Anda di halaman 1dari 10

TUGAS 3

METODOLOGI
UKURAN KEBENARAN

DIKA ILHAM
4314210041
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2017
TUGAS 2
Anda diminta menulis Paper dengan Judul " UKURAN KEBENARAN " dengan
outline sebgai berikut;
1. Pendahuluan
2. Masalah
3. Kajian Pustaka (sebagian besar pendapat orang laian yang diambil dari Pustaka)
4. Analisis (Sebagian Besar berisi pendapat anda sendiri)
5. Kesimpulan
6. Daftar Pustaka (minimal dua tambahan dari bahan yang saya berikan)

JAWABAN

1.PENDAHULUAN
Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran. Apa
yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Oleh karena
itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran.
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai
yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat
kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai
kebenaran, namun masalahnya tidak hanya sampai di situ saja.Problem kebenaran
inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya espistemologi.
Jenis-jenis kebenaran.
1.Kebenaran Individual
Kebenaran Individual ini merupakan kebenaran yang di ikuti manusia
berdasarkan pendapat sendiri.
2.Kebenaran Objektif merupakan kebenaran yang biasanya bersumber dari
ajaran leluhur yang diwariskan secara turun temurun dan sudah mendarah
daging dalam masyarakat.
3. Kebenaran Hakiki
Kebenaran yang sifatnya mutlak, pasti dan tidak akan pernah mengalami
perubahan, tentunya kebenaran ini bukan dari manusia, tetapi kebanaran
ini datangnya dari Sang Pencipta.
Pengertian Kebenaran dan tingkatannya Berdasarkan scope potensi subjek,
maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi:
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan
dan pertama yang dialami manusia
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping
melalui indara, diolah pula dengan rasio
3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam
mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang
Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman
dan kepercayaan.
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami
kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu.
Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan
konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis.
Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan
kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan
untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh
kebanaran.
Ada tiga jenis kebenaran yait kebenaran epistemologi (berkaitan dengan
pengetahuan), kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatuyang ada atau
diadakan), dan kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)
Ketiga teori pertama mempunyai perbedaan paradigma. Teori koherensi
mendasarkan diri pada kebenaran rasio, teori korespondensi pada kebenaran
faktual, dan teori fragmatisme fungsional pada fungsi dan kegunaan kebenaran itu
sendiri. Tetapi ketiganya memiliki persamaan. Yaitu pertama, seluruh teori
melibatkan logika, baik logika formal maupun material (deduktif dan induktif),
kedua melibatkan bahasa untuk menguji kebenaran itu, dan ketiga menggunakan
pengalaman untuk mengetahui kebenaran itu.
Upaya memperoleh kebenaran.
1. Pendekatan Empiris
Manusia mempunyai seperangkat indera yang berfungsi sebagai penghubung
dirinya dengan dunia nyata, dengan inderanya manusia mampu mengenal
berbagai hal yang ada di sekitarnya. Kenyataan seperti ini menyebabkan
timbulnya anggapan bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui penginderaan atau
pengalaman.
Bagi yang mempercayai bahwa penginderaan merupakan satu-satunya cara untuk
memperoleh kebenaran disebut sebagai kaum empiris. Bagi golongan ini,
pengetahuan itu bukan didapatkan melalui penalaran rasional yang abstrak, namun
melalui pengalaman yang konkrit.
2. Pendekatan Rasional
Cara lain untuk mendapatkan kebenaran adalah dengan mengandalkan rasio,
upaya ini sering disebut sebagai pendekatan rasional. Manusia merupakan
makhluk hidup yang dapat berpikir,sehingga dengan kemampuannya tersebut
manusia dapat menangkap ide atau prinsip tentang sesuatu, yang pada akhirnya
sampai pada kebenaran, yaitu kebenaran rasional.
3. Pendekatan Intuitif
Pendekatan ini merupakan pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui proses
penalaran tertentu. Misalkan Seseorang yang sedang menghadapi suatu masalah
secara tiba-tiba menemukan jalan pemecahan dari masalah yg dihadapi.
4. Pendekatan Religius
Kita sebagai makhluk Tuhan yang diberi akal pikiran harus menyadari bahwa
alam semesta beserta isinya ini diciptakan dan dikendalikan oleh kekuatan Tuhan.
Upaya untuk memperoleh kebenaran dengan jalan seperti ini disebut sebagai
pendekatan religious.
5. Pendekatan Otoritas
Yang dimaksud dengan pendekatan otoritas ini adalah seseorang yang memiliki
kelebihan tertentu disbanding orang lain. Kelebihan-kelebihan tersebut bisa
berupa kekuasaan, kemampuan intelektual, keterampilan, pengalaman, dan
sebagainya. Yang memiliki kelebihan-kelebihan seperti itu disegani, ditakuti,
ataupun dijadikan figur panutan. Apa yang mereka nyatakan akan diterima
sebagai suatu kebenaran.

