Anda di halaman 1dari 13

PAPER

FILSAFAT PENDIDIKAN
HAKIKAT DAN TEORI-TEORI KEBENARAN

Dibuat Guna Memenuhi Dalah Satu Tugas Mingguan Mata Kuliah Filsafat Pendidikan

IRMA RAHMADA SHINTA


2017/17063037

DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr. Jamaris, M.Pd

PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO


TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................i
A. Ringkasan Materi........................................................................................1
1. Hakikat Kebenaran ...............................................................................1
2. Teori-Teori Kebenaran .........................................................................2
B. Pembahasan.................................................................................................3
1. Hakikat Kebenaran................................................................................3
2. Teori-Teori Kebenaran..........................................................................5
C. Tanggapan...................................................................................................9
1. Hakikat Kebenaran................................................................................9
2. Teori-Teori Kebenaran ........................................................................10
D. Simpulan.....................................................................................................10
E. Daftar bacaan .............................................................................................11

i
A. Ringkasan Materi
1. Hakikat Kebenaran
a. Defenisi Kebenaran
Kata “Kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret
maupun abstrak. Purwadarminta mengatakan bahwa kebenaran mengandung
beberapa arti, yakni :
 Keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau
keadaan yang sebenarnya)
 Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul-betul demikian),
misalnya kebenaran yang berkaitan dengan agama
 Kejujuran, kelurusan hati. Misalnya tidak ada seorang pun sanksi akan
mendesah dan kebenaran hatimu
 Selalu izin perkenankan, misalnya dengan kebenaran yang diutamakan
 Jalan kebetulan, misalnya penjahat itu dapat dibekuk dengan kebenaran
saja

Kebenaran itu sendiri dapat diperoleh pengetahuan akal indrawi,


pengetahuan intuitif, pengetahuan dan otoritatif. Apa yang disebut benar
oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Oleh karena itu
diperlukan suatu ukuran atau kriteria
b. Sifat Kebenaran
Kebenaran mempunyai sifat-sifat tertentu dilihat dari segi kualitas
pengetahuannya. Secara kualitas ada 4 macam pengetahuan :
 Pengetahuan biasa, pengetahuan yang sifatnya subjektif. Artinya
yang terikat pada subjek yang mengenal
 Pengetahuan ilmiah, pengetahuan ini bersifat relatif. Artinya
kandunga kebenaran dari jenis pengetahuan ilmiah selalu
mendapat revisi yan selalu diperkaa oleh hasil penenmuan yang
paling mutakhir
 Pengetahuan filosofi, yaitu jenis pengetahuan yang
pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafat, yang
sifatnya mendasar dengan model pemikiran yang analitis, kritis
dan spekulatif. Kebenaran ini bersifat absolut-intersubjektif
 Pengetahuan agama. Pengetahuan agama mempunyai sifat
dogmatis, artinya pernyataan dalam suatu agama selalu
dihampiri oleh keyakinan

c. Cara Penemuan kebenaran


 Penemuan secara kebetulan
 Penemuan ‘coba dan ralat’ (Trial and Error)
 Penemuan melalui otoritas atau kewibawaan
 Penemuan kebenaran lewat cara berpikir kritis dan rasional
 Penemuan kebenaran melalui penelitian ilmiah

1
Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah.
Manusia di dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tnapa
kebenaran.Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan
kebenaran itu menjadi :
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling
sederhanan dan pertama yang dialami manusia
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan
disamping melalui indara, diolah pula dengan rasio
3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam
mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan
yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas
dengan iman dan kepercayaan
Keempat tingkat kebenarna ini berbeda-beda wujud, sifat dan
kualitasnya bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi
subyek yang menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini ialah
aspek kepribadian yang menangkap kebenarna itu. Misalnya pada tingkat
kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra.
Jadi Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia
selalu mencari kebanran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan
dengan kematangan kepribadiannya
2. Teori-teori kebenaran
Banyak dari beberapa ajli yang berpendapart mengenai kebenaran. Menurut
Michel Williams, ada beberapa teori kebenaran yaitu :
1. Teori korespondensi
Teori korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal dan
paling tua. Teori ini berpandangan bahwa kebenaran atau sesuatu
kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang
dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/
dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut
2. Teori konsistensi
Teori konsistensi adalah pendalaman dankelanjutan yang teliti dan
teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari
arti kebenaran. Sedah teori konsistensi merupakan usaha pengujian
(test) atas arti kebenaran tadi. Teori koherensi (the coherence theory of
trut) menganggap suatu pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada
pertentangan, bersifat koheren dan konsisten dengna pernyataan
sebelumnya yang telah dianggap benar Dengan demikian suatu

