FAKULTAS USHULUDDIN
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Kitab Tafsir Ibnu Katsir” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan
dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Membahas Kitab Tafsir.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Kitab
Tafsir Ibnu Katsir bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran adalah kitab yang agung dan sempurna, juga merupakan
kitab suci yang menempati posisi sentral dan sumber inspirasi bagi umat
Islam khususnya dan dunia pada umumnya. Tak terhitung kitab atau buku
yang ditulis di dunia ini disebabkan informasi, hukum dan berbagai perilaku
yang harus dilakukan oleh manusia yang diperoleh dari al-Quran. Namun,
ayat-ayat al-Quran tersebut banyak yang masih bersifat global, sehingga
menuntut umat Islam untuk melakukan studi atas kandungan isinya. Upaya
untuk memahami kitab Allah (al-Quran) serta menerangkan maknanya dan
menjelaskan apa yang dikehendaki, serta mengeluarkan hukum-hukum dan
hikmah-hikmahnya disebut tafsir.
Mufasir pertama dalam sejarah adalah Rasulullah Saw sebagai
penerima wahyu dari pemegang otoritas wahyu itu sendiri, yaitu Allah Swt
Setelah Rasulullah Saw wafat, tidak ada lagi tempat bertanya yang
kebenaran tafsirnya bisa diyakini. Maka para sahabat Nabi menafsirkan
secara ijtihad dalam memahami al-Quran, khususnya mereka yang
tergolong memiliki kemampuan tafsir, seperti Ali bin Abi Thâlib, Ibn
‘Abbâs, ‘Ubay ibn Ka’ab dan Ibn Mas’ûd, berlanjut sampai masa tabi’in
dan tabi’ al-tabi’in. Pada masa generasi yang disebut terakhir inilah tafsîr
Ibn Katsîr muncul (abad ke VIII H), yang merupakan salah satu kitab tafsir
yang populer dan masyhur.
Tafsîr Ibn Katsîr merupakan kitab yang paling banyak diterima dan
tersebar di tengah umat Islam. Penafsiran beliau sangat kaya dengan
riwayat, baik hadis maupun atsar, sehingga sangat bermanfaat dalam
berbagai displin ilmu agama, seperti aqidah, fiqh, dan lain sebagainya.
Sangat wajar apabila Imâm al-Suyûthi berkata: “Belum pernah ada kitab
tafsir yang semisal dengannya.”
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, kami mencoba menelaah secara
terperinci dan mengulas tentang tafsir tersebut, dimulai dari :
a. Latar belakang penamaan kitab Tafsir Ibnu Katsir
b. Biografi Ibnu Katsir
c. Sumber Tafsir Ibnu Katsir
d. Referensi penulisan
e. Metode penulisan Tafsir
f. Sistematika Penulisan
g. Karakteristik Tafsir
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
nama tafsir Ibnu Katsir ini dengan nama Tafsir al-Qur’anil Azim,
namun ada pula yang memberi nama tafsir Ibnu Katsir. Namum
perbedaan keduanya ini hanyalah pada nama judul kitabnya saja,
sedangkan inti atau isinya sama. Latar belakang penulisannya tafsir
Al-Qur’anil Azim lahir pada abad ke 8 H/14 M, berdasarkan data
yang diperoleh, kitab inilah pertama kali yang diterbitkan oleh Dar
Al-Kutub Al-Ilmiyah Beirut, Lebanon yaitu pada tahun 1342
H/1923 M, yang terdiri dari empat jilid. jilid 1 berisi tafsir surah al-
Fatihah (1) s/d an-Nisa (4), jilid II berisi tafsir surah al-Maidah (5)
s/d anNahl (16), jilid III berisi tafsir surah al-Isra (17) s/d Yasin (36),
dan jilid IV berisi surah as-Saffat (37) s/d an-Nas (114) 18.
Ibnu Katsir memang seseorang yang dianugerahkan oleh
tuhan kuat ingatan dan cepat dalam menangkap dalam berbagai
bidang keilmuan, seperti yang kita ketahui dalam karya-karyanya, ia
tidak hanya mahir dalam bidang fiqih saja bahkan ia juga mahir
dalam bidang hadis sampai-sampai ia hafal sanadnya sampai
bersambung dengan nabi muhammad Saw.1
1
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2004), hlm.135
2
Muhammad Husein Adz-Dzahabi, Tafsir wal Mufassirun, (Kairo: Dar al-Hadis), hlm.210
3
Abd Haris Nasution dan Muhammad Mansur, Studi Kitab Tafsīr Al-Qur’ān Al-Aẓīm Karya Ibnu
Katṡīr, Jurnal Ushuluddin Adab dan Dakwah, Volume 1, Nomor 1, Agustus 2018, hlm.3
4
Ayahnya lahir sekitar tahun 640 H, dan ia wafat pada bulan Jumadil
„Ula 703 H. di daerah Mijdal, ketika Ibnu Katsir berusia tiga tahun, dan
dikuburkan di sana. Kehidupannya kemudian dibantu oleh saudaranya.
