Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH KOMUNIKASI KEPERAWATAN

KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA

Dosen Pembimbing : Tri Anjaswarni, S.Kp. M.Kep


Kelompok 1/1-B Keperawatan Malang
Belinda Stella Monica

(1401100044)

Novia Nurul Hidayah

(1401100063)

Yulisa Lovitasari

(1401100067)

F. Dimas Galih B.

(1401100071)

Dinna Devanthi A.H

(1401100075)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MALANG


PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG

JALAN BESAR IJEN 77 C MALANG


TAHUN AJARAN 2014-2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan limpahan rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
tugas mata kuliah Bahasa Indonesia yang membahas tentang Komunikasi Lintas
Budaya dengan tepat waktu.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terimakasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya
2. Ibu Tri Anjaswarni, S.Kp. M.Kep selaku dosen yang telah memberikan
tugas, dan petunjuk kepada penyusun, sehingga termotivasi dalam
menyelesaikan tugas makalah ini.
3. Orang tua yang telah memberi semangat kepada penyusun.
4. Teman teman yang banyak memberi dukungan, sehingga penyusun
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
5. Serta pihak lainnya yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.
Penyusun menyadari bahwa tugas makalah ini sangat jauh dari kata
sempurna, maka penyusun memohon kritik dan saran mengenai penyusunan makalah
ini, guna memperbaiki penyusunan selanjutnya.
Semoga materi dalam makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi
penyusun dan pembaca pada umunya, sehingga tujuan yang di harapkan dapat
tercapai, Amin.
Malang, 11 Mei 2015

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................I
Daftar Isi ..............................................................................................................II
BAB I

PENDAHULUAN ...............................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Tujuan Pembahasan................................................................................2
1.3 Manfaat Pembahasan.............................................................................2
1.4 Ruang Lingkup.......................................................................................2

BAB II

GAMBARAN BUDAYA......................................................................3

2.1 Karakteristik Demografi.........................................................................3


2.2 Karakteristik Sosiologis Culture............................................................8
2.3 Karakteristik Biologis Masyarakat.......................................................15
2.4 Karakteristik Psikologis.......................................................................16
2.5 Ciri Khas Budaya.................................................................................18
BAB III

GAMBARAN POLA KOMUNIKASI BUDAYA............................31

3.1 Komunikasi Verbal...............................................................................31


3.2 Komunikasi Non Verbal.......................................................................31
3.3 Komunikasi Tulisan..............................................................................31
BAB IV

PEMBAHASAN ...............................................................................34

4.1 Hambatan Implementasi Komunikasi pada Budaya...........................34


4.2 Cara Mengeliminasi Hambatan Komunikasi dalam Budaya..............41
4.3 Peran Perawat sebagai Komunikator dalam Mengatasi Hambatan
Komunikasi dalam Pelayanan/Asuhan Keperawatan..........................42

BAB V

PENUTUP..........................................................................................43

5.1 Kesimpulan............................................................................................43

5.2 Saran-Saran............................................................................................43
Daftar Pustaka......................................................................................................44

BAB I
PENDAHULUAN
4

1.1 Latar Belakang


Komunikasi berakar kata Latin, comunicare, artinya "to make common"
membuat kesamaan pengertian, kesamaan persepsi. Akar kata Latin lainnya
communis atau communicatus atau common dalam bahasa Inggris yang
berarti sama, kesamaan makna (commonness). Ada juga akar kata Latin
communico yang artinya membagi. Maksudnya membagi gagasan, ide, atau
pikiran.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) mengartikan komunikasi sebagai
pengiriman dan pemerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.
Komunikasi lintas budaya menurut Stewart L. Tubbs, komunikas lintas
budaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam
arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).
Komunikasi lintas budaya menurut Hamid Mowlana, komunikasi lintas
budaya sebagai human flow across national boundaries. Misalnya; dalam
keterlibatan suatu konferensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai
negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain.
Budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem-sistem nilai yang berbeda dan
karenanya ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda, juga menentukan cara
berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh bahasa, aturan dan norma yang
ada pada masing-masing budaya.
Kebutuhan untuk mempelajari Komunikasi Lintas Budaya ini semakin
terasakan karena semakin terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari
berbagai budaya yang berbeda, disamping kondisi bangsa Indonesia yang sangat
majemuk dengan berbagai ras, suku bangsa, agama, latar belakang daerah
(desa/kota), latar belakang pendidikan, dan sebagainya. Kapasitas untuk
memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan, karena dunia seaakan
menyusut.
1.2 Tujuan Pembahasan
Mengetahui gambaran budaya Dayak, yang meliputi karakteristik demografi,
karakteristik sosiologis culture, karakteristikbiologis masyarakat, karakteristik
psikologis, dan ciri khas budaya.

Mengetahui gambaran pola komunikasi budaya Dayak, yang meliputi


komunikasi verbal, komunikasi non verbal, dan komunikasi tulisan.
Mengetahui hambatan-hambatan dalam berkomunikasi dan cara mengatasi
hambatan-hambatan tersebut.
1.3 Manfaat Pembahasan
Manfaat makalah ini yaitu agar pembaca dapat mengetahui pentingnya
mengetahui komunikasi antar budaya. Selain dapat belajar memahami dan
mempelajari komunikasi budaya-budaya yang lain.
Manfaat lain bagi mahasiswa yaitu unutk menambah ilmu atau bahan ajar
yang berkaitan dengan komunikasi antar budaya.
1.4 Ruang Lingkup
Dalam makalah ini penyusun mendiskusikan tentang lintas budaya yang secara
spesifik penyusun mengangkat tema atau membahas tentang budaya Dayak. Yang
meliputi gambaran budaya Dayak, gambaran pola komunikasi budaya Dayak,
dan hambatan komunikasi pada budaya Dayak sekaligus cara mengatasi
hambatan tersebut.

BAB II
GAMBARAN BUDAYA SUKU DAYAK
2.1 Karakteristik Demografi Suku Dayak
Suku Dayak (Ejaan Lama: Dajak atau Dyak) adalah nama yang oleh
penduduk pesisir pulau Borneo diberi kepada penghuni pedalaman yang
mendiami Pulau Kalimantan (Brunei, Malaysia yang terdiri dari Sabah dan

Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,
Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan). Ada 5 suku atau 7 suku asli
Kalimantan yaitu Melayu, Dayak, Banjar, Kutai, Paser, Berau dan Tidung
Menurut sensus Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2010, suku
bangsa yang terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokan menjadi tiga yaitu
suku Banjar, suku Dayak Indonesia (268 suku bangsa) dan suku asal Kalimantan
lainnya (non Dayak dan non Banjar). Dahulu, budaya masyarakat Dayak adalah
Budaya maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak
mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau
sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.
Ada yang membagi orang Dayak dalam enam rumpun yakni rumpun
Klemantan alias Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak
Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan
rumpun Punan. Namun secara ilmiah, para linguis melihat 5 kelompok bahasa
yang dituturkan di pulau Kalimantan dan masing-masing memiliki kerabat di luar
pulau Kalimantan:

"Barito Raya (33 bahasa, termasuk 11 bahasa dari kelompok bahasa


Madagaskar, dan Sama-Bajau termasuk satu suku yang berdiri dengan nama
sukunya sendiri yaitu Suku Paser.

"Dayak Darat" (13 bahasa)

"Borneo Utara" (99 bahasa), termasuk bahasa Yakan di Filipina serta satu
suku yang berdiri dengan nama sukunya sendiri yaitu Suku Tidung

"Sulawesi Selatan" dituturkan 3 suku Dayak di pedalaman Kalbar: Dayak


Taman, Dayak Embaloh, Dayak Kalis disebut rumpun Dayak Banuaka.

