053)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM AL-QUR’AN AL-ITTIFAQIAH

INDRALAYA SUMATERA SELATAN

TAHUN AJARAN 2023-2024


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT, karena atas limpahan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas berjudul “Rasm Al-Qur`an”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur`an.Dalam
makalah ini akan dibahas hal-hal yang menyangkut tentang Al-Qur`an
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak luput dari kekurangan.
Oleh sebab itu, kami sangat berharap dapat menerima kritik dan saran dari semua
pihak untuk kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi para pembaca.

Indralaya, 20 November 2023

Hormat Kami,

Penulis

DAFT ISI
COVER ………………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR ………………………………………………………… ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. iii

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................2

C. Tujuan Penulisan...............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................3

A. Definisi Rasm Al-Qur`an...............................................................3

B. Sejarah Singkat Perkembangan Rasm Al-Qur`an.............................4

C.Kaidah -kaidah Penulisan Al-Qur`an .................................................7

D.Kedudukan Rasm Al-Qur`an ...........................................................12

BAB 1I1 PENUTUP .............................................................................................17

A. Kesimpulan......................................................................................17

B. Saran................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai kitab suci terakhir di maksutkan untuk menjadi petunjuk,
bukan saja bagi anggota masyarakat tempat kitab ini diturunkan, tetapi juga bagi
seluruh masyarakat manusia hingga akhir zaman.
Al-Qur’an juga merupakan salah satu sumber hokum islam yang menduduki

peringkat teratas. Dan seluruh ayatnya berstatus qat’I al-Qurud yang diyakini

eksistensinya sebagai wahyu dari Allah swt. Dengan demikian, autentitas al-

Qur’an benar-benar dapat di pertanggung jawabkan, karena ia merupakan wahyu

Allah baik dari segi lafadz maupun dari segi maknanya.

Sejak awal hingga akhir turunnya, seluruh ayat al-Qur’an telah ditulis dan

didokumentasikan oleh para juru tulis wahyu yang ditunjuk oleh rasulullah saw.

Disamping itu seluruh ayat-ayat al-Qur’an dinukilkan atau diriwayatkan secara

mutawatir baik secara hafalan maupun tulisan. Dalam pada itu, al-Qur’an sebagai

yang dimiliki umat Islam sekarang, ternyata telah mengalami proses sejarah yang

cukup unik dalam upaya penulisan dan pembukuannya. Pada masa Nabi saw,

alQur’an belum ditulis dan dibukukan dalam satu mushaf. Ia baru ditulis pada

kepingan-kepingan tulang, pelepah-pelepah kurma, dan batu-batu sesuai

dengan kondisi peradaban masyarakat waktu itu yang belum mengenal adanya

alat tulis

menulis seperti kertas. 1

1
2

1
Djamilah Usup, “Ilmu Rasm Al-Qur’an”, Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, vol. 5 no. 1 (2007), h. 1.
http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JIS/article/view/229/202 (Diakses 1 Mei 2018).
Untuk mengfungsikan al-Qur’an dan memahami isi serta kandungan maka

diperlukan suatu ilmu yang terkait. Salah satunya adalah ilmu Rasm Al-Qur’an.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Definisi Rasm Al-Qur’an ?

2. Sejarah Singkat Perkembangan Rasm Al-Qur’an ?

3. Kaidah-kaidah Penulisan Al-Qur’an?

4. Kedudukan Rasm Al-Qur’an ?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk Mengetahui Definisi Al-Qur`an

2. Untuk Mengetahui Sejarah Singkat Rasm Al-Qur`an

3. Untuk Mengetahui Kaidah-kaidah Penulisan Al-Qur’an

4. Untuk Mengetahui Kedudukan Rasm Al-Qur’an


BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Rasm Al-Qur’an

Secara bahasa rasm berarti gambar atau tulisan. Secara istilah rasm

alQur’an adalah tata cara menuliskan huruf dan kalimat al-Qur’an sesuai dengan

metode yang ditetapkan dalam mushaf utsmani pada masa khalifah Utsman bin

Affan. Istilah rasm al-Quran juga diartikan sebagai pola penulisan al-Qur’an yang

digunakan Utsman bin Affan dan empat sahabat ketika menulis dan membukukan

al-Qur’an.2

Rasm al-Qur’an berarti cara atau kaidah-kaidah penulisan huruf-huruf dari

kata-kata al-Qur’an yang disetujui khalifah Utsman bin Affan dan dipedomani

oleh tim penyalin Al-Qur’an yang dibentuknya dan terdiri atas Zaid ibn Tsabit,

‘Abdullah ibn al-Zubair, Sa’id ibn al-‘Ash, dan ‘Abd al-Rahman ibn al-Harits ibn

Hisyam.3

Zaid bin Tsabit bersama tiga orang Quraisy telah menempuh suatu metode

khusus dalam penulisan al-Qur’an yang disetujui oleh Utsman. Para ulama

menamakan metode tersebut dengan Ar-Rasm Al-‘Utsmani lil Mushaf (penulisan

mushaf Utsmani), suatu nama yang dinisbatkan kepada Utsman.4

Rasm al-Qur’an adalah tata cara menulis al-Qur’an yang ditetapkan pada
masa khalifah Utsman bin Affan. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah-kaidah
tertentu.5

