MAKALAH
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas
Mata Kuliah Madzahib At Tafsir pada semester VII
Dosen : Drs. H. Hamid Shiddiq, M.Pd
Disusun oleh :
Nama
NIM
: Hendera Sasliharja S.
: 15.01.0842
Fakultas Ushuluddin
Program Studi Ilmu Al-Quran Dan Tafsir
Sekolah Tinggi Agama Islam Persatuan Islam Bandung
Bandung 2017 M/ 1438 H
Tafsir Syiah
kepentingan
individu
kepentingan-kepentingan
atau
tertentu
kelompok.
dalam
Seiring
penafsiran
dengan
al-Quran,
bercampurnya
telah
terjadi
pergeseran fungsi dari al-Quran itu sendiri. Al-Quran bukan lagi sekedar menjadi
sumber agama, bahkan lebih dari itu, ia menjadi taruhan tertinggi, yaitu sebuah
kewenangan mutlak, senjata perang, dan sumber harapan atas eksistensi suatu
kelompok tertentu.
Sebelum menjelaskan mengenai tafsir Syiah maka terlebih dahulu kita harus
mengetahui dua term yaitu tafsir dan Syiah. Tafsir menurut bahasan merupakan
bentuk masdar dari fassara yufassir tafsiran yang berarti menjelaskan sesuatu
(bayan al-syai wa idlahuhu). Kata tafsir dapat juga diartikan al-ibanah (menjelaskan
makna
yang
masih
samar),
al-kasyf
(menyingkapkan
makna
yang
masih
tersembunyi), dan al-izh-har (menampakkan makna yang belum jelas). Dari tinjauan
makna bahasa tersebut, maka tafsir secara istilah dapat diartikan sebagai suatu hasil
pemahaman atau penjalasan seorang penafsir terhadap al-Quran yang yang
dilakukan dengan metode atau pendekatan tertentu.[2]
Sedangkan Syiah menurut bahasa berarti penolong atau pengikut terutama pengikut
dan pecinta Ali bin Abi Thalib.[3] Imam al-Fafairuz Abady mengatakan : Syiah
adalah pengikut dan pendukungnya. Dan kelompok pendukung ini bisa terdiri dari
satu orang, dua orang, atau lebih, baik laki-laki maupun perempuan. Pada umumnya
nama Syiah dipergunakan bagi setiap dan semua orang yang menjadikan Ali ra
berikut keluarganya sebagai pemimpin secara terus-menerus, sehingga nama
Syiah itu akhirnya khusus menjadi nama bagi mereka saja. Istilah Syiah pada
mulanya diterapkan bagi kumpulan orang yang senantiasa berhimpun di sekitar
seorang Nabi, wali atau seorang sahabat. [4]
Setelah mengetahui penjelasan mengenai dua term yakni tafsir dan Syiah maka
dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa yang dinamakan dengan Tafsir Syiah adalah
tafsir al-Quran yang muncul dalam kelompok Syiah dengan menggunakan metode
atau pendekatan tertentu yang dikembangkan oleh kelompok tersebut. Mengingan
kelompok Syiah yang begitu gandrung terhadap Ali ibn Abi Thalib, nantinya akan
ditemukan berbagai usaha dari kelompok ini yang mengunggul-unggulkan Ali dalam
penafsirannya, yang merupakan ciri khas yang membedakan dengan tafsir lainnya.
Kelompok Syiah itu sendiri telah berselisih pendapat sesama mereka dalam hal
masalah-masalah madzab dan aqidah. Mereka telah terpecah-pecah menjadi
berbagai kelompok; sebagian dari mereka bersikap ekstrim, sehingga keluar dari
lingkaran Islam. Sebagian yang lain bersikap moderat sehingga hampir-hampir
menyerupai golongan Ahlus Sunnah Wal Jamaah.[6] Berikut pembahasan kelompokkelompok terpenting dalam Syiah yang masih masih ditemukan, yaitu
1. Syiah Zaidiyah
Mereka adalah kelompok pengikut imam Zaid bin al-Husain, yang mendukung dan
mengikuti beliau. Mereka pula yang mendorong beliau untuk berontak menentang
khalifah dinasti Umayyah, Hisyam bin Abdul Malik. Mereka adalah orang-orang yang
moderat dalam pandangan dan prinsip-prinsip mereka. Mereka adalah kelompok
Syiah yang paling moderat sehingga dekat dengan Ahlus Sunnah. [7]
2.
Syiah Imamiyah
Sebagaimana semua disiplin ilmu, tafsir Syiah telah melewati beberapa fase dan
masa, dimulai dengan masa Rasulullah yang digelari dengan al-mufassir al-awwal
atas Al-Quran. Kedua: Periode al-Khulafar-Rasyidun dan imam Ali ibn Abi Thalib.