"Melayik" dituturkan: Dayak Meratus/Bukit (alias Banjar arkhais), Dayak


Iban (dan Saq Senganan), Dayak Keninjal, Dayak Bamayoh (Malayic
Dayak), Dayak Kendayan (Kanayatn). Beberapa suku asal Kalimantan

beradat Melayu yang terkait dengan rumpun ini sebagai suku-suku yang
berdiri sendiri yaitu Suku Banjar, Suku Kutai, Suku Berau, Suku Sambas,
dan Suku Kedayan.
Istilah untuk suku penduduk asli dekat Sambas dan Pontianak adalah
Daya (Kanayatn: orang daya= orang darat), sedangkan di Banjarmasin
disebut Biaju (bi= dari; aju= hulu). Jadi semula istilah orang Daya (orang
darat) ditujukan untuk penduduk asli Kalimantan Barat yakni rumpun
Bidayuh yang selanjutnya dinamakan Dayak Darat yang dibedakan dengan
Dayak Laut (rumpun Iban). Di Banjarmasin, istilah Dayak mulai digunakan
dalam perjanjian Sultan Banjar dengan Hindia Belanda tahun 1826, untuk
menggantikan istilah Biaju Besar (daerah sungai Kahayan) dan Biaju Kecil
(daerah sungai Kapuas Murung) yang masing-masing diganti menjadi Dayak
Besar dan Dayak Kecil, selanjutnya oleh pihak kolonial Belanda hanya
kedua daerah inilah yang kemudian secara administratif disebut Tanah
Dayak. Sejak masa itulah istilah Dayak juga ditujukan untuk rumpun NgajuOt Danum atau rumpun Barito. Selanjutnya istilah Dayak dipakai meluas
yang secara kolektif merujuk kepada suku-suku penduduk asli setempat yang
berbeda-beda bahasanya, khususnya non-Muslim atau non-Melayu. Pada
akhir abad ke-19 (pasca Perdamaian Tumbang Anoi) istilah Dayak dipakai
dalam konteks kependudukan penguasa kolonial yang mengambil alih
kedaulatan suku-suku yang tinggal di daerah-daerah pedalaman Kalimantan.
Menurut Departemen

Pendidikan

dan Kebudayaan

Bagian Proyek

Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Kalimantan Timur, Dr.


August Kaderland, seorang ilmuwan Belanda, adalah orang yang pertama
kali mempergunakan istilah Dayak dalam pengertian di atas pada tahun
1895.
Arti dari kata Dayak itu sendiri masih bisa diperdebatkan. Commans
(1987), misalnya, menulis bahwa menurut sebagian pengarang, Dayak
berarti manusia, sementara pengarang lainnya menyatakan bahwa kata itu
8

berarti pedalaman. Commans mengatakan bahwa arti yang paling tepat


adalah orang yang tinggal di hulu sungai. Dengan nama serupa, Lahajir et al.
melaporkan bahwa orang-orang Iban menggunakan istilah Dayak dengan arti
manusia, sementara orang-orang Tunjung dan Benuaq mengartikannya
sebagai hulu sungai. Mereka juga menyatakan bahwa sebagian orang
mengklaim bahwa istilah Dayak menunjuk pada karakteristik personal
tertentu yang diakui oleh orang-orang Kalimantan, yaitu kuat, gagah, berani
dan ulet. Lahajir et al. mencatat bahwa setidaknya ada empat istilah untuk
penuduk asli Kalimantan dalam literatur, yaitu Daya, Dyak, Daya, dan
Dayak. Penduduk asli itu sendiri pada umumnya tidak mengenal istilahistilah ini, akan tetapi orang-orang di luar lingkup merekalah yang menyebut
mereka sebagai Dayak.
Asal mula
Secara umum kebanyakan penduduk kepulauan Nusantara adalah
penutur bahasa Austronesia. Saat ini teori dominan adalah yang
dikemukakan linguis seperti Peter Bellwood dan Blust, yaitu bahwa tempat
asal bahasa Austronesia adalah Taiwan. Sekitar 4.000 tahun lalu, sekelompok
orang Austronesia mulai bermigrasi ke Filipina. Kira-kira 500 tahun
kemudian, ada kelompok yang mulai bermigrasi ke selatan menuju kepulauan
Indonesia sekarang, dan ke timur menuju Pasifik.
Namun orang Austronesia ini bukan penghuni pertama pulau Borneo.
Antara 60.000 dan 70.000 tahun lalu, waktu permukaan laut 120 atau 150
meter lebih rendah dari sekarang dan kepulauan Indonesia berupa daratan
(para geolog menyebut daratan ini "Sunda"), manusia sempat bermigrasi dari
benua Asia menuju ke selatan dan sempat mencapai benua Australia yang saat
itu tidak terlalu jauh dari daratan Asia.

