Anda di halaman 1dari 18

PEMIKIRAN DAN MODEL TAFSIR KHAWARIJ

MAKALAH
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas
Mata Kuliah Madzahib At Tafsir pada semester VII
Dosen : Drs. H. Hamid Shiddiq, M.Pd

Disusun oleh :
Nama
NIM

: Hendera Sasliharja S.
: 15.01.0842

Fakultas Ushuluddin
Program Studi Ilmu Al-Quran Dan Tafsir
Sekolah Tinggi Agama Islam Persatuan Islam Bandung
Bandung 2017 M/ 1438 H

AL-KHAWARIJ DAN GAYA PENAFSIRAN MEREKA TERHADAP


AL-QURAN

Abstrak
Ilmu Tafsir sangat diperlukan untuk memahami al-Quran, ilmu ini muncul dan lahir
sejak wahyu diturunkan, maka oleh sebab itu Rasulullah SAW disebut sebagai penafsir
pertama, dan diikuti oleh Sahabat, Tabiin sampai pada ulama-ulama kontemporer saat
ini, namun dalam perjalan yang panjang ini pengrusakan-pengrusakan penafsiran terus
terjadi yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam, dengan memalingkan penafsiran
tersebut kepada tafsiran yang sesuai dengan nafsunya dan pesan-pesan sponsor lainnya
untuk memperkuat eksistensi mazhab nya. Fenomena ini sudah terjadi pada saat
peradaban Islam di guncang oleh peristiwa pahit atau popular dengan sebutan al-fitnat
al-kubra seperti terbunuhnya Khalifah Usman, hingga terjadinya peristiwa Arbitrase
atau Tahkim yang berakhit dengan terbaginya ummat Islam kepada beberap sekte atau
firaq, salah satunya adalah al-Khawarij, al-khawarij merupakan sekte yang menyimpang
dari pemahaman Islam yang sudah jelas dan mutlak kebenarannya.

Key Words : al-Khawarij, Tafsir, al-Quran

A. Pendahuluan
Berbicara tentang sekte al-Khawarij dan hubungannya dengan penafsiran
al-Quran merupakan bagian dari isu tentang keganjilan yang terjadi di dalam
penafsiran ayat-ayat al-Quran.

Adapun urgensi dari Kajian ini adalah memberikan penjelasan dan tahzir
kepada umat Islam terhadap bahaya-bahaya yang timbul dari penafsiran yang
dilakukan oleh kelompok khawarij yang hanya berlandaskan kepada teks atau
lafaz ayat semata dan dipengaruhi hawa nafsu dalam menafsirkan ayat-ayat alQuaran

Imam al-Sayuthi menjelaskan berdasarkan riwayat al-Kirmani yang


menyusun kitab yang terdiri dari dua jilid yang berjudul : al-Aqail wa al-

Gharaib yang berisi perkataan dan pendapat yang berhubungan dengan ayat-ayat
al-Quran yang tidak diketahui kebenarannya oleh ahli Tafsir, demikian juga
pernyataan-pernyataannya tidak pantas diikuti dan dipercaya. Setiap orang mesti
berhati-hati dengan setiap penafsiran yang salah dan menyesatkan.

Dalam tulisan singkat ini penulis membatasi kajian kepada hal-hal berikut
ini, mengingat luasnya kajian tentang sekte khawarij :
1. Sejarah munculnya sekte Khawarij dan mazhab-mazhab di dalamnya.
2. Sikap Al-Khawarij terhadap Nabi saw dan para Sahabat
3. Contoh-contoh Penafsiran al-Khawarij
4. Pandangan ulama terhadap golongan al-khawarij berikut dengan
Tafsirannya

B. Sejarah lahirnya al-Khawarij dan Pembagiannya

Khawarij adalah bentuk jamak dari kharij dan berasal dari akar kata
kharaja yang berarti keluar, Kata keluar bermaksud walk out dari patuh dan
loyal

kepada

pemimpin

atau

Imam

yang

sah,

seorang

khawarij

mendemonstrasikan keingkarannya dan membentuk wilayah sendiri yang


eksklusif. Ulama Fiqih menyebut Khawarij dengan Istilah al-Baghi atau
pembangkang.

