Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH PENGHIMPUNAN DAN PEMBUKUAN AL-QUR’AN

Makalah

“Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Al-Qur’an Dan Al-Hadist”

Disusun oleh :

Muhammad Fikri Nur Fahri : 2371020017

Ricky Arisandi : 2371020146

Siti Nur Hasanah : 2371020029

Program Studi Sistem Informasi


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG:
1445H/2024M
KATA PENGANTAR

Alhamdullilah segala puji syukur Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nyalah
penulis dapat menyelesaikan Makalah ini yang berjudul “Sejarah Penghimpunan Dan
Pembukuan Al-Qur’an”. Shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
yang telah menegakkan kalimat tauhid serta bimbingan umatnya kejalan yang penuh cahaya
dan semoga kita termasuk kaum yang mendapatkan safaatnya di hari akhir, Aamiin.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Khairun Nita Aulia,
M.Pd.I. selaku dosen pengampu mata kuliah Studi Al-Qur’an Dan Al-Hadist

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan yang pembaca temukan
dalam karya tulis ilmiah ini. Akhir kata penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini berguna
bagi para prmbaca dan pihak – pihak lain yang berkepentingan.

Bandar Lampung

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................. iii

BAB I PEMBAHASAN ........................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Makalah ................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3

2.1 Sejarah Penghimpunan Dan Pembukuan Al-Quran ............................................. 3

2.2 Peran Para Sahabat ............................................................................................... 5

2.3 Metode Dan Teknik Pembukuan Al-Qur’an ........................................................ 8

2.4 Variasi Atau Perbedaan Teks Al-Qur’an ............................................................. 10

BAB II PENUTUP ................................................................................................... 12

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 12

3.2 Saran .................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah penghimpunan dan pembukuan Al-Qur’an adalah suatu proses yang dimulai
sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga periode pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pada
Zaman Rasulullah, Ayat Al-Qur’an tidak dikumpulkan atau dibukukan seperti sekarang.
Namun disebabkan beberapa faktor, maka ayat Al-Qur’an mulai dikumpulkan atau dibukukan,
yaitu dikumpulkan didalam satu Mushaf. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Nabi hanya
dilakukan pada dua cara yaitu dituliskan melalui benda-benda seperti yang terbuat dari kulit
binatang, batu yang tipis dan licin, pelepah kurma, tulang binatang dan lain-lain. Tulisan-
tulisan dari benda-benda tersebut dikumpulkan untuk Nabi dan beberapa diantaranya menjadi
koleksi pribadi sahabat yang pandai baca tulis. Tulisan-tulisan melalui benda yang berbeda
tersebut memang dimiliki oleh Rasulullah namun tidak tersusun sebagaimana mushaf yang
sekarang ini. Pemeliharaan ayat-ayat Al-Qur’an juga dilakukan melalui hafalan baik oleh
Rasulullah maupun oleh para sahabat. Peninggalan Nabi pun hanya mewariskan dokumen
tulisan dari benda-benda sebagaimana tersebut di atas yang kemudian dipindahkan kepada
Khalifah Abu Bakar As-Siddiq yang tidak lengkap.
Berangkat dari banyaknya sahabat nabi yang tewas dalam peperangan (dikenal dengan
perang yamamah). Olehnya itu muncul inisiatif dari Umar bin Khattab untuk membukukan Al-
Qur’an, lalu disampaikanlah niatnya itu pada Khalifah Abu Bakar. Meskipun tidak langsung
disetujui oleh Khalifah Abu Bakar, namun alasan Umar bin Khattab bisa diterima dan
dimulailah pengumpulan Al-Qur’an hingga rampung. Dengan demikian, disusunlah
kepanitiaan atau tim penghimpun Al-Qur’an yang terdiri atas Zaid bin Tsabit sebagai ketua
dibantu oleh Ubay bin Ka’ab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan para sahabat lainnya
sebagai anggota. Namun dengan rentan waktu yang panjang, mulai pada tanggal 12 Rabbiul
Awwal tahun 11 H/632 M yang ditandai dengan wafatnya Rasulullah, hingga 23-35 H/644-
656 M (masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan) atau sekitar 18 tahun setelah wafatnya
nabi barulah dibukukan Al-Qur’an yang dikenal dengan Mushaf Utsmani. Antara rentan waktu
yang cukup panjang hingga beragam suku dan dialek apakah berpengaruh atas penyusunan
kitab suci Al-Qur’an tentunya masih menjadi tanda tanya.

