Anda di halaman 1dari 6

Teori Kebenaran: KOHERENSI, KORESPONDENSI, DAN PRAGMATISME

PENDAHULUAN

Sebagian dari tujuan berfilsafat adalah pencarian kebenaran. Sejak manusia dilahirkan
di bumi ini proses pencarian kebenaran selalu dan terus menerus dilakukan, hal itu
tidak lain dan tidak bukan untuk meramu serta menemukan bentuk dari apa yang akan
menjadi sebuah kebenaran bersama. Era modern seperti sekarang ini, kebenaran
yang bisa diakui nilai kebenarannya salah satunya adalah kebenaran yang
menggunakan metode/prosedur ilmiah, kemudian produk dari metode ilmiah tersebut
disebut sebagai kebenaran ilmiah.
Perumusan umum mengenai cara kerja ilmiah untuk mencapai kebenaran ilmiah salah
satunya adalah mengumpulkan keterangan secukupnya mengenai beberapa bahan
faktual, dilengkapi dengan hasil-hasil penyelidikan sendiri, dan seraya menunggu
timbulnya pemahaman tentang terdapatnya hubungan yang dapat dimengerti. Kiranya
kita dapat menyadari, pengumpulan bahan-bahan keterangan seperti tadi kerap kali
sudah terselimuti oleh hipotesis dan bercuriga terdapat hubungan di antara keteranganketerangan yang ada sebelum penyelidikan dilakukan.[1] Oleh karena itu, pantas
bercuriga kepada yang namanya kebenaran ilmiah, karena kebenaran ilmiah diperoleh
bisa saja dicemari oleh praduga/asumsi (subjektivitas) awal orang secara berlebihan
yang sedang mengatanakaman mencari kebenaran ilmiah.
Refleksi lebih lanjut terhadap persoalan tersebut di atas yaitu mencoba menggali dan
menemukan makna dari kebenaran itu sendiri serta melakukan uji kelayakan atau
menyelidiki kemudian membuktikan bahwa kebeneran tersebut memang benar-benar
ilmiah, salah satu uji cobanya adalah apa yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu
yang didasarkan pada teori koherensi (kosistensi), teori korespodensi (ketersesuaian),
dan teori pragmatisme (praktis/fungsional).

PEMBAHASAN

A.

KEBENARAN

Sebagian ilmuwan mengatakan bahwa kebenaran adalah sesuatu yang bersifat sesuai
dengan keadaan objek (objektif), bersifat nyata, memiliki realitas dan merupakan bagian
dari fenomena alam. Sedang sebagian yang lain mendiskripsikan bahwa lawan dari
kebenaran adalah kesesatan, keburukan, dan ketidakbenaran. Sedangkan pendapat
lain mengungkapkan kriteria kebenaran cenderung menekankan pada, pertama yang
benar adalah yang memuasakan manusia, kedua yang benar adalah yang dapat
dibuktikan dengan eksperimen dan yang ketiga yang benar adalah yang memabantu
dalam perjuangan hidup biologis. Jadi dapat diambil garis besar bahwa kebenaran
adalah terjadinya kesesuaian yang setia dan kukuh dari petimbangan dan ide kepada
fakta pengalaman atau kepada fenomena alam seperti adanya.[2]
Kebenaran memiliki sifat yang tidak mutlak dan tidak langgeng melainkan bersifat nisbi
(relative), sementara, dan transendetal. Kebenaran hanya merupakan bentuk
pendekatan.[3] Oleh karena itu, tidaklah layak jika kebenaran itu menjadi klaim salah
satu golongan.
KOHERENSI
Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria
koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan
komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis. Pernyataanpernyataan ini mengikuti atau membawa kepada pernyataan yang lain. Teori
koherensi/konsistensi (the consistence/coherence theory of truth) memandang bahwa
kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan
lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Suatu
proposisi benar jika proposisi itu berhubungan (koheren) dengan proposisi-proposisi
lain yang benar atau pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Dengan demikian suatu
putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian (pembenaran) oleh putusanputusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui,diterima dan diakui benarnya.
Contoh: semua manusia akan mati. Si fulan adalah seorang manusia. Si fulan pasti
akan mati. sukarno adalah ayahanda megawati. Sukarno mempunyai puteri. Megawati
adalah puteri sukarno.[4]
Teori koherensi menggunakan alur berfikir deduktif, dengan kata lain dalam berfikir
bertolak dari hal-hal yang umum terlebih dahulu kemudian dilanjutkan ke hal yang lebih
khusus.[5] Sebuah contoh pola pemikirin deduktif dari referensi bahasa inggris:

1.