2
Anshori, Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan (Cet. III; Jakarta:
Rajawali Pers, 2016), h. 155.
3
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an I (Cet. IV; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002),
h. 29.
4
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Cet. VI; Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2011), h. 182.
5
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an (Cet. III; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016), h. 94.
4

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dijelaskan sebelumnya dapat

dipahami bahwa rasm al-Qur’an adalah tata cara penulisan kalimat-kalimat dan

huruf-huruf al-Qur’an yang dilakukan oleh para sahabat sesuai dengan

kaidahkaidah yang disetujui oleh khalifah Utsman bin Affan.

B.Sejarah Singkat Perkembangan Rasm Al-Qur’an


Pada mulanya mushaf para sahabat yang berbeda antara satu dengan yang

lainnya mereka mencatat wahyu al-Qur’an tanpa pola penulisan standar, karena

umumnya dimaksudkan hanya untuk kebutuhan pribadi, tidak direncanakan akan

diwariskan kepada generasi sesudahnya.

Pada zaman Nabi saw., al-Qur’an ditulis pada benda-benda sederhana,

seperti kepingan-kepingan batu, tulang-tulang kulit unta dan pelepah kurma.

Tulisan al-Qur’an ini masih terpencar-pencar dan belum terhimpun dalam sebuah

mushaf dan disimpan di rumah Nabi saw.. Penulisan ini bertujuan untuk

membantu memelihara keutuhan dan kemurnian al-Qur’an.

Pada zaman Abu Bakar, al-Qur’an yang terpencar-pencar itu di salin

kedalam shuhuf (lembaran-lembaran). Penghimpunan al-Qur’an ini dilakukan Abu

Bakar setelah menerima usul dari Umar ibn al-Kattab yang khawatir akan semakin

hilangnya para penghafal al-Qur’an sebagaimana yang terjadi pada perang

yamamah yang menyebabkan gugurnya 70 orang penghafal al-Qur’an. Karena itu,

tujuan pokok dalam penyalinan al-Qur’an di zaman Abu Bakar masih dalam

rangka pemeliharaan agar jangan sampai ada yang terluput dari al-Qur’an.5

Sepeninggal Abu Bakar, estafet pemerintahan beralih kepada Umar bin


Khattab, pada periode inilah mushaf zaman Khalifah Abu Bakar disalin dalam
lembaran (shahifah). Umar tidak menggandakan lagi shahifah yang ada, karena

55
Djamilah Usup, “Ilmu Rasm Al-Qur’an”, Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, vol. 5 no. 1 (2007),
h. 2-3. http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JIS/article/view/229/202 (Diakses 1 Mei 2018).
motif awalnya memang dipergunakan sebagai naskah asli (original), bukan
sebagai naskah hafalan. Setelah semua rangkaian naskah selesai, naskah tersebut
5

diserahkan kepada Hafshah, istri Rasulullah untuk disimpan. Pertimbangannya,


selain istri Rasulullah, Hafshah juga dikenal sebagai orang yang pandai membaca
dan menulis.6

Pada zaman khalifah Utsman bin Affan, al-Qur’an disalin lagi ke dalam

beberapa naskah. Untuk melakukan pekerjaan ini, Utsman membentuk tim 4 yang

terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Saad Ibn al-Ash, dan Abd

alRahman Abd al-harits. Dalam kerja penyalinan al-Qur’an ini mereka mengikuti

ketentuan-ketentuan yang disetujui oleh Khalifah Utsman. Di antara

ketentuanketentuan itu adalah bahwa mereka menyalin ayat berdasarkan riwayat

mutawatir, mengabaikan ayat-ayat mansukh dan tidak diyakini dibaca kembali di

masa hidup Nabi saw. Tulisannya secara maksimal maupun diakomodasi ira’at

yang berbedabeda, dan menghilangkan semua tulisan sahabat yang tidak termasuk

ayat alQur’an. Para penulis dan para sahabat setuju dengan tulisan yang mereka

gunakan ini. Para ulama menyebut cara penulisannya ini sebagai rasm al-Mushaf.

Karena cara penulisan disetujui oleh Utsman sehingga sering pula dibangsakan

oleh Utsman. Sehingga mereka sebut rasm Utsmani atau rasm al-Utsmani.