Para sahabat menjadikannya sebagai referensi setelah Rasulullah dalam memahami
banyak hal. Pada masa inilah cikal bakal semua ilmu-ilmu keislaman mulai muncul
dan dibentuk. Ketiga: periode Imam Hasan dan Husain. Pada periode ini keadaan
tidak banyak memihak kaum Syiah, karenanya ilmu tafsir Syiah tidak banyak
berkembang. Keempat: periode para imam. Benih kebangkitan berbagai disiplin ilmu
keislaman dalam Syiah mulai muncul dan berkembang. Kelima: dimulai dari masa
imam al-Kazimim hingga gaibah imam al-Mahdi. Periode ini bercirikan dengan
penulisan kitab-kitab tafsir dalam bentuk riwayat utuh dan tersendiri, tidak bercampur
dengan kitab hadis seperti pada masa sebelumnya. Keenam: abad ke-4 H. Periode
ini dikenal dengan al-izzihar al-Qumm, karena hampir semua tokoh-tokoh tafsir pada
waktu itu berasal dari kota Qum. Ketujuh: abad ke-5 H. Pada abad ini, berbagai
disiplin ilmu sedang berkembang di Baghdad yang dikuasai kaum Sunni.
Perkembangan tersebut ternyata juga berdampak pada pertumbuhan karya
intelektual Syiah, dimulai adanya penyatuan antara naql dan akal. Pada abad ini juga
telah mulai berkembang ilmu kalam Syiah yang sedikit banyak telah mempengaruhi
corak ilmu-ilmu lainnya termasuk tafsir. Oleh karenanya tidak mengherankan ketika
mayoritas kitabkitab tafsir kala itu bercorak kalam. Kedelapan: abad ke-6 H. yang
dikenal dengan abad madrasah Khurasan. Pada abad ini, berbagai disiplin keilmuan
tengah berkembang pesat di seluruh tanah kekuasaan Islam. Berbeda dengan
sekolah-sekolah sebelumnya, madrasah Khurasan dikenal dengan keterbukaannya
untuk menerima tafsir-tafsir dari aliran lain. Kesembilan: abad ke-7 H hingga akhir
abad ke-10 H. Masa ini dianggap sebagai masa surut tafsir Syiah. Sepanjang kurang
lebih 400 tahun tidak ada karya-karya besar dalam tafsir kecuali beberapa tafsir
ringan. Kesepuluh: abad ke-11 dan ke-12 H. Periode ini merupakan masa
kemunculan pemikiran akhbari dalam perkembangan intelektual Syiah. Masa ini
telah menyumbangkan kitab-kitab yang dibanjiri dengan riwayat-riwayat dari ahlul
bait. Kesebelas: abad ke-13 H yang dianggap sebagai perpanjangan masa
sebelumnya. Kedua belas: abad ke-14 H. Pada abad ini berbagai disiplin keilmuan
telah berkembang pesat sehingga muncul berbagai teori ilmiah modern.[11]
2.
Setelah mengetahui sejarah dan perkembangan tafsir Syiah, maka pada awalnya
latar belakang munculnya tafsir Syiah tidak lain hanyalah untuk menjaga keutuhan
al-Quran itu sendiri. Namun seiring dengan perkembangan waktu, motif atau latar
belakang tafsir Syiah sangatlah beragam, di antaranya
Menurut Imam al-Dzahabi, tafsir simbolik (tafsir yang mengedepankan makna bathin
al-Quran) muncul pertama kali di kalangan Syiah ketika Syiah Ismailliyah
(bathiniyyah). Sedangkan dalam wilayah pembahasan (perdebatan) pada saat itu
awal mulanya adalah karena adanya penolakan terhadap kepemimpinan kelompok
Ahlus Sunah, dengan melakukan rongrongan terhadap kepemimpinan saat itu.
Mereka mencela terhadap berdirinya dinasti Umayyah dan Abbasiyah. kemudian
setelah itu mereka melontarkan gagasan atas kesucian sahabat Ali ra serta para
imam, yaitu keyakinan mereka akan derajat keilahian Ali dan para Imam.[12]
imamahnya. Bahkan diantara mereka ada yang terlampau nekat dalam menafsirkan
sehingga akhirnya jauh menyimpang.
