BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada kebenaran instrumen, ada
kebenaran mutlak (instrumen). Ada kebenaran alami dan ada pula kebenaran illahi,
ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kebenaran?
2. Apa saja jenis-jenis Kebenaran?
3. Apa saja ukuran-ukuran kebenaran?
4. Apa saja sifat-sifat Kebenaran?
5. Apa saja teori-teori Kebenaran?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kebenaran
2. Untuk mengetahui jenis-jenis kebenaran
3. Untuk mengetahui ukuran-ukuran kebenaran
4. Untuk mengetahui sifat-sifat kebenaran
5. Untuk mengetahui teori-teori kebenaran
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kebenaran
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-
nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat
kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan
pertama yang dialami manusia
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui
indara, diolah pula dengan rasio
3. Tingkat filosofis, rasio dan instrumen murni, renungan yang mendalam mengolah
kebenaran itu semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan instrumen, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha
Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan
kepercayaan.
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami
kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu.
Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan
konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis.
Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan
kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan
untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukan oleh
kebenaran. Hal kebenaran sesungguhnya merupakan tema sentral di dalam filsafat
ilmu. Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai
4
B. Jenis-jenis Kebenaran
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami arti
kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu.
Sebaliknya, jika pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksankan
konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis.
Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi
oleh kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan
bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang selalu ditunjukkan oleh
kebenaran tersebut. Dalam usaha mencari kebenaran, dapat dilakukan dengan
beberapa pendekatan dan terdapat beberapa jenis – jenis kebenaran yaitu:
1. Kebenaran epistomologikal
adalah kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia.
Maksudnya yakni kebenaran tersebut berasal dari kemampuan manusia dalam
mempelajari alam lewat panca indra dan pikirannya. Dalam menemukan kebenaran
tersebut, mereka menggabungkan segala kejadian yang ditemuinya bersifat rasional
maupun secara empiris.
Ada empat teori yang menjelaskan tentang kebenaran epistemologi yaitu yang
pertama adalah teori korespondensi, yang menyatakan bahwa kebenaran adalah
5
kemanunggalan antara subyek (esensi yang diberikan) dengan obyek (esensi yang
melekat pada obyeknya). Kedua adalah teori koherensi yang menyatakan bahwa
kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-
putusan sebelumnya yang telah diketahui dan diakui kebenarannya terlebih dahulu.
Disebut koheren jika memenuhi empat syarat penegrtian yang bersifat psikologis,
logis, kepastian dan keyakinan tidak dapat dikoreksi dan kepastian yang dignakan
dalam pembicaraan umum. Teori kebenaran yang ketiga adalah pragmatisme
kebenaran yang menyatakan bahwa benar tidaknya sesuatu ucapan, dalil semata-mata
bergantung pada azas manfaat (bersifat fungsional bagi manusia) dan teori terakhir
adalah agama sebagai teori kebenaran. Dalam teori ini sesuatu dinyatakan benar
apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak
Contohnya adalah seseorang melihat ikan yang sedang berenang, secara rasional ikan
tersebut hidup sehingga ia perlu melakukan aktivitas berenang untuk mendapatkan
makanan.
2. Kebenaran ontologikal
adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang
ada maupun diadakan. Maksudnya adalah kebenaran ontologis berkaitan dengan sifat
dasar atau kodrat dari objek. Misalnya kita mengatakan bahwa batu adalah benda
padat yang keras. Ini merupakan sebuah kebenaran yang ontologis, sebab pada
hakikatnya batu merupakan benda padat yang keras.
Manusia yang benar adalah manusia yang mengerti dan sesuai dengan kodrat
dasar kemanusiaanya. Kebenaran ontologis dapat dibedakan menjadi : kebenaran
ontologis essensialis ( menyangkut sifat dasar atau kodrat sesuatu), naturalis
( menyangkut kodrat yang diciptakan Tuhan), artifisial ( menyangkut kodrat yang
diciptakan manusia ).
3. Kebenaran semantikal
adalah kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa.
Kebenaran ini berkaitan dengan pemakaian bahasa. Ini bergantung pada kebebasan
6
C. Ukuran kebenaran
Untuk dapat mengatakan sesuatu itu benar atau salah, maka sudahlah pasti
harus ada ukuran kebenarannya. Para tokoh yang berkompeten di bidang ini telah
menentukan ukuran tersebut, yaitu:
1. Koherensi
Teori ini dibangun oleh para pemikir rasional seperti Leibniz, Hegel, dan
Bradley. Pada teori ini suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan
tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang sudah dianggap benar.Secara singkat, paham ini mengatakan
bahwa suatu proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut saling berhubungan
dengan proposisi – proposisi lain yang benar atau makna yang dikandungnya
dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita. Artinya suatu
proposisi atau makna pernyataan dari suatu pengetahuan bernilai benar apabila
proposisi itu mempunyai hubungan dengan ide – ide dari proposisi yang
sebelumnya dianggap bernilai benar.1
2. Korespondensi
Pada teori ini, suatu pernyataan dianggap benar apabila materi pengetahuan
yang dikandungnya bersifat berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang
dituju. Teori ini dipelopori oleh pemikir Bertrand Rusell (1872-1970) dan
kebenaran merupakan kesesuaian antara pernyataan mengenai fakta dengan fakta
aktual atau antara putusan dengan situasi seputar yang diberi interpretasi. Jadi
1 Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 105.