2. MASALAH
1. Apa saja teori kebenaran ?

3 . KAJIAN PUSTAKA
Menurut Michael Williams terdapat 5 kriteria teori kebenaran yaitu:
1. Kebenaran Koherensi
Sesuatu yang koheren dengan sesuatu yang lain berarti ada kesesuaian atau
keharmonisan dengan sesuatu yang memiliki hirarki lebih tinggi, hal ini
dapat berupa skema, sisitem, atau nilai. Koheren tersebut mungkin saja
tetap pada dataran sensual rasional, tetapi mungkin pula menjangkau
dataran transenden.
2. Kebenaran Korespondensi
Berfikir benar korespondensi adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu
itu relevan dengan sesuatu yang lain. Korespondensi relevan dibuktikan
adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta
yang diharapkan (positifisme), antara fakta dengan belief yang diyakini,
yang sifatnya spesifik.
3. Kebenaran Performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan actual
dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis, yang
teoritik, maupun yang filosofik. Orang yang mengetengahkan kebenaran
tampilan actual yang disebut dengan kebenaran performatif tokoh
penganut ini antara lain Strawson (1950) dan Geach (1960) sesuatu
sebagai benar biladapat diaktualkan dalam tindakan.
4. Kebenaran Pragmatik
Perintis teori ini adalah Charles S. Pierce. Yang benar adalah yang
konkret, yang individual, dan yang spesifik, demikian James Deweylebih
lanjut menyatakan bahwa kebenaran merupakan korespondensi antara ide
denga fakta, dan arti korespondensi menurut Dewey adalah kegunaan
praktis.
5. Kebenaran Proposisi
Sesuatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar
dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai
denganpersyaratan formal suatu proposisi. Proposisi adalah suatu
pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks.
Descartes merumuskan pedoman penyelidikan supaya orang jangan tersesat dalam
usahanya mencapai kebenaran sebagai berikut:
 Pertama, janganlah sekali-kali mnerima sebagai kebenaran, jika tidak
ternyata kebenarannyadengan terang benderang, hauslah kita membuang
segala prasangka dan janganlah campurkan apapun juga yang tak nampak
sejeas-jelasnya kepada kita, hinga tak ada dasar sedikitpun juga untuk
sanksi.
 Kedua, rincilah tiap kesulitan sesempurna-sempurnanya dan carilah
jawaban secukupnya.
 Ketiga, aturlah pikiran dan pengetahuan kita sedemikian rupa, sehingga
kita mulai dari yamng paling rendah dan sederhana, kemudian meningkat
dari sedikit, setapak demi setapak untuk mencapai pengetahauan yang
lebih sukar dan lebih ruwet.
 Keempat, buatlah pengumpulan fakta sebanyak-banyaknya dan
selengkap-lengkapnya dan seumum-umumnya hingga menyeluruh,
sampai kita tidak khawatir kalau-kalau ada yang kelewatan.
Ada 4 teorikebenaran: yaitu teori Korespondensi, TeoriKoherensi, Teori
Pragmatisme, dan Teori Kebenaran Illahiah atau agama.
1. Teori Corespondence
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita obyek
(informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek
(ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan
kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar.
Pada teori ini, suatu pernyataan dianggap benar apabila materi pengetahuan yang
dikandungnya bersifat berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang
dituju. Teori ini dipelopori oleh pemikir Bertrand Rusell (1872-1970) dan
kebenaran merupakan kesesuaian antara pernyataan mengenai fakta dengan fakta
aktual atau antara putusan dengan situasi seputar yang diberi interpretasi. Jadi
dapat dikatakan bahwa suatu pengetahuan mempunyai nilai benar apabila
pengetahuan itu mempunyai kesesuaian dengan kenyataan yang diketahuinya.
Teori korispodensi (corespondence theory of truth) menerangkan bahwa
kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara
arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/
dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan
realitas yang serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang
perlu yaitu :
1. Statemaent (pernyataan)
2. Persesuaian (agreemant)
3. Situasi (situation)
4. Kenyataan (realitas)
5. Putusan (judgements)
Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan
kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan
moore dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad
skolatik, serta oleh Berrand Russel pada abad moderen.
Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini.
Teori kebenaran menuru corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat
sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-
pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh
nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di
dalam tingkah lakunya.
Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilai-
nilai moral itu. Bahkan anak harus mampu mengerti hubungan antara peristiwa-
peristiwa di dalam kenyataan dengan nilai-nilai moral itu dan menilai adakah
kesesuaian atau tidak sehingga kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau
asas normatif bagi tingkah laku. Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan)
termasuk tingkah laku harus dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek
(realita, obyek, nilai-nilai) bila sesuai maka itu benar.
2. Teori koherensi
Teori koherensi (The Coherence Theory of Truth) menganggap suatu pernyataan
benar bila didalamnya tidak ada pertentangan, bersifat koheren dan konsisten
dengan pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian
suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas
petimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima
kebenarannya. Rumusan kebenaran adalah, truth is a systematic coherence, dan
