Anda di halaman 1dari 5

MODUL 5

TEORI KEBENARAN

RINGKASAN MODUL
Modul ini merupakan penjelasan ringkas tentang pengertian kebenaran secara umum dan
kebenaran dalam kontek epistemologi. Dalam modul ini diuraikan serba ringkas tentang teori
kebenaran.

TUJUAN MODUL
Memberikan pemahaman tentang pengertian kebenaran dan penjelasan tentang beberapa teori
kebenaran.

KOMPETENSI YANG DIHARAPKAN


Setelah mengikuti perkuliahan modul ini, kompetensi yang diharapkan:
1. Memahami dan mampu menjelaskan pengertian kebenaran dan dasar-dasarnya
2. Dapat menyebutkan dan menguraikan terori-teori kebenaran

KONTEN PEMBELAJARAN
1. Pengertian Kebenaran.
Kebenaran adalah salah satu mata pelajaran utama dalam filsafat. Itu juga salah satu yang
terbesar. Kebenaran telah menjadi topik diskusi sendiri selama ribuan tahun. Selain itu, berbagai
macam masalah dalam filsafat berhubungan dengan kebenaran.

Modul ini akan berkonsentrasi pada tema utama dalam studi kebenaran dalam literatur filosofis
kontemporer. Tujuan dari modul ini hanya untuk memberikan gambaran umum dari Teori saat
ini.

Masalah kebenaran dengan cara mudah dinyatakan: apa itu kebenaran, dan apa (jika ada) yang
membuatnya benar. Kebenaran paling sering dalam arti selaras dengan fakta, kenyataan, atau
pernyataan, juga diartikan kesetiaan pada yang asli atau standar. Kebenaran juga kadang-kadang
didefinisikan dalam konteks modern sebagai ide "kebenaran untuk diri sendiri", atau keaslian.

Maksud dari hidup ini adalah untuk mencari kebenaran. Tentang kebenaran ini, Plato pernah
berkata: “Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan
Bradley menjawab; “Kebenaran itu adalah kenyataan”, tetapi bukankah kenyataan (das sollen)
itu tidak selalu yang seharusnya (das sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk
ketidak benaran (keburukan).
Dalam bahasan, makna “kebenaran” dibatasi pada kekhususan makna “kebenaran keilmuan
(ilmiah)”. Kebenaran ini tidak mutlak dan tidak sama atau pun langgeng, melainkan bersifat nisbi
(relatif), sementara (tentatif) dan hanya merupakan pendekatan. Dalam keilmuan , persesuaian
antara pengatahuan dan objeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus
sesuai antara aspek objek dengan yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan
objektif.
Kebenaran dapat dikelompokkan dalam tiga ranah: kebenaran moral, kebenaran logis, dan
kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasan etika, ia menunjukkan hubungan antara
yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan sebagai manusia. Kebenaran logis menjadi
bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan hubungan antara pernyataan dengan
realitas objektif. Kebenaran metafisik berkaitan dengan yang ada sejauh berhadapan dengan
akalbudi, karena yang ada mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar
dari kebenaran, dan akalbudi yang menyatakannya.

2. Teori-Teori Kebenaran
Teori Kebenaran Korespondensi (Teori persesuaian). Menurut teori ini, kebenaran adalah
kesetiaan kepada realita objektif (fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian
antara pernyataan tentang fakta dengan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement)
dan situasi yang pertimbangan itu berusaha untuk melukiskan, karena kebenaran mempunyai
hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu.
Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu
pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. 1 Misalnya
jika seorang mahasiswa mengatakan “kota Yogyakarta terletak di pulau Jawa” maka pernyataan
itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan objek yang bersifat faktual, yakni kota Yogyakarta
memang benar-benar berada di pulau Jawa. Sekiranya orang lain yang mengatakan bahwa “kota
Yogyakarta berada di pulau Sumatra” maka pernnyataan itu adalah tidak benar sebab tidak
terdapat objek yang sesuai dengan pernyataan terebut. Dalam hal ini maka secara faktual “kota
Yogyakarta bukan berada di pulau Sumatra melainkan di pulau Jawa”. Menurut teori
koresponden, Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta, maka pertimbangan ini benar, jika
tidak, maka pertimbangan itu salah. Dengan ini Aristoteles sudah meletakkan dasar bagi teori
kebenaran sebagai persesuaian bahwa kebenaran adalah persesuaian antara apa yang dikatakan
dengan kenyataan. Jadi suatau pernyataan dianggap benar jika apa yang dinyatakan memiliki
keterkaitan (correspondence) dengan kenyataan yang diungkapkan dalam pernyataan itu.
Menurut teori ini, kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai diketahui
dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan salah adalah soal sesuai tidaknya apa yang
dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya. Atau dapat pula dikatakan bahwa kebenaran
terletak pada kesesuaian antara subjek dan objek, yaitu apa yang diketahui subjek dan realitas
sebagaimana adanya. Kebenaran sebagai persesuaian juga disebut sebagai kebenaran empiris,
karena kebenaran suatu pernyataan proposisi, atau teori, ditentukan oleh apakah pernyataan,
proposisi atau teori didukung fakta atau tidak.
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi,
fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau
kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu
benar.
Teori korespondensi dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore
dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta oleh Berrand
Russel pada abad moderen.
Teori Kebenaran Koherensi
Menurut teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau
padu atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Misalnya, bila kita menganggap bahwa “semua manusia pasti akan mati” adalah suatu
pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “si Hasan seorang manusia dan si Hasan pasti
akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan
yang pertama.

