RASM AL-QUR’AN
Dosen Pengampu :
Disusun oleh:
Bintang (230204053)
Segala puji syukur kepada Allah SWT, karena atas limpahan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas berjudul “Rasm Al-Qur`an”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur`an.Dalam
makalah ini akan dibahas hal-hal yang menyangkut tentang Al-Qur`an
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak luput dari kekurangan.
Oleh sebab itu, kami sangat berharap dapat menerima kritik dan saran dari semua
pihak untuk kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi para pembaca.
Hormat Kami,
Penulis
DAFT ISI
COVER ………………………………………………………………………… i
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................2
C. Tujuan Penulisan...............................................................................2
A. Kesimpulan......................................................................................17
B. Saran................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai kitab suci terakhir di maksutkan untuk menjadi petunjuk,
bukan saja bagi anggota masyarakat tempat kitab ini diturunkan, tetapi juga bagi
seluruh masyarakat manusia hingga akhir zaman.
Al-Qur’an juga merupakan salah satu sumber hokum islam yang menduduki
peringkat teratas. Dan seluruh ayatnya berstatus qat’I al-Qurud yang diyakini
eksistensinya sebagai wahyu dari Allah swt. Dengan demikian, autentitas al-
Sejak awal hingga akhir turunnya, seluruh ayat al-Qur’an telah ditulis dan
didokumentasikan oleh para juru tulis wahyu yang ditunjuk oleh rasulullah saw.
mutawatir baik secara hafalan maupun tulisan. Dalam pada itu, al-Qur’an sebagai
yang dimiliki umat Islam sekarang, ternyata telah mengalami proses sejarah yang
cukup unik dalam upaya penulisan dan pembukuannya. Pada masa Nabi saw,
alQur’an belum ditulis dan dibukukan dalam satu mushaf. Ia baru ditulis pada
dengan kondisi peradaban masyarakat waktu itu yang belum mengenal adanya
alat tulis
1
2
1
Djamilah Usup, “Ilmu Rasm Al-Qur’an”, Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, vol. 5 no. 1 (2007), h. 1.
http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JIS/article/view/229/202 (Diakses 1 Mei 2018).
Untuk mengfungsikan al-Qur’an dan memahami isi serta kandungan maka
diperlukan suatu ilmu yang terkait. Salah satunya adalah ilmu Rasm Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
Secara bahasa rasm berarti gambar atau tulisan. Secara istilah rasm
alQur’an adalah tata cara menuliskan huruf dan kalimat al-Qur’an sesuai dengan
metode yang ditetapkan dalam mushaf utsmani pada masa khalifah Utsman bin
Affan. Istilah rasm al-Quran juga diartikan sebagai pola penulisan al-Qur’an yang
digunakan Utsman bin Affan dan empat sahabat ketika menulis dan membukukan
al-Qur’an.2
kata-kata al-Qur’an yang disetujui khalifah Utsman bin Affan dan dipedomani
oleh tim penyalin Al-Qur’an yang dibentuknya dan terdiri atas Zaid ibn Tsabit,
‘Abdullah ibn al-Zubair, Sa’id ibn al-‘Ash, dan ‘Abd al-Rahman ibn al-Harits ibn
Hisyam.3
Zaid bin Tsabit bersama tiga orang Quraisy telah menempuh suatu metode
khusus dalam penulisan al-Qur’an yang disetujui oleh Utsman. Para ulama
Rasm al-Qur’an adalah tata cara menulis al-Qur’an yang ditetapkan pada
masa khalifah Utsman bin Affan. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah-kaidah
tertentu.5
2
Anshori, Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan (Cet. III; Jakarta:
Rajawali Pers, 2016), h. 155.
3
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an I (Cet. IV; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002),
h. 29.
4
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Cet. VI; Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2011), h. 182.
5
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an (Cet. III; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016), h. 94.