Namun demikian pengertian rasm ini terbatas pada mushaf oleh tim 4 di zaman

Utsman dan tidak mencakup rasm Abu Bakar pada zaman Nabi saw. Bahkan,

Khalifah Utsman membakar salinan-salinan mushaf tim 4 karena khawatir akan

beredarnya dan menimbulkan perselisihan di kalangan umat Islam. Hal ini nanti

membuka peluang bagi ulama kemudian untuk berbeda pendapat tentang

kewajiban mengikuti rasm Utsmani..7

Pada zaman Ali bin Abi Thalib terjadi proses perbaikan rasm Utsmani,
karena seperti yang kita ketahui mushaf atau rasm Utsmani tidak memakai tanda
baca titik dan harakat, karena semata-mata didasarkan atas karakter pembacaan
orang-orang Arab yang masih murni, sehingga mereka tidak memerlukan syakal
6
Zainal Arifin Madzkur, “Urgensi Rasm Utsmani”, Jurnal Khatulistiwa, vol. 1 no. 1
(Maret 2011), h. 18. http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/khatulistiwa/article/download
/176/138 (Diakses 1 Mei 2018).
7
Djamilah Usup, “Ilmu Rasm Al-Qur’an”, Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, vol. 5 no. 1 (2007),
h. 3.
6

dengan harakat dan pemberian titik. Ketika bahasa Arab mulai mengalami
kerusakan karena banyaknya percampuran (dengan bahasa non Arab) maka para
penguasa menganggap pentingnya ada formasi penulisan mushaf dengan harakat,
titik dan lain-lain yang dapat membantu pembacaan yang benar.8

Perbaikan rasm Mushaf itu berjalan secara bertahap. Pada mulanya syakal

berupa titik. Kemudian terjadi perubahan penentuan harakat yang berasal dari

huruf, dan itulah yang dilakukan oleh al-Khalil. Perubahan itu ialah fathah berupa

tanda garis bujur di atas huruf, kasrah berupa tanda garis bujur di bawah huruf,

dhammah dengan wawu kecil di atas huruf dan tanwin dengan tambahan tanda

serupa. Alif yang dihilangkan dan diganti, pada tempatnya dituliskan dengan

warna merah. Hamzah yang dihilangkan dituliskan berupa hamzah dengan warna

merah tanpa huruf. Pada nun dan tanwin sebelum huruf ba diberi tanda iqlab

berwarna merah. Sedang nun dan tanwin sebelum huruf tekak (halaq) diberi tanda

sukun dengan warna merah. Nun dan tanwin tidak diberi tanda apa-apa ketika

idgham dan ikhfa’. Setiap huruf yang harus dibaca sukun (mati) diberi tanda

sukun dan huruf yang diidghamkan tidak diberi tanda sukun tetapi huruf yang

sesudahnya diberi tanda syaddah; kecuali huruf ta sebelum tha maka sukun tetap

dituliskan.9

Kemudian pada abad ketiga Hijriah terjadi perbaikan dan penyempurnaan


rasm Mushaf. Dan orang pun berlomba-lomba memilih bentuk tulisan yang baik
dan menemukan tanda-tanda yang khas. Mereka memberikan untuk huruf yang
disyaddah sebuah tanda seperti busur. Sedang untuk alif wasal diberi lekuk di
atasnya, di bawahnya atau di tengahnya sesuai dengan harakat sebelumnya;
fathah, kasrah atau dhammah.10

8
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, h. 187.
9
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, h. 188.
10
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, h. 188.
7

Berdasarkan sejarah perkembangan yang diuraikan sebelumnya dapat

dipahami bahwa seiring perkembangan zaman terjadi perbaikan-perbaikan untuk

mencapai kesempurnaan dari penulisan al-Qur’an agar tidak terjadi kekeliruan

pada saat membaca al-Qur’an.

C. Kaidah-kaidah Penulisan Al-Qur’an

Al-Qur’an memiliki kaidah-kaidah penulisan. Kaidah atau aturan


penulisan tersebut berkisar pada enam hal, yaitu penghapusan (al-hadzf ),
penambahan (al-ziyadah), penulisan al-hamzah, penggantian (al-badal),
persambungan dan pemisahan (al-washlu wa al-fashlu), dan tulisan atau kata yang
bisa dibaca dua bunyi.11

1. Al-Hadzf

Al-Hadzf berarti menghapus, membuang, menghilangkan atau

meniadakan huruf.12

a. Menghilangkan huruf alif ( ‫) ا‬

1) Dari ya nida’. Misalnya: ‫ٰي أَيَُّهاالنَّاُس‬


2) Dari ha’ tanbih. Misalnya: ‫ٰه أَْنتُْم‬
3) Dari kata na (‫)نَا‬. Misalnya: ‫اَْنَج ْيٰن ُك ْم‬

4) Dari lafaz jalalah ( ‫)هلَلا‬


5) Dari dua kata ‫ الَّرْح ٰم ن‬dan ‫ُسْبٰح َن‬
6) Sesudah huruf lam. Misalnya: ‫َخ ٰل تَِف‬
7) Setelah dua huruf lam. Misalnya: ‫الَك ٰل َله ُه‬
8) Dari semua mutsanna. Misalnya: ‫َر ُج ٰل ِن‬
9) Dari setiap jama’ tashih baik mudzakkar maupun mu’annats. Misalnya:

11
Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah, Studi Ulumul Quran (Cet. I; Bandung:
Pustaka Setia, 2003), h. 123.
12
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 94.
8

‫ ٰس ِم عْو َن‬dan ‫الْم ْؤ ِم ٰن ُت‬


10) Dari semua jama’ yang se-wazan dengan ‫ ُ َم ٰس ِج د‬dan ‫ٰص َر ى‬
‫الَّٰن‬.