Seluruh waktunya dihabiskan untuk ilmu pengetahuan. Ia mengkaji,
mempelajari dan mengenal berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Disamping
menguasai perangkat Bahasa dan merangkai syair ia juga mempunyai
memori yang kuat dan kemampuan memahami.
Setelah berguru dengan banyak ulama, dari sinilah Ibnu Katsir
memulai pengembaraan keilmuannya, termasuk Syaikh al-Islam Ibnu
Taimiyah, dan Baha al-Dīn al-Qasimy bin Asakir (w. 723), Ishaq bin Yahya
al-Amidi (w. 728). Ibnu Katsīr juga banyak mendalami ilmu-ilmu keislaman
lainnya, selain dalam bidang tafsir Ibnu Katsir juga sangat menguasai
bidang hadis, fiqih, dan sejarah. Hal itu dibuktikan dengan banyak karya-
karyanya yang berkaitan dengan hal tersebut. Maka dari itu, sangat wajar
jika dia diberi gelar sebagai mufassir, muhaddits, faqīh, dan muarrikh.
Dalam bidang hadis, Ibnu Katsir mengambil banyak ilmu dari Ibnu
Taimiyah. Membaca usul hadis dengan al-Ashfahani. Disamping itu, ia juga
menyimak banyak ilmu dari berbagai ulama. Menghafal banyak matan,
mengenali sanad, cacat, biografi tokoh dan sejarah di usia muda.
Dari karya-karya yang begitu banyak dihasilkan oleh Ibnu Katsir,
sangat wajar jika ulama-ulama setelahnya memberikan pujian kepadanya,
dalam al-Mu’jam Imam al-Dzahabi mengungkapkan tentang Ibnu Katsir,
“Adalah imam besar yang bertindak sebagai mufti, pakar hadis, spesialis
fiqih, ahli hadis yang cermat dan mufassir yang kritis”4. Al-Suyuti juga
mengatakan “Tafsir Ibnu Katsir merupakan tafsir yang tidak ada duanya.
Belum pernah ditemukan kitab tafsir yang sistematika dan karakteristiknya
yang menyamai kitab tafsir ini”
Karir intelektual Ibn Katsīr mulai menanjak setelah ia banyak
menduduki jabatan-jabatan penting sesuai dengan keahlian yang
4
Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm.64
5
dimilikinya. Misalnya dalam bidang hadis, pada tahun 748 H/1348 M, Ibn
Katsīr menggantikan gurunya Muhammad Ibn Muhammad al-Dzahabi
(1284-1348 M) di Turba Umm Salih (lembaga Pendidikan), dan pada tahun
756 H/1355 M diangkat menjadi kepala Dar al-Hadis al-Asyrafiyah
(lembaga pendidikan Hadis) setelah meninggalnya Hakim Taqiyuddin al-
Subki (683-756 H/1284-1355 M). kemudian tahun 768 H/1366 M diangkat
menjadi guru besar oleh Gubernur Mankali Buga di Masjid Umayah
Damaskus. Dan pada akhirnya pada tahun 774 H di usia 74 tahun, Ibn Katsīr
meninggal dunia dan dimakamkan disamping Ibnu Taimiyah (gurunya).
6
Dalam bidang tafsir ia menulis kitab tafsir 30 juz yang berjudul
Tafsīr al-Qur’ān al-Adzīm atau yang disebut juga Tafsīr Ibnu Katsīr.5
5
Maliki, Tafsir Ibn Katsir: Metode dan Bentuk Penafsirannya, el-Umdah Jurnal Ilmu al-Quran
dan Tafsir,Volume.1, Nomor 1 Januari-Juni 2018, hlm 77
6
Maliki, Tafsir Ibn Katsir: Metode dan Bentuk Penafsirannya, el-Umdah Jurnal Ilmu al-Quran
dan Tafsir,Volume.1, Nomor 1 Januari-Juni 2018, hlm 81
7
Muhammad, sebab menurut al-Qur’an sendiri Nabi Muhammad
memang diperintahkan untuk menerangkan isi al-Qur’an.