4
dipahami bahwa rasm al-Qur’an adalah tata cara penulisan kalimat-kalimat dan
lainnya mereka mencatat wahyu al-Qur’an tanpa pola penulisan standar, karena
Tulisan al-Qur’an ini masih terpencar-pencar dan belum terhimpun dalam sebuah
mushaf dan disimpan di rumah Nabi saw.. Penulisan ini bertujuan untuk
Bakar setelah menerima usul dari Umar ibn al-Kattab yang khawatir akan semakin
tujuan pokok dalam penyalinan al-Qur’an di zaman Abu Bakar masih dalam
rangka pemeliharaan agar jangan sampai ada yang terluput dari al-Qur’an.5
55
Djamilah Usup, “Ilmu Rasm Al-Qur’an”, Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, vol. 5 no. 1 (2007),
h. 2-3. http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JIS/article/view/229/202 (Diakses 1 Mei 2018).
motif awalnya memang dipergunakan sebagai naskah asli (original), bukan
sebagai naskah hafalan. Setelah semua rangkaian naskah selesai, naskah tersebut
5
Pada zaman khalifah Utsman bin Affan, al-Qur’an disalin lagi ke dalam
beberapa naskah. Untuk melakukan pekerjaan ini, Utsman membentuk tim 4 yang
terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Saad Ibn al-Ash, dan Abd
alRahman Abd al-harits. Dalam kerja penyalinan al-Qur’an ini mereka mengikuti
masa hidup Nabi saw. Tulisannya secara maksimal maupun diakomodasi ira’at
yang berbedabeda, dan menghilangkan semua tulisan sahabat yang tidak termasuk
ayat alQur’an. Para penulis dan para sahabat setuju dengan tulisan yang mereka
gunakan ini. Para ulama menyebut cara penulisannya ini sebagai rasm al-Mushaf.
Karena cara penulisan disetujui oleh Utsman sehingga sering pula dibangsakan
oleh Utsman. Sehingga mereka sebut rasm Utsmani atau rasm al-Utsmani.
Namun demikian pengertian rasm ini terbatas pada mushaf oleh tim 4 di zaman
Utsman dan tidak mencakup rasm Abu Bakar pada zaman Nabi saw. Bahkan,
beredarnya dan menimbulkan perselisihan di kalangan umat Islam. Hal ini nanti
Pada zaman Ali bin Abi Thalib terjadi proses perbaikan rasm Utsmani,
karena seperti yang kita ketahui mushaf atau rasm Utsmani tidak memakai tanda
baca titik dan harakat, karena semata-mata didasarkan atas karakter pembacaan
orang-orang Arab yang masih murni, sehingga mereka tidak memerlukan syakal
6
Zainal Arifin Madzkur, “Urgensi Rasm Utsmani”, Jurnal Khatulistiwa, vol. 1 no. 1
(Maret 2011), h. 18. http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/khatulistiwa/article/download
/176/138 (Diakses 1 Mei 2018).
7
Djamilah Usup, “Ilmu Rasm Al-Qur’an”, Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, vol. 5 no. 1 (2007),
h. 3.
6
dengan harakat dan pemberian titik. Ketika bahasa Arab mulai mengalami
kerusakan karena banyaknya percampuran (dengan bahasa non Arab) maka para
penguasa menganggap pentingnya ada formasi penulisan mushaf dengan harakat,
titik dan lain-lain yang dapat membantu pembacaan yang benar.8
Perbaikan rasm Mushaf itu berjalan secara bertahap. Pada mulanya syakal
berupa titik. Kemudian terjadi perubahan penentuan harakat yang berasal dari
huruf, dan itulah yang dilakukan oleh al-Khalil. Perubahan itu ialah fathah berupa
tanda garis bujur di atas huruf, kasrah berupa tanda garis bujur di bawah huruf,
dhammah dengan wawu kecil di atas huruf dan tanwin dengan tambahan tanda
serupa. Alif yang dihilangkan dan diganti, pada tempatnya dituliskan dengan
warna merah. Hamzah yang dihilangkan dituliskan berupa hamzah dengan warna
merah tanpa huruf. Pada nun dan tanwin sebelum huruf ba diberi tanda iqlab
berwarna merah. Sedang nun dan tanwin sebelum huruf tekak (halaq) diberi tanda
sukun dengan warna merah. Nun dan tanwin tidak diberi tanda apa-apa ketika
idgham dan ikhfa’. Setiap huruf yang harus dibaca sukun (mati) diberi tanda
sukun dan huruf yang diidghamkan tidak diberi tanda sukun tetapi huruf yang
sesudahnya diberi tanda syaddah; kecuali huruf ta sebelum tha maka sukun tetap
dituliskan.9
8
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, h. 187.