11) Dari semua kata bilangan. Misalnya: ‫ثَٰل َث‬


b. Menghilangkan huruf ya’ ( ‫) ي‬

Huruf ya’ (‫ )ي‬dibuang setiap manqush munawwan baik berharakat

rafa’ maupun jar. Misalnya: ‫َغْيَر بَاٍغ َو َالَعاٍد‬...


Termasuk yang dihilangkan huruf ya’ kata ‫أَطْيعْو ِن‬, ‫ِاْطقُو ِن‬, ‫َخ افُو ِن‬,
‫ َفْر َهبُو ِن‬dan ‫فَأَر ِس لُو ِن‬.
,

c. Menghilangkan huruf wawu ( ‫) و‬

Huruf wawu (‫ )و‬apabila terletak bergandengan. Misalnya: ‫ الَيْستَو َن‬dan


‫ فَأَو االَى‬.
d. Menghilangkan huruf lam ( ‫) ل‬

Huruf lam (‫ )ل‬dihilangkan apabila dalam keadaan idgam. Misalnya: ‫اَلَّْيُل‬


dan ‫اَلِذ ى‬
Diluar penghilangan empat huruf yang telah dijelaskan sebelumnya, ada
penghilangan huruf yang tidak masuk kaidah, misalnya penghilangan (hadzf)

huruf alif pada kata ‫َم اِلِك‬ dan hadzf ya’ dari kata ‫ اْبَر اِهْيُم‬hadzf wawu pada empat
13
. :fi’il (kata kerja) berikut ‫ َو َيْدُع اِال ْنَس اُن‬- ُ‫ يْم ُح الل‬- ٍ‫ يَو َم َيدُع التَاع‬dan ‫َس َنْدُع‬
‫آلَّز بَآنِيَة‬
2. Al-Ziyadah

Ziyadah berarti penambahan. Kata yang ditambah hurufnya dengan rasm

Utsmani adalah alif, ya, dan wawu.14

a.Penambahan huruf alif (‫)ا‬

13
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 94-95.
14
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 95.
9

1) Penambahan huruf alif (‫ )ا‬sesudah wawu (‫ )و‬pada akhir setiap isim jama’
(kata benda bentuk jamak) atau yang mempunyai hukum jamak, seperti

‫ ُم َلقُو اَر بِهْم‬dan ‫اُو لُْو اَاْلاْلبَاِب‬


2) Penambahan huruf alif (‫ )ا‬sesudah huruf hamzah marsumah waw (hamzah

yang ditulis di atas rumah wawu), seperti ‫ تَاِهلل تْفتَؤ ا‬yang asalnya ‫ُ تَاِهلل تْفتَأ‬

Demikian juga halnya dengan kata ‫ ِم ائَة‬dan ‫ِم ائَتَيِن‬


b. Penambahan huruf ya (‫ )ي‬pada kata-kata ‫ِم ْن تْلقَائَنْفِس ى‬ dan ‫َو َر اِئ‬ ‫ِم ْن‬
‫ِح َج اٍب‬
c. penambahan huruh wawu (‫ )و‬pada kata-kata tertentu seperti ‫اُو لُو‬, ‫اُو ٰل ئ َك‬,
‫اُو َالِء‬, dan ‫اُو ال َت‬. 15

3. Al-Hamzah

Apabila hamzah berharakat sukun, maka ditulis dengan huruf berharakat

yang sebelumnya, misalnya ‫ اْئذَن‬, ‫ُاْ ُؤ تُم َن‬ kecuali pada beberapa kata yang di
ekspepsikan.

Adapun hamzah (‫ )ء‬yang berharakat, jika ia berada di awal kata, dan


bersambung dengannya (dengan hamzah) huruf tambahan, mutlak harus ditulis

dengan alif, dalam keadaan berharakat fathah atau kasrah, misalnya: ‫اَّيْو َب‬, ‫اُو ُل‬,

‫َس أَص ِر ُف‬, ِ ‫ فَبِا َي‬.

Adapun bila hamzah (‫ )ء‬terletak di tengah, maka ia ditulis sesuai dengan


huruf harakatnya. Kalau fathah dengan alif, kalau kasrah dengan ya dan kalau

dhammah dengan wawu, misalnya ‫َس أَل‬, ‫ َسِئَل‬dan ‫ُ تْقَر ُؤ ه‬.