1
1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana Proses Penghimpunan Teks Al-Qur’an Dari Zaman Rasulullah Hingga


Terwujudnya Mushaf Yang Disepakati Oleh Umat Muslim?
2) Apa Peran Para Sahabat Dan Generasi Awal Umat Islam Dalam Pengumpulan Dan
Pembukuan Al-Qur’an?
3) Bagaimana Metode Dan Teknik Pembukuan Al-Qur’an Dilakukan Pada Masa Itu,
Termasuk Penulisan, Pengaturan Surah, Dan Penyusunan Ayat-Ayatnya?
4) Apakah Terdapat Variasi Atau Perbedaan Teks Al-Qur’an Pada Masa Awal
Penghimpunan Dan Pembukuan?

1.3 Tujuan Makalah

1) Memahami Sejarah Penghimpunan Dan Pembukuan Al-Qur’an


2) Mengetahui Peran Para Sahabat Dalam Penghimpunan Dan Pembukuan Al-Quran
3) Mengetahui Metode Dan Teknik Pembukuan Al-Qur’an
4) Memahami Variasi Dan Perbedaan Pembukuan Al-Quran

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Penghimpunan Dan Pembukuan Al-Qur’an

Sejarah telah mencatat bahwa pada masa-masa awal kehadiran agama Islam, bangsa
Arab tempat diturunkannya al-Qur'an tergolong ke dalam bangsa yang buta huruf; sangat
sedikit di antara mereka yang pandai menulis dan membaca.1 Mereka belum mengenal kertas,
sebagaimana kertas yang dikenal sekarang.
Bahkan, Nabi Muhammad Saw sendiri dinyatakan sebagai nabi yang ummi. yang
berarti tidak pandai membaca dan menulis. Buta huruf bangsa Arab pada saat itu dan ke-ummi-
an Nabi Muhammad Saw, dengan tegas disebutkan dalam al-Qur'an surat al-Jumu'ah ayat 2,
yaitu:

ُ ‫هُو الَّذِي بعث فِي أاْل ُ ِم ِين ر‬


‫ ويُز ِكي ِه أم ويُع ِل ُم ُه ُم‬،‫سولا ِم أن ُه أم يتألُوا عل أي ِه أم آياتِ ِه‬

)2( ‫أال ِكتاب و أال ِح أكمة و ِإن كانُوا ِمن ق أب ُل ل ِفي ضَلل ُّم ِبين‬

Artinya: Dialah (Allah) yang mengutus kepada kaum yang buta huruf, seorang rasul
dari kalangan mereka sendiri yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan
mereka dan mengajarkan kepada mereka al- Kitab (al-Qur'an) dan hikmah; dan sesungguhnya
mereka itu.

Kendatipun bangsa Arab pada saat itu masih tergolong buta huruf pada awal penurunan
al-Qur'an, tetapi mereka dikenal memilki daya ingat (hafal) yang sangat kuat. Mereka terbiasa
menghafal berbagai sya'ir Arab dalam jumlah yang tidak sedikit atau bahkan sangat banyak.
Dengan demikian, pada saat diturunkannya al-Qur'an, Rasulullah menganjurkan supaya
al-Qur'an itu dihafal, dibaca selalu, dan diwajibkannya mem- bacanya dalam shalat.2
Sedangkan untuk penulisan al-Qur'an, Rasulullah Saw mengangkat beberapa orang sahabat,
yang bertugas merekam dalam bentuk tulisan semua wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah

1
Zainal Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur’an, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 27.
2
Ibid, hal. 29.

