Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KEBENARAN ILMIAH DALAM PRESPEKTIF ILMU FILSAFAT

Di Ajukan Untuk Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu: NIZAM UBAIDILLAH, SH.,M.H.

Disusun Oleh:

1. Aini Mufidatusy Syafa’ah


2. Fitria Nikmatus Solikah
3. Binti Habibatul Munawaroh
4. Lenes Widiyastari

PRODRAM STUDI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM PANGERAN DIPONEGORO
(IAI PD) NGANJUK
TAHUN 2023

I
Kata Pengantar

Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena berbagai keterbatasan
kemampuan dan fasilitas yang dimiliki oleh penulis.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah filsafat ilmu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik isi maupun tata bahasa dalam makalah ini.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca
guna kesempurnaan makalah ini. Agar makalah ini dapat berguna bagi semua orang. Akhir
kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Nganjuk, 20 Oktober 2023

Penulis

II
Daftar isi

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan penulisan
1.4 Manfaat penulisan

BAB II PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Kebenaran Ilmiah


1.2 Teori Kebenaran Ilmiah
1.3 Keterkaitan Kebenaran Ilmiah Dengan Fakta
1.4 Sifat Kebenaran Ilmiah

BAB III PENUTUP

1.1 Kesimpulan

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam kehidupan manusia senantiasa ingin mencari dan berusaha menemukan


kebenaran. Kebenaran sesuatu yang tidak dapat di pisahkan dari hidup manusia.
Yang menjadi latar belakang adalah apakah kebenaran itu ada? Dan semisal ada,
apakah yang di maksud kebenaran? Bagaimanapun sifat dari kebenaran tersebut?
Bagaimana manusia dapat memperolehnya? Dan bagaimana hubungan kebenaran dan
ilmiah? Hal tersebut menjadi serangkaikan pertanyaan yang lebih lanjut. Namun pada
dasarnya, kebenaran adalah hal yang senantiasa di cari dan persoalkan.

Secara umum ketika melihat persoalan-persoalan yang dihadapi manusia terutama


dalam menghadapi eksistensi kehidupan dan upaya menggapai kesejahteraan hidup di
dunia maupun di akhirat, maka kebenaran menjadi hal yang mendesak untuk
dilakukan.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Kebenaran Ilmiah?
2. Teori-Teori Kebenaran Ilmiah?
3. Apa SajaSifat Kebenaran Ilmiah ?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Dari Kebenaran Ilmiah
2. Untuk Mengetahui Apa Saja Teori-Teori Kebenaran
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Sifat Kebenaran Ilmiah
D. Manfaat penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah filsafat ilmu.
Selain itu manfaat dari penulisan ini adalah memahami dan memperluas wawasan
tentang kebenaran ilmiah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Kebenaran Ilmiah

Manusia dalam kehidupannya mencari dan menemukan kebenaran yang


esensial melahirkan beberapa pertanyaan mendasar, yaitu apakah Kebenaran itu
sungguh ada ? Dan jika ada, apakah yang di maksud Kebenaran? Bagaimana
manusia dapat memperolehnya? Dan sifat dari kebenaran itu bersifat relatif atau
mutlak? Dengan kata lain, menurut Plato kebenaran adalah sesuatu yang terdapat
pada apa yang dikenal atau pada apa yang dikejar untuk dikenal.1

Kebenaran merupakan pertanyaan abadi bagi manusia di setiap zaman. Dasar


kebenaran adalah apa yang ada atau tidak ada. Kebenaran hanya mungkin terjadi
jika sesuatu itu ada. Kebenaran itu sangat penting, namun persoalan kebenaran itu
sangat relatif, karena mungkin hari ini benar, namun besok mungkin tidak benar. 2

Secara umum kita ketahui setiap persoalan yang di hadapi manusia terutama
dalam menghadapi kebenaran kehidupan dan menggapai kesejahteraan hidup di
dunia maupun di akhirat, maka kebenaran menjadi hal utama untuk di lakukan.
Walau pada hakikatnya kebenaran manusia tidak bersifat mutlak tetapi relatif,
karena kebenaran yang hakiki dan mutlak hannyalah milik Allah . Kebenaran
ilmiah dapat di peroleh secara detail dan mendalam berdasarkan proses penelitian
dan penalaran logika ilmiah. Kebenaran dapat diterima selama tidak ada fakta
yang menolak kebenaran. 3