Dari

pegunungan

itulah

berasal

sungai-sungai

besar

seluruh

Kalimantan. Diperkirakan, dalam rentang waktu yang lama, mereka harus


menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami
pesisir pulau Kalimantan. Tetek Tahtum menceritakan migrasi suku Dayak
Ngaju dari daerah perhuluan sungai-sungai menuju daerah hilir sungai-sungai.
Di daerah selatan Kalimantan Suku Dayak pernah membangun sebuah
kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak di daerah itu sering disebut Nansarunai
Usak Jawa, yakni kerajaan Nansarunai dari Dayak Maanyan yang
dihancurkan oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 13091389. Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak Maanyan terdesak dan
terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman ke wilayah suku Dayak
Lawangan. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang
berasal dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu
(sekitar tahun 1520).
Sebagian besar suku Dayak di wilayah selatan dan timur kalimantan
yang memeluk Islam keluar dari suku Dayak dan tidak lagi mengakui dirinya
sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai atau orang Banjar dan
Suku Kutai. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali
menyusuri sungai, masuk ke pedalaman, bermukim di daerah-daerah Kayu
Tangi, Amuntai, Margasari, Batang Amandit, Batang Labuan Amas dan
Batang Balangan. Sebagian lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak
pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian
Kotawaringin, salah seorang pimpinan Banjar Hindu yang terkenal adalah
Lambung Mangkurat menurut orang Dayak adalah seorang Dayak
(Maanyan atau Ot Danum). Di Kalimantan Timur, orang Suku TonyoyBenuaq yang memeluk Agama Islam menyebut dirinya sebagai Suku Kutai.
Tidak hanya dari Nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke
Kalimantan. Bangsa Tionghoa tercatat mulai datang ke Kalimantan pada
masa Dinasti Ming yang tercatat dalam buku 323 Sejarah Dinasti Ming
10

(1368-1643). Dari manuskrip berhuruf hanzi disebutkan bahwa kota yang


pertama dikunjungi adalah Banjarmasin dan disebutkan bahwa seorang
Pangeran yang berdarah Biaju menjadi pengganti Sultan Hidayatullah I.
Kunjungan tersebut pada masa Sultan Hidayatullah I dan penggantinya yaitu
Sultan Mustain Billah. Hikayat Banjar memberitakan kunjungan tetapi tidak
menetap oleh pedagang jung bangsa Tionghoa dan Eropa (disebut Walanda) di
Kalimantan Selatan telah terjadi pada masa Kerajaan Banjar Hindu (abad
XIV). Pedagang Tionghoa mulai menetap di kota Banjarmasin pada suatu
tempat dekat pantai pada tahun 1736.
Kedatangan

bangsa

Tionghoa

di

selatan

Kalimantan

tidak

mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh


langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar
di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak.
Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak
seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.
Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada
abad XV Kaisar Yongle mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan
(termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Cheng Ho, dan kembali ke
Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa,
Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan
Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang
mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang
dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring,
cangkir, mangkok dan guci.
2.2 Karakteristik Sosiologis Culture
Pembagian sub-sub etnis karakteristik sosiologis masyarakat
budaya Dayak

11

Persebaran suku-suku Dayak di Pulau Kalimantan.


