Anda di halaman 1dari 5

Resume Tugas Filsafat Pengantar Ilmu

Nama : Alif Ijlal Hibatullah


NIM : 14040119130062

Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis (A. Sonny Keraf dan Mikhael Dua)
Bab IV. Kebenaran Ilmiah

1. Macam-macam Teori Kebenaran

Dalam sejarah filsafat, sekurang-kurangnya hingga kini ada empat teori yang
berupaya menjawab pertanyaan tersebut secara filosofis, yaitu.
 Teori Kebenaran sebagai pesesuaian (the correspondence theory of truth)
 Teori Kebenaran sebagai keteguhan (the coherence theory of truth)
 Teori Pragmatis tentang kebenaran (the pragmatic theory of truth)
 Teori Performatif tentang kebenaran (the perfomative theory of truth)

a. Teori kebenaran sebagai persesuaian


Aristoteles sudah meletakkan dasar bagi teori kebenaran sebagai persesuaian antara
apa yang dikatakan dengan kenyataan. Menurut teori ini, kebenaran adalah soal
kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai diketahui dengan kenyataan yang
sebenarnya, benar dan sebagaimana adanya. Kebenaran yang terletak pada kesesuaian
objek dan subjek, yaitu apa yang diketahui sebjek dan realitas apa adanya atau disebut
dengan kebenaran empiris. Contohnya, “Bumi itu bulat” adalah suatu pernyataan yang
benar karena sesuai dengan kenyataan.

Melalui contoh diatas, teori ini apa yang diketahui subjek adalah benar dan harus
sesuai dengan objek. Subjek memang berkaitan dan berhubungan dengan. Singkatnya,
materi pengetahuan yang diungkapkan dan dikandung dalam kenyataan atau proposisi
memang sesuai dengan objek atau fakta. Menurut teori ini, suatu ide, konsep, atau
teori yang benar, harus mengungkapkan realitas yang sebenarnya. Bagi teori ini,
mengungkapkan realitas adalah hal yang pokok bagi kegiatan ilmiah.

Ada beberapa hal yang perlu dicatat sehubungan dengan teori ini. Pertama, teori ini
sangat ditekankan oleh aliran empirisme yang mengutamakan pengalaman dan
pengamatan indrawi sebagai sumber utama pengetahuan manusia. Kedua, teori ini
menekankan pentingnya objek bagi kebenaran pengetahuan manusia. Ketiga, teori ini
sangat menekankan bukti bagi kebenaran suatu pengetahuan.yang disebut sebagai
pembuktian atau justifikasi adalah proses menyodorkan fakta yang mendukung suatu
proposisi atau hipotesis.

Pernyataan, proposisi, atau hipotesis yang tidak didukung oleh bukti empiris, maka
tidak dianggap benar. Misalnya, “Ada tuhan yang mahakuasa” tidak dianggap sebagai
suatu kebenaran kalau tidak didukung oleh bukti empiris tertentu. Pernyataan yang
tidak dianggap pengetahuan tersebut akan berubah menjadi suatu keyakinan.
Pernyataan tersebut bisa diajarkan disekolah, tetapi tidak lagi sebagai pengetahuan,
pernyataan tersebut hanya diajarkan dan dipertahankan sebagai sebuah ideologi, yaitu
sistem keyakinan atau pernyataan yang mengandung keyakinan.

b. Teori kebenaran sebagai keteguhan


Tokoh-tokoh teori ini adalah kaum rasionalis seperti Leibniz, Spinoza, Descartes,
Hegel, dll. Teori ini mengatakan bahwa kebenaran ditemukan dalam relasi antara
proposisi baru dengan proposisi yang sudah ada. Artinya, suatu proposisi dianggap
benar apabila meneguhkan proposisi sebelumnya yang telah dianggap benar.
Matematika dan ilmu-ilmu pasti sangat menekankan teori kebenaran sebagai
keteguhan ini.

Kebenaran sesungguhnya hanya berkaitan dengan implikasi logis dari pemikiran


yang ada. Misalnya, (1) Semua manusia pasti mati (2) Socrates adalah manusia (3)
Socrates pasti mati. Sebenarnya semua itu hanya implikasi logis dari sistem pemikiran
yang ada. Dalam hal ini, kebenaran (3) sesungguhnya sudah ada dalm kebenaran (1).
Kebeneran (3) tidak ditentukan apakah dalam kenyataan Socrates mati atau tidak.
Dari uraian ini, bisa dilihat dengan jelas bahwa, pertama, teori kebenaran sebagai
keteguhan lebih menekankan kebenaran rasional, logis dan juga cara kerja deduktif.
Kedua, dengan demikian teori kebenaran sebagai keteguhan lebih menekankan
kebenaran dan pengetahuan apriori.