Khawarij adalah sekelompok kaum yang keluar dari barisan Ali bin Abi
Thalib, karena mereka tidak setuju dengan upaya Tahkim/ arbitrase, 1 dalam
rangka mencapai perdamaian dalam perang shiffin, keluarnya khawarij dari
barisan Ali ibarat keluarnya anak panah dari busurnya.
1

Arbitrase adalah usaha dalam mewujudkan perdamaian sengketa antara dua orang atau kelompok
yang berikai dan mereka sepakat untuk menunjuk seseorang yang mereka perangi untuk ,menyelesaikan
sengkerta yang terjadi antara mereka, dan keputusan dari kedua pihak harus dipatuhi dan dijalankan, hakim
yang ditunjuk untuk menyelesaikatan sengketa tersebut tidak dari kalangan pemerinta namun kal;angan
swasta (lihat Stria Efendi, M Zein, Arbitrase dalam Syariat Islam, jurnal hokum Islam, No 16 1994, h.53.

Al-Khawarij lahir dari konflik yang terjadi pada masa Ali bin abi Thalib
dengan Muawiyah bin Abi Sofyan, konflik tersebut tidak bias diselesaikan,
peristiwa tersebut berawal dari keinginan Ali sebagai Khalifah yang sah untuk
mereshufle semua gubernur yang diangkat oleh khalifah Usman bin Affan, tetapi
Muawiyyah selaku Gubernur Siria menolak dan tidak mentaati keputusan Ali,
sehingga terjadilah konflik antara keduanya, selanjutnya Muawiyyah menuntut
Ali segera menemukan dan menangkap dan menghukum para pelaku
pembunuhan Usman, maka tidak ada alternative lain bagi Ali bi n Abi thalib
kecuali memerangi Muawiyyah yang dianggapnya sebagai pembangkang.
Sebanyak 50.000 balatentara dipersiapkan Alibin abi thalib berangkat menuju
utara tempat tersebut bernama shifin, dan bertemun dengan pasukan Muawiyyah
yang berjumlah 80.000, peperanganpun meletus, dengan kemenangan dipihah Ali,
melalui juru runding Amr bin Ash Muawiyyah meminta Ali berdamai dan
menghentikan peperangan, kemudian kedua pihak sepakat mengakhiri peperangan
dan selanjutnya melaksanakan perundingan (arbitrase

Dalam pelaksanaannya arbitrase yang dilakukan oleh khalifah Ali bin Abi
Thalib dengan Muawiyyah bin Abi Sofyan di tunjuklah juru bicara masingmasing dari fihak Muawiyyah ditunjuklah Amr ibnu Ash, sementara fihak Ali
menginginkan Abdullah Ibni Abbas, tetapi ditolak oleh pasukannya, sehingga
pilihan suara terbanyak mengarah kepada Abu Musa AL-Asaryi, walaupun
sebenarnya Ali tidak menginginkan Abu Musa al-Asarii

Dari fakta dioatas jelas bagi kita, bahwa dari kedua sosok perunding
tersebut terdapat kepentingan yang bertolak belakang. Amru bin Ash sangat
berkepentingan dalam melanggengkan status quonya, dengan Muawiyyah selain
hubungan keluarga, sementara Abu Musa AL-Asaryi ia tidak memiliki hubungan
darah dengan Ali dan juga tidak ada kepentingan politis, karena ia merupakan
korban dari Ali dalam meresufle gubernur dan digantikan oleh Ammarah ibnu

Syhihab, namun pergantian tersebut ditolak oleh penduduk Kuffah, dan tetap
mempertahankan Abu Musa AL-Asaryi.

Dengan demikian tidak mengherankan Amru bin Ash mati matian


membela Muawiyyah semenatara Abu Musa AL-Asaryi tidak, inilah indikasi
kekalahan dalam arbitrase tesebut, arbitrase tersebut dilakukan pada bulan
Ramadhan 37H (Januari 659H) di suatu tempat yang bernama Dumat al-Jandal,
antara Madinah dan Damaskus, adapun materi perundingan tersebut ada dua yaitu
Siapa yang tepat menjadi Khalifah dan apakah Usman terbunuh secara zalim,
setelah upaya lobi dan upaya serius yang ditempuh oleh Amru bin Ash, akhirnya
berhasil meyakinkan Abu Musa Al-Asaryi, sehingga lahirlah keputusan bahwa
Usman terbunuh secara zalim dan Muawiyah pantas menuntut balas atas
kematiannya, ii dan Abu Musa al-Asari menginginkan Abdullah bin Umar sebagai
Khalifah, sementara Amr bin Ash menginginkan Muawiyyah bin Abi Sofyan,
karena tidak tercapai kesepakatan maka masing-masing perunding memutuskan
menjatuhkan Ali dan Muawiyyah dari jabatannya dan selanjutnya keputusan
diserahkan kepada umat Islam.