2
pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas
pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah
diterima kebenarannya.
3. Teori Pragmatisme
Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap
suatu pernyataan, teori atau dalil itu memliki kebanaran bila memiliki
kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia. Artinya sesuatu itu
benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan
dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama
pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan,
untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan
tuntutan-tuntutan lingkungan.
4. Teori Religius
Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan
individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh
umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis
bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah
objektif namun bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan
bagi kaum religius kebenarn aillahi ini adalah kebenarna tertinggi,
dimnaa semua kebanaran (kebenaran inderan, kebenaran ilmiah,
kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini.
B. Pembahasan
1. Hakikat Kebenaran
Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di
dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tnapa
kebenaran.Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan
kebenaran itu menjadi :
 Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhana
dan pertama yang dialami manusia
 Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping
melalui indara, diolah pula dengan rasio
 Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam
mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
 Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang
Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman
dan kepercayaan
Keempat tingkat kebenarna ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya
bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang
menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian
yang menangkap kebenarna itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera,
potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra.

3
Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu
mencari kebanaran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan
kematangan kepribadiannya.
Ukuran Kebenarannya :
 Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan
kebenaran
 Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang
lain
Jenis-jenis Kebenaran :
 Kebenaran Ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada / diadakan)
Dalam ontologi ini terdapat dua bagian penting, yakni metafisika
umum dan metafisika khusus. Persoalan metafisikan umum antara lain :
 Berkaitan dengan ada, keberadaan atau eksistensi itu sendiri
 Berkaitan dengan penggolongan ada, keberadaan atau eksistensi
tersebut
 Berkaitan dengan sifat dasar, kenyataan, atau keberadaan.
Sementara itu metafisika khusus mempersoalkan hakikat yang ada
pada tiga bagian yang penting berikut:
 Kosmologi mempersoalkan hakikat alam semesta, termasuk
segala isinya kecuali manusia
 Antropologi, yakni bidang ilmu yang mempersoalkan hakikat
manusia
 Teologi, yaitu bidang yang mempersoalkan hakikat Tuhan. Ini
merupakan konsekuensi terakhir dari seluruh pandangan filsafat.
 Kebenaran Epistemologis (berkaitan dengan pengetahuan)
Ontologi dan ilmu-ilmu lain didasarkan pada asumsi bahwa dengan
kemampuannya, manusia dapat mengetahui hakikat segala sesuatu dan
mengetahui berbagai karakter terkait hal-hal eksistensial. Hal ini
kemudian mendorong munculnya pertanyaan dan perdebatan dari para
filsuf yang tidak mau menerima sebuah konsep, pendapat, atau hakikat,
kecuali setelah mengadakan kajian dan klarifikasi. Pertanyaan-
pertanyaan ini merupakan objek kajian epistemologi (teori pengetahuan)
 Kebenaran Aksiologi (berkaitan dengan nilai-nilai)

4
Aksiologi adalah cabang filsafat yang secara khusus mengkaji cita-
cita, sistem nilai, atau nilai-nilai mutlak (tertinggi), yaitu nilai-nilai yang
dianggap sebagai tujuan utama. Nilai-nilai ini dalam filasafat adalah al-
haq (kebenaran), kebaikan dan keindahan. Aksiologi ini memiliki tiga
cabang, yaitu :
 Logika
 Etika
 Estetika
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan
memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan
kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang
kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan
mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam
kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan
kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak
akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu
ditunjukkan oleh kebanaran.
Kebenaran agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian,
terutama oleh budi nurani merupakan puncak kesadaran manusia. Hal ini
bukan saja karena sumber kebnarna itu bersal dari Tuhan Yang Maha
Esa supernatural melainkan juga karena yang menerima kebenaran ini
adalah satu subyek dengna integritas kepribadian. Nilai kebenaran agama
menduduki status tertinggi karena wujud kebenaran ini ditangkap oleh
integritas kepribadian. Seluruh tingkat pengalaman, yakni pengalaman
ilmiah, dan pengalaman filosofis terhimpun pada puncak kesadaran
religius yang dimana di dalam kebenaran ini mengandung tujuan hidup
manusia dan sangat berarti untuk dijalankan oleh manusia.