Prof. Dr. Abubakar Aceh, menganggap Ali bin Abi Thalib sebagai ahli tafsir pertama
dari kalangan Syiah, karena memang beliau diklaim sebagai imam Syiah, pewaris
utama Rasulullah.[14] Beliau juga seorang sahabat yang paling banyak meriwayatkan
tentang al-Quran dan mempunyai pengetahuan tentang hal yang berkaitan dengan
Alquran. Selanjutnya, muncul Ubay bin Kaab (w. 30 H) dan Abdullah bin Abbas (w.
68 H). Abdullah bin Abbas, yang biasa dipanggil dengan Ibnu Abbas memiliki karya
tafsir, yaitu Tafsir Ibnu Abbas. Tafsir ini sering digunakan di dunia Syiah. Kedua
tokoh ini oleh imam al-Suyuti, dalam kitab al-Itqan, dimasukkan sebagai sepuluh tafsir
dari sahabat kurun pertama.[15] Dan perlu diingat dalam tafsir mereka belum
tercampur dengan kepentingan-kepentingan kelompok sebagaimana tafsir syiah
yang berkembang sekarang ini.
Adapun dari kalangan tabiin, di antaranya Maisam bin Yahya al-Tamanar (w. 60 H),
Said bin Zubair (w. 94 H), Abu Saleh Miran (w. akhir abad I H), Thaus al-Yamani (w.
106 H), Imam Muhammad al-Baqir (w. 114 H), Jabir bin Yazid al-Jufi (w. 127 H), dan
Suda al-Kabir (w. 127 H). Yang terakhir sebenarnya bukan ulama dari golongan
Syiah, akan tetapi beliau sangat menguasai seluk beluk syiah. [16]
Selanjutnya, ahli tafsir Syiah secara umum, dalam arti bukan hanya dari kalangan
Syiah tapi juga dari luar Syiah, di antaranya Abu Hamzah al-Samali (w. 150 H), Abu
Junadah al-Saluli (w. pertengahan abad 2 H), Abu Ali al-Hariri (w. pertengahan abad
2 H), Abu Alim bin Faddal (w. akhir abad 2 H), Abu Thalib bin Shalat (w. akhir abad 2
H), dan lain-lain.
Ada juga ulama yang menulis tafsir dengan topik-topik tertentu, seperti al-Jazairi (w.
1151 H) dalam bidang hukum, al-Kasai (w. 182 H) tentang ayat-ayat mutasyabihat,
Abul Hasan al-Adawi al-Syamsyathi (w. awal abad IV H) menulis tentang gharib alQuran, Muhammad bin Khalid al-Barqi (w. akhir abad 2 H) menulis tentang asbab alnuzul, Suduq bin Babuwih al-Qummi (w. 381 H) tentang nasikh-mansukh, dan Ibnu
al-Mutsanir (w. 206 H) menulis tentang majaz.[17]
Sebelumnya telah dijelaskan, bahwa dalam Syiah sendiri telah terpecah dalam
beberapa kelompok. Dari setiap kelompoknya bermunculan ahli tafsir dan kitab tafsir.
Di antara kitab tafsir yang muncul dalam kelompok Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah
adalah Tafsir Imam Ibrahim ibn Muhammad ibn Said ibn Hilal, Tafsir Imam
Muhammad ibn Masud ibn Iyasy al-Kufi, Tafsir Imam Ali ibn Ibrahim al-Qumi, Tafsir
at-Tibyanul Jami li Kulli Ulumil Quran karya ath-Thusi, Tafsir Majmaul Bayan fi
Tafsiril Quran karya ath-Thabrisi, dan lain sebagainya[18]. Adapun kitab-kitab tafsir
yang berkembang dalam golongan Syiah Zaidiyah seperti tafsir karangan Muqattil
ibn Sulaiman, Tafsir ash-Shaghir karangan az-Zaidiy, Tafsir Ibnu Aqdam, Tafsir
Fathul Qadir karangan asy-Syaukani, dsb. [19] Kitab-kitab tafsir tersebut tergolong
dalam kitab tafsir Syiah Zaidiyah, karena memang dikarang oleh para mufassir yang
berasal dari kelompok Syiah Zaidiyah. Dan perlu diingat bahwa tafsir mereka lebih
moderat dan hampir dekat dengan Ahlus Sunnah. Adapun untuk kitab-kitab tafsir
kelompok Syiah yang lainnya sudah tidak ditemukan lagi, kecuali sedikit data tentang
contoh penafsiran mereka.
Sebagaimana kita ketahui, dalam Syiah sendiri telah terpecah dalam beberapa
kelompok. Pada setiap kelompoknya, memiliki penyikapan yang berbeda-beda
terhadap al-Quran. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dibahas berkenaan
dengan penafsiran al-Quran pada masing-masing kelompok yang dianggap mampu
mewakili seluruh kelompok-kelompok dalam Syiah.