3
Saw. Di antara mereka ialah Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali
bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka'ab,3 dan beberapa sahabat lainnya.
Adapun alat yang digunakan untuk menulis wahyu pada saat itu masih sangat
sederhana. para sahabat menulis Al-Qur'an pada usub (pelepah kurma), likhaf (batu halus
berwarna putih), riqa (kulit), aktaf (tulang unta), dan aqtab (bantalan dari kayu yang biasa
dipasang di atas punggung unta).4 Salah seorang sahabat yang paling banyak terlibat dalam
penulisan Al-Qur'an pada masa nabi adalah Zaid bin Tsabit. Dan juga la terlibat dalam
pengumpulan dan pembukuan Al-Qur'an masing-masing di masa Abu bakar dan Utsman bin
Affan.
Untuk menghindari kerancuan akibat bercampuraduknya ayat-ayat Al- Qur'an dengan
lainnya, misalnya hadis Rasulullah, maka Beliau tidak membenar- kan seseorang sahabat
menulis apapun selain al-Qur'an. Larangan Rasulullah untuk tidak menuliskan selain Al-Qur'an
ini, oleh Dr. Adnan Muhammad, yang disebutkan oleh Kamaluddin Marzuki dalam bukunya,
dipahami sebagai suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk menjamin nilai akurasi
(keakuratan) Al-Qur'an.5
Setiap kali turun ayat Al-Qur'an, Rasulullah memanggil juru tulis wahyu dan
memerintahkan sahabatnya agar mencatat dan menempatkan serta mengurutkannya sesuai
dengan petunjuk Beliau. Pada masa Rasulullah, Keseluruhan Al-Qur'an telah ditulis, namun
masih belum terhimpun dalam satu tempat artinya masih berserak-serak. Mengingat pada masa
itu belum dikenal zaman pembukuan, maka tidaklah mengherankan jika pencatatan Al-Qur'an
bukan dilakukan pada kertas-kertas seperti dikenal pada zaman sekarang, melainkan dicatat
pada benda-benda yang mungkin digunakan sebagai sarana tulis-menulis terutama pelepah-
pelepah kurma, kulit-kulit hewan, tulang belulang, bebatuan dan juga dihafal oleh para hafizh
muslimin.
Dengan demikian terdapatlah di masa Rasulullah Saw tiga unsur yang saling terkait
dalam pemeliharaan Al-Qur'an yang telah diturunkan, yaitu: Hafalan dari mereka yang hafal
Al-Qur'an, Naskah-naskah yang ditulis untuk nabi, dan naskah-naskah yang ditulis oleh mereka
yang pandai menulis dan membaca untuk mereka masing-masing.

3
Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum Al-Qur’an, Cet. II, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hal. 67.
4
Ibid.
5
Ibid., hal. 68.

4
Al-Qur'an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad Saw,
yang keotentikan (keaslian) al-Qur'an dijamin oleh Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman-
Nya dalam Q. S al-Hijr ayat 9, yaitu:

ِ ‫إِنا ن أح ُن ن َّز ألنا‬


ُ ِ‫الذ أكر وإِنَّا لهُ لحاف‬
‫ظون‬

Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Dzikr (al-Qur'an sesungguhnya


Kami (jugalah) yang benar-benar memeliharanya (Q. S al-Hijr: 9).6

Ayat di atas dengan tegas menyatakan bahwa penurunan al-Qur’an dan pemeliharaan
kemurnian-Nya adalah merupakan urusan Allah SWT. Dia-lah yang menurunkan al-Qur’an
kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantaraan malaikat Jibril, dan Dia pulalah yang akan
mempertahankan keaslian atau orisinalitasnya sepanjang waktu.
Namun demikian, tidak berarti kaum muslimin boleh berpangku tangan begitu saja,
tanpa menaruh kepedulian sedikitpun terhadap pemeliharaan al-Qur’an. Sebaiknya kaum
muslimin harus bersikap pro aktif dalam memelihara keaslian kitab sucinya.
Sebelum wafat, Rasulullah telah mencocokkan Al-Qur’an yang diturunkan Allah
kepada Beliau dengan Al-Qur’an yang dihafal para hafizh, surat demi surat, ayat demi ayat.7
Maka Al-Qur’an yang dihafal para hafizh itu merupakan duplikat Al-Qur’an yang dihafal oleh
Rasulullah Saw.
Setelah para penghafal dan menguasai dengan sempuma, para hafizh (penghafal ayat-
ayat Al-Qur'an) menyebarluaskan apa yang telah mereka hafal, mengajarkan-nya kepada anak-
anak kecil dan mereka yang tidak menyaksikan saat wahyu turun,8 baik dari penduduk Makkah
maupun Madinah dan daerah sekitarnya.

6
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, (Bandung: Jumanatul Ali-ART, 2004).
7
Ibrahim Al lbyariy, Pengenalan Sejarah Al-Qur’an, Penej. Saad Abdul Wahid, Cet. II, (Jakarta: Raja Gravindo
Persada, 1993), hal. 70.
8
Abdullah al-Zanjani, Sejarah Al-Qur’an, Penerj. Kamaluddin Marzuki, A. Qurtubi Hasan, Cet. I, (Jakarta:
Hikmah, 2000), hal. 31.