2. Teori-teori Kebenaran
 (Correspondence Theory of Truth)
Teori kebenaran korespondensi, Correspondence Theory of Truth
yang kadang disebut dengan accordance theory of truth, adalah teori yang
berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika
berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau

5
objek yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau keadaan benar itu
apabila ada kesuaian (correspondence) antara rti yang dimaksud oleh suatu
pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyaan atau
pendapat tersebut.1
Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada
kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta.
Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan
menyatakan apa adanya.
Teori korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para pengikut
realisme. Di antara pelopor teori ini adalah Plato, Aristoteles, Moore, dan
Ramsey. Teori ini banyak dikembangkan
oleh Bertrand Russell (1972-1970).
Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris
pengetahuan. Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang
paling awal, sehingga dapat digolongkan ke dalam teori kebenaran
tradisional karena Aristoteles sejak awal (sebelum abad Modern)
mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan atau
realitas yang diketahuinya.
Problem yang kemudian muncul adalah apakah realitas itu
obyektif atau subyektif? Terdapat dua pandangan dalam permasalahan
ini, realisme epistemologis dan idealisme epistemologis. Realisme
epistemologis berpandangan, bahwa terdapat realitas yang independen
(tidak tergantung), yang terlepas dari pemikiran; dan kita tidak dapat
mengubahnya bila kita mengalaminya atau memahaminya. Itulah
sebabnya realism epistemologis kadangkala disebut objektivisme.
Sedangkan idealisme epistemologis berpandangan bahwa setiap tindakan
berakhir dalam suatu ide, yang merupakan suatu peristiwa subyektif.
Kedua bentuk pandangan realistas di atas sangatlah beda.
Idealisme epistemologi lebih menekankan bahwa kebenaran itu adalah apa
yang ada didunia ide. Karenanya melihat merah, rasa manis, rasa sakit,
gembira, berharap dan sebagainya semuanya adalah ide. Oleh sebab itu,
idealisme epistemologis sebagaiman didefinisikan di atas sama dengan
subyektivitas.
Kesimpulan dari teori korespondensi adalah adanya dua realitas
yang berada dihadapan manusia, pernyataan dan kenyataan. Menurut teori
ini, kebenaran adalah kesesuaian antra pernyataan tentan sesuatu dengan
kenyataan sesuatu itu sendiri. Misal, Semarang ibu kota Jawa Tengah.
Pernyataan ini disebut benar apabila pada kenyataannya Semarang
memang ibukota propinsi Jawa Tengah. Kebenarannya terletak pada
pernyataan dan kenyataan.
Signifikansi teori ini terutama apabila diaplikasikan pada dunia
sains dengan tujuan dapat mencapai suatu kebenaran yang dapat diterima
oleh semua orang. Seorang ilmuan akan selalu berusaha meneliti
kebenaran yang melekat pada sesuatu secara sungguh-sungguh, sehingga

6
apa yang dilihatnya itu benar-benar nyata terjadi. Sebagai contoh, gunung
dapat berjalan. Untuk membuktikan kebenaran pernyataan ini harus
diteliti dengan keilmuan yang lain yaitu ilmu tentang gunung (geologi),
ternyata gunung mempunyai kaki (lempeng bumi) yang bisa bergerak
sehingga menimbulkan gempa bumi dan tsunami. Dengan demikian sebuah
pertanyaan tidak hanya diyakini kebenarannya, tetapi harus diragukan
dahulu untuk diteliti, sehingga mendapatkan suatu kebenaran hakiki.
 (Coherence Theory of Truth)
Teori kebenaran koherensi atau konsistensi adalah teori
kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi.
Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan
komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis.
Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan
dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta dan realitas, tetapi atas hubungan
antara putusan-putusan itu sendiri.
Teori ini berpendapat bahwa kebenaran ialah kesesuaian antara
suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah
lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Suatu proposisi
benar jika proposisi itu berhubungan (koheren) dengan proposisi-
proposisi lain yang benar atau pernyataan tersebut bersifat koheren
atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap
benar.
Dengan demikian suatu putusan dianggap benar apabila mendapat
penyaksian (pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu
yang sudah diketahui,diterima dan diakui benarnya. Karena sifatnya
demikian, teori ini mengenal tingkat-tingkat kebenaran. Disini derajar
koherensi merupakan ukuran bagi derajat kebenaran. Misal, Semua manusia
membutuhkan air, Ahmad adalah seorang manusia, Jadi, Ahmad
membutuhkan air.Suatu proposisi itu cenderung benar jika proposisi itu
coherent (saling berhubungan) dengan proposisi-proposisi lain yang
benar, atau jika arti yang dikandung oleh proposisi coherent dengan
pengalaman kita. Bakhtiar sebagai mana dikutip dari Aholiab Watholi,
memberikan standarisasi kepastian kebenaran dengan sekurang-kurangnya
memiliki empat pengertian, dimana satu keyakinan tidak dapat diragukan
kebenarannya sehingga disebut pengetahuan. Pertama, pengertian yang
bersifat psikologis. Kedua, pengertian yang bersifat logis. Ketiga,
menyamakan kepastian dengan keyakinan yang tidak dapat dikoreksi.
Keempat, pengertian akan kepastian yang digunakan dalam pembicaraan
umum, di mana hal itu di artikan sebagai kepastian yang didasarkan
pada nalar yang tidak dapat diragukan lagi
 (The pramagtic theory of truth.)
Pramagtisme berasal dari bahawa Yunan pragmai, artinya yang
dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat
yang dikembangkan oleh William James di Amerika Serikat. Teori