All men are mortal

2.

Socrates is a man

3.

Therefore, Socrates is mortal

The first premise states that all objects classified as "men" have the attribute "mortal".
The second premise states that "Socrates" is classified as a man a member of the set
"men". The conclusion states that "Socrates" must be mortal because he inherits this
attribute from his classification as a man.[6]
KORESPONDENSI
Teori kebenaran korespondensi (correspondence theory of truth) adalah teori yang
berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi
terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan
tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara
arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatu proposisi adalah benar
apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering
diasosiasikan dengan teori-teori empiris pengetahuan. Teori kebenaran korespondensi
adalah teori kebenaran yang paling awal, sehingga dapat digolongkan ke dalam teori
kebenaran tradisional karena aristoteles sejak awal (sebelum abad modern)
mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan yang
diketahuinya.[7]
Teori korespondensi menggunakan alur berfikir induktif, artinya berfikir dengan bertolak
dari hal-hal khusus ke umum.[8] Dengan pengertian lain, menarik kesimpulan diakhir
setelah ada fakta-fakta pendukung yang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya.
Contohnya, prodi Pendidikan Agama Islam, prodi Tadris Bahasa Inggri, dan prodi
Tadris Bahasa Arab STAIN Kediri ada di Kelurahan Ngronggo. Jadi Jurusan Tarbiyah
STAIN Kediri ada di Ngronggo.

PRAGMATISME
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi
oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil
atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia
untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam
kehidupan praktis. Teori pragmatis (the pragmatic theory of truth) memandang bahwa
kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut
bersifat fungsional dalam kehidupan praktis; dengan kata lain, suatu pernyataan

adalah benar jika pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan
manusia. [9]
Sehingga dapat dikatakan bahwa pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan
bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan
perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pegangan pragmatis
adalah logika pengamatan dimana kebenaran itu membawa manfaat bagi hidup praktis
dalam kehidupan manusia. Teori ini pada dasarnya mengatakan bahwa suatu proposisi
benar dilihat dari realisasi proposisi itu. Dalam pendidikan, misalnya di uin, prinsip
kepraktisan (practicality) telah mempengaruhi jumlah mahasiswa pada masing-masing
fakultas. Tarbiyah lebih disukai, karena pasar kerjanya lebih luas daripada fakultas
lainnya. Tentang keyakinan (iman), menurut penganut pragmatis, kepercayaan atau
keyakinan yang membawa pada hasil yang terbaik; yang menjadi justifikasi dari segala
tindakan kita; dan yang meningkatkan suatu kesuksesan adalah kebenaran. Teori
pragmatis meninggalkan semua fakta, realitas maupun putusan/hukum yang telah ada.
Satu-satunya yang dijadikan acuan bagi kaum pragmatis ini untuk menyebut sesuatu
sebagai kebenaran ialah jika sesuatu itu bermanfaat atau memuaskan.[10] Contohnya,
Fulan ingin menjadi pengurus di sebuah organisasi politik, karena bisa untuk
menambah harta kekayaan, Fulan bersifat pragmatis, artinya mau masuk
kepengurusan organisasi politik karena ada manfaatnya bagi dirinya, yaitu bisa
menambah harta kekayaan.
Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang diartikan
salah adalah yang tidak berguna (useless). Teori ini tidak mengakui adanya kebenaran
yang tetap atau mutlak. Pragmatisme memang benar untuk menegaskan karakter
praktis dari kebenaran, pengetahuan, dan kapasitas kognitif manusia. Secara historis
pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi
demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis
selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu
dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan
perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan
itu ditinggalkan, demikian seterusnya.[11]

KESIMPULAN
Kebenaran ilmiah adalah seuatu yang dicari dengan metode ilmiah dan selalu
diadakan penguji cobaan kembali (ditera ulang) setiap waktu untuk mencari kebenaran
yang sebenarnya. Salah satu dari beberapa cara menguji atau membuktikan kebenaran
ilmiah adalah dengan teori koherensi, teori korespondensi, dan teori pragmatisme.