1
Akromullah H. TAJDID : Jurnal Ilmu Keislaman dan Ushuluddin (2019)
2
Akromullah H. TAJDID : Jurnal Ilmu Keislaman dan Ushuluddin (2019)
3
Syahlarriyadi El-Adabi: Jurnal Studi Islam (2022) 1(1) 22-36

2
1.2 Teori Kebenaran Ilmiah

Purwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, menerangkan


bahwa kebenaran itu adalah 1). Keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok
dengan hal atau keadaan yang sesungguhnya. Misalnya kebenaran berita ini masih
saya ragukan, kita harus berani membela kebenaran dan keadilan. 2). Sesuatu yang
benar (sungguh-sungguh ada, betul-betul hal demikian halnya, dan sebagainya).
Misalnya kebenaran-kebenaran yang diajarkan agama. 3). Kejujuran, kelurusan
hati, misalnya tidak ada seorangpun sanksi akan kebaikan dan kebenaran hatimu.4
Berikut adalah beberapa yang menjadi teori kebenaran

A. Teori Korespondensi
Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa
pernyataan-pernyataan
adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di
alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. ⁵ Teori kebenaran
korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal, sehingga dapat
digolongkan ke dalam teori kebenaran tradisional karena
Aristoteles sejak awal (sebelum abad Modern) mensyaratkan kebenaran
pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan atau realitas yang diketahuinya.⁶
Kesimpulan dari teori korespondensi adalah adanya dua realitas yang
berada dihadapan manusia, pernyataan dan kenyataan. Menurut teori ini,
kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan
kenyataan sesuatu itu sendiri. Misal, Semarang ibu kota Jawa Tengah.
Pernyataan ini disebut benar apabila pada kenyataannya Semarang memang
ibukota Provinsi Jawa Tengah. Kebenarannya terletak pada pernyataan dan
kenyataan.

4
Idzam Fautanu, Filsafat Ilmu; Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Referensi, 2012), hlm. 96.
⁵Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000, cet. Ke
13), hlm. 57.
⁶Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu; Positivisme, Post Positivisme dan Post Modernisme, (Yogyakarta: Rakesarasin,
2001, Edisi-2), hlm. 20.
⁷Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu., hlm. 116.
⁸Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu; Klasik Hingga Kontemporer,(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 51.

3
B. Teori Koherensi
Teori kebenaran koherensi atau konsistensi adalah teori kebenaran yang
didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut
benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan
yang berhubungan secara logis. Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk
atas hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta dan
realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri.⁷
Kalau ditimbang dan dibandingkan dengan teori korespondensi, teori
koherensi, pada kenyataannya kurang diterima secara luas dibandingkan teori
pertama tadi. Teori ini punya banyak kelemahan dan mulai ditinggalkan.
Kebenaran tidak hanya terbentuk oleh hubungan antara fakta atau realitas saja,
tetapi juga hubungan antara pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata
lain, suatu pernyataan adalah benar apabila konsisten dengan pernyataan-
pernyataan yang terlebih dahulu kita terima dan kita ketahui kebenarannya.⁸

C. Teori Pragmatisme

Pragmatisme berasal dari bahwa Yunan pragmai, artinya yang dikerjakan,


yang dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat yang
dikembangkan oleh William James di Amerika Serikat. ⁹5Teori kebenaran
pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh
referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu
teori tergantung kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi manusia untuk
kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam
kehidupan praktis.¹⁰

5⁹
A Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu kajian dalam dimensi Ontologis,............ hlm. 86
¹⁰Teori Pragmatis (The Pragmatic Theory of Truth) memandang bahwa “kebenaran suatu pernyataan diukur
dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis”; dengan kata lain,
“suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia”.
Lihat Jujun S. Suriasumantri, Filsfat Ilmu… hlm. 58
¹¹ Ibid, 59.
¹²Ahyar Lubis, Filsafat Ilmu, hlm., 55.
¹³A Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu kajian dalam dimensi Ontologis,.......hlm.87.
¹⁴ Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu… 121.
¹⁵ Ibid, 121.