truth is consistency. Jika A = B dan B = C, maka A = C.
Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini.
Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang
digunakan juga benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus-rasionalis dan
idealis. Teori ini sudah ada sejak pra Socrates, kemudian dikembangkan oleh
Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggap benar apabila telah
dibuktikan (justifikasi) benar dan tahan uji (testable). Kalau teori ini bertentangan
dengan data terbaru yang benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu
akan gugur atau batal dengan sendirinya
Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test
dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu
penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan
penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
Menurut teori koherensi untuk menetapkan suatu kebenarna bukanlah didasarkan
atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila didasarkan atas
hubungan subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan obyek, pastilah
ada subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang satu tentang
sesuatu realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam
pemahaman subyek lain.
Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering
dilakukan di dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran
pendidikan. Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi.
Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah pendalaman
dankelanjutan yang teliti dan teori korespondensi. Teori korespondensi
merupakan pernyataan dari arti kebenaran. Sedah teori konsistensi merupakan
usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi.
Teori ini dibangun oleh para pemikir rasional seperti Leibniz, Hegel, dan Bradley.
Pada teori ini suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan tersebut
bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang
sudah dianggap benar.Secara singkat, paham ini mengatakan bahwa suatu
proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut saling berhubungan dengan
proposisi – proposisi lain yang benar atau makna yang dikandungnya dalam
keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita. Artinya suatu proposisi
atau makna pernyataan dari suatu pengetahuan bernilai benar apabila proposisi itu
mempunyai hubungan dengan ide – ide dari proposisi yang sebelumnya dianggap
bernilai benar.
3. Teori Pragmatisme
Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik
sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka
akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang
ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di
dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan
utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan,
untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan
lingkungan.
Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesutu
menjadi lebih jelas dan mampu mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak,
teori ini salah. Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat
barulah teori itu benar. Yang dapat secara efektif memecahkan masalah itulah
teori yang benar (kebenaran).
Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan,
teori atau dalil itu memliki kebanran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi
kehidupan manusia.
Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility)
dapat dikerjakan (workobility) dan akibat yang memuaskan (satisfaktor
consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap,
kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya.
Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :
1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan
2. Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen3. Ikut membantu dan mendorong
perjuangan untuk tetap eksis (ada).
Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsup Amerika tokohnya
adalha Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James dan John
Dewey (1852-1859).
Wiliam James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak pada
konsikuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsikasi tidaklah
terletak di dalam ide itu sendiri, malainkan dalam hubungan ide dengan
konsekuensinya setelah dilakukan. Teory Dewey bukanlah mengerti obyek secara
langsung (teori korepondensi) atau cara tak langsung melalui kesan-kesan dari
pada realita (teori konsistensi). Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek
di dalam program solving.
4. Kebenaran Religius
Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara
kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu
benar.
Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu.
Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena
kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang
disampaikan melalui wahyu.
Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun
bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenarn
aillahi ini adalah kebenarna tertinggi, dimnaa semua kebanaran (kebenaran
inderan, kebenaran ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah
kebenaran. Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi,fakta,
realitas dan kegunaan sebagai landasannya. Dalam teori kebanran agama
digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebeanran,
manusia dan mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Dengan
demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran agama
atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.agama dengan kitab suci dan
haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk
kebenaran.

