MAKALAH
Oleh:
Hafiz Firmansyah
NPM. 18810688
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai umat Islam tentu kita wajib tahu betapa pentingnya Al-
Qur’an bagi kita. Al-Qur’an sebagaimana yang dimiliki umat Islam
sekarang ternyata mengalami proses sejarah yang cukup panjang dan
upaya penulisan dan pembukuan (kodifikasi). Pada zaman Nabi
Muhammad SAW, Al-Qur’an belum dibukukan ke dalam satu mushaf.
Tetapi masih terpisah-pisah penulisannya. Al-Qur’an baru ditulis dalam
menggunakan kepingan-kepingan tulang, pelapah-pelapah kurma,
lempengan batu-batu dan lain-lain, yang sesuai dengan kondisi peradaban
masyarakat waktu itu yang belum mengenal adanya alat-alat tulis menulis,
seperti kertas dan pensil.
Pada hakikatnya Allah menjamin kemurnian dan kesucian Al-
Qur’an, selamat dari usaha-usaha pemalsuan, penambahan atau
pengurangan-pengurangan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah
dalam surat Al-Hijr:9 dan juga dalam surat Al-Qiyamah: 17-19. Dalam
catatan sejarah dapat dibuktikan bahwa proses kodifikasi dan penulisan
Al-Qur’an dapat menjamin kesuciannya secara meyakinkan. Al-Qur’an
ditulis sejak Nabi masih hidup.Begitu wahyu turun kepada Nabi, Nabi
langsung memerintahkan para sahabat penulis wahyu untuk
menuliskannya secara hati-hati.Begitu mereka tulis, kemudian mereka
hafalkan sekaligus mereka amalkan.
Usaha pengumpulan dan kodifikasi Al-Qur’an telah dimulai
sejak masa Rasulullah SAW. Secara resmi kodifikasi Al-Qur’an dimulai
pada masa khalifah Abu Bakar bin Khattab. Pada masa khalifah Utsman,
Al-Qur”an kemudian diseragamkan tulisan dan bacaannya demi
menghindari beberapa hal. Mushaf yang diseragamkan inilah yang
kemudian dikenal dengan mushaf Utsmani. Mushaf Utsmani kemudian
diberi harakat dan tanda baca pada masa Ali bin Abi Thalib. Ada beberapa
perbedaan tentang urutan ayat maupun surah seperti yang dicantumkan
dalam mushaf Utsmani, hal ini dikarenakan perbedaan pendapat para
penghapal Al-Qur’an dan karena turunnya Al-Qur’an memang tidak
berurutan seperti yang terdapat dalam mushaf Utsmani.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini merumuskan masalah menjadi tiga poin yaitu:
1. Apa pengertian kodifikasi Al-Qur’an?
2. Bagaimana pemeliharan Al-Qur’an pada masa Rasulullah?
3. Bagaimana pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Khalifah Abu Bakar?
4. Bagaimana pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Khalifah Utsman bin
Affan?
C. Tujuan Pembahasan
PEMBAHASAN
3
T.M. Hasbi Ashshiddiqi, dkk. Al-Qur’an dan Terjemahnya (Madinah: Mujamma’ al Malik Fahd li
thiba’at al Mush-haf asy Syarif) hal. 18.
tidak perlu diragukan lagi kredibilitasnya karna Allah SWT senantiasa
menjaga hafalan Beliau. Sejarah menyebutkan bahwa setiap tahun pada
malam bulan Ramadhan Jibril datang dan memeriksa hafalan Nabi. Ada
Hadits shahih yang mendukung kisah ini;
ْ Kِ َو ُد بKْلَّ َم أَجKصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس
َ ِ فَلَ َرسُو ُل هَّللا، ََار ُسهُ ْالقُرْ آن
ِ فَيُد، َلَ ْيلَ ٍة ِم ْن َر َمضَان
ِ ِّرKالخَ ي ِْر ِم ْن الK
يح
)ْال ُمرْ َسلَ ِة (صحيح البخاري
“Rasulullah adalah orang paling pemurah, dan puncak
kemurahannya pada bulan Ramadhan ketika Ia ditemui oleh Jibril. Ia
ditemui Jibril pada setiap malam Bulan Ramadhan; Jibril membacakan Al-
Qur’an kepadanya. Dan ketika Rasulullah ditemui oleh Jibril itu Ia sangat
pemurah sekali”.4
Sedangkan sebagian Sahabat terkemuka lain memenuliskan
ayat-ayat Al-Qur’an pada kulit dan tulang binatang, batu dan pelepah
kurma. Memang tidak semuanya, Sahabat yang diperintahkan menulis
ayat-ayat tersebut adalah mereka yang sudah diakui oleh Nabi SAW dan
Sahabat lain sebagai orang yang ahli dalam bidang tulis menulis. Diantara
Sahabat yang dikenal ahli dan diangkat menjadi sekretaris Nabi SAW
ialah Ali bin Abu Thalib, Mu’awiyah, Ubai bin Ka’b dan Zaid bin Tsabit. 5
Mereka menuliskan ayat dan surat Al-Qur’an untuk Nabi SAW sesuai
petunjuk Beliau dan untuk Beliau. Catatan tersebut dilakukan dihadapan
Nabi SAW sekalipun ada sebagian Sahabat yang menulis untuk dirinya
sendiri (disimpan sendiri). Dengan begitu tahulah kita bahwa pada masa
Nabi SAW pelestarian Al-Qur’an dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