7
kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide
dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial.
Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah
tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya.
Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan
praktis.
Pragmatism merupakan aliran filsafat yang lahir di Amerika
serikat akhir abad ke-19, yang menekankan pentingnya akal budi (rasio)
sebagai sarana pemecahan masalah (problem solving) dalam kehidupan
manusia baik masalah yang bersifat teoritis maupun praktis. Tokoh
pragmatism awal adalah Charles Sander Pierce (1834-1914) yang dikenal
juga sebagai tokoh semiotic, William James (1842-1910) dan John Dewey
(1859-1952). Amsal (2012) menyatakan, menurut teori pragmatis,
kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan
tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis manusia. Dalam
artian, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau
konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi
kehidupan manusia. Teori, hepotesa atau ide adalah benar apabila ia
membawa kepada akibat yang memuaskan, apabila ia berlaku dalam
praktik, apabila ia mempunyai nilai praktis. Misal teori pragmatisme dalam
dunia pendidikan, di STAIN Kudus, prinsip kepraktisan (practicality)
dalam memperoleh pekerjaan telah mempengaruhi jumlah mahasiswa
baru pada masing-masing Jurusan. Tarbiyah menjadi fAvorit, karena
menurut masyarakat lulus dari Jurusan Tarbiyah bisa menjadi guru dan
mendapatkan sertifikasi guru. Misal lain, mengenai pertanyaan wujud
Tuhan yang Esa. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah 163-164,Allah
menjelaskan tentang wujud-Nya yang Esa serta menjelaskan tentang
penjelasan praktis terhadap pertanyaan tersebut.Menimbang teori
pragmatisme dengan teori-teori kebenaran sebelumya, pragmatisme
memang benar untuk menegaskan karakter praktis dari kebenaran,
pengetahuan, dan kapasitas kognitif manusia. Tapi bukan berarti teori ini
merupakan teori yang terbaik dari keseluruhan teori. Kriteria
pragmatisme juga diergunakan oleh ilmuan dalam menentukan
kebenaran ilmiah dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan
ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi
demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat
pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan
maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi
bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang
menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan, demikian
seterusnya.
 Teori Religius

8
Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan
perbandingan antara kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada
persesuaian, persamaan maka itu benar.
Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan
individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat
manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari
Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah
objektif namun bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi
kaum religius kebenarn aillahi ini adalah kebenarna tertinggi, dimnaa semua
kebanaran (kebenaran inderan, kebenaran ilmiah, kebenaran filosofis) taraf
dan nilainya berada di bawah kebanaran ini.
Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi,fakta,
realitas dan kegunaan sebagai landasannya. Dalam teori kebanran agama
digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari
kebeanran, manusia dan mencari dan menemukan kebenaran melalui agama.
Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan
ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.agama dengan
kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan
manusia, termasuk kebenaran
C. Tanggapan
1. Hakikat Kebenaran
Hakikat kebenaran dan entitas jkebenaran itu mutlak. Berada diruang
teologis yang tidak bisa didekati melalui rasio dan akanl. Maka terdapat
kebenaran relatif, yang bekerja pada kehidupan subjektif manusia. Dan hal itu
, berkaitan dengan dominasi kepemilikan ilmu pengetahuan.
Ketika ruang tanya kritis, mampu melakukan penjelasan fenomena,
dan memunculkan teori ilmiah, hingga kemudian dapat diterapkan pada
aplikasi kehidupan manusia maka timbul relasi sosial yang unik.
Terdapat koneksi kekuasaan dalam ilmu pengetahuan, dapat dengan mudah
dilihat pada konteks negara adidaya yang menguasai teknologi melalui ilmu
pengetahuan. Kuasa bermakna menentukan, mengatur dan menciptakan
keiseimbangan, dalam posisi yang sesungguhnya tidak seimbang.
Termasuk menciptakan makna kebenaran relatif, sesuai dengan
versi kepentingan yang hendak melanggengkan kuasa, atas ilmu pengetahuan
yang dimiliki. Bika sudah demikian, harus dimulai kembali upaya melakukan
dekonstruksi atas struktur dominasi ilmu pengetahuan lama, untuk dapat
menjelaskan dalam aspek praktis tentang keadilan dan kesejahteraan
masyarakat secara objektif, tidak sesuai pemaknaan subjektif pemilik kuasa
atas ilmu pengetahuan yang menjadi sumber rujukan kebenaran.
Kebenaran relatif, bersifat sementara dan pasti memunculkan
potensi tantangan baru. Jika begitu, maka tugas filsuf meng tidak lagi hanya
berupaya menafsir dunia, tetapi harus mampu mengubahnya