Dikarenakan arus migrasi yang kuat dari para pendatang, Suku Dayak
yang masih mempertahankan adat budayanya akhirnya memilih masuk ke
pedalaman. Akibatnya, Suku Dayak menjadi terpencar-pencar dan menjadi
sub-sub etnis tersendiri.
Kelompok Suku Dayak, terbagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih
jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku
Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip,
merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat,
budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut
suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap
pemukiman mereka.
Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan,
1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri
dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh
Kalimantan.
Dayak pada masa kini
Tradisi suku Dayak Kanayatn.
Dewasa ini suku bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar,
yakni: Apokayan (Kenyah-Kayan-Bahau), Ot Danum-Ngaju, Iban, Murut,
Klemantan dan Punan. Rumpun Dayak Punan merupakan suku Dayak yang
paling tua mendiami pulau Kalimantan, sementara rumpun Dayak yang lain
merupakan rumpun hasil asimilasi antara Dayak punan dan kelompok Proto
Melayu (moyang Dayak yang berasal dari Yunnan). Keenam rumpun itu
terbagi lagi dalam kurang lebih 405 sub-etnis. Meskipun terbagi dalam ratusan
sub-etnis, semua etnis Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas.

12

Ciri-ciri tersebut menjadi faktor penentu apakah suatu subsuku di Kalimantan


dapat dimasukkan ke dalam kelompok Dayak atau tidak. Ciri-ciri tersebut
adalah rumah panjang, hasil budaya material seperti tembikar, mandau,
sumpit, beliong (kampak Dayak), pandangan terhadap alam, mata pencaharian
(sistem perladangan), dan seni tari. Perkampungan Dayak rumpun Ot DanumNgaju biasanya disebut lewu/lebu dan pada Dayak lain sering disebut
banua/benua/binua/benuo. Di kecamatan-kecamatan di Kalimantan yang
merupakan wilayah adat Dayak dipimpin seorang Kepala Adat yang
memimpin satu atau dua suku Dayak yang berbeda.
Prof. Lambut dari Universitas Lambung Mangkurat, (orang Dayak
Ngaju) menolak anggapan Dayak berasal dari satu suku asal, tetapi hanya
sebutan kolektif dari berbagai unsur etnik, menurutnya secara "rasial",
manusia Dayak dapat dikelompokkan menjadi :

Dayak Mongoloid,

Malayunoid,

Autrolo-Melanosoid,

Dayak Heteronoid.
Namun di dunia ilmiah internasional, istilah seperti "ras Australoid",

"ras Mongoloid dan pada umumnya "ras" tidak lagi dianggap berarti untuk
membuat klasifikasi manusia karena kompleksnya faktor yang membuat
adanya kelompok manusia.
Tradisi Penguburan
Peti kubur di Kutai. Foto tersebut merupakan foto kuburan Dayak
Benuaq di Kutai. Peti yang dimaksud adalah Selokng (ditempatkan di Garai).
Ini merupakan penguburan primer - tempat mayat melalui Upacara/Ritual
Kenyauw. Sementara di sebelahnya (terlihat sepotong) merupakan Tempelaq

13

yang merupakan tempat tulang si meninggal melalui Upacara/Ritual


Kwangkay.
Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa
Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan
dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya
terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :

penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.

penguburan di dalam peti batu (dolmen)

penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini
merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.
Menurut tradisi Dayak Benuaq baik tempat maupun bentuk penguburan

dibedakan :
1. wadah (peti) mayat--> bukan peti mati : lungun, selokng dan kotak
2. wadah tulang-beluang : tempelaaq (bertiang 2) dan kererekng (bertiang 1)
serta guci.
berdasarkan tempat peletakan wadah (kuburan) Suku DayakBenuaq :
1. lubekng (tempat lungun)
2. garai (tempat lungun, selokng)
3. gur (lungun)
4. tempelaaq dan kererekng
Pada umumnya terdapat dua tahapan penguburan:
1. penguburan tahap pertama (primer)
2. penguburan tahap kedua (sekunder).