1. Dihafalkan oleh para penghafal Al-Qur’an.
2. Catatan-catatan yang ditulis untuk Nabi SAW.
3. Catatan-catatan yang ditulis untuk para Sahabat sendiri.
4
Manna’ Khalil Al-Qattan, op.cit, hal. 186.
5
Manna’ Khalil Al-Qattan, op.cit, hal. 185-186.
penghafalan dan pengumpulan, bukan pembukuan. Yang menjadi alasan
para Sahabat tidak membukukannya adalah:
6
Meski disebut lembaran, penulis menduga shahifah itu tidak terbuat dari kertas, melainkan
kulit binatang. Sebab seperti yang sudah penulis sebutkan sebelumnya, bangsa Arab baru
mengenal kertas setelah penaklukan Persia oleh Islam.
benar dan menyalahkan bacaan pihak lain. Bahkan sebagian mereka
menuduh kafir kepada sebagian yang lain. Perseteruan yang memanas ini
hampir saja menyebabkan pertumpahan darah di kalangan sesama umat
Islam. Hudzaifah yang merasa miris melaporkan kejadian tersebut pada
Khalifah Utsman. Dia menyarankan agar Khalifah segera menyelamatkan
umat Islam dari perang saudara. Opsi yang ditawarkan Hudzaifah adalah
penentuan satu bacaan Al-Quran yang menjadi pedoman seluruh umat
Islam dimanapun berada. Upaya ini bisa dikatakan merupakan
standardisasi bacaan Al-Qur’an yang bertujuan untuk menyeragamkan
umat. Khalifah yang mengerti maksud usulan tersebut langsung
memanggil Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’d bin ‘Ash dan
Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk membentuk panitia pembukuan
dan pembakuan Al-Qur’an dan melantik Zaid sebagai ketuanya. Pelantikan
Zaid ini bukan tanpa alasan, melainkan karena dia adalah orang yang
dianggap paling mumpuni melaksanakan tugas ini setelah sebelumnya
pernah ditugasi serupa oleh Khalifah Abu Bakar. Selain itu Khalifah juga
meminjam shahifah yang berada di tangan Hafshah untuk kemudian
disalin dan dikembalikan lagi padanya. Khalifah memutuskan bahwa
standard tulisan dan bacaan Al-Qur’an yang akan dipakai secara resmi
adalah dialek Quraisy dengan alasan Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa
mereka. Tidak lupa pula bahwa Al-Qur’an standard ini disalin menjadi 4
kitab untuk disebar nantinya. Mendapat perintah demikian Zaid dan
anggotanya lalu bekerja keras mencurahkan segala daya dan upaya mereka
mengumpulkan semua catatan-catatan Al-Qur’an yang dimilikinya dan
dimiliki para Sahabat pencatat lain. Penulis belum mendapatkan data yang
akurat mengenai berapa lama proyek ini berjalan. Yang pasti setelah
panitia kecil ini berhasil, ke-4 kitab salinan tersebut kemudian disebarkan
ke Basrah, Kufah (Irak) dan Damaskus (Syria), sedangkan 1 kitab lainnya
tetap di Madinah untuk disalin kembali dan disebarluaskan. Kitab inilah
yang kemudian disebut “Mushaf al-Imam” (Kitab Induk). Tidak sampai di
situ saja, Khalifah memerintahkan agar semua catatan Al-Qur’an selain
salinan Al-Qur’an standard ini dibakar dan agar umat Islam menyalin dari
kitab tersebut. Maksudnya supaya tidak terjadi perselisihan lagi karena
perbedaan bacaan setelah upaya penyalinan dilakukan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dihafalkan oleh para penghafal Al-Qur’an, catatan-catatan yang
ditulis untuk Nabi SAW dan catatan-catatan yang ditulis untuk para
Sahabat sendiri;
2. Mengumpulkan Al-Qur’an ke dalam Shahifah yang kemudian
disimpan oleh Khalifah. Alasan yang mendasarinya adalah
kekhawatiran akan hilangnya Al-Qur’an karena banyak para
penghafal yang syahid di medan perang;
3. Standardisasi teks dan bacaan Al-Qur’an. Alasannya adalah karena
terjadi perselisihan di kalangan umat Islam di Irak dan Syria tentang
mana teks dan bacaan yang benar. Untuk menghindari meluasnya
perbedaan semacam ini maka dilakukan standardisasi sebagai proses
penyeragaman.