Pada saat hasil perundingan yasng telah disetujui itu diumumkan kepada
umat Islam, pada saat Amr bin Ash tampil dalam penyampaian keputusan tersebut
mengeluarkan pernyataan bahwa Muawiyyah ditetapkan sebagai Khalifah,
pernyataan tersebut menimbulkan suasana gaduh dan kerkecewaan dikalangan
umat Islam. iii, dari peristiwa ini jelas bagi kita bahwa Arbitrase bagi Muawiyyah
hanyalah sebuah upaya untuk menghindari kekalahan waktu berperang dan untuk
merebut posisi khalifah, makas keputusan Amr bin Ash tersebut ditolak oleh Ali
karena sudah menyimpang dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW, oleh
karena dia menyatakan dirinya tetap sebagai Khalifah dan Muawiyyah sebagai
pembangkangiv
Keadaan setelah peristiwa tersebut semakin tidak stabil dan menjadikan
umat islam berada dalam ketidak stabilan, sebagian umat menyalahkan Ali

kenapa mau menerima Abitrase bahkan ada juga yang mengkafirkan Ali, namun
ada juga pengikut Ali yang tetap mendukung Ali dan tidak menyalahkannya
sedikitpun, ada juga yang bersikap netral, seja itulah islam tebagi kepada
beberapa sekte.

Pendukung setia Ali adalah orang-orang yang pertama mempersalahkan


dalam menerima tawaran tahkim, karena menurut mereka arbitrase tidak sesuai
dengan syariat islam, bahkan mereka menyatakan setiap orang yang terlibat
dalam Tahkim tersebut adalah kafir, golongan inilah yang dinamakan dengan
sekte al-Khawarij. Mereka memilih Jargon dan ungkapan yang menjadi landasan
utama dari membentuk barisan mereka yaitu Tidak ada hokum kecuali hokum
dari Allah. Oleh karena itu mereka menganggap Ali dan Muawiyyah telah
menyimpang dari Islam. Landasan atau Jargon Khawarij ini diambil dari firman
Allah Swt yang terdapat dalam surat al-Maidah ayat 44 :

Artinya :
Dan sesiapa Yang tidak menghukum Dengan apa Yang telah diturunkan oleh
Allah (kerana mengingkarinya), maka mereka itulah orang-orang kafir.

Berdasarkan ayat ini, maka mereka menjatuhkan vonis kepada Ali bin Abi
Thalib,

Muawiyyah bin Abi Sufyan, Abu Musa al-Asaryi dan Amr bi Ash

sebagai Kafir v, setelah itu theology al-khawarij mengalami perkembangan dalam


mengkategorikan sesorang itu kafir, seperti setiap pelaku dosa besar juga
dianggap kafir. vi
Arbitrase ini berakibat kepada hilangnya dukungan dari pengikut Ali yang
militant dan marah dengan upaya Tahkim tersebut. Mereka membentuk kelompok
yang bernama al-Syurat yaitu : Orang-orang yang menjual diri secara totalitas
kepada Allah dan rela berkorban demi Agama yang benar. vii

Maka sebutan al-Syurat nama lain dari al-khawarij itu sekaligus


memberikan gambaran tentang hakikat dan sifat gerakan mereka, yaitu gerakan
dengan semangat, dengan sendirinya kelompok ini berkembang menjadi
kelompok dengan tingkat ekstrim dan militansi yang tinggi, sehingga tidak
terhindari lagi membawa mereka kepada situasi yang mudah sekali terpecah dan
saling bermusuhan dan akhirnya melenyapkan mereka sendiri. Egalitarinisme
yang radikal dari kelompol ini membawa mereka kepada konsep-konsep social
dan poloitik yang sesungguhnya lebih dekat kepada cita-cita Islam yang
diletakkan oleh Rasulullah saw dan merupakan kelanjutan cita-cita universal
dalam tradisi bangsa-bangsa. Namun karena cita-cita tersebut dibawa dengan
militantsi yang tidak terkendali, konsep tersebut melahirkan hijrah; yaitu semua
orang harus menyingkir dari tatanan yang mapan dan bergabung dengan mereka
atas dasar Iman yang benar, korban yang menjadi target utama mereka adalah Ali
ra sendiri, tokoh yang pernah mereka sanjung dan kultuskan namun akhirnya
mereka habisi dalam drama pembunuhan akibat factor politis.