4.. ANALISA
1. Manusia dalam memperoleh pengetahuan dalam perkembangannya melalui
sumber-sumber pengetahuan, yaitu rasio, pengalaman, intuisi, dan wahyu.
2. Terdapat paham-paham yang berkaitan dengan bagaimana manusia
memperoleh pengetahuan atau kebenaran, seperti Rasionalisme, Empirisme dua
paham yang saling bertentangan / bertolak belakang. Rasionalisme mengandalkan
rasio dalam memperoleh pengetahuan yang benar, sedangkan empirisme
menggunakan pengalaman.
3. Dalam perkembangan selanjutnya muncul paham positivisme, yaitu paham
yang mengajarkan bahwa kebenaran adalah yang logis, ada bukti empirisnya dan
yang terukur. Secara lebih operasional ajaran positivisme tentang yang terukur
oleh metode ilmiah dengan langkah logico-hypothetico-verificatif.
4. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan yang karenanya tidak
bisa diandalkan guna dijadikan dasar bagi penyusunan pengetahuan yang teratur.
Pengetahuan intuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis
selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakannya.
5. Wahyu sebagai sumber pengetahuan datang dari Allah SWT. melalui Jibril
kepada para utusan / nabi. Konten pengetahuan yang ada didalamnya bersifat
absolute. Wahyu sebagai pengetahuan yang datang bukan saja tentang hal yang
terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah yang bersifat
transcendental.

5. KESIMPULAN
Bahwa kebenaran itu sangat ditentukan oleh potensi subyek kemudian pula
tingkatan validitas. Kebenaran ditentukan oleh potensi subyek yang berperan
didalam penghayatan atas sesuatu itu.
Bahwa kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension) subjek
tentang sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyek itu
realita, perisitwa, nilai-nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum.
Bahwa kebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada
pula yang mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupa
penghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkan
pemahaman potensi subjek (mental, rasio, intelektual).
Bahwa substansi kebenaran adalah di dalam antaraksi kepribadian manusia
dengan alam semesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek
yang menjangkaunya.
Semua teori kebenaran itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan
nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia.

F. DAFTAR PUSTAKA

power point Filsafat ilmu Up2017 Prof. Dr. Ir. Dahmir Dahlan M.Sc

https://van88.wordpress.com/teori-teori-kebenaran-filsafat/

http://martilahpuvi.blogspot.sg/2015/04/pengetahuan-dan-ukuran-
kebenaran.htmlhttp://martilahpuvi.blogspot.sg/2015/04/pengetahuan-dan-ukuran-
kebenaran.html

http://ibnuyussuf.blogspot.sg/2015/06/pengetahuan-dan-ukuran-kebenaran.html

http://www.fauzulmustaqim.com/2016/05/filsafat-ilmu-pengetahuan-dan-
ukuran.html

Anda mungkin juga menyukai