5
2.2 Peran Para Sahabat Dan Generasi Awal Umat Islam Dalam Pengumpulan Dan
Pembukuan Al-Qur’an

a. Pembukuan Al-Qur'an pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq

Setelah Rasulullah wafat, para sahabat baik dari kalangan Anshar maupun Muhajirin
sepakat mengangkat Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah bagi kaum muslimin. Pada masa
awal pemerintahannya, banyak di antara orang-orang Islam yang belum kuat imannya.
Terutama di Yaman banyak di antara mereka yang menjadi murtad dari agamanya,9 dan banyak
pula yang menolak membayar zakat. Di samping itu, ada pula orang-orang yang mengaku
dirinya sebagai nabi seperti Musailamah al-Kahzab. Musailamah mengaku nabi pada masa
Rasulullah.
Melihat fenomena yang terjadi, Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah mengabil
ketegasan dengan memerangi mereka yang yang ingkar zakat dan mengaku sebagai nabi
beserta pengikutnya. Maka terjadilah peperangan yang hebat untuk menumpas orang-orang
murtad dan pengikut-pengikut orang yang mengaku dirinya nabi. Peperangan itu dikenal
dengan perang Yamamah.
Dalam peperangan itu tujuh puluh penghafal Al-Qur'an dari kalangan sahabat gugur.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran dalam diri Umar bin Khattab (yang kemudian
menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah kedua).10 Karena orang- orang ini merupakan
penghafal al-Qur'an yang amat baik, Umar merasa cemas jika bertambah lagi angka yang
gugur.11 Kemudian Umar menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar
pengumpulkan dan membukukan Al-Qur'an dalam satu mushaf karena dikhawatirkan akan
musnah, karena dalam peperangan Yamamah telah banyak penghafal Al-Qur'an yang gugur.
Di sisi lain, Umar juga merasa khawatir kalau peperangan di tempat- tempat lain akan
terbunuh banyak penghafal Al-Qur'an sehingga Al-Qur'an akan hilang dan musnah. Pada
awalnya Abu Bakar menolak usul Umar untuk mengumpulkan dan membukukan Al-Qur'an,
karena hal ini tidak dilakukan oleh Rasulullah Saw. Walapun demikian Umar tetap membujuk
Abu Bakar, hingga akhirnya Allah SWT membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan
dari Umar bin Khattab untuk mengumpulkan dan membukukan Al-Qur'an.

9
Zainal Abidin S, Seluk Beluk…, hal. 31.
10
Manna’ Khalil al-Qathan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Penerj. Mudzakir AS, Cet. VIII, (Litera Antar Nusa, 2004),
hal. 188.
11
W. Montgommery Watt, Pengantar Studi Al-Qur’an, Penerj. Taufik Adnan Amal, Cet. I, (Jakarta: Rajawali,
1991), hal. 61.

6
Kemudian Abu Bakar meminta kepada Zaid bin Tsabit, mengingat kedudukannya
dalam qiraat, penulisan, pemahaman, dan kecerdasannya serta kehadirannya pada pembacaan
Al-Qur'an terakhir kali oleh Rasulullah Saw. Abu Bakar menceritakan kepadanya
kekhawatiran Umar dan usulan Umar. Pada mulanya, Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar
sebelum itu, bahkan ia mengungkapkan bahwa pekerjaan itu sangat berat dengan mengatakan
seandainya aku diperintahkan untuk memindahkan sebuah bukit, maka hal itu tidak lebih berat
bagiku daripada mengumpulkan Al-Qur'an yang engkau perintahkan. Keduanya kemudian
bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid bin Tsabit dapat menerima dengan lapang dada
permintaan penulisan Al-Qur'an itu.
Ada sebuah riwayat menyebutkan bahwa untuk kegiatan yang dimaksud yaitu
pengumpulan dan pembukuan Al-Qur'an, Abu Bakar mengangkat semacam panitia yang terdiri
dari empat orang dengan komposisi kepanitiaan sebagai berikut: Zaid bin Tsabit sebagai ketua,
dan tiga orang lainnya yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan Ubay bin Ka'ab, masing-
masing sebagai anggota. Panitia penghimpun yang semuanya penghafal dan penulis Al-Qur'an
termsyur, itu dapat menyelesaikan tugasnya dalam waktu kurang dari satu tahun, yakni sesudah
peristiwa peperangan Yamamah (12 H/633 M) dan sebelum wafat Abu Bakar ash- Shiddiq.
Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an, Zaid bin Tsabit bekerja sangat teliti.
Sekalipun beliau hafal Al-Qur'an seluruhnya, tapi untuk kepentingan pengumpulan Al-Qur'an
yang sangat penting bagi umat Islam, masih memandang perlu mencocokkan hafalan atau
catatan sahabat-sahabat yang lain dengan meng- hadirkan beberapa orang saksi.
Dengan selesainya pengumpulan ayat-ayat Al-Qur'an dalam satu mushaf dengan
urutan-urutan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw, Zaid bin Tsabit kemudian
menyerahkannya kepada Abu Bakar sebagai khalifah pada saat itu. Muzhaf ini tetap dipegang
khalifah Abu Bakar hingga akhir hayatnya. Kemudian dipindahkan ke rumah Umar bin Khatab
selama pemerintahannya. Sesudah beliau wafat, Mushaf itu ipindahkan ke rumah Hafsah, putri
Umar, dan juga sebagai istri Rasulullah Saw sampai masa pembukuan di masa khalifah Utsman
bin Affan.
Mushaf itu tidak diserahkan kepada khalifah sesudah Umar, alasannya adalah sebelum
wafat, Umar memberikan kesempatan kepada enam orang sahabat diantaranya Ali bin Abi
Thalib untuk bermusyawarah memilih seorang di antara mereka menjadi khalifah. Kalau Umar
memberikan mushaf yang ada padanya kepada salah seorang di antara enam sahabat itu, Ia
khawatir dipahami sebagai dukungan kepada sahabat yang memegang mushaf. Padahal Umar
ingin mem- berkan kebebasan kepada para sahabat untuk memilih salah seorang dari mereka
menjadi khalifah.
7
b. Pembukuan Al-Qur'an pada Masa Utsman bin Affan