Al-khawarij terkenal dengan kekerasan dalam berprinsip, mereka tidak


mau berkompromi dalam hal penyimpangan agama selain dari ajaran Islam yang
mereka yakini. Prinsip tersebut terbawa-terbawa daripada sejarah kaum khawarij
itu sendiri. Mereka umumnya kaum badui yang hidup di padang pasir tandus,
kehidupan sehari-hari mereka menyebabkan mereka menjadi pemberani, tegas
dan tidak mau bergantung kepada orang lain. Disisi lain pula kehidupan sebagai
badui membuat mereka terus semakin jauh dari ilmu Islam, oleh karena itu
mereka memahami al-Quran dan hadis secara harfiah saja. Akibat dari aktifitas
mereka yang selalu merongrong tatanan dan aturan Islam yang sudah mapan
mereka juga di gelar sebagai kaum al-hururiyun Nisbah kepada Oase al-Hurura
dekat Kufah (Markas mereka). Seperti dikatakan tadi mereka ini mengalami
penghancuran diri sendiri (self annihilation) karena watak mereka yang ekstrem,
akibatnya mereka perlahan-lahan punah dan hamper hilang dari peta umat Islam
hingga saat ini.

Walaupun secara fisik khawarij hilang dari peta umat islam saat ini,
namun pada hakikatnya secara doctrinal justru dia tetap hidup dan dipakai pada
faham-faham keagamaan yang saat ini berkembang.

C. Pemikran dan gaya Penafsiran al-Khawarij terhadap ayat al-Quran

Perkembangan pemikiran sekte al-Khawarij berikutnya adalah masalah


kedaulatan Tuhan, artinya kewenangan bersumber dari Tuhan. Dengan kata lain
otoritas yang berada ditangan manusia itu pada prinsipnya melaksanakan otoritas
Tuhan, terutama dalam hal mempertahankan eksistensi Syariat. Pelembagaan itu
pada hakikatnya merealisasikan keadilan itu berada ditangan kehidupan umat.
Untuk menciptakan kelestarian syariat dan keadilan diperlukan adanya sesuatu
kekuatan politik yang dikendalikan oleh seorang penguasa yang mendapat
legalitas dari umat. Doktrin al-Khawarij ini pada hakikatnya bermaksud
meletakkan otoritas Tuhan di atas semua manusia. Iman adalah palaksanaan
perintah Tuhan, inilah sebabnya mereka berbicara tentang al-Baiah lillahviii

Dalam aspek penafsiran terhadap ayat al-Quran al-Khawarij tidak


memiliki kedalaman ilmu tentang Takwil dan mereka juga tidak mau peduli
terhadap apa maksud sebenarnya dari makna ayat -ayat tersebut, mereka juga
tidak membebani diri mereka dengan sikap yang serius dan sungguh-sungguh
untuk mencari maksud yang menjadi sasaran dari makna ayat al-Quran dan
begitu juga bagaimana pula rahasia-rahasia yang terdapat dibalik ayat-ayat
tersebut, tetapi mereka hanya terhenti dan terbatas kepada tataran lafziah saja.

Al-khawarij mempunyai pandangan dangkal pada ayat-ayat al-Quran,


kadang-kadang ayat yang mereka fahami itu tidak sesuai dengan maksud
sebenarnya dari ayat tersebut, dan juga tidak memiliki hubungan sama sekali
dengan ayat yang mereka jadikan sebagai dalil untuk melegitimasi pendapat
mereka, karena mereka hanya sebatas memahami ayat secara zahir yang batilix

