Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis (A. Sonny Keraf dan Mikhael Dua)
Bab IV. Kebenaran Ilmiah
Dalam sejarah filsafat, sekurang-kurangnya hingga kini ada empat teori yang
berupaya menjawab pertanyaan tersebut secara filosofis, yaitu.
Teori Kebenaran sebagai pesesuaian (the correspondence theory of truth)
Teori Kebenaran sebagai keteguhan (the coherence theory of truth)
Teori Pragmatis tentang kebenaran (the pragmatic theory of truth)
Teori Performatif tentang kebenaran (the perfomative theory of truth)
Melalui contoh diatas, teori ini apa yang diketahui subjek adalah benar dan harus
sesuai dengan objek. Subjek memang berkaitan dan berhubungan dengan. Singkatnya,
materi pengetahuan yang diungkapkan dan dikandung dalam kenyataan atau proposisi
memang sesuai dengan objek atau fakta. Menurut teori ini, suatu ide, konsep, atau
teori yang benar, harus mengungkapkan realitas yang sebenarnya. Bagi teori ini,
mengungkapkan realitas adalah hal yang pokok bagi kegiatan ilmiah.
Ada beberapa hal yang perlu dicatat sehubungan dengan teori ini. Pertama, teori ini
sangat ditekankan oleh aliran empirisme yang mengutamakan pengalaman dan
pengamatan indrawi sebagai sumber utama pengetahuan manusia. Kedua, teori ini
menekankan pentingnya objek bagi kebenaran pengetahuan manusia. Ketiga, teori ini
sangat menekankan bukti bagi kebenaran suatu pengetahuan.yang disebut sebagai
pembuktian atau justifikasi adalah proses menyodorkan fakta yang mendukung suatu
proposisi atau hipotesis.
Pernyataan, proposisi, atau hipotesis yang tidak didukung oleh bukti empiris, maka
tidak dianggap benar. Misalnya, “Ada tuhan yang mahakuasa” tidak dianggap sebagai
suatu kebenaran kalau tidak didukung oleh bukti empiris tertentu. Pernyataan yang
tidak dianggap pengetahuan tersebut akan berubah menjadi suatu keyakinan.
Pernyataan tersebut bisa diajarkan disekolah, tetapi tidak lagi sebagai pengetahuan,
pernyataan tersebut hanya diajarkan dan dipertahankan sebagai sebuah ideologi, yaitu
sistem keyakinan atau pernyataan yang mengandung keyakinan.
Jadi, suatu proposisi atau kesimpulan bisa saja benar dari segi logis tetapi salah
dalam segi empiris. Keduanya tidak saling bergantung namun yang dibutuhkan tidak
hanya kebenaran empiris saja melainkan juga kebenaran logis juga. Immanuel Kant
sangat menekankan baik kebenaran logis yang diperoleh melalui penalaran dengan
akal budi maupun kebenaran empiris yang diperoleh dengan bantuan pancaindera
yang menyodorkan data-data tertentu. Penting dua kebenaran tersebut supaya tidak
terjebak pada silogisme dan retorika kosong. Kebenaran ilmiah haruslah memenuhi
dua kriteria yaitu, Empiris & Rasional.
Teori ini dianut oleh filsuf seperti Frank Ramsey, John Austin, dan Peter Strawson.
Filsuf-filsuf ini mau menentang teori klasik bahwa “benar” dan “salah” adalah
ungkapan yang hanya menyatakan suatu yang deskriptif. Menurut teori ini,
pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang mengungkapkan realitas tapi justru
dengan pernyataan itu tercipta suatu realitas sebagaimana yang diungkapkan dalam
pernyataan itu. Contohnya, “Dengan ini, saya mengangkat kamu menjadi Bupati
Bantul.” Dengan pernyataan itu, tercipta sebuah realitas baru. Tetapi, secara negatif,
orang dapat pula terlena dengan pernyataan atau ungkapannya seakan pernyataan atau
ungkapan tersebut sama dengan realitas begitu saja. Misalnya, “Saya bersumpah, saya
berjanji akan setia.” Seakan-akan dengan janji itu ia setia. Padahal apa yang
dinyatakan belum tentu dengan sendirinya menjadi realitas.
2. Kedua, sifat empiris dari kebenaran ilmiah adalah bagaimana pun juga kebenaran
ilmiah perlu diuji dengan kenyataan yang ada. Tidak ada spekulasi dalam ilmu
pengetahuan. Spekulasi ada hanya sampai pada tahap tertentu. Spekulasi dapat
dibayangkan real atau tidak secara logis namun perlu dicek kembali secara
empiris
Tanggapan :
Teori mengenai kebenaran ilmiah semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Ketika teori itu berdiri sendiri, saya merasa teori itu masih rumpang dan kurang bisa
dipercaya benar karena ketika setelah membaca hingga akhir yang menyatakan bahwa
kebenaran harus mencakup sifat logis, empiris, dan pragmatis itulah yang menurut saya
benar. Bukan hanya memiliki sifat logis, namun menurut saya, sebuah pengetahuan juga
harus memiliki sifat empiris dan juga pragmatis. Dibutuhkan kebenaran logis yang diperoleh
melalui penalaran akal budi dan juga kebenaran empiris yang diperoleh memlalui bantuan
panca indera yang menyodorkan data-data tertentu. Namun kebenaran ilmiah adalah bukan
soal teori mana yang lebih benar, melainkan teori mana yang lebih berguna untuk membantu
manusia dalam memecahkan persoalannya.