4
Menimbang teori pragmatisme dengan teori-teori kebenaran sebelumnya,
pragmatisme memang benar untuk menegaskan karakter praktis dari
kebenaran, pengetahuan, dan kapasitas kognitif manusia. Tapi bukan berarti
teori ini merupakan teori yang terbaik dari keseluruhan teori. Kriteria
pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran
ilmiah dalam perspektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang
sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. ¹¹

D. Teori Performatif
Teori performatif menjelaskan, suatu pernyataan dianggap benar jika ia
menciptakan realitas. Jadi pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang
mengungkapkan realitas, tetapi justru dengan pernyataan itu tercipta realitas
sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu. Teori ini disebut juga
“tindak bahasa” mengaitkan kebenaran satu tindakan yang dihubungkan dengan
satu pernyataan.¹²
Teori ini dapat diimplementasikan secara positif, tetapi di pihak lain dapat
pula negatif. Secara positif, dengan pernyataan tertentu, orang berusaha
mewujudkan apa yang dinyatakannya.¹³

E. Teori Agama Sebagai Teori Kebenaran


Pada hakekatnya, manusia hidup di dunia ini adalah sebagai makhluk
yang suka mencari kebenaran. Salah satu cara untuk menemukan suatu
kebenaran adalah agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan
jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia; baik tentang
alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Dalam mendapatkan kebenaran
menurut teori agama adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan.¹⁴
Manusia dalam mencari dan menentukan kebenaran sesuatu dalam agama dengan cara
mempertanyakan atau mencari jawaban berbagai masalah kepada kitab Suci. Dengan
demikian, sesuatu hal dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu
sebagai penentu kebenaran mutlak.¹⁵

5
1.3 JENIS DAN SIFAT KEBENARAN

A. Kebenaran Ontologikal
Darwis A. Soelaiman menjelaskan bahwah ontology merupakan bagian
filsafat yang membahas tentang realitas maupun hakikat yang ada, termasuk
hakikat ilmu pengatahuan. Senada dengan itu, beberapa ulasan menjelaskan
bahwah secara bahasa, kata ontologi ini, yang dalam bahasa inggris disebut
ontology, merupakan kata yang berasal dari yunani terdiri dari dua kata yaitu
Ontos yang ada dan Logos yaitu ilmu. Zainudin mengungkapkan bahwah
Ontologi merupakan bagian filsafat yang menjelaskan mengenai pertanyaan apa,
dengan posisinya seperti ini Ontologi bagian penting dalam upaya penyelidikan
kefilsafatan yang paling kuno. Lebih jauh tutur Zainudin, Sejak fase awal dalam
pemikiran dhilsuf Barat sudah menunjukkan munculnya perenungan ontologis,
sebagaimana Thales ketika ia merenungkan dan mencari apa sesungguhnya
hakikat tentang sesuatu yang ada, dengan menarik kesimpulan bahwa semua yang
ada berasal dari air. Rusli Malili, mennjelaskan secara runtut bahwah cakupan
ontologi adalah tidak termasuk ilmu yang bersifat otonom namun ia lebih condong
kepada pengembangan ilmu pengatahuan, dasar asumsi, sehingga kerangka dan
konsep yang dibangun memiliki pengaruh terhadap penerapan ilmu. Oleh karna
itu pada ulasan ahir, Rusli meyakini bahwah berfikir ontologis mempunyai corak
kritis spekulatif, yang condong kepada kreativitas akal yaitu inspirasi, intuisi, dan
ilham6. Beberapa peminat filsafat seperti Bahrum, sebagai dosen yayasan ujung
pandang menguraikan bahwah kajian ontology termasuk kajian filsafat yang
paling sukar, oleh karnanya Bahrum mengungkapkan ilmu pengatahuan ditinjau
dari ontology memberikan batasan tertentu terhadap objek pebgatahuan yaitu
objek material yang terdiri dari seluruh bahan yang dijadikan objek dan yang
kedua objek formal yang mencakupi titik pandang terhadap objek material. Dari
ulasan sebelumnya dapat dipahami bahwah ontology merupakan kajian filsafat
yang digunakan oleh tokoh tokoh masa lampau yang bertujuan untuk menjelaskan
kebenaran, dalam menyoroti beberapa aliran ontology setidaknya penulis
menemukan beberapa aliran seperti aliran Monoisme yang berkeyakinan segala
sesuatu yang ada itu hanya satu, aliran Dualisme yang meyakini bahwah benda