Di kalangan al-Khawarij sendiri, terdapat banyak mazhab-mazhab yang


mempunyai pemikiran atau pendapat yang berbeda satu dan lainnya. Namun
demikian mereka tetap menisbahkan pendapat mereka itu kepada Islam,mereka
semua mengakui al-Quran. Di dalam setiap ajaran dan untuk memperkuat
pendapat, mereka selalu menjadikan al-Quran sebagai dasar pijakan dan dasar
untuk menumbuhkan keyakinan mereka, namun hanya terkait kepada ayat-ayat
yang bias mendukung pendapat mereka, untuk ayat ini mereka akan tetap
mempertahankannya, sebaliknya jka persoalan tersebut tidak bersesuaian dengan
pendapat dan pendirian serta kepentingan mereka, mereka berupaya sekuat tenaga
untuk lepas dan mulai memalingkan dan mentakwilkan ayat al-Quran sehingga
tidak bertentangan dengan pendapat mereka x
Diantara mazhab-mazhab dalam sekte al-Khawarij adalah sebagai berikut :
o Azraqiah, merupakan pengikut dari Nafi bin al-Azraq, Mazhab ini
memiliki beberapa prinsip seperti : Mereka mengkafirkan selain
dari kelompok mereka, haram mengkosumsi semblihan dari selain
kelompok mereka, dan juga haram menikahi yang bukan dari
kelompok mereka, dan tidak boleh mendapat warisan selain dari
kelompok mereka, dan bermuamalah dengan selain kelompok
mereka sama dengan bermuamalah antara orang kafir dengan
orang musrik
o Al-Najdad, merupakan pengikut Najdah bin Amir, diantara prinsip
mereka adalah : Tidak ada keperluan manusia kepada Imam
selama-lamanya, namun sekiranya umat memerlukan pemimpin
maka perlu diangkat, jika tidak diperlukan, maka tidak boleh
diangkat
o Al-Safariyyah, merupakan pengikut Ziyad bin al-Asfar, diantara
prinsip mereka adalah pelaku dosa besar adalah Musrik, namun
ada diantara mereka mengatakan bahwa setiap pelaku dosa sudah
disediakan had nya dalam Syariah, pelakunya tidak dikatakan

Musrik ataupun Musrik, tetapi dinamakan sesuai dengan dosa


yang mereka lakukan
o Al-Ibadhiah, merupakan pengikut Abdullah bin Ibad, kelompok ini
adalah yang paling sederhana/moderat dan ajarannya mendekati
faham ahlu Sunnah wal Jamaah, seperti :

Sebagai contoh, kita bisa lihat, bahwa sesungguhnya mayoritas kalangan mazhabmazhab dari sekte al-Khawarij ini setuju bahawa pelaku dosa besar disebut
kafir dan mereka kekal di dalam neraka Jahannam, pendapat ini merupakan
pendapat dan prinsip umum dari al-Khawarij, dan semua mazhab tunduk dibawah
prinsip ini dan tidak akan pernah berubahxi

D. Contoh-Contoh Penafsiran al-Khawarij


Berikut ini diantara penafsiran yang dilakukan al-Khawarij terhadap ayat-ayat alQuran yang bertujuan untuk menyokong dan menguatkan eksistensi sekte
mereka, adapun contoh tersebut sebagai berikut :
1. Ayat yang melegitimasi dalam memvonis Kafir terhadap setiap pelaku
dosa besar, yaitu dalam surat Ali Imran ayat 97 :

Artinya :
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi
orang-orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah,
barangsiapa mengingkari kewajiban haji, sesungguhnya Allah maha kaya
dari semesta alam
Ayat ini mereka simpulkan bahwa orang yang meninggalkan kewajiban
haji masuk kepada kategori kafir

2. Firman Allah swt dalam Surat al-Maidah ayat 44 :

Artinya :
Barang siapa Yang tidak menghukum menurut apa yang telah diturunkan
oleh Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.
Menurut al-Khawarij, bahwa setiap pelaku dosa/pekerja maksiat, tapa
mempermasalahkan tinggkat syariknya, maka tetap dia menjadi kafir,
karena mereka telah menyimpang dari wahyu Allah swt. Al-khawarij juga
menghukum para pelaku maksiat tersebut sesuai yang tertulis dalam nash
al-Quran tersebut.
3. Firman Allah swt surat al-Taghabun ayat 2 :


