Anda di halaman 1dari 6

RESUME III

FILSAFAT PENDIDIKAN

“Teori-teori Kebenaran”

Dosen Pengampu :

Drs. Zelhendri Zen, M.Pd., Ph.D

Di Susun Oleh :

Rio Febrian 21006081

DEPARTEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

202
A. Pengertian Kebenaran Ilmiah

Kebenaran adalah satu nilai utama didalam kehidupan manusia. Sebagai nilai-nilai yang
menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusia atau martabat manusia selalu berusaha
memeluk suatu kebenaran. Berbicara tentang kebenaran ilmiah, tidak bisa dipisahkan dari makna
dan fungsi ilmu itu sendiri, sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia.
Disamping itu, proses untuk mendapatkan haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.
Tentang kebenaran ini, plato pernah berkata : apakah kebenaran itu? lalu pada waktu
yang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab: “kebenaran itu adalah
kenyataan” tetapi bukanlah kenyataan itu tidak selalu yang seharusnya terjadi. Kenyataan yang
terjadi bisa saja berbentuk ketidak benaran atau keburukan. Jadi ada dua pengertian kebenaran,
yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi disatu pihak, dan kebenaran dalam arti lawan
dari keburukan atau ketidak benaran.
Dalam bahasan ini, makna kebenaran dibatasi pada kekhususan makna kebenaran
keilmuan (ilmiah). Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun kekal, melainkan bersifat
relatif, sementara, dan hanya merupakan pendekatan. Kebenaran intelektual yang ada pada ilmu
bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-bidang kehidupan. kebenaran
merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri.
Selaras dengan Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian antara pengetahuan
dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek
obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.[2]
Lalu, apa yang dimaksud dengan ilmiah? Dalam kamus dijelakan ilmiah berasal dari
kata ilmu artinya pengetahuan. Namun, dalam kajian filsafat antara ilmu dan pengetahuan
dibedakan. Pengetahuan bukan ilmu, tetapi ilmu merupakan akumulasi pengetahuan. Sedangkan
yang dimaksud ilmiah adalah pengetahuan yang didasarkan atas terpenuhinya syarat-syarat
ilmiah, terutama menyangkut teori yang menunjang dan sesuai dengan bukti.
Jadi yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah adalah kesesuaian antara pengetahuan
dengan objek kesesuian ini didukung dengan syarat-syarat tertentu yang oleh jujun S.Sumantri
disebut dengan metode-metode, juga didukung dengan teori yang menunjang dan sesuai dengan
bukti. Kebenaran ilmiah divalidasi dengan bukti-bukti empiris yaitu hasil pengukuran objektif
dilapangan. Sifat objektif berlaku umum dapat diulang melalui eksperimen, cenderung amoral
sesuai apa adanya. bukan apa yang seharusnya yang merupakan ciri ilmu pengetahuan.

B. Teori-Teori Kebenaran
Ilmu pengetahuan terkait erat dengan pencarian kebenaran, yakni kebenaran ilmiah. Ada
banyak yang termasuk pengetahuan manusia, namun tidak semua hal itu langsung kita
golongkan sebagai ilmu pengetahuan. Hanya pengetahuan tertentu yang diperoleh dari kegiatan
ilmiah, dengan metode sistematis, melalui penelitian analisis dan pengujian data secara ilmiah
yang dapat kita sebut sebagai ilmu pengetahuan. Dalam sejarah filsafat, terdapat beberapa teori
tentang kebenaran antara lain :
1. Teori Kebenaran Korespondensi(penyesuaian)
Adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika
berkorespondensi (berhubungan) terhadap fakta yang ada. Kebenaran atau suatu keadaan
dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat
dengan fakta. Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris pengetahuan.
Ujian kebenaran yang didasarkan atas teori korespondensi paling diterima secara
luas oleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita
obyektif(fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan
tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan(judgement) dan situasi yang
dijadikan pertimbangan itu,serta berusaha untuk melukiskannya, karena Kebenaran
mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan
tentang sesuatu. (Titus,1987:237)
Jadi secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi
suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi(berhubungan) dan sesuai dengan obyek yang dituju oleh pernyataan
tersebut(susiasumantri, 1990:57). Misalnya jika seseorang mengatakan “Matahari terbit
dari Timur” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan tersebut bersifat faktual
atau sesuai dengan fakta yang ada bahwa Matahari terbit dari timur dan tenggelam diufuk
barat.
2. Teori Koherensi atau konsistensi
Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat
koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Artinya
pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan
lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu menurut logika.
Misalnya, bila kita menganggap bahwa “maksiat perbuatan yang dilarang oleh
Allah” adalah suatu pernyataan yang benar. Maka pernyataan bahwa “mencuri perbuatan
maksiat, maka mencuri dilarang oleh Allah” adalah benar pula, sebab pernyataan
kedua konsisten dengan pernyataan yang pertama.
3. Teori Pragmatik
Adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada
konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu teori tergantung pada
peran fungsi teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya dalam lingkup ruang waktu
tertentu. Teori ini juga dikenal dengan teori problem solving, artinya teori yang dengan
itu dapat memecahkan segala aspek permasalahan.
Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.
Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang diartikan salah
adalah yang tidak berguna(useless). Bagi para pragmatis, ujian kebenaran adalah
kegunaan(utility), dapat dikerjakan (Workability) dan akibat atau pengaruhnya yang
memuaskan.
Misalnya, seiring perkembangan zaman, teknologi pun semakin canggih. Para
ilmuan menemukan teknologi-teknologi baru untuk mempermudah pekerjaan manusia,
telepon genggam berupa smartphone contohnya. Penemuan dan pengaplikasian
smartphone tersebut dikatakan benar karena dapat berguna untuk mempermudahkan
pekerjaan manusia.
4. Teori Performatif
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh
pemegang otoritas tertentu. Misalnya mengenai penetapan 1 syawal. Sebagian muslim di
indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI. Sedangkan sebagian yang lain mengikuti
fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu.
Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran
performatif. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama,
pemimpin adat, dan pemimpin masyarakat. Kebenaran performatif dapat membawa
kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan
sebagainya.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak bisa berpikir kritis dan
rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari
pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada
adat, kebenaran ini seakan akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar
keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari
kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Inu kencana Syafi’i, filsafat Kehidupan (prakata), (Jakarta:Bumi Aksara,1995)
I.R Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan, Pengantar Ke Ilmuan dan Filsafat, (Jakarta:Bina Aksara,
1987),hlm. 16.
Muhammd In’am Esha. Menuju pemikiran Filsafat. UIN Maliki Press.Malang:2010.Hlm.125.

Anda mungkin juga menyukai