Kebenaran ditentukan berdasarkan fakta apakah pernyataan tersebut sesuai dan


sejalan dengan pernyataan lainnya. Hal ini berlangsung tersu sehingga terjadi gerak
mundur tanpa henti (Infinite regress) atau akan terjadi gerak putar tanpa henti. Dalam
kenyataan, perlu digabungkan dengan teori kebenaran sesuai dengan realitas. Sebagai
perbandingan kita dapat membuat perbedaan antara kebenaran empiris dan kebenaran
logis sebagai berikut.

Kebenaran Empiris Kebenaran Logis


Mementingkan objek Mementingkan subjek
Menghargai cara kerja induktif dan Menghargai cara kerja deduktif dan
aposteriori apriori
Lebih mengutamakan pengamatan indra Lebih mengutamakan penalaran akal
budi

Jadi, suatu proposisi atau kesimpulan bisa saja benar dari segi logis tetapi salah
dalam segi empiris. Keduanya tidak saling bergantung namun yang dibutuhkan tidak
hanya kebenaran empiris saja melainkan juga kebenaran logis juga. Immanuel Kant
sangat menekankan baik kebenaran logis yang diperoleh melalui penalaran dengan
akal budi maupun kebenaran empiris yang diperoleh dengan bantuan pancaindera
yang menyodorkan data-data tertentu. Penting dua kebenaran tersebut supaya tidak
terjebak pada silogisme dan retorika kosong. Kebenaran ilmiah haruslah memenuhi
dua kriteria yaitu, Empiris & Rasional.

c. Teori Pragmatis tentang kebenaran


Teori ini dikembangkan oleh filsuf-filsuf pragmatis dari Amerika Serikat seperti
Charles S. Peirce dan William James. Bagi kaum pragmatis, kebenaran sama artinya
dengan kegunaan. Jadi, ide, konsep, pernyataan, atau hipotesis yang benar adalah ide
yang berguna. Ide yang benar adalah ide yang paling mampu memungkinkan
seseorang melakukan sesuatu secara paling berhasil dan tepat guna. Berguna adalah
kriteris utama untuk menentukan benar atau tidaknya ide.
Pierce mengatakan, bahwa ide yang jelas dan benar mau tidak mau mempunyai
konsekuensi praktis pada tindakan tertentu. Jika ide benar, maka ketika digunakan
akan berguna dan berhasil memecahkan persoalan manusia. Menurut William James,
fungsi dari berpikir bukan untuk menangkap kenyataan tertentu, melainkan untuk
membentuk ide tertentu demi memuaskan kebutuhan atau kepentingan manusia.
James menjelaskan, kalau suatu ide dianggap benar, apa perbedaan praktis yang akan
timbul dari ide ini dibandingkan ide yang tidak benar. James menjelaskan ide yang
benar dan berguna akan berfungsi memenuhi tuntutan dan kebutuhan kita. Sebaliknya
ide yang salah tidak dapat berfungsi untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan kita.
Maka, menurut John Deway dan William James, ide yang benar sesungguhnya
adalah instrument untuk bertindak secara berhasil. Kebenaran yang terutama
ditekankan oleh kaum pragmatis ini adalah kebenaran yang menyangkut
“pengetahuan bagaimana” (Know-How). Dalam hal ini, kaum pragmatis
sesungguhnya tidak menolak kebenaran dari kaum rasionalis maupun kaum empiris.
Bagi kaum pragmatis, yang penting bukanlah benar tidaknya suatu ide secara abstrak.
Melainkan, sejauh mana kita dapat memecahkan persoalan-persoalan praktis yang
muncul dalam kehidupan kita dan kehidupan masyarakat sehari-hari.
Kebenaran pragmatis mencakup pula kebenaran empiris. Hanya saja lebih radikal
sifatnya karena kebenaran pragmatis tidak hanya sesuai dengan kenyataan melainkan
juga pernyataan yang benar.
Kebenaran bagi kaum pragmatis berarti suatu sifat yang baik. Maksudnya adalah
suatu ide atau teori tidak pernah benar kalau tidak baik untuk sesuatu. Oleh karena itu,
William James menolak memisahkan kebenaran dari nilai moral. Kebenaran
merupakan sebuah nilai moral karena dengan kebenaran manusia sampai pada
sesuatu. Bagi kaum ini, yang penting bukanlah benar tidaknya suatu ide secara
abstrak. Melainkan, sejauh mana kita dapat memecahkan persoalan dalam realitas
kehidupan dengan menggunakan ide-ide itu.