Artinya :
Dia lah Yang menciptakan kamu; maka diantara kamu ada yang kafir dan
ada diantara kamu yang beriman; dan Allah Maha melihat apa Yang
kamu kerjakan
Mereka menyimpulkan dari makna zahir ayat ini, menurut mereka tidak
ada kategorisasi fasiq. Menurut al-khawarij manusia terbagi kepada dua
kategori saja yaitu mkmin dan kafir. Manusia berada pada posisi iman dan
kafir, maka oleh karena tidak kategori lain kecuali mukmin dan kafir,
mereka mengatakan bahwa orang yang tidak beriman, otomatis menjadi
kafir, sementara fasiq tidak berada dalam kategori mukmin, maka tetap
menjadi golongan kafir. xii
4. Firman Allah Swt dalam Surat Ali Imran ayat 106 :

Artinya :

Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula
muka yang menjadi hitam muram. adapun orang-orang yang telah hitam
muram mukanya, (kepada mereka dikatakan): "kenapa kamu kafir sesudah
kamu beriman? Karena itu rasakan azab disebabkan kekafiran kamu itu".
Al-Khawarij mengatakan :Orang Fasiq tidak termasuk kepada yang putih
wajahnya, dan sudah pasti termasuk yang hitam wajahnya dan wajib
dihukum kafir

5. Firman Allah Swt dalam Surat al-Sajadah ayat 20 :

Artinya :
Dan adapun orang-orang yang fasik, maka tempat mereka ialah neraka;
setiap kali mereka hendak keluar dari padanya, mereka dikembalikan
kedalamnya, dan dikatakan kepada mereka: "Rasakanlah siksa neraka
Yang dahulu kamu mendustakannya".
Berdasarkan ayat ini al-Khawarij menjadikan seseorang itu termasuk
golongan pendusta. Demikian beberapa ayat-ayat al-Quran,. Dijadikan alKhawarij untuk mengklaim para pelaku dosa besar sebagai kafir

Setelah menganalisa penafsiran ayat tersebut, stelah itu kita coba


membandingkan nya dengan ahlu sunnah wa al-Jamaah, maka sangat
kelihatan sekali keanehan dan keganjilan penafsiran al-Khawarij tersebut.
Berdasarkan itu dapat kita katakan bahwa penafsiran al-Khawarij sangat
jauh dari kaedah penafsiran yang sebenarnya, dan fenomena menyimpang
ini dapat menimbulkan pertentangan dan konflik dikalangan umat Islam

E. Sikap Al-Khawarij Terhadap Sunnah, Ijmak Ulama Dan Dampak Sikap


Tersebut terhadap Penafsiran

Pengaruh-pengaru ke jumudan atau stagnasi pemikiran sekte al-Khawarij


terhadap pemahaman nash-nash al-Quran, mereka tidak mengabaikan dan
memperhatikan

sumber hukum Islam kedua yaitu Hadis Rasulullah saw yang

berfunsi sebagai Mubayyin, Naakh, Takssis bagi ayat-ayat yang umum atau
sebagai penambah hukum al-Quran. Banyak sekali Hadis-hadis Rasulullah yang
mereka abaikan dan dustakan, bahkan mereka berusaha memalsukannya, seperti
yang terjadi dalam hadis :

"

Abdurrahman al-Mahdi : al-Zanadiqah dan al-Khawarij telah memalsukan
Hadis ini menjadi :."

...

Contoh lain dari Penyelewengan merekas dan pengingkaran mereka


terhadap hadis rasulullah saw adalah :

""
Artinya : Tidak ada wasiat bagi ahli waris

Mereka mengatakan mengenai hokum wasiat ditolak oleh al-Quran, melalui


firman Allah swt dalam surat al-Baqarah 180 :

Artinya :
Diwajibkan atas Kamu , apabila seseorang diantara kamu hampir mati, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiatlah untuk ibu bapak dan karib
kerabatnya
secara baik (ini adalah kewajiban), atas orang-orang Yang
bertaqwa.