Adapun metode yang digunakan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah dalam penafsiran
al-Quran, tidak jauh berbeda dengan metode yang digunakan mufassir pada
umumnya, yaitu dengan metode tahlili. Adapun perbedaannya adalah[20]
Sebagaimana Ahlus Sunnah, kelompok ini juga menggunakan tafsir bil matsur. Akan
tetapi terdapat perbedaan dalam mendefinisikan tafsir bil matsur. Jika Ahlus Sunnah
mendefinisikan tafsir bil matsur dengan sesuatu yang dikutip dari data riwayah, baik
bersumber dari al-Quran, Rasul, sahabat, maupun tabiin, maka dalam kelompok
tersebut mengartikan tafsir bil matsur sebagai keterangan-keteranga yang terdapat
dalam al-Quran itu sendiri, dikutip dari Rasulullah, dan dari imam yang dua belas
(menganggapnya juga sebagai sunnah, karena imam dua belas adalah masum).
Dalam hal riwayat kelompok ini tidak mau menerima riwayat yang bertentangan
dengan pendapat mereka.
Mengenai penggunaan tafsir bir rayi, kelompok ini membolehkannya. Namun, yang
dapat menggunakan tafsir bir rayi hanyalah orang-orang yang sudah dipenuhi
dengan ilmu-ilmu para imam. Karena mereka menganggap bahwa ilmu tentang alQuran seluruhnya ada pada para imam. Namun ada beberapa mufassir syiah yang
kurang sependapat dengan pendapat tersebut, seperti ath-Thusi, ath-Thabrisi, dan
lain-lain.
10
Nama lain dari Imamiyah Ismailiyah adalah Bathiniyah, hal ini tidak lain disebabkan
karena pendapat mereka bahwa al-Quran mempunyai makna bathin. Makna bathin
yang mereka yakini ini nantinya berdampak pada model penafsiran mereka terhadap
al-Quran. Adapun beberapa model atau metode yang digunakan kelompok ini dalam
menafsirkan al-Quran, adalah[21]
Tidak menafsirkan ayat al-Quran secara keseluruhan, surat demi surat dan ayat
demi ayat dengan tertib (tidak menggunakan tahlili), tapi hanya membahas mengenai
nas-nas yang terpisah. Mereka tidak berani manafsirkan seluruh isi al-Quran, karena
nanti pasti akan merobohkan prinsip-prinsip dan pandangan mereka. Mereka hanya
menafsirkan sedikit ayat yang sesuai dengan selera mereka, dan meninggalkan ayatayat yang akan menghantam aqidah mereka.
Sikap kelompok ini terhadap al-Quran tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan
oleh kelompok bathiniyah. Mereka juga tidak menafsirkan al-Quran dengan metode
tahlili, akan tetapi mereka hanya menafsirkan ayat al-Quran yang didalamnya
terdapat kesaksian-kesaksian bagi klaim-klaim mereka. Sehingga ditemukan bahwa
kelompok ini hanya menafsirkan surat al-Baqarah, Yusuf, dan al-Kautsar yang
dianggap mampu menguatkan pendapat mereka. Mereka juga lebih menghususkan
pada penggunaan makna bathin dari pada makna dzahir atau makna yang
tersembunyi.[23]
11
Syiah Zaidiyah
Kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad untuk menundukkan kalamkalam yang lain, baik dengan surahnya yang terpendek maupun dengan sejumlah
ayat yang mutawatir. Al-Quran ada di kalangan umat Islam tanpa mengalami
penambahan, menurut ijma. Tidak pula ia mengalami pengurangan ataupun
penambahan, menurut penyelidikan yang paling akhir. Basmalah adalah bagian dari
al-Quran, kecuali pada surah al-Baraah (at-Taubah). Basmalah adalah ayat
permulaan al-Fatihah dan awal setiap surah menurut jumhur ulama salaf, menurut
imam-imam kita, imam-imam madzhab SyafiI, dan para qurra Makkah.[24]
Adapun tafsir yang berkembang di kalangan kelompok ini secara umum memiliki
metode tahlili, yaitu menafsirkan seluruh ayat al-Quran. Selain itu mereka juga
menekankan makna bathin dari al-Quran itu sendiri. Namun penggunaan makna
bathin tidak terlalu memaksa sebagaimana kelompok syiah yang lainnya. Untuk
penggunaan tafsir bil matsur, golongan ini tidak jauh berbeda dari apa yang
digunakan Ahlus Sunnah. Bedanya selain menggunakan sabda Nabi, sahabat, dan
tabiin, golongan ini juga menggunakan perkataan ahlul bait.