9
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, h. 188.
10
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, h. 188.
7
1. Al-Hadzf
meniadakan huruf.12
11
Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah, Studi Ulumul Quran (Cet. I; Bandung:
Pustaka Setia, 2003), h. 123.
12
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 94.
8
huruf alif pada kata َم اِلِك dan hadzf ya’ dari kata اْبَر اِهْيُمhadzf wawu pada empat
13
. :fi’il (kata kerja) berikut َو َيْدُع اِال ْنَس اُن- ُ يْم ُح الل- ٍ يَو َم َيدُع التَاعdan َس َنْدُع
آلَّز بَآنِيَة
2. Al-Ziyadah
13
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 94-95.
14
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 95.
9
1) Penambahan huruf alif ( )اsesudah wawu ( )وpada akhir setiap isim jama’
(kata benda bentuk jamak) atau yang mempunyai hukum jamak, seperti
yang ditulis di atas rumah wawu), seperti تَاِهلل تْفتَؤ اyang asalnya ُ تَاِهلل تْفتَأ
3. Al-Hamzah
yang sebelumnya, misalnya اْئذَن, ُاْ ُؤ تُم َن kecuali pada beberapa kata yang di
ekspepsikan.
dengan alif, dalam keadaan berharakat fathah atau kasrah, misalnya: اَّيْو َب, اُو ُل,
15
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an I, h. 33-34.
16
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 96.
10
a. Huruf alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata َ الصلٰو ة
dan
2) Huruf Ha’ Ta’nits ditulis dengan Ta’ Maftuhah pada kata نْع َم ُتyang
terdapat dalam surah al-baqarah, Ali ‘Imran, al-Maidah, Ibrahi, al-Nahl,
Luqman, Fathir, dan al-Thur. Demikian juga pada ِ ُم ْع ِص ْيُت الل dan ل
tidak ditulis اَن َالkecuali pada kalimat , اَن الَتَقُو لُو اdan اَن تَع بُد ُو ااالَّالل.
b. Min ( )ِم ْنyang bersambung dengan ma ( )َم اpenulisannya disambung dengan
huruf nun pada min-nya tidak ditulis, seperti ِمَّم اkecuali ِم ْن َم اَم لَك ْت اَيَم انَُك ْم
yang terdapat di dalam surah al-Nisa’ dan al- Rum dan َو ِم ْن َم اَر َز ْقنَاُك ْمpada
surah al-Munafiqun.
17
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 96.
11
c. Min ( )ِم ْن yang disusul dengan man ( )َم ْن ditulus bersambung dengan
menghilangkan huruf nun ( )نsehingga menjadi mimman ِمَّم ْن , bukan min
menghilangkan nun ( )نsehingga menjadi ‘amman ( )َع َّم ْن, bukan ‘an man
( )َع ْن َم ْن, kecuali pada firman Allah yang berbunyi َو َيْس ِر فُه َع ْن َم ْن َيَش اُء.
e. In ( )اْنyang disusul dengan ma ( )َم اditulis bersambung dengan meniadakan
nun ( )نsehingga menjadi imma ( )ِاَّم, kecuali firman Allah اْن َم اتُوَع دُوَن.
f. An ( )اَن disusul dengan ma ( )َم اmutlak disambung dan huruf nun ()ن
g. Kulla ( )ُك َّل yang diiringi ma ( )َم اdisambung sehingga tulisannya menjadi
kullama ()ُك لَم ا, kecuali pada firman Allah swt. yang berbunyi ِم ْن ُك ِل
ُ َم اَس أْلتُم ْو هdan ُك َّل َم اَر دُو اِالَى اْلِفتْنَة.
18
menghilangkan alif. Misalnya: ٰم ِلِك َيْو ِم الِد ْيِنdan َيْخ دَعْو َن الَل. Ayat-ayat ini
boleh dibaca dengan menetapkan alif (yakni dibaca dua alif), boleh juga hanya
dengan menurut bunyi harakat (biasa disebut satu alif).19
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dipahami
Al-Qur’an.
18
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an I, h. 35-36.
19
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 97.
12
Para ulama berbeda pendapat tentang status atau kedudukan Rasm Al-
Qurán atau Rasm Utsmani. Perdebatan para ulama tentang ini adalah seputar
hukum Rasm Al-Qur’an ini apakah dapat dihukumkan tauqifi, yaitu diajarkan
langsung oleh Rasulullah saw., atau ini adalah hasil ijtihad para sahabat terdahulu.
Perbedaan pendapat para ulama ini dibagi kepada tiga golongan antara lain.
1. Golongan Pertama
Para ulama yang mengakui bahwa rasm Utsmani itu bersifat tauqifi
berpendapat, wajib mengikuti rasm Utsmani dalam penulisan al-Qur’an dan tidak
dibolehkan menyalahinya. Pendapat ini diikuti oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan
Utsmani.20
2. Golongan Kedua
Para ulama yang menyatakan rasm Utsmani itu bukan tauqifi tentu mereka
berpendapat bahwa rasm Utsmani bukan tauqifi dari Nabi, tetapi hanya
merupakan satu cara penulisan yang disetujui Utsman dan diterima umat dengan
baik, sehingga menjadi suatu keharusan yang wajib dijadikan pegangan dan tidak
boleh dilanggar.24
a. Tidak satupun dari dalil Al-Qur’an maupun hadis yang secara eksplisit
memudahkan.
b. Kondisi kebudayaan bangsa Arab awal Islam masih dalam fase-fase peralihan,
artinya budaya tulis-menulis belumlah mencapai puncak kulminasinya. Hal ini
terlihat dari banyakya para sahabat yang tidak memiliki kecakapan menulis
(ummi) dan hampir mayoritas umat Islam mempelajari al-Qur’an dengan cara
menghafalnya (sima’i).25
Secara teori, pendapat yang dibidani oleh Abdurrahman Ibn Khaldun, Abu
adalah teks yang dimaksudkan telah menyatu dan terintegrasi dengan al-Qur’an, ia
menjadi bagian integral dari suatu teks suci. Artinya, dalam konteks penulisan
teks-teks Arab umum tentu tidak ada masalah dan sah-sah saja, namun bila
pendapat ini diekspor tanpa batas, sehingga orang dengan semaunya sendiri
berakibat cukup serius. Skrip tulisan al-Qur’an akan dengan mudah berubah dan
berganti edisi dalam tiap generasi seiring perkembangan zaman. Lambat laun,
kandungan al-Qur’an yang terintegrasi dalam teks akan muncul sebagai sebuah
24
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, h. 184.
25
Zainal Arifin Madzkur, “Legalisasi Rasm Utsmani dalam Penulisan al-Qur’an”,
Journal of Qur’an and Hadith Studies, vol. 1 no. 2. (2012), h. 223-224. http://journal.uinjkt.ac.id/
index.php/journal-of-quran-and-hadith/article/download/1325/1178 (Diakses 1 Mei 2018).