Menurut mereka ibu dan bapak dalam keadaan bagaimanapun tidak boleh
dihalangi untuk mendapatkan wasiat, Menurut mereka riwayat/hadis ini salah dan
bertentangan dengan al-Quranxiii

Sebagaimana golongan al-Khawarij karena kuatnya pengaruh mabda dan


pemikiran mereka yang jumud, menyebabkan mereka tidak memperhatikan Ijma
Ummah, dan mereka juga tidak pula menganggap Ijma tersebut sebagai salah
satu sumber landasan dalam memahami Nash al_Quran dan sunnah, seperti kita
ketahui bahwa ijma juga disandarkan kepada sumber utma yaitu al-Quran dan
Hadis, inilah salah sdatu penyebab mereka membuat hadis-hadis palsu.. Dalam
hal ini alAlamah Ibnu Qutaibah telah banyak mendatangkan hujjah untuk
menolak kekeliruan tersebut

F. Karya-karya Tafsir al-Khawarij


Tradisi al-Khawarij dalam melahirkan dan membuat karya-karya tafsir
tidak sesubur karya Tafsir yang di lahirkan oleh Sunni, Mutazilah dan syiah,
baik dari segi kuantitas (jumlah), ataupun dari segi Kualitas (mutu). Diantara
karya-karya tafsir yang dibuat al-Khawarij adalah :
Tafsir Abdurrahman Bin Rustam al-Farisi (abad ke-3H)
Tafsir Hiwad bin Muhkam al-Hawari (abad ke-3H)
Tafsir Abi Yaqub, Ysuf bin Ibrahim al-Warjalani (Abad ke-6H)
Tafsir Dai al-Amal li yaum al Amal, oleh Syaikh Muhammad
Yusuf Itfis (Mufassir kontemporer meninggal pada tahun 1332H
Tafsir Himyan al-Zaadi il Dar al-Miad, oleh Syaikh Muhammad
Yusuf Itfis
Taisir al-Tafsir, oleh Syaikh Muhammad Yusuf Itfis

Tafsir Abdurrahman Bin Rustam al-Farisi sudah tidak ditemukan lagi pada
masa sekarang ini, sementara Tafsir Hiwad bin Muhkam al-Hawari masih
dijimpai dan dipopulerkan oleh mazhab Ibadhiyyah di negeri Magribi, saat ini dan
dicetak sebanyak empat jilid, jilid pertama dimulai dari surat al-Fatihah dan

diakhiri dengan surat al-Anam, adapun jilid ke-4 diawali dari surat al-Zumar dan
berakhir pada akhir surat al-Quran (Surat al-Nas)

Adapun tafsir Abi Yaqub, Yusuf bin Ibrahim al-Warjalani juga tidak
ditemukan lagi pada saat sekarang, tafsir ini merupakan kitab tafsir yang terbaik
disbanding kitan tafsir yang lainnya dari sudut pembahasan, tahqiq dan irabnya.
Sementara tafsir Dai al-Amal li yaum al Amal, oleh Syaikh Muhammad Yusuf
Itfis, belum selesai penyusunannya karena pengarang berazam untuk menjadikan
Tafsir ini menjadi 30 juz, tetapi karena pengarang disibukkan dengan mengarang
kitab tafsir Himyan al-Zaadi il Dar al-Miad, tafsir Himyam ini masih ditemukan
pada saat sekarang dan berjumlah 13 jilid, dan naskah tafsir ini dapat dijumpai di
Dar al-Kuttub di Mesir, dan yang terakhir adalah kitab tafsir Taisir Tafsir dicetak
sebanyak tujuh jilid dan dapat dijumpai di Dar al-Kuttub di Mesir.

Karya-karya tafsir al-Khawartij ini sangat terbatas dari segi jumlah,


sebagian masih bias ditemukan dan yang lainnya sudah tidak diketahui
keberadaannya dan tidak membawa pengaruh yang berarti pada saat sekarang.
Karya tafsir al-khawarij yang mudah dijumpai saat ini adalah dari mazhab
Ibadhiyyah, mazhab Ibadhiyyah ini tersebar di al-Magribi, Hadramaut (Yaman),
Oman, Zanbajar.

Tiimbul pertanyaan pada kita semua, apa yang melatar belakangi


sediktnya lahir karya-karya tafsir dari sete al-Khawari, Muhammad Husain alDzahabi dalam karya agungnya al-Tafsir wa al-Mufassirun, menyatakan tiga
factor penyebabnya :
1) Sedikit dari kalangan al-Khawarij yang menetap di Basrah, Kuffah,
golongan al-Khawarij kebanyakan berasal dari arab Badui
(pedalaman) yaitu dari kabilah Tamim, dan sedikt dari mereka
tersebut yang tinggal di Basrah. Mereka hidup jauh dari manusia
dan perkembangan dan kemajuan agama, ilmu dan social. Mereka