9
2. Teori-teori Kebenaran
Teori kebenaran adalah sesuatu yang dianggap benar apabila
pendapat tersebut bersifat koheren dengan pernyataan yang dianggap
sebelumnya. Menurut pendapat tentang teori kebenaran tergantung dari sudut
pandang filosofi yang dijadikan pijkan. Dalam kenyataan ini, kriteria
kebenaran cenderung menekankan satu atau lebih dari tiha pendekatan yaitu :
 Yang benar adalah yang memuaskan keinginan
 Yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen
 Yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup biologis.
Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koheren,
pragmatisme dan agama) itu lebih saling menyempurnakan daripada saling
bertentangan, maka teori tersebut dapat digabungkan dalam suatu defenisi
tentang kebenaran. Kebenaran adalah persesuaian yang setia daro
pertimbangan dan ide kita kepada fakta pengalaman atau kepada alam seperti
adanya. Akan tetapi karena kita dengan situasi sebenarnya, maka dapat
diujilah pertimbangan tersebut dengan konsistensinya dengan pertimbangan-
pertimbanagn laian yang kita angap sah dan benar, atau kita uji dengan
faidahnya dan akibat-akibatnya yang prkatis.

D. Kesimpulan
Semua teori kebenaran itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam
kehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan
manusia. Teori Kebenaran mempunyai Kelebihan Kekurangan Korespondensi
sesuai dengan fakta dan empiris kumpulan fakta-fakta Koherensi bersifat rasional
dan Positivistik Mengabaikan hal-hal non fisik Pragmatis fungsional-praktis tidak
ada kebenaran mutlak Performatif Bila pemegang otoritas benar, pengikutnya
selamat Tidak kreatif, inovatif dan kurang inisiatif Konsensus Didukung teori yang
kuat dan masyarakat ilmiah Perlu waktu lama untuk menemukan kebenaran.

Dari beberapa Teori Tentang Kebenaran dapat disimpulkan :

Teori Korespondensi : "Kebenaran/keadaan benar itu berupa kesesuaian antara


arti yang dimaksud oleh sebuah pendapat dengan apa yang sungguh merupakan
halnya/faktanya"

Jadi berdasarkan teori korespondensi ini, kebenaran/keadaan benar itu dapat dinilai
dengan membandingkan antara preposisi dengan fakta atau kenyataan yang
berhubungan dengan preposisi tersebut. Bila diantara keduanya terdapat kesesuaian
(korespondence), maka preposisi tersebut dapat dikatakan memenuhi standar
kebenaran/keadaan benar.

10
E. Daftar Pustaka

Syam, Muhammad Noor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat


Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional

Bertens, K. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat. Jakarta: Yayasan Krisius

Surya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan

Adib, Muhammad. "FILSAFAT ILMU: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan


Logika Ilmu Pengetahuan". Yogyakarta: Puataka Pelajar. 2010

Ahmad, Beni Saebani. "FILSAFAT ILMU: Kontemplasi Filosofis tentang Seluk-


beluk Sumber dan Tujuan Ilmu Pengetahuan". Bandung: Pustaka Setia,
2009

Kattsoff, Louis O. "Pengantar Filsafat". Yogyakarta: Tiara Wacana. 2004

Suriasumantri, Jujun S. "FILSAFAT ILMU: Sebuah Pengantar Populer". Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan, 2007

Atabik, Ahmad. 2014. Teori Kebenaran Perspektif Filsafat Ilmu : Sebuah Kerangka
Untuk Memahami Konstruksi Pengetahuan Agama. Fikrah. Vol 2, No 1.
STAIN Kudus

11

Anda mungkin juga menyukai