Nim : 1502619077
Judul Tugas : Tugas 10
Hari/Tanggal : Rabu, 18 November 2020
Jam : 8.00 - 09.50
Matakuliah : Filsafat Ilmu
Soal !!!
1. DESKRIPSIKAN MACAM-MACAM TEORI
KEBENARAN
2. DESKRIPSIKAN EMPAT TINGKATAN KEBENARAN
3. DESKRIPSIKAN SIFAT DASAR KEBENARAN ILMIAH
4. DESKRIPSIKAN ENAM JALAN MENCARI
KEBENARAN!
Jawaban :
1. Dalam studi Filsafat Ilmu, pandangan tentang suatu ‘kebenaran’ itu sangat
tergantung dari sudut pandang filosofis dan teoritis yang dijadikan pijakannya.
Dalam menguji suatu kebenaran diperlukan teori-teori ataupun metode-metode
yang akan berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi jalannya pengujian tersebut.
Berikut ini beberapa teori tentang kebenaran dalam perspektif filsafat ilmu. Dalam
Pembelajaran, teori kebenaran di klasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu :
1. Teori Pragmatis
Bagi seorang pragmatis kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah
pernyataan tersebut bersifat fungsional dan berguna dalam kehidupan praktis.
Teori pragmatisme dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839 – 1914). Teori ini
dikembangkan lebih lanjut oleh beberapa ahli filsafat berkebangsaan Amerika,
sehingga sering disebut sebagai filsafat Amerika. Teori pragmatik dicetuskan oleh
Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878
yang berjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan
oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang
menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli
filsafat ini di antaranya adalah William James(1842-1910), John Dewey (1859-
1952), George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I.Lewis (Jujun, 1990:57).
Jika seseorang menyatakan teori X dalam pendidikan, lalu dari teori itu
dikembangkan teori Y dalam meningkatkan kemampuan belajar, maka teori X
dianggap benar karena fungsional. Pragmatism berasal dari bahasa Yunani Pragma,
artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, dan tindakan. Menurut teori
ini benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung pada asas
manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat dan akan dikatakan
salah jika tidak mendatangkan manfaat bagi kehidupan manusia. Teori, hipotesa
atau ide adalah benar apabila ia mambawa kepada akibat yang memuaskan, apabila
ia berlaku pada praktek, apabila ia mempunyai nilai praktis. Kebenaran terbukti
oleh kegunaannya, oleh hasilnya dan oleh akibat-akibat praktisnya. Jadi kebenaran
ialah apa saja yang berlaku.
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari
ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar
tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada peran fungsi dalil atau teori
tersebut bagi manusia untuk kehidupannya dalam lingkup ruang dan waktu
tertentu. Teori ini juga dikenal dengan teori problem solving, artinya teori yang
dengan itu dapat memecahkan segala aspek permasalahan. Kebenaran suatu
pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.
Menurut teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku
atau memuaskan. Apa yang diartikan dengan benar adalah yang
berguna (useful) dan yang diartikan salah adalah yang tidak berguna (useless).
Bagi para pragmatis, batu ujian kebenaran adalah kegunaan (utility), dapat
dikerjakan (workability) dan akibat atau pengaruhnya yang
memuaskan (satisfactory consequences). Teori ini tidak mengakui adanya
kebenaran yang tetap atau mutlak.
Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada
kesesuaian (correspondence) antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau
pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Dengan
demikian kebenaran epistimologis adalah kemanunggalan/keselarasan antara
pengetahuan yang ada pada subjek dengan apa yang ada pada objek, atau
pernyataan yang sesuai dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang sesuai
dengan situasi actual.
Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan
dengan fakta atau realita, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri,
dengan kata lain kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru
dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan kebenarannya terlebih
dahulu.
Teori ini menganggap bahwa“ "Suatu pernyataan dapat dikatakan benar
apabila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-
pernyataan sebelumnya yang di anggap benar".
Misalnya bila kita menganggap bahwa pernyataan “semua hewan akan mati”
adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan “bahwa ayam adalah hewan,
dan ayam akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten
dengan pernyataan yang pertama. Jadi menurut teori ini, “putusan yang satu
dengan putusan yang lainnya saling berhubungan dan saling menerangkan satu
sama lain. Maka lahirlah rumusan kebenaran adalah konsistensi, kecocokan.”
Artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan
pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut
logika. Suatu kebenaran tidak hanya terbentuk karena adanya koherensi atau
kensistensi antara pernyataan dan realitas saja, akan tetapi juga karena adanya
pernyataan yang konsisten dengan pernyataan sebelumnya. Dengan kata lain suatu
proposisi dilahirkan untuk menyikapi dan menanggapi proposisi sebelumnya
secara konsisten serta adanya interkoneksi dan tidak adanya kontradiksi antara
keduanya.