Akan tetapi, apabila huruf yang sebelumnya hamzah itu sukun, maka tidak

ada tambahan. Misalnya ‫ ِم ْل ُء‬dan ‫اْلَخْب َء‬.16


4. Al-Badal

15
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an I, h. 33-34.
16
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 96.
10

a. Huruf alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata ‫َ الصلٰو ة‬
dan

َ‫ الَّز كٰو ة‬serta َ‫ الَح يٰو ة‬.


b. Huruf alif ditulis dengan ya (‫ )ي‬pada kata-kata berikut: , ‫إلَى‬, ‫َعلَى‬, ‫أَنَّى‬, ‫َم تَى‬
‫َبلَى‬, ‫ َح تَّى‬dan ‫لَد َى‬.
c. Huruf alif diganti dengan nun pada taukid kahfifah kata ‫ِإذَن‬.
d. Huruf Ha’

1) Huruf Ha’ Ta’nits (‫ )ة‬dengan Ta’ Maftuhah pada kata: ‫ َر ْح َم ُت‬dalam


surah al- Baqarah, al-A’raf, Hud, Maryam, al-Rum, dan al-Zukruf.

2) Huruf Ha’ Ta’nits ditulis dengan Ta’ Maftuhah pada kata ‫ نْع َم ُت‬yang
terdapat dalam surah al-baqarah, Ali ‘Imran, al-Maidah, Ibrahi, al-Nahl,

Luqman, Fathir, dan al-Thur. Demikian juga pada ‫ِ ُم ْع ِص ْيُت الل‬ dan ‫ل‬

‫ َع َنُت الِل‬yang terdapat pada surah al-Mujadalah.17


5. Al-Washl wa Al-Fashl (Kaidah Sambung dan pisah)
Washl berarti menyambung. Di sini, washl dimaksudkan metode
penyambungan kata (dalam bahasa Arab disebut huruf, jadi penyambungan dua
huruf) yang mengakibatkan hilang atau dibuangnya huruf tertentu.

a. Bila an ( ‫ )أْن‬dengan harakat fathah pada hamzah-nya disusul dengan ( ‫)َال‬,


maka penulisannya bersambung dengan menghilangkan huruf nun, seperti ‫أَّاَل‬

tidak ditulis ‫ اَن َال‬kecuali pada kalimat ,‫ اَن الَتَقُو لُو ا‬dan ‫اَن تَع بُد ُو ااالَّالل‬.
b. Min ( ‫ )ِم ْن‬yang bersambung dengan ma (‫ )َم ا‬penulisannya disambung dengan
huruf nun pada min-nya tidak ditulis, seperti ‫ ِمَّم ا‬kecuali ‫ِم ْن َم اَم لَك ْت اَيَم انَُك ْم‬

yang terdapat di dalam surah al-Nisa’ dan al- Rum dan ‫ َو ِم ْن َم اَر َز ْقنَاُك ْم‬pada
surah al-Munafiqun.

17
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 96.
11

c. Min ( ‫)ِم ْن‬ yang disusul dengan man ( ‫)َم ْن‬ ditulus bersambung dengan

menghilangkan huruf nun (‫ )ن‬sehingga menjadi mimman ‫ِمَّم ْن‬ , bukan min

man ‫ِم ْن َم ْن‬.


d. ‘An ( ‫)َع ْن‬ yang disusul dengan man ( ‫)َم ْن‬ ditulis bersambung dengan

menghilangkan nun (‫ )ن‬sehingga menjadi ‘amman ( ‫)َع َّم ْن‬, bukan ‘an man
( ‫)َع ْن َم ْن‬, kecuali pada firman Allah yang berbunyi ‫َو َيْس ِر فُه َع ْن َم ْن َيَش اُء‬.
e. In ( ‫ )اْن‬yang disusul dengan ma (‫ )َم ا‬ditulis bersambung dengan meniadakan
nun (‫ )ن‬sehingga menjadi imma ( ‫)ِاَّم‬, kecuali firman Allah ‫اْن َم اتُوَع دُوَن‬.
f. An ( ‫)اَن‬ disusul dengan ma (‫ )َم ا‬mutlak disambung dan huruf nun (‫)ن‬

ditiadakan sehingga tulisannya menjadi amma (‫)اَّم ا‬.

g. Kulla ( ‫)ُك َّل‬ yang diiringi ma (‫ )َم ا‬disambung sehingga tulisannya menjadi

kullama (‫)ُك لَم ا‬, kecuali pada firman Allah swt. yang berbunyi ‫ِم ْن ُك ِل‬
ُ‫ َم اَس أْلتُم ْو ه‬dan ‫ُك َّل َم اَر دُو اِالَى اْلِفتْنَة‬.
18

6. Kata yang bisa dibaca dua bunyi


Suatu kata (di dalam bahasa Arab, kata yang kita maksud disebut kalimat)
yang bisa dibaca dua bunyi, penulisannya disesuaikan dengan salah satu bunyinya.
Di dalam Mushaf Utsmani penulisan kata semacam itu ditulis dengan

menghilangkan alif. Misalnya: ‫ ٰم ِلِك َيْو ِم الِد ْيِن‬dan ‫ َيْخ دَعْو َن الَل‬. Ayat-ayat ini
boleh dibaca dengan menetapkan alif (yakni dibaca dua alif), boleh juga hanya
dengan menurut bunyi harakat (biasa disebut satu alif).19
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dipahami

bahwa dalam Rasm Al-Qur’an ditetapkan kaidah-kaidah tertentu dalam penulisan

Al-Qur’an.