menjunjung tinggi Islam sesuai pemahaman mereka dan tidak mau


menerima pandangan ajaran dari Islam dari sekte lain
2) Sepanjang perkembangan dan pertumbuhannya, golongan alKhawarij

disibukkan

dengan

peperangan

sehingga

dengan

peperangan ini menghabiskan waktu, keterlibatan al-Khawarij


dalam perang di mulai dari konflik antara Ali bin Abi Thalib
hingga peperangan dengan Bani Ummayah , kemudian peperangan
Bani Ummayah dengan bani Abbasiyyah dan seterusnya, sehingga
dapat disimpulkan al-Khawarij praktis tidak pernah absent dari
perang
3) Al-Khawarij khas dengan pemikiran mereka yang aneh-aneh dan
ganjil, mereka focus dan berkosentrasi untuk membersihkan aqidah
dan

berpoegang

teguh

kepada

iman,

dan

mereka

juga

berpandangan bahwa berdusta termasuk dosa besar, hal ini


menyebabkan mereka tidak menumpukan kosentrasi mereka untuk
memperdalam tafsir dan menghindar untuk membahas disebalik
makna ayat al-Quran, karena menurut mereka aktivitas tersebut
tidak akan mendatangkan manfaat dan kebenaran, karena mereka
takut aktifitas tersebut menjadi ajang berdusta kepada Allah. xiv

G. Kesimpulan
Sekte al-Khawarij mempunyai beberapa mazhab dan masing-masing
mazhab memiliki pegangan dan prinsip tersendiri. Namun mereka para Imamimam mazhab sepakat dengan satu prinsip utama mereka yaitu Mengkafirkan
sahabat Nabi saw saidina Ali bin abi Thalib ra, Saidina Usman bin affan ra,
Muawiyyah bin Abu sufyan ra, Amru bi ash ra, dan semua yang terlibat dalam
proses arbitrase atau tahkim, sampai kepada kelompok pelaku dosa yang diluar alKhawarij juga divonis Kafir

Al-Khawarij menafsirkan al-Quran berdasartkan zahir ayat saja tanpa


mau memandang aspek konteks dan qawaid tafsir lainnya, al-khawarij juga
menolak Hadis Rasulullah saw dan ijma umaat/ulama, landasan Tafsir yang
mereka buat hanyalah nafsu belaka dengan maksud dan tujuan melegitimasi dan
memperkuat eksistensi mazhab dan sekte mereka
Al-Khawarij tidAak banyak melahirkan kitab tafsir, namun manuskrip
tafsir yang tinggal, menjaadi berarti dan bermanfaat bagi kita untuk mengungkap
unsure-unsur penyelewengan mereka dalam penafsiran ayat-ayat al-Quran

Ahmad Syalabi, Tarekh al-Islam wa al-hadharah al-Islamiyyah, Juz 1, Mesir, Maktabah al-Nahdhah alMisriyyah, 1975, h.302
ii

M.Jamaludin Surur, Al-Hidayah al-Siyasah fi al-Daulah al-Arabiyyah al-Islamiyyah, Kairo, Darel Fikri
al-Arabi, 1975, h,69
iii

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, jilid 1, Jakarta, UI Presss, 1985. h.94

iv

M.Jamaludin Surur, Opcit, h.83

M. Al-Khudri, Tarikh Tasri al-Islamiah, Kairo, Maktabah al-Adab, h.105

vi

Yayasan Dakwah Islamiayah Malaysia, Ensiklopedi Islam Pelajar, Penerbit Era Visi Publications Sdb
Bhd, h. 95

vii

Muhammad Husain al-dzahabi, Al-Ittihad al-Munhariffah fi Tafsir al-Quran al-Karim, Darul Ihya al
Turats al-Arabi, Beirut, tt, h. 165.
viii

Nuruzzaman Shidqi, Syiah dan Khawarij dalam Prespektif Sejarah, Yogyakarta, PLP2M, 1985, h. 76.

ix

Muhammad Husain Al-Zahabi, al-Taafsir wa al-Mufassirun, Maktabah wahbah, Kairo, Juz 2, h.229

Ibnu Qutaibah, Tawil Mukhtalif al-Hadis, Kurdisan. H.231

xi

Muhammad Husain al-Dzahabi, Op-Cit. H. 225

xii

Ibid, h.22

xiii

xiv

Ibid, h. 231
Ibid, h. 234

Anda mungkin juga menyukai