1
Salah satu kesulitan dan sekaligus keberatan atas teori ini adalah bahwa karena kebenaran suatu
pernyataan didasarkan pada kaitan atau kesesuaiannya dengan pernyataan lain, timbul
pertanyaan bagaimana dengan kebenaran pernyataan tadi? Jawabannya, kebenarannya
ditentukan berdasarkan fakta apakah pernyataan tersebut sesuai dan sejalan dengan
pernyataan yang lain. Hal ini akan berlangsung terus sehingga akan terjadi gerak mundur tanpa
henti (infinite regress) atau akan terjadi gerak putar tanpa henti.
Karena itu, kendati tidak bisa dibantah bahwa teori kebenaran sebagai keteguhan ini penting,
dalam kenyataan perlu digabungkan dengan teori kebenaran sebagai kesesuaian dengan
realitas. Dalam situasi tertentu kita tidak selalu perlu mengecek apakah suatu pernyataan adalah
benar, dengan merujuknya pada realitas. Kita cukup mengandaikannya sebagai benar secara
apriori, tetapi, dalam situasi lainnya, kita tetap perlu merujuk pada realitas untuk bisa menguji
kebenaran pernyataan tersebut.Kelompok idealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern
seperti Hegel, Bradley dan Royce merupakan pendukung teori ini.
Teori Kebenaran Pragmatik
Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit
pada tahun 1878 yangberjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan
oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan
filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini di antaranya adalah
William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I.
Lewis.
Menurut teori Pragmatisme suatu kebenaran ditentukan oleh asas manfaat (utility),
kemungkinan dikerjakan (workability) atau akibat yang memuaskan, sehingga dapat dikatakan
bahwa pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat
secara praktis. Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan dimana kebenaran itu membawa
manfaat bagi hidup praktis dalam kehidupan manusia.
Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah
dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu
waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat
pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan, maka pernyataan itu
dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan
perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu
ditinggalkan, demikian seterusnya.
Menurut teori pragmatis, “kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah
pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan
adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan
praktis bagi kehidupan manusia”. Dalam pendidikan, misalnya, prinsip kepraktisan (practicality)
telah mempengaruhi jumlah mahasiswa pada masing-masing fakultas. Suatu jurusan lebih
disukai, karena pasar kerjanya lebih luas daripada fakultas lainnya. Mengenai kebenaran tentang
“Adanya Tuhan” para penganut paham pragmatis tidak mempersoalkan apakah Tuhan memang
ada baik dalam ralitas atau idea (whether really or ideally).
William James mengembangkan teori pragmatisnya dengan berangkat dari pemikirannya
tentang “berpikir”. Menurutnya, fungsi dari berpikir bukan untuk menangkap kenyataan
tertentu, melainkan untuk membentuk ide tertentu demi memuaskan kebutuhan atau
kepentingan manusia. Oleh karena itu, pernyataan itu penting bagi James adalah jika suatu ide
diangap benar. Menurut William James, ide atau teori yang benar adalah ide atau teori yang
berguna dan berfungsi memenuhi tuntutan dan kebutuhan kita. Sebaliknya, ide yang salah,
adalah ide yang tidak berguna atau tidak berfungsi membanu kita memenuhi kebutuhan kita.
Dewey dan kaum pragmatis lainnya juga menekankan pentingnya ide yang benar bagi kegiatan
ilmiah. Menurut Dewey, penelitian ilmiah selalu diilhami oleh suatu keraguan awal, suatu
ketidakpastian, suatu kesangsian akan sesuatu. Kesangsian menimbulkan ide tertentu. Ide ini
benar jika ia berhasil membantu ilmuwan tersebut untuk sampai pada jawaban tertentu yang
memuaskan dan dapat diterima. Misalnya, orang yang tersesat di sebuah hutan kemudian
menemukan sebuah jalan kecil. Timbul ide, jangan-jangan jalan ini akan membawanya keluar
dari hutan tersebut untuk sampai pada pemukiman penduduk. Ide tersebut benar jika pada
akhirnya dengan dituntun oleh ide tadi ia akhirnya sampai pada pemukiman manusia.
Menurut teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku atau memuaskan.
Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang diartikan salah adalah
yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis, batu ujian kebenaran adalah kegunaan
(utility), dapat dikerjakan (workability) dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan
(satisfactory consequences). Teori ini tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau mutlak
kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya.
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh
referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori
tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk
kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.
Teori Struktural Paradigmatik (Teori Konsensus)
Suatu kebenaran (teori) dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau
perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma
tersebut.
Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa serangkaian fenomena atau
realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah tertentu ditentukan oleh pandangan
tertentu tentang realitas yang telah diterima secara apriori oleh kelompok tersebut. Pandangan
apriori ini disebut paradigma oleh Kuhn dan world view oleh Sardar. Paradigma ialah apa yang
dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat
sains adalah orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama.
Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma. Sebagai
konstelasi komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi
determinan penting dari perilaku kelompok, meskipun tidak semua anggota kelompok
menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman
individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu
pengetahuan.
Teori Performatik
Secara bahasa ada tuturan Konstantif yaitu pernyataan yang kita pergunakan manakala kita
menggambarkan suatu keadaan yang faktual. Sesuatu pernyataan tanpa harus ada tindakan atau
perbuatan. Contohnya: “Saya anak sulung dari lima bersaudara.” “Saya melihat orang
berdesakan dalam kereta.” Ujaran konstatif memiliki daya untuk menjadi benar atau salah. Kita
dapat membuktikan kebenaran ucapan seperti itu dengan melihat, menyelidiki, atau mengalami
sendiri hal-hal yang telah diucapkan si penutur kepada kita. Oleh karena itu Austin menegaskan
bahwa pada hakekatnya ucapan konstatif itu berarti membuat pernyataan yang isinya
mengandung acuan histori atau peristiwa nyata.
Tuturan Performatif adalah pernyataan yang diiringi oleh tindakan atau perbuatan dan tidak
meminta jawaban. Contohnya, “Buka bukumu” ( meminta tindakan yaitu membuka buku tanpa
meminta jawaban dari lawan bicara).
Teori Kebenaran Performatif menyatakan bahwa suatu pernyataan itu benar jika apa yang
dinyatakan itu dilakukan sesuai dengan tindakan dan kewenangan. Apabila seorang Menteri
misalnya menyatakan, “Dengan ini, seminar resmi saya buka,” maka Menteri tidak menyatakan
sesuatu benda atau objek inderawi, akan tetapi suatu pernyataan yang berkaitan dengan
tindakan. Ada perbuatan yang yang dilakukan bersamaan dengan pengucapan kata-kata itu.
Kebenaran itu diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu. Contoh pertama
mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim di Indonesia mengikuti fatwa atau keputusan
MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau
organisasi tertentu. Contoh lainnya pada masa pertumbuhan ilmu, Copernicus (1473-1543)
mengajukan teori heliosentris dan bukan sebaliknya seperti yang difatwakan gereja. Masyarakat
menganggap hal yang benar adalah apa-apa yang diputuskan oleh gereja walaupun
bertentangan dengan bukti-bukti empiris. Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus
mengikuti kebenaran performatif.
Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat,
pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran performatif dapat membawa kepada
kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan sebagainya.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis dan rasional.
Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang
otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran
ini seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat
dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.
Tujuan menggunakan ekspresi performatif bukan untuk membuat pernyataan tetapi untuk
melakukan suatu tindakan. Strawson, dalam esainya, "Truth," berpendapat bahwa mengatakan
bahwa suatu pernyataan itu benar bukanlah membuat pernyataan tentang suatu pernyataan
tetapi melakukan tindakan menyetujui, menerima, atau mendukung suatu pernyataan.
Ketika seseorang berkata, "Memang benar hujan," ia menegaskan tidak lebih dari "Hujan."
Fungsi "Memang benar bahwa" adalah untuk menyetujui, menerima, atau mendukung
pernyataan bahwa sedang atau telah hujan.
Benar dan salah bukanlah kata-kata deskriptif, tetapi ekspresi performatif — seseorang tidak
membuat pernyataan, tetapi melakukan suatu tindakan.
Ketika Anda mengatakan, "Memang benar bahwa ...", Anda setuju dengan, menerima, atau
mendukung pernyataan. Kemudian Strawson mengakui bahwa "benar" memiliki makna
"ekspresif" serta makna "performatif".

SOAL-SOAL
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kebenaran dan dasar-dasarnya
2. Secara umum, terdapat tiga ranah kebenaran yang menunjukkan dasar dan standar
berbeda. Sebutkan dan jelaskan masing-masing wilayah kebenaran tersebut!
3. Sebutkan dan jelaskan dengan memberi masing-masing contoh teori kebenaran
korespondensi, koherensi, dan teori kebenaran pragmatis!

Anda mungkin juga menyukai