12
Hampir keseluruhan kelompok dalam sekte Syiah lebih mengutamakan aspek bathin
al-Quran dari pada aspek lahirnya (melakukan tawil al-Quran). Meskipun porsi yang
digunakan dalam setiap kelompoknya berbeda.[26]
Sumber-sumber tafsir bil matsur Syiah sebenarnya tidaklah jauh berbeda dengan
tafsir Sunni. Yang menjadi rujukan riwayat Syiah adalah al-Quran itu sendiri, hadits
Nabi, hadits ahli bait. Selain itu ada kelompok tertentu yang selain menggunakan alQuran, hadits Nabi, ahlu bait, juga menggunakan riwayat para sahabat Nabi dan
tabiin selain ahli bait (Zaidiyah).
Berikut adalah beberapa contoh penafsiran ayat yang dilakukan oleh kelompokkelompok yang ada dalam sekte Syiah
Berikut penafsiran ayat yang dikutip dari kitab tafsir at Tibyan al Jami likulli Ulum al
Quran karya ath-Thusi, tentang kemashuman para imam (al-Baqarah: 124)
13
Setelah menjelaskan ayat ini dari segi bahasa dan gramatikalnya, ketika Allah
berfirman Aku akan menjadikanmu sebagai imam (pemimpin) badi seluruh manusia,
ath-Thusi berkata, berdasarkan ayat ini sahabat-sahabat kita berdalil bahwa imam
itu
mestinya
mashum
dari
keburukan-keburukan,
karena
Allah
tidak
memberlakukan janji-Nya (imamah) kepada orang yang dzalim. Oleh karena imamimam syiah juga harus mashum, disamping kemashuman Nabi SAW.[27]
Maka barang siapa yang engkau nikmati di antara mereka (perempuan-perempuan
yang baik), maka berikanlah maharnya sebagai kewajiban
Dikutip dari tafsir ath-Thabrasi, bahwa ia berpegang teguh pada pendapat Syiah
bahwa QS an-Nisa ayat 24 diturunkan berkenaan dengan nikah mutah. Ia berkata
yang dimaksud dengan istimta (bersenang-senang) dalam ayat ini adalah
meninggalka pelacuran dan pergaulan bebas, serta menyalurkan dorongan nafsu
seks. Diriwayatkan dari Hasan: maka perempuan yang kalian senang-senangi dan
nikmati dengan jalan pernikahan, hendaknya kalian beri mahar. Dikatakan yang
dimaksud disini adalah nikah mutah, yaitu pernikahan yang dilakukan dengan mahar
tertentu untuk jangka waktu tertentu. Ia juga mengungkapkan arti semula kata istimta
adalah mengambil manfaat dan menikmati kelazatan. Oleh karena itu yang dimaksud
14
istimta dari ayat tersebut adalah nikah mutah. Jadi ia mengartikan ayat diatas maka
barang siapa yang melakukan akad mutah dengan mereka (perempuan-perenouan
baik) maka berikanlah mahar utuknya.[29]
Berikut adalah contoh penafsiran ayat kelompok ini yang terbilang menyimpang[30]
Kelompok ini menafsirkan wudlu dalam ayat tersebut sebagai kepemimpinan
seorang imam, dan tayamum diibaratkan mengambil bimbingan dari pengganti
imam yang berwenang di saat imam sedang tidak ada. Sedangkan shalat (yang
merupakan maksud dari wudlu dan tayamum) adalah penutur, yaitu Rasulullah,
karena Allah berfirman
15
Kelompok ini menafsirkan shafa sebagai Nabi SAW dan menafsirkan marwah
sebagai Ali ibn Abi Thalib.
Kelompok ini juga sering menafsirkan ayat al-Quran dengan menggunakan makna
bathinnya. Sehingga sering ditemukan penyimpangan-penyimpangan penafsiran,
seperti
Maksud dari yusuf adalah Rasul dan Husain ibn Ali. Dalam ayat tersebut ditafsirkan;
ketika suatu hari Husain berkata kepada bapaknya, sesungguhnya aku telah melihat
dalam mimpiku sebelas bintang, matahari dan bulan. Ku lihat mereka bersujud
kepadaku. Maksud dari Matahari adalah Fatimah, bulan adalah Muhammad, sebelas
bintang adalah para imam.[31]
Syiah Zaidiyah
Mengingat Syiah Zaidiyah adalah kelompok Syiah yang paling moderat di antara
kelompok-kelompok yang lainnya, maka dalam menafsirkan al-Quran jarang
melakukan penyimpangan sebagaimana golongan yang lainnya. Contohnya seperti
penafsiran imam dalam QS al-Baqarah ayat 124 yang dijadikan dalil kemashuman
para imam. Dalam tafsir Fathul Qadir hal itu tidak ditemukan. Dalam menafsirkan ayat
tersebut, imam asy-Syaukani menyebutkan berbagai riwayat, salah satu riwayat
menyebutkan syarat imam adalah suci dan sesuatu yang menyempurnakannya.