18
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an I, h. 35-36.
19
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 97.
12

D. Kedudukan Rasm Al-Qur’an

Para ulama berbeda pendapat tentang status atau kedudukan Rasm Al-

Qurán atau Rasm Utsmani. Perdebatan para ulama tentang ini adalah seputar

hukum Rasm Al-Qur’an ini apakah dapat dihukumkan tauqifi, yaitu diajarkan

langsung oleh Rasulullah saw., atau ini adalah hasil ijtihad para sahabat terdahulu.

Perbedaan pendapat para ulama ini dibagi kepada tiga golongan antara lain.

1. Golongan Pertama
Para ulama yang mengakui bahwa rasm Utsmani itu bersifat tauqifi

berpendapat, wajib mengikuti rasm Utsmani dalam penulisan al-Qur’an dan tidak

dibolehkan menyalahinya. Pendapat ini diikuti oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan

Imam Malik, keduanya mengharamkan penulisan al-Qur’an dengan selain rasm

Utsmani.20

Mereka menyebutkan, Nabi pernah mengatakan pada Muawiyah, salah


seorang penulis wahyu, “goreskan tinta, tegakkan huruf ya’, bedakan sin, jangan
kamu miringkan mim, baguskan tulisan lafal Allah, panjangkan Ar-Rahman,
baguskan Ar-Rahim dan letakkan penamu pada telinga kirimu, karena yang
demikian akan lebih dapat mengingatkan kamu”.21

Rasm Utsmani mendapatkan hal-hal yang masing-masing pantas dihargai


dan wajib diikuti. Hal itu adalah pengakuan Rasulullah saw. terhadapnya, perintah
beliau dengan menggunakan undang-undang, kesepakatan sahabat yang
jumlahnya lebih dari dua belas ribu orang dan kesepakatan umat setelah itu pada
masa tabiin dan para imam mujtahid.22

2. Golongan Kedua
Para ulama yang menyatakan rasm Utsmani itu bukan tauqifi tentu mereka

membolehkan penulisan al-Qurán dengan selain rasm Utsmani.23 Banyak ulama


20
Anshori, Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, h. 163.
21
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, h. 182-183.
22
Syeikh Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani, Manahil Al-‘Urfan Fi Ulum Al-Qur’an
(Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), h. 392.
23
Anshori, Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, h. 163.
13

berpendapat bahwa rasm Utsmani bukan tauqifi dari Nabi, tetapi hanya

merupakan satu cara penulisan yang disetujui Utsman dan diterima umat dengan

baik, sehingga menjadi suatu keharusan yang wajib dijadikan pegangan dan tidak

boleh dilanggar.24

Beberapa argumentasi yang dikemukakan perihal rasm Utsmani bukan

tauqifi antara lain:

a. Tidak satupun dari dalil Al-Qur’an maupun hadis yang secara eksplisit

mengatur penulisan Al-Qur’an dengan metode-metode tertentu, yang ada

justru sebaliknya, Al-Qur’an boleh ditulis dengan skrip manapun yang

memudahkan.

b. Kondisi kebudayaan bangsa Arab awal Islam masih dalam fase-fase peralihan,
artinya budaya tulis-menulis belumlah mencapai puncak kulminasinya. Hal ini
terlihat dari banyakya para sahabat yang tidak memiliki kecakapan menulis
(ummi) dan hampir mayoritas umat Islam mempelajari al-Qur’an dengan cara
menghafalnya (sima’i).25

Secara teori, pendapat yang dibidani oleh Abdurrahman Ibn Khaldun, Abu

Bakar al-Baqillani dapat diterima dan dibenarkan. Akan tetapi persoalannya

adalah teks yang dimaksudkan telah menyatu dan terintegrasi dengan al-Qur’an, ia

menjadi bagian integral dari suatu teks suci. Artinya, dalam konteks penulisan

teks-teks Arab umum tentu tidak ada masalah dan sah-sah saja, namun bila

pendapat ini diekspor tanpa batas, sehingga orang dengan semaunya sendiri

menuliskan al-Qur’an dengan skrip apapun yang ia kehendaki, maka akan

berakibat cukup serius. Skrip tulisan al-Qur’an akan dengan mudah berubah dan

berganti edisi dalam tiap generasi seiring perkembangan zaman. Lambat laun,

kandungan al-Qur’an yang terintegrasi dalam teks akan muncul sebagai sebuah

24
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, h. 184.
25
Zainal Arifin Madzkur, “Legalisasi Rasm Utsmani dalam Penulisan al-Qur’an”,
Journal of Qur’an and Hadith Studies, vol. 1 no. 2. (2012), h. 223-224. http://journal.uinjkt.ac.id/
index.php/journal-of-quran-and-hadith/article/download/1325/1178 (Diakses 1 Mei 2018).
14

kitab suci yang tidak lagi sakral, tak ubahnya seperti buku-buku cetak pada

umumnya yang mudah direvisi dalam setiap edisi.26

Berdasarkan uraian mengenai pendapat rasm Utsmani tidak tauqifi dapat

dipahami bahwa pendapat mereka lebih cenderung kepada penulisan al-Qur’an

bebas dengan mengikuti kaidah Arab secara umum tanpa harus terikat dengan

rasm Utsmani.

