Anda di halaman 1dari 5

Tafakur dalam perspektif psikologi islam

Setiap kali manusia tafakur merenungkan dirinya, ia akan mendapatkan rahasia-rahasia yang sangat mengejutkan dan menakjubkan menganai bentuk tubuh dan rahasia-rahasia roh serta alam semesta berikut kekuatan yang nampak dan tidak nampak, serta pemahaman tentang benda-benda empiris dan cara menyimpan dan mengingatkannya kembali. Ia akan tahu tempat penyimpanan berbagai persepsi dan pengetahuannya, bagaimana semua gambaran dan pandangan serta hasil penglihatannya dapat terukir dengan jelas. Hati yang selalu bertautan dan berhubungan dengan Allah serta pandangan yang benar terhadap alan dan manusia, akan melahirkan kesadaran bahwa bulatan bumi dan isinya tidak lain hanya atom kecil yang tidak bernilai dalam kerajaan Allah yang luas. Bertafakur mengenai segaala ciptaan Allah dan isinya tanpa mengenal batas waktu dan tempat, karena dari alam wujud itulah kita dapat merasakan dan mencintai Allah. Karena seorang mukmin tidak boleh memikirkan Zat Allah, manusia hanya boleh memikirkan Allah dari apa yang diciptakannya. Perbedaan individu dalam bertafakur diantaranya : 1. Kedalaman iman Kedalaman berfikir dan renungan pertama kali tergantung kepada derajat iman seseorang dan hubungannya dengan Allah. Karena hanya Allah dan diri pribadi yang dapat mengetahuinya. Di dapti hal-hal yang menakjubkan jika seseorang sudah menjalani tafakur yang mendalam, ia betul-betul tenggelam dalam tafakurnya sehingga tidak menyadari lagi apa yang ada disekelilingnya. 2. Kemampuan memusatkan pikiran Kemampuan individu dalam memusatkan pikiran dengan cepat agar tidak mudah capek dan bosan cirri semacam ini banyak ditentukan oleh system saraf yang diberikan Allah swt kepada seseorang. Seseorang yang memiliki daya tangkap sebagai penjaga pintu yang mengatur saref dan urat nadi yang menghubungkannya ke otak. 3. Kondisi emosional dan rasional Tafakur membutuhkan ketenangan, ketentraman jiwa, serta kesehatan fisik dan psikologis. Seseorang yang sedang mengalami kegelisahan, cemas dan ketakutan tidak dapat memikirkan tentang ciptaan Allah . oleh sebab itu kesehatan fisik dan sikis sangat di butuhkan pada saat bertafakur . karena pada saat bertafakur atau mmecahkan masalah menjadi lemah bersama dengan tambahnya kegelisahan dan depresi.

Walaupunhasil yang di dapatkannya hanya rendah. 4. Faktor lingkungan Pengaruh lingkungan seseorang tinggal, kadars sibuk tidaknya pikiran dengan problem sehari-hari yang dapat menpengaruhi seseorang untuk melakukan tafkur. 5. Tingkatan pengetahuan tentang objek tafakur Sejauh mana pengetahuan seseorang tentang objek tafakur. Karena seseorang yang memiliki pengetahuan atau ahli mengenai sesuatu akan mempermudahkan ia pada saat bertafakur. 6. Contoh baik dan pengaruh pergaulan Pengalaman dan contoh yang diperoleh seseorang pad saat bertafakur apakah sudah sesuai dengan kadar dan ukuran pencapaiannya. Karena dikatakan bahwa oaring yang selalu bertafakur dan berzikir akan dibukakan pintu yang luas untuk mendekat, sehingga seolaholah ia melihat dan menyaksikan apa yang ada di langit dan di bumi. 7. Esensi sesuatu Esensi dan cirri sesuatu yang menjadi objek renungan dan proses berpikir dalam mentafakuri ciptaan Allah swt. 8. Kadar kebiasaan terhadap objek Kebiasaan yang dilakukan seseorang untuk melakukan tafakur dapt menjadikan dirinya tertutup matanya, karena dirinya merasa terbiasa dengan apa yang di lakukannya. Seharusny adengan kebiasaanny aitu manusia harus dapat mengembangkan lebih maju. Alangkah bahagianya jika kita dengan bertafakur dapat lebih mendekatkan diri dengan Allah dan alam ciptaannya, sehingga kita dapat merasakan kenyamanan dan keakraban dengan alam sekitar tidak hanya dengan manusia saja, tetapi ke semua makhluk ciptaan Allah.

BIOGRAFI HADROTUS SYEKH KH. HASYIM ASYARI

KH. Hasyim Asyari lahir di Gedang, Jombang, Jawa Timur, hari Selasa, 24 Dzulhijjah 1287 H bertepatan dengan 14 Februari 1871 M. Ayahnya bernama Kiai Asyari, seorang ulama asal Demak yang merupakan keturunan ke-8 dari Jaka Tingkir yang menjadi Sultan Pajang di tahun 1568 M. Jaka Tingkir merupakan anak Brawijaya IV yang menjadi raja Majapahit. Sedangkan Ibunya bernama Halimah, putri Kiai Usman pendiri dan pengasuh pesantren Gedang Jawa Timur. Kiai Usman juga merupakan seorang pemimpin Thariqah ternama pada akhir abad ke-19 M. Sebagaimana santri pada umumnya, KH. Hasyim Asyari senang belajar di pesantren sejak masih belia.. sebelum umur 8 tahun Kiai Usman sangat memperhatikannya. Kemudian pada tahun 1876 M ia meninggalkan kakeknya tercinta untuk memulai pelajarannya yang baru di pesantren orang tuanya sendiri di Keras.