16
Kesimpulan
Sumber
Aceh, Abu bakar. Perbandingan Madzab Syiah. Searang: C.V Ramadhani, 1972.
Fikriyati, Ulya. Corak Akhbari dalam Tafsir Syiah Kajian atas al-Burhan fi Tafsir alQuran Vol. 5, No.2. Sumenep: Instik an-Nuqayyah, 2012.
17
Goldziher, Ignaz. Madzhab Tafsir dari Aliran Klasik Hingga Modern, terj. M Alaika
Salamullah dkk. Yogyakarta: Elsaq Press, 2006.
Keterangan
[1] Ignaz Goldziher, Madzhab Tafsir dari Aliran Klasik Hingga Modern, terj. M Alaika
Salamullah dkk. (Yogyakarta: Elsaq Press, 2006), hlm x.
[3] Abubakar Aceh, Perbandingan Madzab Syiah (Searang: C.V Ramadhani, 1972)
hal. 10
18
[9]Syiah bahaiyah adalah syiah yang dinisbatkan pada Bahaullah, yang merupakan
gelar dari Mirza Husain Ali yang dianggap oleh kelompok ini sebagai imam Mahdi.
[10] Syiah imamah ismailiya jiga disebut syiah bathiniyah, karena pendapat mereka
tentang mana bathin dalam al-Quran sebagai mana sebenarnya dari al-Quran itu
sendiri.
[11] Ulya Fikriyati, Corak Akhbari dalam Tafsir Syiah Kajian atas al-Burhan fi Tafsir
al-Quran Vol. 5, No.2, (Sumenep: Instik an-Nuqayyah, 2012), hlm. 191.
[12]Ignaz Goldziher, Madzhab Tafsir dari Aliran Klasik Hingga Modern, hlm. 315-316
[13]Ignaz Goldziher, Madzhab Tafsir dari Aliran Klasik Hingga Modern, hlm. 315
[14]Baik golongan syiah maupun golongan sunni menganggap Ali ibn Abi Thalib
sebagai ahli tafsir al-Quran yang utama dalam sejarah Islam. (Abu Bakar Aceh, 155)
[15] Mereka bertiga, yang diklaim golongan syiah sebagai mufassir syiah,
merupakan termasuk dalam ahli tafsir sahabat kurun pertamam yang juga diakui
oleh. Dan perlu diketahui Ibnu Abbas dan Ubbay ibn Kaab merupakan bagian dari
murid Ali ibn Abi Thalib. Oleh karena itu, mereka juga dianggap oleh golongan syiah
sebagai tokoh mufassir mereka. (Abu Bakar Aceh, 155). Ali disebut tokoh tafsir syiah
19
karena beliau diklaim sebagai imam syiah. Adapun Ibnu Abbas dan Ubay ibn Kaab
disebut tokoh tafsir syiah karena keduanya murid Ali dan pengikut serta pengagum
Ali (kembali ke pengertian syiah pada asalnya).
20
dengan nash yang jelas atau tersembunyi. Beliau juga tidak pernah menyatakan
dirinya sebagai mashum. Beliau hanya menyatakan bahwa beliau adalah orang yang
paling berhak atas kedudukan khalifah, tetapi beliau tunduk kepada keputusan ahlul
halli wal aqdi yang memilih khalifah selain beliau. Imam Zaid dan kelompok Zaidiyah
mengikuti jejak Imam Ali ibn Abi Thalib.
[26] Tolak ukaur yang digunakan oleh umumnya mufassir dalam penerimaan tafsit
bathiniyyah, yaitu (Mahmud Basuni Faudah, 255)
Tidak boleh bertentangan dengan makna dzahir dari susunan kalimat ayat.
Harus didukung oleh kesaksian syara yang menguatkannya.
Tidak bertentangan dengan syara atau akal.
Tidak mengandung penyelewengan-penyelewengan dari susunan kalimat.
[28] Menurut kelompok Syiah Itsna Asyariyah pernikahan ada dua yaitu nikah daim
(nikah selamanya) dan nikah mutah (nikah yang dibatasi dengan waktu). Nikah
mutah adalah nikah yang munqati dan tujuannya untuk memperoleh kesenangan.