Dalam perjalanan selanjutnya, ketika jabatan khalifah dipegang Utsman bin Affan dan
Islam tersiar secara luas sampai ke Syam (Syria), Irak, dan lain- lain, ketika itu timbul pula
suatu peristiwa yang tidak diinginkan kaum muslimin. Ketika khalifah Utsman mengerahkan
bala tentara Islam ke wilayah Syam dan Irak untuk memerangi penduduk Armenia dan
Azarbaijan, tiba-tiba Hudz al-Yaman menghadap khalifah Utsman dengan maksud memberi
tal bin ah bahwa di kalangan kaum muslimin di beberapa daerah terdapat perselisihan pendapat
mengenai tilawah (bacaan) Al-Qur'an.12
Dari itu, Huzaifah mengusulkan kepada Utsman supaya perselisihan itu segera
dipadamkan dengan cara menyalin dan memperbanyak Al-Qur'an yang telah dihimpun di masa
Abu Bakar untuk kemudian dikirimkan ke beberapa daerah kekuasaan kaum muslimin. Dengan
demikian diharapkan agar perselisihan dalam hal tilawah Al-Qur'an ini tidak berlarut-larut.
Perbedaan itu terlihat pada waktu pertemuan pasukan perang Islam yang datang dari
Irak dan Syria." Mereka yang datang dari Syam (Syria) mengikuti qira'at Ubai bin Ka'ab,
sementara mereka yang berasal dari Irak membaca sesuai qira'at Ibnu Mas'ud. Tak jarang pula,
di antara mereka yang mengikuti qira'at Abu Musa al-Asy'ariy. Sangat disayangkan, masing-
masing pihak merasa bahwa qira'at yang dimilikinya lebih baik. Hal ini membuat para sahabat
prihatin, karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan
perubahan.
Pada awalnya, perbedaan bacaan dikalangan sahabat tidak dipermasalah- kan, bahkan
pada masa Rasulullah Saw perbedaan bacaan tersebut diakui, seperti kata imdhi sir pergilah,
'ajjil asri bersegeralah; akhkhir-amhil= tundalah. Akan tetapi setelah Rasulullah wafat,
perbedaan ini semakin meruncing, yakni pada masa khalifah Utsman bin Affan, sampai-sampai
terjadi percekcokan antara murid dan gurunya.13
Setelah mendengar laporan dari Huzaifah dan melihat langsung fenomena yang tejadi
di kalangan umat Islam, Utsman bin Affan kemudian mengutus orang meminjam mushaf yang
ada pada Hafsah istri Rasulullah Saw untuk diperbanyak.14 Untuk kepentingan itu, Utsman bin
Affan membentuk panitia penyalin Al-Qur'an yang diketuai Zaid bin Tsabit dengan tiga orang
anggotanya masing-masing Abdullah bin Zubair, Sa'id bin al-Ash, Abdul al-Rahman bin al-
Harits bin Hisyam.

12
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu…, hal. 58.
13
Abdullah Al-Zanjani, Sejarah…, hal. 65-66.
14
Ibrahim al-Abyadi, Sejarah Al-Qur’an, Penerj. Halimuddin, Cet. II, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal. 57.