3. Jika tidak didapati tafsir baik dalam al-Qur’an dan hadis, maka al-
Qur’an harus ditafsirkan oleh pendapat para sahabat karena merekalah
orang yang paling mengetahui konteks sosial turunnya al-Quran. Di
samping pemahaman, keilmuan dan amal saleh mereka. Lebih khusus,
kalangan ulama dan tokoh besar sahabat.
4. Jika yang ketiga juga tidak didapatkan, maka pendapat dari para tabi’in
dapat diambil.7
D. Referensi Penulisan
Dalam Penafsirannya Ibnu Katsir merujuk kepada hadis-hadis yang
marfu’ yang berkaitan dengan ayat yang ingin ditafsirkan serta menjelaskan
pengertian yang dibutuhkan dalam hadis-hadis ini, lalu ia memaparkannya
dengan merujuk kepada perkataan-perkataan dari para sahabat, tabi’in, dan
ulama-ulama salaf. Di dalam tafsirnya, Ibnu Katsir juga banyak merujuk
kepada penafsiran-penafsiran yang ditulis oleh Ibnu Jarir (w. ٣١٠ H), Ibnu
Abi Hatim (w ٣٢٧ H), dan Ibnu ‘Atiyah8.
7
Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm.60
8
Ahmad Dawam, Tesis: Terorisme Dalam Persepektif Tafsir Ibnu Katsir (Lampung: UIN Raden
Intan,2018), hlm 77
9
Maliki, Tafsir Ibn Katsir: Metode dan Bentuk Penafsirannya, el-Umdah Jurnal Ilmu al-Quran
dan Tafsir,Volume.1, Nomor 1 Januari-Juni 2018, hlm 83
8
menyajikannya secara runtut mulai dari surat al-Fatihah, al-Baqarah sampai
al-Nas sesuai dengan mushaf Usmani. Dengan tidak mengabaikan aspek
asbāb al-nuzūl dan juga munasabah ayat atau melihat hubungan ayat-ayat
al-Qur’ān antara satu sama lain.10
F. Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya
yaitu dengan menafsirkan seluruh ayat-ayat al-Qur’an sesuai susunannya
dalam mushhaf al-Qur’an. Ayat demi ayat dan surat demi surat, diawali dari
surah al-Fâtihah hingga berakhir di surah al-Nâs. Sistematika tafsir Ibnu
Katsir yaitu sistem tartîb mushhaf. Ibnu Katsir telah sukses menyelesaikan
sistematika tersebut, dibanding mufassir yang lain seperti: al-Mahalli (781-
864 H.) dan Sayyid Muhammad Rasyid Ridha (1282- 1354 H.) yang mana
belum sempat menyelesaikan tafsirnya sesuai dengan sistematika tartîb
mushhaf tersebut.
Di dalam penafsirannya, Ibnu Katsir menyajikan sekelompok ayat
yang berurutan, yang dianggap berkaitan dan berhubungan dengan ayat-
ayat tersebut dalam tema kecil. Metode ini tergolong baru pada masa itu.
Pada masa sebelumnya atau pada masa Ibnu Katsir, para mufassir
kebanyakan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan kata perkata atau
kalimat perkalimat.
Penafsiran pengelompokan ayat ini membawa pemahaman akan
adanya munasabah ayat dalam setiap kelompok ayat tersebut dalam tartîb
mushhaf. Dengan ini akan diketahui adanya keintegralan pembahasan al-
Qur’an dalam satu tema kecil yang dihasilkan dari kelompok ayat yang
mengandung munasabah antara ayat-ayat al-Qur’an. Sistematika ini akan
mempermudah seseorang dalam memahami kandungan al-Qur’an serta
yang terpenting ialah terhindar dari penafsiran secara parsial yang bisa
keluar dari maksud nash. Dari cara tersebut, menunjukkan adanya
10
Hasan Bisri, Metode Penafisran Hukum Ibnu Katsir, (Bandung: LP2M UIN SGD,2020), hlm 45
9
pemahaman lebih utuh yang dimiliki Ibnu Katsir dalam memahami adanya
munasabah antara ayat (tafsir al-Qur’ân bi al-Qur’ân) yang telah banyak
diakui kelebihannya oleh para peneliti.11
G. Karakteristik Tafsir
Tafsir yang ditulis oleh Ismail bin Anwar bin Katsir al-Dimasqiy
dengan judul Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim ini ditulis dalam gaya yang sama
dengan Tafsir Ibnu Jarir Al-Thabari. Tafsir ini adalah salah satu kitab tafsir
yang paling terkenal yang mana termasuk dalam tafsir bi al-ma’tsur.