d. Teori Kebenaran Perfomatif

Teori ini dianut oleh filsuf seperti Frank Ramsey, John Austin, dan Peter Strawson.
Filsuf-filsuf ini mau menentang teori klasik bahwa “benar” dan “salah” adalah
ungkapan yang hanya menyatakan suatu yang deskriptif. Menurut teori ini,
pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang mengungkapkan realitas tapi justru
dengan pernyataan itu tercipta suatu realitas sebagaimana yang diungkapkan dalam
pernyataan itu. Contohnya, “Dengan ini, saya mengangkat kamu menjadi Bupati
Bantul.” Dengan pernyataan itu, tercipta sebuah realitas baru. Tetapi, secara negatif,
orang dapat pula terlena dengan pernyataan atau ungkapannya seakan pernyataan atau
ungkapan tersebut sama dengan realitas begitu saja. Misalnya, “Saya bersumpah, saya
berjanji akan setia.” Seakan-akan dengan janji itu ia setia. Padahal apa yang
dinyatakan belum tentu dengan sendirinya menjadi realitas.

2. Sifat Dasar Kebenaran Ilmiah

Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa yang dibutuhkan bukan hanya


kebenaran logis melainkan juga kebenaran empiris. Atas dasar ini, kebenaran ilmiah
mempunyai tiga sifat dasar yaitu : struktur yang rasional-logis, isi empiris dan dapat
diterapkan (pragmatis).
1. Pertama, struktur kebenaran ilmiah yang rasional-logis adalah kebenaran ilmiah
selalu dicapai berdasarkan kesimpulan yang logis dan rasional dari proposisi atau
premis-premis tertentu.
Proposisi ini bisa berupa teori atau hukum ilmiah yang sudah dibuktikan
kebenarannya. Proposisi yang menjadi kesimpulan dianggap benar bisa didapat
melalui deduksi atau induksi. Jika Deduksi, kesimpulan diperoleh sebagai
konsekuensi logis dari proposisi tertentu yang dianggap benar. Jika Induksi, yang
dilakukan adalah proses generalisasi yang mengungkapkan hubungan tertentu
diantara berbagai fakta yang telah ditemukan. Karena kebenaran ilmiah bersifat
rasional, semua orang yang rasional bisa memahami kebenaran ilmiah ini. Atas
dasar ini, kebenaran ilmiah kemudian dianggap sebagai kebenaran yang berlaku
universal atau dapat diterima oleh semua orang yang dapat menggunakan akal
budinya secara baik.
Salah satu catatan yang perlu diberikan di sini adalah bahwa sifat rasional perlu
dibedakan dari sifat “masuk akal” (reasonable). Sifat rasional terutama berlaku
bagi kebenaran ilmiah. Sifat “masuk akal” ini terutama berlaku bagi kebenaran
tertentu yang berada di luar lingkup ilmu pengetahuan.

2. Kedua, sifat empiris dari kebenaran ilmiah adalah bagaimana pun juga kebenaran
ilmiah perlu diuji dengan kenyataan yang ada. Tidak ada spekulasi dalam ilmu
pengetahuan. Spekulasi ada hanya sampai pada tahap tertentu. Spekulasi dapat
dibayangkan real atau tidak secara logis namun perlu dicek kembali secara
empiris

3. Ketiga, sifat pragmatis terutama mau menggabungkan kedua sifat kebenaran.


Dalam arti, kalau sebuah pernyataan dianggap benar secara logis dan empiris,
pernyataan tersebut juga harus berguna dalam kehidupan manusia yaitu
memecahkan masalah hidup manusia.

Tanggapan :

Teori mengenai kebenaran ilmiah semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Ketika teori itu berdiri sendiri, saya merasa teori itu masih rumpang dan kurang bisa
dipercaya benar karena ketika setelah membaca hingga akhir yang menyatakan bahwa
kebenaran harus mencakup sifat logis, empiris, dan pragmatis itulah yang menurut saya
benar. Bukan hanya memiliki sifat logis, namun menurut saya, sebuah pengetahuan juga
harus memiliki sifat empiris dan juga pragmatis. Dibutuhkan kebenaran logis yang diperoleh
melalui penalaran akal budi dan juga kebenaran empiris yang diperoleh memlalui bantuan
panca indera yang menyodorkan data-data tertentu. Namun kebenaran ilmiah adalah bukan
soal teori mana yang lebih benar, melainkan teori mana yang lebih berguna untuk membantu
manusia dalam memecahkan persoalannya.

Anda mungkin juga menyukai