8
Tugas panitia ini ialah membukukan Al-Qur'an, yakni menyalin lembaran-lembaran
yang telah dikumpulkan pada masa Abu Bakar menjadi beberapa mushaf. Dalam pelaksanaan
tugas ini, Utsman menasehatkan supaya:
a. Mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al-Qur'an.
b. Kalau ada pertikaian antara mereka mengenai bahasa (bacaan), maka haruslah dituliskan
menurut dialek suku Quraisy, sebab Al-Qur'an itu diturunkan menurut dialek mereka. Maka
dikerjakanlah oleh panitia kepada mereka, dan setelah tugas itu selesai, maka lembaran-
lembaran yang dipinjam dari Hafsah itu dikembalikan kepadanya. Kemudian Utsman bin Affan
memerintahkan mengumpulkan semua lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-Qur'an yang
ditulis sebelum itu dan membakarnya. Mushaf yang ditulis oleh panitia adalah lima buah,
empat di antaranya dikirim ke Makkah, Syiria, Basrah dan Kufah, dan satu mushaf lagi
ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman sendiri, dan itulah yang dinamai dengan Muzhaf al-
Imam.
Ada beberapa manfaat dari pembukuan Al-Qur'an menjadi beberapa mushaf yaitu:
1) Menyatukan kaum muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan tulisannya
2) Menyatukan bacaan kaum muslimin
3) Menyatukan tertib susunan surat-surat, menurut tertib urut sebagai yang kelihatan pada
mushaf-mushaf sekarang.

2.3 Metode Dan Teknik Pembukuan Al-Qur’an

Dari riwayat Bukhari dijelaskan bahwa instruksi dari Usman bin Affan tentang teknik
penulisan yang harus diikuti dan dilakukan oleh tim pelaksana yaitu "yang pertama adalah jika
kamu berbeda pendapat tentang Al- Qur'an,maka kembalikan kepada bahasa Quraisy, karena
dengan Bahasa Quraisy Al-Qur'an diturunkan". Kedua Mushaf yang dijadikan landasan adalah
mushaf yang sudah dikumpulkan pada masa Abu Bakar dan tetap dipelihara Umar ketika
mereka masih hidup namun setelah mereka wafat naskah ini disimpan oleh Hafsah.
Satu prinsip yang harus dipenuhi dalam menjalankan tugasa adalah bahwa ketika terjadi
kasus kesulitan maka bacaan Quraisy suku asal Nabi- harus dijadikan sebagai pilihan.
Keseluruhan Al-Qur'an meru-juk dengan cermat dan dibandingkan dengan suhuf yang berada
di tangan Hafsah serta dikembalikan kepadanya ketika resensi Al-Qur'an sudah selesai
dilakukan. Dengan demikian lahirlah naskah otoritatif (absah) yang belakangan disebut