Tafsir Ibnu Katsir menggunakan sumber-sumber primer dan
menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan bahasa yang sederhana serta
mudah dipahami, lebih mementingkan riwayat-riwayat yang otentik dan
menolak pengaruh-pengaruh asing seperti Israiliyat.12 Kitab ini telah
dicetak beberapa kali dan edisi ringkas telah dipublikasikan tetapi disunting
oleh Muhammad Ali al-Shabuni. Tafsir ini belum diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris pengarangnya juga seorang ahli hadis dan cukup menguasai
dalam berbagai ilmu pengetahuan.13
11
Nur Faiz Maswan, Kajian Diskriptif Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Menara Kudus, 2002), hlm. 64
12
Muhammad bin Muhammad Abu Shabah, al-Israilyat wa al-Maudhudat fi Kutub al-Tafsir,
(Kairo: Maktabah al-Sunnah, 1958), hlm. 132
13
Ushama Thameem, Metodologi Tafsir Al-Qur’an; Kajian Kritis, Objektif dan Komprehensif,
(Jakarta : Riora Cipta, 2000), hlm. 76
10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah melakukan penelaahan terhadap kitab Tafsîr Ibn Katsîr, baik itu
pengarang maupun hal uyang mengenai kitabnya, penulis mendapatkan banyak
pengetahuan yang telah penulis tuangkan dalam sebuah presentasi makalah pada
mata kuliah membahas kitab tafsir, hal-hal yang penulis tuangkan di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa:
Penulis kitab tafsir ini adalah Imâm al-Jalil Al-Hafiz Imad ad-Dîn, Abî al-
Fidâ’ Ismâ’il ibn Umar ibn Katsîr ibn Dhau’ ibn Dzar’i al-Bashri al-Dimasyqî, al-
Qurasyî yang lahir pada abad ke-8 Hijriyyah. Ia adalah seorang mufasir yang
bermadzhab al-Syâfi’î. Ibnu Katsîr pernah belajar fiqh dan ushul fiqh kepada
Syaikh Burhan al-Dîn Ibrâhim Ibn Abdi al-Rahman al-Fazzari dan kepada Syaikh
Kamal al-Dîn bin Qodi Syuhbah. Ibn Katsîr pun menelusuri keilmuan dibidang lain
seperti tafsir, hadis, bahkan sejarah.
Tafsîr Ibn Katsîr adalah salah satu kitab tafsir yang terkenal dengan
menggunakan pendekatan periwayatan atau yang biasa disebut tafsîr bi al-ma’tsûr.
Selain itu, Ibn Katsîr juga menjadikan referensi karyanya yang diambil dari
berbagai disiplin ilmu, baik itu tafsir, ilmu tafsir, hadis, ilmu-ilmu hadis, lughah,
sejarah, fiqh, ushul fiqh, bahkan geografi.
Adapun sistematika penulisan kitab tafsir ini ialah, Ibn Katsîr menafsirkan
al-Quran dengan al-Quran, al-Quran dengan sunnah, dengan perkataan sahabat,
perkataan tabi’in dan bahasa Arab, kemudian menyimpulkan hukum-hukum dan
dalil-dalil dari ayat al-Quran. Tafsîr al-Qurân al-Azhîm ini dapat digolongkan
sebagai salah satu tafsir dengan metode tahlîlîy (analitis).
Para pakar tafsir dan Ulûm al-Qurân umumnya menyatakan bahwa Tafsîr
Ibn Katsîr ini merupakan kitab tafsîr bi al-Ma’sûr terbesar kedua setelah Tafsîr al-
Thabarîy. Meskipun dari hasil penelitian, terdapat beberapa catatan yang
mengungkapkan adanya kesamaran dan kekeliruan dalam tafsir tersebut.
11
DAFTAR PUSTAKA
Faiz, Nur Maswan, (2002), Kajian Diskriptif Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta,
Menara Kudus.
Haris, Abd Nasution dan Muhammad Mansur, (2018), Studi Kitab Tafsīr
Al-Qur’ān Al-Aẓīm Karya Ibnu Katṡīr, Jurnal Ushuluddin Adab dan Dakwah,
Volume 1, Nomor 1, Agustus.
Husein, Muhammad Adz-Dzahabi, (2004), Tafsir wal Mufassirun, Kairo,
Dar al-Hadis
Maliki, (2018), Tafsir Ibn Katsir: Metode dan Bentuk Penafsirannya, el-
Umdah Jurnal Ilmu al-Quran dan Tafsir,Volume.1, Nomor 1, Januari-Juni.
12