3. Golongan Ketiga

Golongan ini mengatakan, bahwa al-Qur’an adalah bacaan umum, harus

ditulis menurut kaidah arabiyyah dan sharfiyah, akan tetapi harus senantiasa ada

Mushaf al-Qur’an yang ditulis dengan khat rasm Utsmani sebagai barang penting

yang harus dipelihara, dijaga dan dilestarikan. Pendapat ini oleh Abu Muhammad

al-Maliki disebutnya sebagai pendapat moderat (ra‟yu wasthin), dipelopori oleh

Syaikh Izzudin bin Abdussalam, kemudian diikuti oleh pengarang kitab al-
Burhandan al-Tibyan. Kemudian diikuti oleh Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah dan al-
Azarqani.27 pendapat ketiga ini lebih moderat dan lebih sesuai dengan kondisi

umat. Memang tidak ditemukan nash ditemukan nash yang jelas diwajibkan

penulisan al-Qur’an dengan rasm Utsmani. Namun demikian, kesepakatan para

penulis alQur’an dengan rasm Utsmani harus diindahkan dalam pengertian

menjadikannya sebagai rujukan yang keberadaannya tidak boleh hilang dari

masyarakat Islam.

Sementara jumlah umat islam dewasa ini cukup besar dan tidak menguasai rasm

Utsmani. Bahkan, tidak sedikit jumlah umat Islam yang tidak mampu membaca

aksara arab. Mereka membutuhkan tulisan lain untuk membantu mereka agar

membaca ayat-ayat al-Qur’an, seperti tulisan latin. Namun demikian, al-Qur’an

dengan rasm Utsmani harus dipelihara sebagai standar rujukan ketika dibutuhkan.

26
Zainal Arifin Madzkur, “Legalisasi Rasm Utsmani dalam Penulisan al-Qur’an”, Journal
of Qur’an and Hadith Studies, vol. 1 no. 2. (2012), h. 224.
27
Zainal Arifin Madzkur, “Urgensi Rasm Utsmani”, Jurnal Khatulistiwa, vol. 1 no. 1
(Maret 2011), h. 22.
15

Demikian juga tulisan ayat-ayat al-Qur’an dalam karya ilmiah, rasm Utsmani

mutlak diharuskan karena statusnya sudah masuk dalam kategori rujukan dan

penulisannya tidak mempunyai alasan untuk mengabaikannya.28

Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bahwa penulisan al-Qur’an pada


pendapat ini lebih kepada bagaimana yang termudah bagi pembaca tapi rasm
Utsmani harus tetap dipelihara sebagai standar rujukan ketika dibutuhkan.

Dari ketiga pendapat di atas penulis lebih cenderung menyatakan, bahwa

untuk penulisan al-Qur’an secara utuh sebagai kitab suci umat Islam, mesti

mengikuti dan berpedoman kepada rasm Utsmani, hal ini mengingat

pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

1. Agar umat Islam diseluruh dunia memiliki kitab suci yang seragam dalam
pola penulisannya, sesuai dengan pedoman aslinya.

2. Pola penulisan al-Qur’an dengan rasm Utsmani, kalaupun tidak bersifat

taufiqi minimal telah merupakan ijma’ atau kesepakatan para sahabat

Nabi. Ijla’ sahabat memiliki kekuatan hokum tersebut yang wajib diikuti,

termasuk dalam penulisan al-Qur’an dengan rasm Utsmani (bila

dimaksudkan sebagai kitab suci secara utuh).

28
Djamilah Usup, “Ilmu Rasm Al-Qur’an”, Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, vol. 5 no. 1 (2007),
h. 5-6.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,
penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa:

1. Rasm al-Qur’an adalah tata cara penulisan kalimat-kalimat dan hurufhuruf

al-Qur’an yang dilakukan oleh para sahabat sesuai dengan kaidahkaidah

yang disetujui oleh khalifah Utsman bin Affan.