Ada 4 rukun dalam nikah mutah, yaitu sighat, mempelai perempuan, mahar, dan
jangka waktu. (Mahmud Basuni Faudah, 192)
21
Salah satu keutamaan yang sepantasnya seorang muslim berhias dengannya ialah
kejujuran. Sebaliknya, di antara seburuk-buruk perilaku yang seharusnya dijauhi oleh
seorang muslim ialah berdusta. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu alaihi wasallam
bersabda,
Wajib atas kalian untuk berlaku jujur, karena kejujuran akan menuntun kepada
kebaikan, dan kebaikan akan menuntun (masuk ke dalam) surga. Seorang yang
selalu jujur dan berusaha untuk berlaku jujur, akan dicatat di sisi Allah sebagai
seorang yang sangat jujur. Hati-hatilah kalian dari berdusa, karena dusta akan
menuntun kepada kefasikan, dan kefasikan akan menuntun (masuk ke dalam)
neraka. Senantiasa seseorang berdusta dan bermaksud untuk selalu dusta, hingga
dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta. (HR. al-Bukhari dan Muslim dari
Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu)
22
Ketahuilah, kedustaan yang paling besar dan paling buruk adalah berdusta atas
nama Allah Subhanahu wataala dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wasallam. Allah
berfirman,
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap
Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Rabb mereka, dan para saksi akan
berkata, Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Rabb mereka. Ingatlah,
laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim. (Hud: 18)
Di antara manusia yang paling besar kedustaannya terhadap Allah dan Rasul- Nya
adalah orang-orang yang ghuluw (melampaui batas) dari kalangan Syiah, terutama
dalam hal keutamaan ahlul bait. Mereka menisbatkan kepada ahlul bait hal-hal yang
justru yang menurunkan kedudukannya, sampai pada tingkat menyekutukan Allah. Ini
bukanlah hal yang aneh. Sebab, mereka meyakini bahwa Ali radhiyallahu anhu
memiliki sifat rububiyah, dalam keadaan beliau z masih hidup. Ketika berkali-kali
beliau radhiyallahu anhu melarang mereka (dari sikap ghuluw ini) dan ternyata tidak
mau berhenti, beliau memerintahkan untuk membuat parit dan dinyalakan api
padanya, lalu mereka dibakar (di parit tersebut). Beliau berkata,
Tatkala aku melihat suatu perkara adalah kemungkaran Aku nyalakan api dan aku
memanggil Qunbur
23
Maksudnya, tatkala sikap ghuluw dalam hal ini adalah perkara yang mungkar, beliau
memerintahkan untuk membuat parit dan dinyalakan api padanya, lalu meminta
pembantu beliau yang bernama Qunbur menyeret mereka untuk diceburkan ke dalam
parit tersebut. Wallahu alam.
Dalam hal ini para sahabat sepakat, kecuali Ibnu Abbas. Beliau berpandangan,
hukuman yang pantas bagi mereka adalah dibunuh, bukan dibakar. Hal ini
berdasarkan hadits Nabi Shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda,
Tidak boleh mengazab dengan api, kecuali Rabb pencipta api.
Semua ini dilakukan karena sikap melampaui batas yang dilarang oleh syariat
(agama). Mereka berupaya kedustaan ke dalam bidang ilmu tafsir (ayat-ayat alQuran). Mereka susupkan hadits-hadits palsu ke dalam bidang ilmu hadits
(periwayatan). Pada dasarnya orang-orang Syiah Rafidhah tidak memiliki perhatian
terhadap menghafal al-Quran, memahami makna dan tafsirnya, serta upaya untuk
menjadikannya sebagai dalil sesuai dengan makna yang terkandung. Apabila ada
dari mereka yang
Karena itu, dalam kitab tafsir mereka dimuat ucapan atau pendapat menurut versi
Mutazilah. Demikian pula pembahasan-pembahasan yang bersifat pendapat. Hal
yang paling menonjol dari kitab tafsir mereka adalah ucapan mereka yang mencerca
sahabat, menolak pendapat mereka dan pendapat jumhur ulama,lantas mengaku-aku
bahwa ucapan merekalah yang sesuai dengan teks al-Quran.
24
Tatkala tidak memungkinkan bagi seorang pun untuk menyusupkan ke dalam alQuran sesuatu pun, sebagian orang berinisiatif untuk menyebutkan ayat bersama
sebab-sebab turunnya. Perlu diketahui, tidak semua ayat yang ada pada al-Quran
harus ada asbab nuzulnya. Tidak ada sebuah kelompok yang sedemikian rupa
menyusupkan ke dalam Islam hal-hal yang bukan darinya dan memalingkan hukum
syariat, sebagaimana yang dilakukan oleh Syiah Rafidhah. Mereka memasukkan ke
dalam agama ini kedustaan terhadap Rasulullah, menolak kebenaran, dan
memalingkan makna ayat, tidak seperti kedustaan, penolakan, dan penyimpangan
yang dilakukan oleh sekte lainnya.