6
Rusli Malili. Landasan Ontologi Ilmu Pengatahuan. Jurnal Tarbawi Volume 04 No.1 (2019); 12.

6
memili dua hakikat, aliran Pluralisme, Nihilisme, hingga aliran Agnositisme, yang
mengingkari kesanggupan manusia dalam mengatahui hakikat benda.
B. Kebenaran Epistemologikal
Dalam kajian filsafat, Epistemologi merupakan teori pengatahuan yang
membahas secara mendalam terhadap seluruh yang terlihat dalam upaya untuk
memperoleh pengetahuan. Fariz Fari menuturkan bahwah Epistemologi secara
bahasa terdiri dari dua kata yaitu Episteme bermakna pengatahuan dan Logy
berarti tujuan. Dalam perkembangannya kata Logos dipahami sebagai pernyataan
7
dan ilmu pengatahuan. Dari dua pengertian tersebut bisa dipahami bahwah
Epistemologi merupakan sebuah studi tentang pengatahuan yang bertujuan
menjawab tentang bagaimana pengatahuan itu didapatkan. Tri Sumarni
mengungkapkan bahwah Epitemologi secara garis besar membahas mengenai
sumber, proses, syarat, batas fasilitas, dan hakekat pengetahuan. Dari ulasan
tersebut, secara sederhana dapat diketahui bahwah sifat kebenaran dalam tinjauan
Epistemologi adalah menjelaskan bagaimana suatu ilmu pengatahuan tertentu
didapatkan.
C. Kebenaran Semantikal
Kebenaran semantikal merupakan kebenaran yang terdapat dalam tutur
kata dan bahasa. Oleh karna itu dalam beberapa ulasan penulis menemukan
bahwah kebenaran semantikal ini kerap disebut juga sebagai kebenaran moral.
Parameter kebenaran ini bertujuan untuk melihat apakah tutur kata dan bahasa itu
mengkhianati atau tidak terhadap kebenaran epistemologikal atau pun kebenaran
ontologikal tergantung kepada manusianya yang mempunyai kemerdekaan untuk
menggunakan tutur kata atau pun bahasa itu.8
7
Fariz Pari. Epistemologi dan Pengembangan Ilmu Pengatahuan. Jurnal Ilmu Ushuluddin, Volume 5 No.2 (2018):
191.
8
Rindi Fayati. Filsafat Pendidikan. http://rindiifayatifilsafat.blogspot.com/2017/01/tigakebenaran-filsafat.html
(diakses pada tanggal 23 Desember 2023)

7
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Kebenaran Ilmiah maksudnya adalah suatu pengetahuan yang jelas dan pasti
kebenarannya menurut norma-norma keilmuan.

2. Teori Kebenanaran ilmiah ada 5 diantaranya sebagai berikut:

a) Teori Korespondensi
b) Teori Koherensi
c) Teori Pragmatisme
d) Teori Performatif
e) Teori Agama sebagai Teori Kebenanaran

3. Jenis dan sifat Kebenaran ada 3 yaitu :

a) Kebenaran ontologikal : bagian filsafat yang membahas tentang realitas


maupun hakikat yang ada, termasuk hakikat ilmu pengetahuan
b) Kebenaran epistemologikal: teori pengetahuan yang membahas secara
mendalam terhadap seluruh yang terlihat dalam upaya untuk memperoleh
pengetahuan
c) Kebenaran semantikal : kebenaran yang terdapat dalam tutur kata dan bahasa
d) Saran

SARAN

Sedemikian rupa sehingga ilmu pengetahuan itu harus didekati melalui


pendekatan dari sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi agar di
peroleh pemahaman yang benar dalam hubungannya dengan keutuhan

8
fungsi multi- disipliner sebagai sasaran filsafat ilmu. Peran filsafat ilmu sebagai
kontrol terhadap ilmu akan lebih memberi arti dan makna kebenaran ilmiah yang
dikandungnya dalam menghadapi zaman modern sekarang ini yang kian mengikis
nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai tersebut harus ditelaah secara filsafati, tidak
hanya terbatas yang faktawi yang khusus tetapi juga yang non faktawi bahkan lebih
umum, yang penelusurannya melalui proses pemikiran yang sangat mendalam.
Ilmu pengetahuan akan selalu berkembang sesuai dengan kompleksitas
kebutuhan…

Anda mungkin juga menyukai