2. Sejarah rasm al-Qur’an dari masa ke masa mengalami perkembangan yang

signifikan. Mulai dari masa atau zaman Rasulullah saw. sampai dengan

sekarang ini. Pada masa rasulullah ayat ayat al-Qur’an al-Qur’an ditulis

pada benda-benda sederhana, seperti kepingan-kepingan batu, tulang-

tulang kulit unta dan pelepah kurma. Tulisan al-Qur’an ini masih

terpencar-pencar dan belum terhimpun dalam sebuah mushaf. Pada masa

khalifah Abu Bakar, al-Qur’an di zaman Abu Bakar masih dalam rangka

pemeliharaan agar jangan sampai ada yang terluput dari al-Qur’an. Pada

masa khalifah Umar bin Khattab, hanya meneruskan bagaimana

pemeliharaan al-Qur’an pada masa Khalifah Abu bakar yaitu dengan

menjaga al-Qur’an dengan memberikan tugas kepada Hafshah untuk

menyimpannya. Pada masa Utsman bin Affan, penulisan al-Qur’an ditulis

dalam satu mushaf untuk mengatasi perbedaan logat bacaan yang

dilakukan oleh umat Islam yang sudah menyebar di beberapa daerah di

luar Arab. Pada masa Ali bin Abi Thalib terjadi perbaikan Al-Qur’an

dengan pemberian harakat-harakat pada tulisan al-Qur’an berupa tanda

titik. Perkembangan selanjutnya, penulisan al-Qur’an diberikan harakat

17
3. atau kedudukan rasm alQurán atau rasm Utsmani. Perdebatan para ulama

tentang ini adalah seputar hukum rasm al-Qur’an ini apakah dapat

dihukumkan tauqifi, yaitu diajarkan langsung oleh Rasulullah saw., atau

ini adalah hasil ijtihad para sahabat terdahulu. Perbedaan pendapat para

ulama ini dibagi kepada tiga golongan.

a. Golongan pertama mengatakan bahwa rasm Utsmani itu bersifat

tauqifi berpendapat, wajib mengikuti rasm Utsmani dalam penulisan

al-Qur’an dan tidak dibolehkan menyalahinya. Golongan ini berdasar

pada Rasulullah saw. yang pernah memerintahkan kepada Muawiyah

untuk menulis al-Qur’an berdasarkan penekanan-penekanan tertentu.

Golongan kedua berpendapat bahwa rasm Utsmani itu bukan tauqifi, tentu

mereka membolehkan penulisan al- berupa tanda-tanda baca yang dikenal

saat ini, guna memudahkan umat Islam dalam membaca al-Qur’an.

4. Al-Qur’an memiliki kaidah-kaidah penulisan. Kaidah atau aturan


penulisan tersebut berkisar pada enam hal, yaitu penghapusan (al-hadzf ),
penambahan (al-ziyadah), penulisan al-hamzah, penggantian (al-badal),
persambungan dan pemisahan (al-washlu wa al-fashlu), dan tulisan atau
kata yang bisa dibaca dua bunyi.

a. Para ulama berbeda pendapat tentang status Qurán dengan selain rasm
Utsmani. Banyak ulama berpendapat bahwa rasm Utsmani bukan
tauqifi dari Nabi, tetapi hanya merupakan satu cara penulisan yang
disetujui Utsman dan diterima umat dengan baik.

b. Golongan ketiga beranggapan bahwa dalam penulisan al-Qur’an boleh


menggunakan teknik penulisan sesuai dengan yang memudahkan tapi

19
rasm Utsmani harus dipelihara sebagai standar rujukan ketika
dibutuhkan.

B.Saran

Implikasi yang diharapkan oleh penulis dalam penulisan makalah ini, di


antaranya adalah:

1. Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan kontribusi


atau sumbangsih kepada para pembaca terkait dengan penelitian sensus,
penelitian survei, teknik pengambilan sampel, dan metode pengumpulan

data.

2. Makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

Acep. Ulumul Qur’an. Cet. III; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016.


Anshori. Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan. Cet. III;
Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Cet. X; Bandung:
Diponegoro, 2013.Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qur’an I. Cet. IV;
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Madzkur, Zainal Arifin. “Legalisasi Rasm Utsmani dalam Penulisan al-Qur’an”,
Journal of Qur’an and Hadith Studies, vol. 1 no. 2. (2012).
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/journal-of-quran-and-hadith/article/
download/1325/1178 (Diakses 1 Mei 2018).
-------. “Urgensi Rasm Utsmani”, Jurnal Khatulistiwa, vol. 1 no. 1 (Maret 2011).
http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/khatulistiwa/article/download/
176/138 (Diakses 1 Mei 2018). al-Qaththan, Syaikh Manna. Pengantar Studi
Ilmu Al-Qur’an. Cet. VI; Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011.
Syuhbah, Muhammad bin Muhammad Abu. Studi Ulumul Quran. Cet. I;
Bandung: Pustaka Setia, 2003.
Usup, Djamilah. “Ilmu Rasm Al-Qur’an”, Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, vol. 5 no. 1
(2007). http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JIS/article/view/229/
202 (Diakses 1 Mei 2018).
al-Zarqani, Syeikh Muhammad Abdul Adzim. Manahil Al-‘Urfan Fi Ulum
AlQur’an. Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002.

19

Anda mungkin juga menyukai