7
2 Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 105.
3 Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 106.
8
D. Sifat-sifat Kebenaran
Karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat,
hubungan, dan nilai itu sendiri, maka setiap subjek yang memiliki pengetahuan
akan memiliki persepsi dan pengertian yang amat berbeda satu dengan yang
lainnya, dan disitu terlihat sifat-sifat dari kebenaran. Sifat kebenaran dapat
dibedakan menjadi tiga hal, yaitu:
1. Kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan,
1. Kualitas pengetahuan
Artinya bahwa setiap pengetahuan dimiliki seseorang yang mengetahui
suatu obyek ditinjau dari pengetahuan yang dibangun. Pengetahuan tersebut
berupa :
a) Pengetahuan biasa yang sifatnya subyektif
b) Pengetahuan ilmiah yang bersifat instrument
c) Pengetahuan filasafati yang sifatnya instrumen-intersubyektif
d) Pengetahuan agama yang bersifat instrument
2. Karakteristik cara membangun pengetahuan:
a) Penginderaan
b) Akal instrumen/ ratio/ intuisi
c) Keyakinan
3. Jenis pengetahuan menurut instrumen karakteristik:
a) Pengetahuan indrawi
b) Pengetahuan akal budi
c) Pengetahuan intuitif
10
E. Teori-teori Kebenaran
Ilmu pengetahuan terkait erat dengan pencarian kebenaran, yakni
kebenaran ilmiah. Ada banyak yang termasuk pengetahuan manusia, namun tidk
semua hal itu langsung kita golongkan sebagai ilmu pengetahuan. Hanya
pengetahuan tertentu, yang diperoleh dari kegiatan ilmiah, dengan metode yang
sistematis, melalui penelitian, analisis dan pengujian data secara ilmiah, yang
dapat kita sebut sebagai ilmu pengetahuan. Dalam sejarah filsafat, terdapat
beberapa teori tentang kebenaran, yakni:
1. Teori Koresondensi / Teori Persesuaian (The Correspondence theory of truth)
Teori ini sampai tingkat tertentu sudah dimunculkan Aristoteles,
mengatakan hal yang ada sebagai tidak ada, atau yang tidak ada sebagai ada,
adalah salah. Sebaliknya, mengatakan yang ada sebagai ada, atau yang tidak ada
sebagai tidak ada, adalah benar. Dengan ini Aristoteles sudah meletakkan dasar
bagi teori kebenaran sebagai persesuaian bahwa kebenaran adalah persesuaian
antara apa yang dikatakan dengan kenyataan.
Jadi suatu pernyataan dianggap benar jika apa yang dinyatakan memiliki
keterkaitan (correspondence) dengan kenyataan yang diungkapkan dalam
pernyataan itu. Menurut teori ini, kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa
yang diklaim sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan
salah adalah soal sesuai tidaknya apa yang dikatakan dengan kenyataan
sebagaimana adanya. Atau dapat pula dikatakan bahwa kebenaran terletak pada
kesesuaian antara subjek dan objek, yaitu apa yang diketahui subjek dan realitas
sebagaimana adanya. Kebenaran sebagai persesuaian juga disebut sebagai
11
Menurut para penganut teori ini, mengatakan bahwa suatu pernyataan atau
proposisi benar atau salah, adalah mengatakan bahwa proposisi itu berkaitan dan
meneguhkan proposisi atau pernyataan yang lain atau tidak. Dengan kata lain,
pernyataan itu benar jika pernyataan itu cocok dengan instrumen pemikiran yang
ada. Maka kebenaran sesunguhnya hanya berkaitan dengan implikasi logis dari
instrumen pemikiran yang ada. Misalnya: (1) Semua manusia pasti mati; (2)
Sokrates adalah manusia; (3) Sokrates pasti mati.
3. Teori Pragmatisme (The Pragmatic Theory of Truth)
Teori pragmatis tentang kebenaran ini dikembangkan dan dianut oleh para
pilosof pragmatis dari Amerika seperti Charles Sanders Pierce dan William
James. Bagikaum pragmatis, kebenaran sama artinya dengan kegunaan. Jadi, ide,
konsep, pernyataan, atau hipotesis yang benar adalah ide yang berguna. Ide yang
benar adalah ide yang paling mampu memungkinkan seseorang—berdasarkan ide
itu—melakukan sesuatu secara paling berhasil dan tepat guna.
Dengan kata lain, berhasil dan berguna adalah instrumen utama untuk
menentukan apakah suatu ide benar atau tidak. Contohnya, ide bahwa kemacetan
di jalan-jalan besar di Jakarta disebabkan terlalu banyak kendaraan pribadi yang
ditumpangi satu orang. Maka, konsep solusinya, “wajibkan kendaraan pribadi
ditumpangi minimal oleh tiga penumpang”. Ide tersebut benar jika ide itu berguna
atau berhasil memecahkan persoalan kemacetan.