9
Mushaf Usmani. Kemudian sejumlah salinan yang dibuat dibagikan ke pusat-pusat daerah
Islam.15 Pelaksanaan pekerjaan ini pada tahun 25 Hijriyah.
Perintah Usman untuk menja- dikan naskah yang disimpan pada Hafsah sebagai standar
penulisan walaupun mereka sendiri adalah para penghafal Al-Qur'an dengan alasan supaya
penulisan- penulisan mushaf mesti meruju' kepada apa yang dilakukan oleh Abu Bakar dan
juga telah dilakukan Umar Bin Khaththab. Abu Bakar sendiri meruju pada apa yang ditulis
para sahabat atas petunjuk Nabi Muhammad SAW. Hal ini dapat menghilangkan keraguan
akan Al-Qur'an itu sendiri.16 Standar yang dipakai dalam penaskahan ulang Al- Qur'an adalah
suhuf yang disimpan di rumah Hafsah dan dikumpulkan secara resmi atau atas instruksi
khalifahan Abu Bakar Shidiq dan tetap dipakai hingga masa Umar dan Usman.
Di antara riwayat yang sangat penting dalam menggambarkan tekhnik penulisan
mushaf adalah riwayat dari Husain bin Faris dari Hani'. Dia menceritakan, "Suatu ketika saya
bersama Usman bin Affan pada saat mereka (tim) sedang menulis mushaf-mushaf. Usman
mengutusku dengan membawa potongan tulang (unta / kambing) yang lebar untuk menemui
Ubay bin Ka'ab. Pada potongan tulang tersebut tertulis " ‫ لم يتسن ل تبديل للخلق‬dan “ ‫ فامهل الكافرين‬.
"".Perawi berkata,: Ubay bin Ka'ab meminta diambilkan tinta lalu menghapus salah satu huruf
"lam" dan mengganti dengan lafaz " ‫ هللا‬dan menulis dengan ‫ لخلق هللا‬kemudian mengganti "‫فأمهل‬
", dengan " ‫ فهل‬dan kemudian dia menulis" ‫ "لم يتسنه‬dengan tambahan huruf ha" di akhir. Hal ini
menggambarkan bahwa penulisan ini juga melibatkan sahabat yang lainnya selain dari tim
yang ditunjuk secara resmi oleh Usman bin Affan. Dimana Ubay bin Ka'ab termasuk seorang
sahabat Nabi yang terkenal mempunyai pengetahuan yang luas terhadap Al-Qur'an.
Setelah pekerjaan penaskahan ulang diselesaikan oleh tim yang ditunjuk oleh Usman.
Mushaf-mushaf yang sudah ditulis tersebut dikirim ke berbagai daerah Islam sebagai pedoman
penulisan dan pengajaran oleh para shabat dan umat Islam secara keseluruhan Mushaf-mushaf
ini oto-matis menjadi mushaf resmi yang digunakan mulai masa Usman bin Affan.
Selanjutnya setelah selesai penulisan, terjadi perdebatan mengenai jumlah naskah yang
ditulis oleh Tim yang empat ini. Usman bin Sa'id al-daniy salah seorang ahli Qira'at dalam
bukunya al-Taisir fi al-Qira'at al-Sab'i yang dikutip Manna' al-Qaththan, menyebutkan bahwa
jumlahnya adalah tujuh naskah. Naskah-naskah ini dikirim ke kota kota besar daerah Islam
yaitu Makkah, Syam, Bashrah, Kufah Yaman Bahrain dan Madinah.. Ada lagi pendapat lain
jumlah keseluruhan empat naskah, daerah yang mendapatkan naskah tersebut adalah Iraq,

15
Rosihon Anwar, Samudera Al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2001), Cet ke-1 , h.79
16
Manna’ al-Qaththan, Mabahits Fi Ulumil Qur’an, ( Riyadh : t.tp, t.th.) h. 134

10
Syam, Mesir, dan berada pada tangan Usman satu mushaf.. Sedangkan menurut al-Suyuthi
adalah lima naskah Namun, Pada akhirnya mushaf-mushaf ini menyatukan umat Islam kembali
dan memutus sebab perselisihan yang menjadi problem mendasar di tengah-tengah umat Islam.
Selanjutnya mushaf yang sudah dijadikan standar penulisan ini yaitu mushaf yang dipinjam
kepada Hafsah dikembalikan lagi oleh Usman ke tangan Hafsah binti Umar dan tetap berada
di tangan beliau sampai wafatnya. Pada tahun 65 H Marwan bin al-Hakam mencoba meminta
kepada Hafsah untuk dibakar tapi dia enggan memberikannya. Namun setelah beliau wafat,
Marwan mengambil dan membakarnya dengan alasan, "Saya melakukan ini karena melihat apa
yang ada pada shuhuf ini sudah ada pada mushaf al-Imam. Saya khawatir jika shuhuf ini tetap
berada di tengah-tengah umat, maka suatu saat masyarakat akan meragukan shuhuf ini.

2.4 Variasi Atau Perbedaan Teks Al-Qur’an Pada Masa Awal Penghimpunan Dan
Pembukuan

Pada masa awal perhimpunan dan pembukuan Al-Quran, terdapat variasi dalam bentuk
dialek dan ejaan tertentu di antara komunitas Muslim yang berbeda. Ini terutama terjadi karena
perbedaan dialek bahasa Arab yang digunakan oleh orang-orang di berbagai wilayah. Dalam
bentuk awalnya, Al-Quran tidak menggunakan tanda baca dan vokal, sehingga memungkinkan
variasi dalam cara pengucapannya, maka Usman bin Affan mengambil kebijakan yang tidak
populer pada waktu itu yaitu membakar Mushaf yang lain selain mushaf resmi. Kebijakan
Usman bin Affan adalah sebagai kebijakan resmi sebagai kepala pemerintahan Islam pada
waktu itu.Sehingga penyalinan kembali mushaf pada masa berikutnya berdasarkan kepada
Mushaf Usmani yang sudah ditetapkan secara resmi.
Kebijakan Usman bin Affan ini bisa diterima dan dipandang baik oleh masyarakat pada
waktu itu,kecuali pada awalnya Ibnu Mas'ud yang beliau mempunyai mushaf sendiri. Pada
awalnya dia merasa enggan untuk membakar mushaf tersebut. Namun pada akhirnya dia
berusaha memahami kebijakan Usman bahwa pada hakikatnya adalah demi kepentingan
persatuan umat Islam dan meng-hilangkan sebab yang mengantarkan kepada perpecahan dan
konflik di kalangan umat Islam sendiri.17 Sepanjang sejarah Islam peristiwa pembakaran
terhadap mushaf-mushaf ini secara resmi hanya terjadi pada masa Usman bin Affan.

17
Shubhi Shalih op.cit., h. 82-83

11
Walau bagaimanapun kebijakan Usman untuk membuat naskah ulang dan menjadikan
mushaf yang belakangan disebut dengan Mushaf Usmani sebagai mushaf resmi serta
membakar selain mushaf resmi sangat beralasan dan merupakan jasa besar bagi persatuan umat
Islam dan bagi eksistensi Al-Qur'an itu sendiri, karena kondisi umat Islam pada waktu itu
berada pada posisi yang meng- khawatirkan yaitu yaitu perbedaan, perpecahan bahkan sampai
pada kondisi kafir mengkafirkan. Jika hal ini dibiarkan - oleh pemerintah pada waktu itu tentu
kerugian besar akan menimpa umat Islam.Pekerjaan ini dilakukan bukan tanpa kritikan dari
kalangan umat Islam - sendiri bahkan belakangan menjadi perdebatan.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari beberapa pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa:


1) Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang telah diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad
Saw untuk disampaikan kepada umat telah dijamin langsung oleh Allah akan
keotentikannya.
2) Penulisan Al-Qur’an telah dimulai sejak masa Rasulullah Saw masih hidup, yang
kemudian dilanjutkan pengumpulannya pada masa khalifah Abu Bakar dan selanjutnya
dibukukan pada masa khalifah Utsman bin Affan.
3) Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Rasulullah Saw lebih banyak mengandalkan
kemampuan hafalan, sedangkan penulisannya hanya sedikit seperti pada pelepah
kurma, tulang belulang, batu-batuan, hal ini karena pada masa tersebut belum dikenal
kertas seperti sekarang ini, disamping juga karena banyaknya umat Islam yang buta
huruf.
4) Adapun pada masa khalifah Abu Bakar, pemeliharaan Al-Qur’an telah dilakukan
dengan pengumpulan dalam satu Mushaf, yang kemudian diperbanyak pada masa
khalifah Utsman bin Affan.

3.2 Saran

Oleh karena itu kita sebagai seorang muslim harus selalu berusaha untuk menghormati,
memuliakan dan menjunjung tinggi kitab suci Al-Qur'an senantiasa untuk membaca dan
menghafalkannya Al-Qur'an. Karena semakin sering membaca Al-Qur'an maka semakin baik
dan menghafal Al-Qur'an adalah ibadah yang sangat mulia, bahkan juga mendatangkan syafa'at
bagi kedua orang tua si penghafal.

13
DAFTAR PUSTAKA

Zainal Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur’an, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 27.

Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum Al-Qur’an, Cet. II, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hal.
67.

Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, (Bandung: Jumanatul Ali-ART, 2004).

Ibrahim Al lbyariy, Pengenalan Sejarah Al-Qur’an, Penej. Saad Abdul Wahid, Cet. II,
(Jakarta: Raja Gravindo Persada, 1993), hal. 70.

Abdullah al-Zanjani, Sejarah Al-Qur’an, Penerj. Kamaluddin Marzuki, A. Qurtubi Hasan, Cet.
I, (Jakarta: Hikmah, 2000), hal. 31.

Zainal Abidin S, Seluk Beluk…, hal. 31.

Manna’ Khalil al-Qathan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Penerj. Mudzakir AS, Cet. VIII, (Litera
Antar Nusa, 2004), hal. 188.

W. Montgommery Watt, Pengantar Studi Al-Qur’an, Penerj. Taufik Adnan Amal, Cet. I,
(Jakarta: Rajawali, 1991), hal. 61.

Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu…, hal. 58.

Abdullah Al-Zanjani, Sejarah…, hal. 65-66.

Ibrahim al-Abyadi, Sejarah Al-Qur’an, Penerj. Halimuddin, Cet. II, (Jakarta: Rineka Cipta,
1996), hal. 57.

Rosihon Anwar, Samudera Al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2001), Cet ke-1 , h.79

Manna’ al-Qaththan, Mabahits Fi Ulumil Qur’an, ( Riyadh : t.tp, t.th.) h. 134

14

Anda mungkin juga menyukai