Menginjak usia 15 tahun, KH. Hasyim berkelana ke berbagai pesantren yakni ke pesantren Wonokoyo Probolinggo, pesantren Langitan Tuban, pesantren Trenggilin Madura, pesantren Demangan

Bangkalan Madura dan akhirnya ke pesantren Siwalan Surabaya. Di pesantren Siwalan ia menetap selama 2 tahun. Karena kecerdasannya, ia diambil menantu oleh Kiai Yakub pengasuh pesantren tersebut. Kemudian ia dikirim ke mekah oleh mertuanya untuk menuntut ilmu disana. Ia bermukim di mekah selama 7 tahun dan tidak pernah pulang, kecuali pada tahun pertama saat puteranya yang baru lahir meninggal dunia kemudian disusul istrinya juga meninggal. Di tanah suci KH. Hasyim mencurahkan pikirannya untuk belajar berbagai disiplin ilmu, sehingga pada tahun 1896 M ia telah mampu mengajar. Selama di Mekah, KH. Hasyim Asyari belajar dibawah bimbingan ulama terkenal, seperti Syekh Amin al-Athor, Sayyid Sultan Ibnu Hasyim, Sayyid Ahmad Zawawi, Syekh Mahfudz al-Tirmasi. Ia tertarik dengan ide pembaharuan, namun ia tidak setuju dengan beberapa pemikiran Wahabi yang kebablasan dalam beberapa pembaharuannya. Gerakan pembaruan Islam ini gencar dilakukan oleh Muhammad Abduh. Inti gagasan Muhammad Abduh adalah mengajak umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang murni yang lepas dari pengaruh dan praktek-praktek luar, reformasi pendidikan Islam di tingkat Universitas, megkaji dan merumuskan kembali doktri Islam dan mempertahankan Islam. Rumusanrumusan Muhammad Abduh ini dimaksudkan agar umat Islam dapat memainkan kembali peranannya dalam bidang social, politik dan pendidikan pada era modern. Untuk itu pula Muhammad Abduh melancarkan gagasan agar umat Islam melepaskan diri dari keterikatan pola piker para pendiri Madzhab dan meninggalkan segala praktek tarekat. Ide ini disambut secara antusias oleh para pelajar Indonesia yang berada di Mekah, bahkan mendorong mereka untuk pergi ke mesir untuk melanjutkan studinya dan mengembangkannya setelah pulang ke tanah air. Mas inilah yang kemudian disebut oleh Zamahsari Dlofier sebagai Islamic Revivalisme yang mempunyai dua karakteristik, yakni melepaskan diri dari ikatan bermadzhab dan tetap berpegang pada pola pemikiran madzhab yang empat. Dalam kelompok kedua inilah KH. Hasyim Asyari mempunyai andil yang besar dalam melestarikannya. KH. Hasyim Asyari setuju dengan gagasan Muhammad Abduh tersebut untuk membangkitkan semangat Islam, tetapi ia tidak setuju dengan hal pelepasan diri dari madzhab. KH. Hasyim Asyari berkeyakinan bahwa tidak mungkin memahami maksud sebenarnya dari al-Quran dan Hadits tanpa mempelajari pendapat-pendapat para ulama besar yang ada dalam system madzhab. Menafsirkan alQuran dan Hadits tanpa mempelajari dan meneliti pemikiran para ulama madzhab, maka hanya akan menghasilkan pemutarbalikan ajaran Islam yang sebenarnya. Sementara itu dalam menanggapi seruan Muhammad Abduh dan Syeikh Ahmad Khatib agar umat Islam meninggalkan tarekat, maka KH Hasyim Asyari menyatakan bahwa tidak semua tarekat salah dan bertentangan dengan ajaran Islam, yakni tarekat yang mengarah pada pendekatan diri kepada Allah SWT.

Setelah kepulangannya dari Mekah, KH Hasyim Asyari kemudian terlibat aktif dalam pengajaran di pesantren kakaknya sebelum akhirnya mendirikan pesantren Tebuireng. Di Pesantren Tebuireng inilah KH Hasyim Asyari mencurahkan pikirannya sehingga kealimannya terutama dibidang Hadits, maka pesantren Tebuireng berkembang begitu cepat dan terkenal dengan pesantren Hadits. KH Hasyim Asyari dalam mengelola pesantren Tebuireng mampu membawa perubahan baru. Beberapa perubahan dan pembaharuan yang dilakukan pada masa kepemimpinan KH Hasyim Asyari antara lain mengenalkan system Madrasah. Sebelum tahun 1899 M, pesantren Tebuireng menggunakan sistem pengajian sorogan dan bandongan. Akan tetapi sejak tahun 1916 M mulai dikenalkan sitem Madrasah dan tiga tahun kemudian (1919 M) mulai dimasukan mata pelajaran umum. Langkah tersebut

merupakan hasil dari rumusan KH Maksum (menantu KH Hasyim Asyari).

Anda mungkin juga menyukai