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orangorang yang
beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat seraya mereka tunduk
(kepada Allah). (al- Maidah: 55)
Kata mereka, ayat ini turun berkenaan dengan Ali, ketika beliau bersedekah dengan
cincinnya di waktu shalat. Demikian pula firman Allah,
Dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk. (ar-Rad: 7)
25
Dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar. (al-Haqqah:12)
Menurut mereka, semua ayat di atas sebab turunnya terkait dengan Ali. AsySyaukani mengatakan bahwa ini adalah riwayat yang palsu, tanpa ada keraguan dan
perselisihan. Dalam tafsir mereka juga disebutkan, tatkala Allah menurunkan ayat,
Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. (arRahman: 19)
Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (Lauh
Mahfuzh). (Yasin: 12)
26
Kata mereka, sebab turunnya adalah pada Ali. Penafsiran ala mereka ini hampir
mirip dengan penafsiran sebagian ahli tafsir yang menyimpang dari metode
penafsiran yang benar pada ayat,
(Yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan
hartanya (di jalan Allah) dan yang memohon ampun di waktu sahur. (Ali Imran: 17)
Menurut sebagian ahli tafsir tersebut, yang dimaksud orang yang sabar adalah
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, orang yang benar adalah Abu Bakr, orang
yang tetap taat adalahUmar, orang yang menafkahkan hartanya adalah Utsman, dan
orang yang meminta ampun di waktu sahur adalah Ali. Demikian pula firman Allah
dalam surat al-Fath ayat 29,
Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga
Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing). (Ali Imran: 33)
27
Menurut mereka, yang dimaksud dengan keluarga Imran adalah keluarga Abu Thalib
karena nama Abu Thalib adalah Imran. Masih banyak contoh kedustaan yang mereka
perbuat dalam bidang ilmu tafsir. Menurut Syiah, Ibnu Abbas mengatakan bahwa
tatkala Nabi Shallallahu alaihi wasallam dimirajkan sampai langit yang ketujuh, di
setiap langit Allah memperlihatkan kepada beliau keanehan-keanehan. Keesokan
harinya beliau bercerita kepada manusia tentang keajaiban tersebut. Sebagian
penduduk Makkah mendustakannya dan ada pula yang membenarkan. Saat itulah
ada bintang yang jatuh dari langit. Nabi bertanya, Di rumah siapakah bintang itu
jatuh? Dialah yang akan menjadi khalifah setelahku.
Mereka pun mencari di mana bintang itu jatuh. Ternyata mereka mendapatkannya di
rumah Ali bin Abi Thalib. Penduduk Makkah lantas berkata, Muhammad telah sesat
dan keliru, terbenam kepada ahli baitnya, condong kepada putra pamannya. Saat
itulah turun surat an-Najm ayat 14,
)(
)(
)(
Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula
keliru. Tidaklah yang diucapkan itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
Ibnul Jauzi mengatakan bahwa hadits (riwayat) ini tidak diragukan kepalsuannya.
Dalam sanadnya terdapat seorang yang bernama Kalbi, kata Abu Hatim ibnu Hibban,
Kalbi termasuk yang mengatakan bahwa Ali masih hidup dan akan muncul lagi di
dunia. Di antara yang menjadi bukti kepalsuan hadits ini adalah tidak masuk akal jika
bintang jatuh ke dalam rumah. Demikian pula Ibnu Abbas, waktu itu beliau baru
berumur
dua
tahun,
menceritakannya?
bagaimana
bisa
menyaksikan
kejadian
al-Miraj
dan
28
Berikut beberapa ayat yang mereka tafsirkan, dengan anggapan bahwa hal itu sesuai
dengan tekstual ayat, tetapi hakikatnya adalah pemalingan makna dan kedustaan.
Firman Allah,
Maka perangilah pemimpinpeminpin orang-orang kafir itu. (at- Taubah: 12)
Dan (begitu pula) pohon yang terlaknat dalam al-Quran. (al-Isra: 60)
29
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina. (alBaqarah: 67)
Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalanmu. (azZumar: 65)
Kata mereka, maksudnya ialah mempersekutukan antara Abu Bakr dan Ali dalam hal
kekuasaan. (Lihat Minhajus Sunnah an- Nabawiyyah, Ibnu Taimiyah; Riyadhul
Jannah, Muqbil al-Wadii; Mauqif Ahlis Sunnah wa Syiah, Muhammad bin
Abdirahman bin Qasim)