Sulit untuk mengambil kesimpulan apakah ketiga teori tentang kebenaran tersebut
saling bertentangan atau saling melengkapi. Namun terdapat kepastian, bahwa
kebenaran (bukan iman) itu tidak bisa diklaim oleh salah satu pihak. Proses berfikir
tidak boleh berhenti pada satu hal yang kelihatannya sudah pantas untuk diyakini,
karena jika keyakinan (fanatik) terhadap sebuah objek mulai tumbuh maka akan
membunuh kepekaan untuk menggali lagi kebenaran yang sebenarnya terhadap objek
tersebut.
Dari pembahasan sebelumnya dapat diambil sebuah kesimpulan sebagai berikut:

koherensi adalah menguji satu pernyataan (ilmu) dengan pernyataan lain yang
koherensi (sama).
korespondesi adalah menguji satu pernyataan (ilmu) dengan objek fisik (realitas/fakta).
nilai guna dari pernyataan (ilmu).

BIBLIOGRAFI
Soejono Soemargono. Pengantar Filsafat Ilmu. Terjemahan Beerling. Yogyakarata: PT.
Tiara Wacana Yogya, 1997.
Hidayat Raharja, Pemanfaatan Teknologi Multimedia dalam Pembelajaran ,
(http://bangirham.blogspot.com/2009/01/pemanfaatan-teknologi-multimedia-dalam.html,
diakses 6 Juni 2009).
Ahmad Farid Mubarok, Teori-teori Kebenaran: Korespondensi, Koherensi, Pragmatik,
Struktural
Paradigmatik,
dan
Performatik.
28
juni
2010
(http://defaultride.wordpress.com/2010/06/28/teori-teori-kebenaran-korespondensikoherensi-pragmatik-struktural-paradigmatik-dan-performatik, diakses tanggal 29
Sepetember 2011)
http://www.facebook.com/topic.php?uid=360188105847&topic=13736
http://en.wikipedia.org/wiki/Deductive
Khaerul
Umam,

Kebenaran
Ilmiah.
26
(http://fachruddin54.blogspot.com/2009/06/kebenaran-ilmiah.html,
September 2011)

Juni
2009
diakses
29

[1]Soejono Soemargono, Pengantar Filsafat Ilmu, dalam inleiding tot de


wetenshapsleer, Beerling, et.al. (Yogyakarata: PT. Tiara Wacana Yogya, 1997), 9.

[2]Ahmad Farid Mubarok,


Pragmatik, Struktural

Teori-teori

Kebenaran:

Korespondensi,

Koherensi,

Paradigmatik,
dan
Performatik,
dalam
http://defaultride.wordpress.com/2010/06/28/teori-teori-kebenaran-korespondensikoherensi-pragmatik-struktural-paradigmatik-dan-performatik, 28 juni 2010, diakses
tanggal 29 Sepetember 2011, Pukul 19.45 WIB.
[3]Tanpa nama, http://www.facebook.com/topic.php?uid=360188105847&topic=13736,
diakses 29 September 2011, pukul 19.50 WIB
[4]Mubarok, Teori-teori kebenaran:, diakses tanggal 29 Sepetember 2011, pukul 19.45
wib.
[5]
Khaerul
Umam,

Kebenaran
Ilmiah,
dalam
http://fachruddin54.blogspot.com/2009/06/kebenaran-ilmiah.html, 26 Juni 2009, diakses
29 September 2011, pukul 19.55 WIB
[6]Tanpa nama, http://en.wikipedia.org/wiki/Deductive, diakses 29 September 2011,
pukul 19.58 WIB.
[7]Mubarok, Teori-teori kebenaran:, diakses tanggal 29 Sepetember 2011, pukul 19.45
WIB.
[8]Umam, kebenaran ilmiah, iakses 29 September 2011, pukul 19.55 WIB.
[9]Mubarok, Teori-teori kebenaran:, diakses tanggal 29 Sepetember 2011, pukul 19.45
WIB.
[10]Ibid,.
[11]Mubarok, Teori-teori kebenaran:, diakses tanggal 29 Sepetember 2011, pukul
19.45 WIB.

Anda mungkin juga menyukai