14
kitab suci yang tidak lagi sakral, tak ubahnya seperti buku-buku cetak pada
bebas dengan mengikuti kaidah Arab secara umum tanpa harus terikat dengan
rasm Utsmani.
3. Golongan Ketiga
ditulis menurut kaidah arabiyyah dan sharfiyah, akan tetapi harus senantiasa ada
Mushaf al-Qur’an yang ditulis dengan khat rasm Utsmani sebagai barang penting
yang harus dipelihara, dijaga dan dilestarikan. Pendapat ini oleh Abu Muhammad
Syaikh Izzudin bin Abdussalam, kemudian diikuti oleh pengarang kitab al-
Burhandan al-Tibyan. Kemudian diikuti oleh Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah dan al-
Azarqani.27 pendapat ketiga ini lebih moderat dan lebih sesuai dengan kondisi
umat. Memang tidak ditemukan nash ditemukan nash yang jelas diwajibkan
masyarakat Islam.
Sementara jumlah umat islam dewasa ini cukup besar dan tidak menguasai rasm
Utsmani. Bahkan, tidak sedikit jumlah umat Islam yang tidak mampu membaca
aksara arab. Mereka membutuhkan tulisan lain untuk membantu mereka agar
dengan rasm Utsmani harus dipelihara sebagai standar rujukan ketika dibutuhkan.
26
Zainal Arifin Madzkur, “Legalisasi Rasm Utsmani dalam Penulisan al-Qur’an”, Journal
of Qur’an and Hadith Studies, vol. 1 no. 2. (2012), h. 224.
27
Zainal Arifin Madzkur, “Urgensi Rasm Utsmani”, Jurnal Khatulistiwa, vol. 1 no. 1
(Maret 2011), h. 22.
15
Demikian juga tulisan ayat-ayat al-Qur’an dalam karya ilmiah, rasm Utsmani
mutlak diharuskan karena statusnya sudah masuk dalam kategori rujukan dan
untuk penulisan al-Qur’an secara utuh sebagai kitab suci umat Islam, mesti
1. Agar umat Islam diseluruh dunia memiliki kitab suci yang seragam dalam
pola penulisannya, sesuai dengan pedoman aslinya.
Nabi. Ijla’ sahabat memiliki kekuatan hokum tersebut yang wajib diikuti,
28
Djamilah Usup, “Ilmu Rasm Al-Qur’an”, Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, vol. 5 no. 1 (2007),
h. 5-6.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,
penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa:
signifikan. Mulai dari masa atau zaman Rasulullah saw. sampai dengan
sekarang ini. Pada masa rasulullah ayat ayat al-Qur’an al-Qur’an ditulis
tulang kulit unta dan pelepah kurma. Tulisan al-Qur’an ini masih
khalifah Abu Bakar, al-Qur’an di zaman Abu Bakar masih dalam rangka
pemeliharaan agar jangan sampai ada yang terluput dari al-Qur’an. Pada
luar Arab. Pada masa Ali bin Abi Thalib terjadi perbaikan Al-Qur’an
17
3. atau kedudukan rasm alQurán atau rasm Utsmani. Perdebatan para ulama
tentang ini adalah seputar hukum rasm al-Qur’an ini apakah dapat
ini adalah hasil ijtihad para sahabat terdahulu. Perbedaan pendapat para
Golongan kedua berpendapat bahwa rasm Utsmani itu bukan tauqifi, tentu
a. Para ulama berbeda pendapat tentang status Qurán dengan selain rasm
Utsmani. Banyak ulama berpendapat bahwa rasm Utsmani bukan
tauqifi dari Nabi, tetapi hanya merupakan satu cara penulisan yang
disetujui Utsman dan diterima umat dengan baik.
19
rasm Utsmani harus dipelihara sebagai standar rujukan ketika
dibutuhkan.
B.Saran
data.
19