Piecre mengatakan bahwa ide yang jelas dan benar mau tidak mau
mempunyai konsekuensi praktis pada tindakan tertentu. Artinya, jika ide itu
benar, maka ketika diterapkan akan berguna dan berhasil untuk memecahkan
suatu persoalan dan menentukan perilaku manusia. William James
mengembangkan teori pragmatisnya dengan berangkat dari pemikirannya tentang
“berpikir”. Menurutnya, fungsi dari berpikir bukan untuk menangkap kenyataan
tertentu, melainkan untuk membentuk ide tertentu demi memuaskan kebutuhan
atau kepentingan manusia.
Oleh karena itu, pernyataan penting bagi James adalah jika suatu ide
diangap benar, apa perbedaan praktis yang akan timbul dari ide ini dibandingkan
dengan ide yang tidak benar. Apa konsekuensi praktis yang berbeda dari ide yang
13
benar dibandingkan dengan ide yang keliru. Menurut William James, instrumen
teori yang benar adalah instrumen teori yang berguna dan berfungsi memenuhi
tuntutan dan kebutuhan kita. Sebaliknya, ide yang salah, adalah ide yang tidak
berguna atau tidak berfungsi membanu kita memenuhi kebutuhan kita.
Dengan demikian bagi William James, ide yang benar adalah ide yang
dalam penerapannya paling berguna dan paling behasil memungkinkan manusia
bertindak atau melakukan sesuatu. Artinya, jika ide tertentu itu benar, maka ide itu
akan berguna dan berhasil membantu manusia untuk bertindak secara tertentu.
Maka kebenaran, sama dengan berguna atau kebergunaan. Ide yang berguna
lalu berarti ide yang benar dan sebaliknya. Ini berarti pula, suatu ide yang benar
akan memungkinkan kita dan menuntun kita untuk sampai pada kbenaran, atau
memungkinkan kita untuk sampai pada apa yang diklaim dalam instrumen
pernyataan tersebut. Contohnya, ide tentang kinerja sebagai berbanding lurus
dengan reward atau appraisal. Ide ini benar jika naiknya jaminan bagi pekerja
ternyata meningkatkan kinerja atau produktifitas pekerja. Benar, dengan
demikian, sama artinya dengan berfungsi, berlaku.
Ide yang benar adalah ide yang berfungsi dan berlaku membantu manusia
bertindak secara tertentu secara berhasil. Maka menurut Jhon Dewey dan William
James, ide yang benar sesungguhnya adalah instrumen untuk bertindak secara
berhasil. Kebenaran yang terutama ditekankan oleh kaum pragmatis ini adalah
kebenaran yang menyangkut “pengetahuan bagaimana” (know-how).
Suatu ide yang benar adalah ide yang memungkinkan saya berhasil
memperbaiki atau menciptakan sesuatu. Dalam hal ini, kaum pragmatis
sesungguhnya tidak menolak teori kebenaran dari kaum rasionalis maupun teori
kebenaran kaum empiris. Hanya saja, bagi mereka suatu kebenaran apriori hanya
benar bila kalau kebenaran itu berguna dalam penerapannya yang memunginkan
manusia bertindak secara efektif. Demikian pula, tolok ukur kebenaran suatu ide
bukanlah realitas statis, melainkan realitas tindakan. Jadi, keseluruhan kenyataan
yang memperlihatkan kebergunaan ide tersebut.
14
kata lain masyarakat sains adalah orang-orang yang memiliki suatu instrumen
bersama.
Masyarakat sains mencapai instrumen yang kokoh karena adanya
instrumen. Pengujian suatu instrumen terjadi setelah adanya kegagalan berlarut-
larut dalam memecahkan masalah yang menimbulkan krisis. Falsifikasi terhadap
sesuatu akan menyebabkan suatu teori yang telah mapan ditolak karena hasilnya
instrume. Teori baru yang memenangkan kompetisi akan mengalami verifikasi .
Proses verifikasi-falsifikasi memiliki kebaikan yang sangat mirip dengan
kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan tentang kesesuaian atau
ketidaksesuaian antara fakta dan teori.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahwa kebenaran itu sangat ditentukan oleh potensi subyek kemudian
pula tingkatan validitas. Kebenaran ditentukan oleh potensi subyek yang
berperanan di dalam penghayatan atas sesuatu itu. Bahwa kebenaran itu adalah
perwujudan dari pemahaman (comprehension) subjek tentang sesuatu terutama
yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyek itu realita, perisitwa, nilai-nilai
(norma dan hukum) yang bersifat umum.
Bahwa kebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum.
Bahkan ada pula yang mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang
berupa penghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang
merupkan pemahaman potensi subjek (mental,r asio, intelektual). Bahwa
substansi kebenaran adalah di dalam antaraksi kepribadian manusia dengan alam
semesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yang
menjangkaunya. Semua teori kebenaran itu ada dan dipraktekkan manusia di
dalam kehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam
kehidupan manusia.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA