Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENDIDIKAN INKLUSI
“KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
BERDASARKAN KLASIFIKASINYA”

Kelompok 2:
1. Alfito Rehan Nova (21004041)
2. Anggie Lolita (21004044)
3. Azhidah Muntazia (21004113)
4. Fidia Mardianti (21004066)
5. Jihan Satila (21129520)

Dosen Pengampu:
Dr. Nurhastuti, S.Pd.,M.Pd
Dra. Kasiyati, M.Pd

KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Karakteristik
anak berkebutuhan khusus berdasarkan klasifikasinya”. Makalah ini dibuat untuk melengkapi
salah satu tugas pada mata kuliah wajib fakultas Pendidikan Inklusi.

Dalam menyelesaikan makalah ini, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu
Dr. Nurhastuti, S.Pd.,M.Pd. dan Ibu Dra. Kasiyati, M.Pd. selaku dosen pengampu yang telah
memberikan arahan atau bimbingan dalam menyusun makalah ini. Semoga, makalah ini
bermanfaat bagi kami dan menjadi referensi tambahan bagi pembaca. Kami menyadari makalah
ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Padang, 3 April 2023

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1


A. Latar Belakang…………………………………………………………………………….1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………1

C. Tujuan Pembahasan……………………………………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3


A. Anak berkesulitan belajar .....................................................................................................3
B. Anak lamban belajar .............................................................................................................5
C. Autisme .................................................................................................................................7
D. Anak tunaganda ..................................................................................................................10

BAB III PENUTUP ................................................................................................ 12


A. Kesimpulan………………………………………………………………………………12

B. Saran……………………………………………………………………………………..12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) biasa di kenal dengan istilah anak berkelainan,
anakcacat, atau anak luar biasa. Dan anak luar biasa yang mengalami perkembangan dan
pertumbuhanyang berbeda. Kelainan ini biasanya terjadi pada aspek didik, psikis, emosi
dan sosial. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang membutuhkan penanganan
khusus di karenakanmempunyai kelainan yang berbeda dengan kriteria normal (Fadhli,
2010). Perlakukan khusus itu berupa layanan pendidikan dan pendidikan inklusi yang di
dalamnya bisa mengembangkan potensiyang dimiliki Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK).
Karakteristik anak berkebutuhan husus berbedadengan anak normal pada umumnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat (Geniofam, 2010)memperkaya pendapat tersebut anak
berkebutuhan khusus adalah anak dengan penanganan khususyang berbeda dengan anak
normal lainnya. Sebagai pendidik atau calon pendidik baik di sekolah dasar, sekolah
menengah pertamadan sekolah menengah atas/ sekolah menengah kejuruan, serta orang
tua, perlu memahami apa dansiapa itu ABK itu. Hal ini perlu dilakukan untuk
memperkenalkan secara dini, melayani sesuaidengan kemampuan, dan juga kecacatan
yang dimiliki ABK.
Istilah yang lebih humanis danholistik untuk menyebut anak yang memiliki kelainan
tersebut adalah anak berkebutuhan khusus(ABK). Pandangan konsep ABK (children with
special need) merupakan konsep luas yangmencangkup anak yang memiliki kebutuhan
khusus yang bersifat permanen, akibat dari anak penyandang cacat atau anak
berkebutuhan khusus yang bersifat 2 temporer (Santoso, 2012:2).Anak yang mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat trauma kesusahan, kesulitankonsesntrasi karena
kekeliruan guru mengajar anak sering diperlakukan dengan kasar pada saattidak bisa
membaca, dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus temporer. Dengan
demikianlayanan pendidikan tidak lagi di dasarkan atas ketidakmampuan, tidak normal
dan atau kecacatan. Namun, pada hambatan belajar yang dialami setiap kebutuhan
individu untuk dapat mencapai perkembangan optimal. Oleh karena itu layanan
pendidikan ABK tidak harus di sekolah khusus,tetapi bisa dilayani di sekolah reguler
(sekolah inklusi) (UNESCO, 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik anak berkebutuhan belajar?
2. Bagaimana karakteristik anak lamban belajar?
3. Bagaimana karakteristik autisme?
4. Bagaimana karakteristik anak tunaganda?

1
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui karakteristik anak berkebutuhan belajar.
2. Untuk mengetahui karakteristik anak lamban belajar.
3. Untuk mengetahui karakteristik autisme.
4. Untuk mengetahui karakteristik anak tunaganda.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anak Berkesulitan Belajar

Menurut Nathan istilah kesulitan belajar (learning disability) diberikan kepada anak
yang mengalami kegagalan dalam situasi pembelajaran tertentu. Dalam hal ini belajar
didefinisikan sebagai ”perubahan perilakuyang terjadi secara terus menerus yang tidak
diakibatkan oleh kelelahan atau penyakit” (dalam Cruickshank & Hallahan, 1975).
Adapun pengertian tentang anak berkesulitan belajar khusus,sebagaimana dijelaskan oleh
Canadian Association for Children and Adults with Learning Disabilities (1981) adalah
mereka yang tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah meskipun kecerdasannya
termasuk rata-rata, sedikit di atas rata-rata, atau sedikit di bawah rata-rata, dan apabila
kecerdasannya lebih rendah dari kondisi tersebut bukan lagi termasuk learning disabilities.
Keadaan ini terjadi sebagai akibat disfungsi minimalotak (DMO) yaitu karena adanya
penyimpangan dalam perkembangan otak yang dapat berwujud dalam berbagai kombinasi
gejala gangguan seperti: gangguan persepsi, pembentukan konsep, bahasa, ingatan, kontrol
perhatian atau gangguan motorik. Keadaan ini tidak disebabkan oleh gangguan primer pada
penglihatan, pendengaran, gangguan motorik,gangguan emosional, retardasi mental, atau
akibat lingkungan (Wright, dkk: 1985)
The National Joint Committee for Learning Disabilities (NJCLD) mengemukakan
bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum yang digunakan untuk kelompok gangguan
yang heterogen yang berupakesulitan nyata dalam menggunakan pendengaran,
percakapan, membaca,menulis, berfikir, dan kemampuan matematika. Gangguan ini
terdapat didalam diri seseorang dan dianggap berkaitan dengan disfungsi sistem syaraf
pusat. Sekalipun kesulitan belajar mungkin berdampingan dengan kondisi-kondisi
hambatan lain (misalnya perbedaan budaya, kekurangan pengajaran, faktor penyebab
psikogen), kesulitan belajar bukan akibat langsung dari kondisi atau pengaruh tersebut.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa “Anak
berkesulitan belajar adalah anak yangmengalami kesulitan dalam tugas-tugas
akademiknya, yang disebabkan oleh adanya disfungsi minimal otak, atau dalam psikologis
dasar, sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan potensi yang sebenarnya, dan untuk
mengembangkan potensinya secara optimal mereka memerlukan pelayanan pendidikan
secara khusus”.
Mencermati definisi dan uraian di atas tampak bahwa kondisi kesulitan belajar
memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu:
a. Gangguan Internal
Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam
anak itu sendiri. Anak ini mengalami gangguan pemusatan perhatian, sehingga
kemampuan perseptualnya terhambat.Kemampuan perseptual yang terhambat tersebut

3
meliputi persepsi visual (proses pemahaman terhadap objek yang dilihat), persepsi
auditoris (proses pemahaman terhadap objek yang didengar) maupun persepsi taktil-
kinestetis (proses pemahaman terhadap objek yang diraba dan digerakkan). Faktor-
faktor internal tersebut menjadi penyebab kesulitan belajar, bukan faktor eksternal
(yang berasal dari luar anak), seperti factor lingkungan keluarga, budaya,fasilitas, dan
lain-lain.
b. Kesenjangan antara potensi dan prestasi
Anak berkesulitan belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi normal, bahkan
beberapa diantaranya di atas rata-rata. Namun demikian, pada kenyataannya mereka
memiliki prestasi akademik yang rendah. Dengan demikian, mereka memiliki
kesenjangan yang nyata antara potensi dan prestasi yang ditampilkannya. Kesenjangan
ini biasanya terjadi pada kemampuan belajar akademik yang spesifik yaitu pada
kemampuan membaca (disleksia), menulis (disgrafia), atau berhitung (diskalkulia).
c. Tidak Adanya Gangguan Fisik dan/atau Mental
Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik
dan/atau mental. Kondisi kesulitan belajar berbeda dengan kondisi masalah belajar
berikut ini:
1) Tunagrahita (mental retardation)
Anak tunagrahita memiliki inteligensi antara 50-70. Kondisi tersebut menghambat
prestasi akademik dan adaptasi sosialnya yang bersifat menetap.
2) Lamban Belajar (slow learner)
Slow learner adalah anak yangmemiliki keterbatasan potensi kecerdasan, sehingga
proses belajarnya menjadi lamban. Tingkat kecerdasan mereka sedikit di bawah
rata- rata dengan IQ antara 80-90. Kelambanan belajar mereka merata pada semua
mata pelajaran. Slow learner disebut anak border line (ambang batas) yaitu berada
di antara kategori kecerdasan rata-rata dan kategori mental retardation
(tunagrahita).
3) Masalah Belajar (learning problem)
Anak dengan problem belajar (bermasalah dalam belajar) adalah anak yang
mengalami hambatan belajar karena faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut
berupa kondisi lingkungan keluarga, fasilitas belajar di rumah atau disekolah, dan
lain sebagainya. Kondisi ini bersifat temporer atau sementara dan mempengaruhi
prestasi belajar.

Adapun Menurut Valett (dalam Sukadji, 2000) terdapat tujuh karakteristik yang
ditemui pada anak dengan kesulitan belajar.
a. Sejarah kegagalan akademik berulang kali
b. Hambatan fisik/tubuh atau lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar
c. Kelainan motivasional
d. Kecemasan yang samar-samar, mirip dengan kecemasan yang mengambang
e. Perilaku berubah-ubah, dalam arti tidak konsisten dan tidak terduga

4
f. Penilaiaan yang keliru karena data tidak lengkap
g. Pendidikan dan pola asuh yang didapat tidak memadai

B. Anak Lamban Belajar


Cynthia dan Jerome (1978), menyatakan bahwa anak-anak yang mengalami lambat
belajar atau dapat disebut sebagai slow learning adalah anak yang mempunyai skor IQ di
bawah rata-rata normal dan mempunyai tingkat keberhasilan yang relatif rendah pada
tugas-tugas sekolah dibandingkan dengan anak-anak lain dalam kelas yang sama.
Anakanak ini gagal untuk memenuhi tuntutan tugas-tugas yang telah disusun sekolah
sesuai dengan performa rata-rata teman sebaya. Anak ini berada pada tingkat dan
pencapaian yang terendah terhadap skor tes dan dalam beberapa kasus juga mendapat
reputasi yang cukup buruk untuk perilakunya dalam kelas.
Baker (1975) menyatakan bahwa anak slow learner atau lambat belajar adalah anak
yang mempunyai kemampuan belajar di bawah rata-rata dengan IQ sekitar 75 – 90. Anak
lambat belajar mempunyai kondisi fisik serta perkembangan yang sama dengan anak
normal hanya saja dalam segi kemasakannya anak lambat belajar mengalami kelambatan,
misalnya kemampuan berbicara dan berbahasa anak lambat belajar lebih lambat dari
kemampuan anak seusianya.
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia anak lambat
belajar adalah anak yang di sekolah mempunyai rata-rata di bawah enam sehingga
mempunyai resiko cukup tinggi untuk tinggal kelas, dikarenakan mempunyai tingkat
inteligensi yang rendah yaitu di bawah rata-rata sekitar 75–90. Pada umumnya anak
mempunyai nilai prestasi yang cukup buruk untuk semua mata pelajaran karena anak
tersebut kesulitan menangkap pelajaran, anak-anak ini membutuhkan penjelasan dengan
menggunakan berbagai metode dan berulang-ulang agar dapat memahami dengan baik
(Yusuf, 1997).
Anak-anak lambat belajar secara umum mempunyai karakteristik yang khusus,
anakanak ini sangat mudah lupa terhadap informasi yang baru diterimanya dan terpecah
konsentrasinya bila ada sedikit gangguan. Anak-anak ini juga bersikap pasif, diam, kurang
inisiatif dan kurang peka terhadap lingkungan (Child,1981).
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa anak lambat belajar
adalah anak-anak yang mempunyai tingkat IQ sekitar 75 sampai 90 dan terkualifikasi
dalam rata-rata bawah, mempunyai kemampuan di bidang pendidikan di bawah rata-rata
kemampuan anak-anak lain seusianya hanya sekitar 85 %, sehingga prestasinya rendah.
Anak lambat belajar mempunyai daya ingat yang rendah serta kemampuan konsentrasi
yang rendah.
Anak lambat belajar merupakan anak yang berbeda karakteristiknya dengan anakanak
seusianya karena anak lambat belajar ini mempunyai beberapa masalah dalam tumbuh
kembangnya. Menurut Erikson (1982) ciri-ciri anak lambat belajar antara lain :

5
a. Anak lambat belajar umumnya mengalami kegagalan dalam memahami pelajaran
dan konsep-konsep dasar di bidang akademik, misalnya membaca, menulis,
matematika dan bahasa, selain itu juga kesulitan dalam menentukan arah, waktu,
dan ukuran seperti arah kanan dan kiri, depan dan belakang, lebar dan sempit. Hal
ini disebabkan proses-proses di atas membutuhkan proses kognisi yang cukup
rumit.
b. Mempunyai daya ingat yang rendah, anak lambat belajar umumnya sangat cepat
lupa dengan informasi-informasi baru yang diterimanya. Cara belajar yang efektif
bagi anak lambat belajar adalah dengan mengulang-ulang pelajaran atau informasi
yang baru didapatnya agar tidak cepat lupa.
c. Anak lambat belajar sulit bersosialisasi dengan lingkungan. Menurut Child (1981)
anak lambat belajar cenderung sulit bersosialisasi dengan lingkungannya
dibandingkan dengan anak-anak lain sebayanya, anak lambat belajar lebih sering
pasif, minder, dan menarik diri dari pergaulan.
Sedyaningrum (2003) menyatakan bahwa anak lambat belajar mempunyai
karakteristik:
a. Mengalami kesulitan kalau harus berpikir abstrak atau mendalam. Pemikiran anak
hanya seputar hal-hal yang berkaiatan dengan pengalaman konkrit dalam
kehidupan seharihari.
b. Anak sulit konsentrasi, kemampuan untuk memusatkan perhatian pendek,
dibandingkan dengan anak-anak lain. Perhatian anak lambat belajar mudah lepas.
c. Anak mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri. Anak lambat belajar sulit
untuk memahami makna dari kata-kata dan aturan berbahasanya tidak tepat dan
tidak lancar.
d. Anak mengalami kesulitan untuk mengungkapkan apa yang ingin dilakukannya.
Anak lambat belajar membutuhkan lebih banyak pengarahan dan pengawasan,
tetapi jangan terlalu dilindungi.
e. Reaksi anak lambat belajar lebih lambat : anak tidak segera menangkap apa yang
diinginkan oleh orangtua atau gurunya. Segala hal perlu disederhanakan dan
diulang dengan cara yang berbeda dan selalu diingatkan dari waktu ke waktu.
f. Wawasan anak tentang dunia cenderung lebih sempit dibandingkan dengan
temantemannya : guru dapat membantu anak mengembangkan wawasannya
dengan cara menghubungkan mata pelajaran yang diajarkan dengan kehidupan
sehari-hari.
g. Membaca adalah kegiatan yang sulit dikuasai anak lambat belajar, oleh karena itu
penguasaan materi pelajaran biasanya lebih mudah jika tidak terlalu banyak
mencakup kegiatan membaca.
Menurut Jeferson (2003) karakteristik anak lambat belajar adalah sebagai berikut:
a. Proses tumbuh kembang anak berjalan normal hanya mengalami kelambatan
dibandingkan anak-anak seusianya.

6
b. Kemampuan belajarnya kurang lebih hanya 85 % , hal ini lebih rendah dari usianya.
c. Mempunyai IQ antara 70 sampai dengan 85.
d. Prestasi anak berjalan seiring dengan perkembangan mentalnya.
e. Ada keterbatasan perilaku yang sesuai dengan perkembangan yang lambat, pada
tingkah laku dan perhatian sosial. Mental age lebih rendah dari usia sebenarnya.
C. Autisme
Peristilah atau sebutan untuk penyandang autis berbeda-beda. Ada istilah autis,
autisme, autism. Autism sama dengan autisme yaitu merupakan nama dari gangguan
perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak (Leo Kanner & Asperger, 1943).
Autist sama dengan autis yaitu anak yang mengalami gangguan autisme. Austitic Child
sama dengan anak autistik adalah keadaan anak yang mengalami gangguan autisme.
Autistic disorder sama dengan gangguan autistic adalah anak-anak yang mengalami
gangguan perkembangan dalam kriteria DSM-IV. Secara etimologis kata “autisme” berasal
dar kata “auto” dan “isme”. Auto artinya diri sendiri, sedangkan isme berarti suatu
aliran/paham.
Dengan demikian autisme diartikan sebagai suatu paham yang hanya tertarik pada
dunia sendiri. Perilakunya timbul sematamata karena dorongan dari dalam dirinya.
Penyandang autisme seakan-akan tidak peduli dengan stimulus-stimulus yang datang dari
orang lain.
Autisme adalah gangguan perkembangan neorobiologis berat yang mempengaruhi
cara seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi atau berhubungan dengan orang lain
(Sutadi, 2002:6).
Karakteristik Anak Autisme Menurut Powers (1989) karakteristik anak autistik
adalah adanya enam gejala/gangguan, yaitu dalam bidang:
1. Masalah atau gangguan di bidang komunikasi, dengan karakteristik yang nampak pada
anak autistic berupa perkembangan bahasa anak autistik lambat atau sama sekali tidak
ada (anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian hilang
kemampuan 10 bicara), kadang-kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya,
mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti
oleh orang lain, bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi, senang meniru atau
membeo (echolalia). Bila senang meniru, dan dapat menghafal kata-kata atau nyanyian
yang didengar tanpa mengerti artinya.
2. Masalah atau gangguan di bidang interaksi sosial, dengan karakteristik berupa anak
autistic lebih suka menyendiri, anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain
atau menghindari tatapan muka atau mata dengan orang lain, tidak tertarik untuk
bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun yang lebih tua dari umurnya,
bila diajak bermain, anak autistik itu tidak mau dan menjauh.
3. Masalah atau gangguan di bidang sensoris, dengan karakteristik berupa anak autistik
tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk, anak autistik bila mendengar

7
suara keras langsung menutup telinga, senang mencium-cium, menjilat mainan atau
benda-benda yang ada di sekitarnya dan tidak peka terhadap rasa sakit atau takut.
4. Masalah atau gangguan di bidang pola bermain, dengan karakteristik berupa anak
autistik tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya, tidak suka bermain dengan
anak atau teman sebayanya, tidak memiliki kreatifitas dan tidak memiliki imajinasi,
tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar-putar,
dan senang terhadap benda-benda yang berputar.
5. Masalah atau gangguan di bidang pola bermain, dengan karakteristik berupa:Anak
autistik dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif dan berperilaku berkurangan,
anak autistik memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti
bergoyang-goyang mengepakkan tangan seperti burung. Anak autistik tidak suka
kepada perubahan dan anak autistik duduk benggong, dengan tatapan kosong.
6. Masalah atau gangguan di bidang emosi, dengan karakteristik berupa: Anak autistik
sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa dan menangis tanpa alasan,
dapat mengamuk, kadang agresif dan merusak dan anak autistik kadang-kadang
menyakiti dirinya sendiri.
1. Klasifikasi anak autisme
Hasil penelitian klasifikasi anak autisme berdasarkan prediksi kemandirian mereka
menunjukkan bahwa:
a. Duapertiga dari anak autistik mempunyai prognosis yang buruk ataupun tidak dapat
mandiri.
b. Seperempat dari anak autistik mempunyai prognosis sedang terdapat kemajuan di bidang
sosial dan pendidikan walaupun problem prilaku tetap ada.
c. Sepersepuluh dari anak autistik mempunyai prognosia baik, mempunyai kehidupan
sosial yang normal atau hampir normal dan berfungsi dengan baik di sekolah ataupun
di tempat kerja.
Penyandang autisme dapat juga dikelompokkan berdasarkan interaksi sosial, saat
muncul kelainannya dan berdasarkan tingkat kecerdasan, yang penjelasannya sebagai
berikut (Widyawati, 2002):
a. Klasifikasi berdasarkan interaksi sosial:
1).Kelompok yang menyendiri (allof); banyak terlihat pada anak-anak yang menarik
diri, acuh tak acuh dan akan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan
perilaku dan perhatian yang terbatas/tidak hangat.
2).Kelompok yang pasif dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak
lain jika pola permainannya disesuaikan dengan dirinya.
3).Kelompok yang aktif tapi aneh secara spontan akan mendekati anak lain, namun
interaksi ini sering kali tidak sesuai dan sering hanya sepihak.
b. Klasifikasi berdasarkan saat kemunculan kelainannya:
1).Autisme infantil; istilah ini digunakan untuk menyebutkan anak-anak autistik yang
kelainanya sudah nampak sejak lahir.

8
2).Autisme fiksasi; yang disebut autisme fiksasi adalah anak-anak autistik yang pada
waktu lahir kondisinya normal, tanda-tanda autistiknya muncul kemudian setelah
berumur dua atau tiga tahun.
Klasifikasi anak autis menurut Mangusong (2009:169), klasifikasi anak autis antara
lain:
a.Autisme masa anak-anak yaitu penarikan diri yang ekstrem dari lingkungan sosialnya,
gangguan dan komunikasi, serta tingkah laku yang terbatas dan berulang (streotipik)
yang muncul sebelum usia 3 tahun. Gangguan ini 3 sampai 4 kali lebih banyak anak
laki-laki dari pada perempuan.
b.Pervasive developmental not otherwise specifield adalah individu yang menampilkan
perilaku autis, tetapi pada tingkat yang lebih rendah atau baru muncul setelah usia tiga
tahun atau lebih.
2.Dampak gangguan austisme
a. Dampak gangguan dari segi interaksi sosial. Anak autisme dapat dikenal dengan
mengamati interaksi sosialnya yang ganjil dibandingkan anak pada umumnya,
seperti:
1). Menolak bila ada yang hendak memeluk.
2). Tidak mengangkat kedua lengannya bila diajak untuk digendong.
3). Ada gerakan pandangan mata yang abnormal.
4). Gagal menunjukkan suatu objek kepada orang lain.
5). Sebagian anak autisme acuh dan tidak bereaksi terhadap pendekatan orangtuanaya,
sebagian lainnya malahan merasa terlalu cemas bila berpisah dan melekat pada
orangtuanya.
6). Gagal dalam mengembangkan permainan bersama teman-teman sebayanya,
mereka lebih suka menyendiri.
7). Keinginan untuk menyendiri sering tampak pada masa kanak-kanak dan akan
makin berkurang sejalan dengan bertamabah usianya.
8). Tidak mampu memahami aturan-aturan yang berlaku dalam interaksi sosial.
9). Tidak mampu untuk memahami ekspresi wajah orang, ataupun untuk
mengekspresikan perasaanya baik dalam bentuk vokal ataupun dalam ekspresi
wajah.
b. Dampak gangguan dari segi komunikasi dan pola bermain. Sekitar 50% anak autisme
mengalami keterlambatan dan abnormalitas dalam berbahasa dan berbicara. Hal ini
merupakan keluhan yang paling sering disampaikan oleh orangtua anak-anak autisme.
Bergumam yang biasanya pada tahap perkembangan bicara yang normal muncul
sebelum dapat mengucapkan kata-kata, pada anak autisme hal ini mungkin tidak
nampak.
c. Dampak gangguan dari segi aktivitas dan minat. Pada aspek aktivitas dan minat, anak
autisme memperlihatkan abnormalitas dalam bermain, seperti stereotipi, diulang-ulang,
dan tidak kreatif. Beberapa anak mungkin tidak menggunakan alat mainannya sesuai

9
dengan yang seharusnya. Demikian juga kemampuan untuk mengantikan satu benda
dengan benda lain yang sejenis sering tidak sesuai.
D. Anak Tunaganda
Killoran (2007) mengungkapkan anak-anak tunaganda seperti deafblindness
membutuhkan metode pengajaran yang berbeda dari anakanak yang hanya mendengar atau
kehilangan penglihatan. Di Hellen Keller Indonesia, Yogyakarta. Anak-anak di ajarkan
mandiri untuk kegiatan keseharian tapi juga untuk persiapan masa yang akan datang.Ini
sejalan dengan yang diungkapkan oleh Ginsburg dan Rapp (2013) bahwa rencana
pendidikan pada anak-anak berkebutuhan khusus harus mencakup layanan transisi, berupa
layanan untuk mempersiapkan anakanak yang sudah menginjak usia 16 tahun, untuk bisa
mengambarkan preferensi, prestasi dan keterampilan serta apa yang mereka butuhkan
untuk belajar danapa yang ingin mereka lakukan untuk membantu menempa jalur baru
setelah keluar dari sekolah.
Activity of daily living adalah kegiatan harian dimana anak diajarkan untuk secara
mandiri dan bertanggung jawab menjalani aktivitas kesehariannya. Berbeda dengan anak-
anak dengan fisik dan fungsi fisik sempurna, anak-anak berkebutuhan khusus memiliki
kekurangan ataupun keterlambatan dalam menjalankan tugas-tugas praktis hariannya.
Contohnya dalam kegiatan-kegiatan ringan seperti memegang gelas saja, anak-anak
dengan tuna ganda membutuhkan usaha extra dibanding anak lainnya. Hal ini disebabkan
karena anak-anak dengan tuna ganda: tunanetra dan tunarungu memiliki keterbatasan
informasi tidak hanya dalam hal pendengaran tapi juga dalam hal visual (Malloy dan
Killoran, 2007).
Killoran (2007) mengungkapkan penyebab Tuna ganda ( deafblindness) antara lain
kelahiran anak prematur, kemudian komplikasi saat melahirkan, congenital syndroms, dan
beberapa kasus langka lainnya. Beberapa kasus kebutaan dan tuli juga terjadi di masa
kanakkanak atau ketika dewasa, penyebabnya antara lain seperti meningitis, cedera otak
atau kondisi yang diwariskan.
Karakteristik Anak-anak Tuna Ganda. Karakterisitik anak tuna ganda dengan
deafblindness menurut Sukontharungsee, Bourquin, dan Mor (2006) antara lain yaitu :
a. Impraiment vision artinya : ketika ketajaman visual seorang individu dalam keadaan
baik dengan menggunakan kacamata reguler, kurang dari 6/18 atau 20/70 (sampai tidak
ada pandangan cahaya) atau individu dengan padangan visual kurang dari 30 derajat.
b. Impraiment pendengaran atau komunikasi adalah individu dengan frekuensi
pendengaran dari 500, 1000, sampai 2000 hertz pada telinga. - Hilangnya lebih dari 40
decible sampai ketitik tidak mendengar sama sekali untuk anak usia 7 tahun atau lebih
muda. - Hilang lebih dari 55 desibel maju ke titik tidak mendengar sama sekali untuk
anak muda dan orang dewasa. - Sebuah kelainan atau gangguan fungsi sistem
pendengaran yang mengarah ke ketidamampuan untuk memahami Bahasa lisan untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
1. Bentuk-bentuk Pembelajaran Kemandirian Pada Anak Tuna Ganda.

10
Konsistensi dan ketertiban kelas sangat penting dalam pengaturan pendidikan bagi
siswa tuna ganda. Siswa melakukan kegiatan yang dimulai dari tugas yang diletakkan
ditempat tertentu dan urutan tertentu. Misalnya, sebagai siswa anak-anak tuna ganda
bisa mendekati rak khusus berisi benda-benda yang mewakili kegiatan yang akan
dilakukannya selama satu hari. Sebuah sendok dapat juga digunakan untuk
menunjukkan makanan dan sarapan. Ada juga aitem sikat gigi yang bisa menunjukkan
bahwa siswa perlu menyikat gigi setelah sarapan.(Wood dan Chinn, 2010).
Beberapa model komunikasi dari deafbliness antara lain seperti yang diungkapkan
oleh Milles (2005) bahwa mode komunikasi pada tuna ganda antara lain yaitu :
a) Penggunaan sistem pendengaran (berbicara dengan jelas melalui bantuan alat
bantu dengar) atau sight ( misalnya menulis dengan cetak besar)
b) Tanda Tactile. Berupa penggunaan Bahasa isyarat atau alphabet manual, seperti
alphabet manual Amerika untuk tuna ganda (tuna netra dan tunarungu) yang juga
dikenal dengan penggunaan dua tangan dengan tactile atau modifikasi visual.
c) Interpreting services, menggunakan interprener Bahasa isyarat atau pembantu
komunikasi.
d) Menggunakan perangkat komunikasi seperti Tellatouch-sebuah tulisan braille
manual
e) Membaca braille
f) Large-Print reading
g) Kartu komunikasi Tactile

11
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Karakteristik anak berkebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan
tingkat perkembangan fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat
perkembangan sensorimotor, kognitif, kemampuan berbahasa, ketrampilan diri,
konsep diri, kemampuan berinteraksi sosial, serta kreativitasnya.

Adanya perbedaan karakteristik setiap peserta didik berkebutuhan khusus, akan


memerlukan kemampuan khusus guru. Guru dituntut memiliki kemampuan
berkaitan dengan cara mengombinasikan kemampuan dan bakat setiap anak dalam
beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi kemarnpuan berpikir, melihat,
mendengar, berbicara, dan cara bersosialisasi. Hal-hal tersebut diarahkan pada
keberhasilan dari tujuan akhir pembelajaran, yaitu perubahan perilaku ke arah
pendewasaan. Kemampuan guru semacam itu merupakan kemahiran seorang guru
dalam menyelaraskan keberadaanya dengan kurikulum yang ada, kemudian diramu
menjadi sebuah program pembelajaran individual.

Karakteristik anak berkebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan


tingkat perkembangan fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat
perkembangan sensorimotor, kognitif, kemampuan berbahasa, ketrampilan diri,
konsep diri, kemampuan berinteraksi sosial, serta kreativitasnya. Untuk mengetahui
secara jelas tentang karakteristik dari setiap siswa, guru terlebih dahulu melakukan
skrining atau asesmen agar mengetahui secara jelas mengenai kompetensi diri
peserta didik bersangkutan.Tujuannya agar saat memprogramkan pembelajaran,
sudah dipikirkan mengenai : intervensi pembelajaran yang dianggap cocok.
Asesmen di sini adalah kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan
setiap didik dalam segi perkembangan kognitif dan perkembangan sosial,
pengamatan yang sensitif.

B. Saran

Dengan membaca makalah karakteristik paham cara menghadapi anak berkebutuhan


khusus dan telaten lah untuk mengajar anak-anak berkebutuhan khusus anak
berkebutuhan khusus diharapkan dapat mengetahui karakteristik anak berkebutuhan
khusus.

12
DAFTAR PUSTAKA

Baker, H.J., 1975. Introduction to Exeptional Children. New York : The Macmillan
Company
Erikson, M.T., 1982. Child Psychopathology : Behavior isorder and Developmental
Disabilities. New Jersey : Prentice Hall Inc
Hallahan D.P.& Kauffman (1991). Exeptional Children: Introduction to Special
Education. New Jersey: Prentice-Hall, Englewood Cliffs
Jeferson, 2003. Comparison of Slow Learning, Learning Disability, and “At Risk”
Student. Terdapat pada link:
File://A:\Slow%20Learner,%20Learning%20Disabled,%20or%20At%20Risk.htm
Noviani, Tiara. (2017). Anak Dengan Berkesulitan Belajar. Terdapat pada link:
https://www.academia.edu/30844060/Anak_dengan_Berkesulitan_Belajar
Yusuf, M., Harianti, D., Aminah., & Widyastono, H.1997. Laporan Penelitian Profil
Siswa SD, SLTP yang memerlukan Perhatian/Pelayanan Khusus dan Yang
Berkesulitan Belajar. Jakarta : Pusbang Kurrandik
Biran, Mega Iswari dan Nurhastuti. 2018. Pendidikan Anak Autisme. Jawa Barat :
Goresan Pena.
Aiyuda, Nurul. 2018. KEMANDIRIAN PADA ANAK TUNA GANDA DI SEKOLAH
DASAR LUAR BIASA HELLEN KELLER INDONESIA, YOGYAKARTA. Jurnal
Naqthiqiyah, Vol. 1, no. 2

13

Anda mungkin juga menyukai