14

Penguburan primer
4.1

Parepm Api (Dayak Benuaq)

4.2

Kenyauw (Dayak Benuaq)

Penguburan sekunder
Penguburan sekunder tidak lagi dilakukan di gua. Di hulu Sungai
Bahau dan cabang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kalimantan
Timur, banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan
peninggalan

megalitik.

Perkembangan

terakhir,

penguburan

dengan

menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam
bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari terbit.
Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni :

dikubur dalam tanah

diletakkan di pohon besar

dikremasi dalam upacara tiwah.

Prosesi penguburan sekunder


1. Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan,
sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan)
yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan
pertama di dalam tanah.
2. Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan.
Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.
3. Marabia
4. Mambatur (Dayak Maanyan)

15

5. Kwangkai /Wara (Dayak Benuaq)

Agama
Masyarakat rumpun Dayak Ngaju dan rumpun Dayak Ot Danum
menganut agama leluhur yang diberi nama oleh Tjilik Riwut sebagai agama
Kaharingan yang memiliki ciri khas adanya pembakaran tulang dalam ritual
penguburan. Sedangkan agama asli rumpun Dayak Banuaka tidak mengenal
adanya pembakaran tulang jenazah. Bahkan agama leluhur masyarakat Dayak
Meratus di Kalimantan Selatan lebih menekankan ritual dalam kehidupan
terutama upacara/ritual pertanian maupun pesta panen yang sering dinamakan
sebagai agama Balian.
Agama-agama asli suku-suku Dayak sekarang ini kian lama kian
ditinggalkan. Sejak abad pertama Masehi, agama Hindu mulai memasuki
Kalimantan dengan ditemukannya Candi Agung sebuah peninggalan agama
Hindu di Amuntai, Kalimantan Selatan, selanjutnya berdirilah kerajaankerajaan Hindu-Buddha. Semenjak abad ke-4 masyarakat Kalimantan
memasuki era sejarah yang ditandai dengan ditemukannya prasasti
peninggalan dari Kerajaan Kutai yang beragama Hindu di Kalimantan Timur.
Penemuan arca-arca Buddha yang merupakan peninggalan Kerajaan
Brunei kuno, Kerajaan Sribangun (di Kota Bangun, Kutai Kartanegara) dan
Kerajaan Wijayapura. Hal ini menunjukkan munculnya pengaruh hukum
agama Hindu-Buddha dan asimilasi dengan budaya India yang menandai
kemunculan masyarakat multietnis yang pertama kali di Kalimantan
Penemuan Batu Nisan Sandai menunjukan penyebaran agama Islam di
Kalimantan sejak abad ke-7 mencapai puncaknya di awal abad ke-16,
masyarakat kerajaan-kerajaan Hindu menjadi pemeluk-pemeluk Islam yang
menandai kepunahan agama Hindu dan Buddha di Kalimantan. Sejak itu

16

mulai muncul hukum adat Banjar dan Melayu yang dipengaruhi oleh sebagian
hukum agama Islam (seperti budaya makanan, budaya berpakaian, budaya
bersuci), namun umumnya masyarakat Dayak di pedalaman tetap memegang
teguh pada hukum adat/kepercayaan Kaharingan.
Sebagian besar masyarakat Dayak yang sebelumnya beragama
Kaharingan kini memilih Kekristenan, namun kurang dari 10% yang masih
mempertahankan agama Kaharingan. Agama Kaharingan sendiri telah
digabungkan ke dalam kelompok agama Hindu (baca: Hindu Bali) sehingga
mendapat sebutan agama Hindu Kaharingan. Namun ada pula sebagian kecil
masyarakat Dayak kini mengkonversi agamanya dari agama Kaharingan
menjadi agama Buddha (Buddha versi Tionghoa), yang pada mulanya muncul
karena adanya perkawinan antarsuku dengan etnis Tionghoa yang beragama
Buddha, kemudian semakin meluas disebarkan oleh para Biksu di kalangan
masyarakat Dayak misalnya terdapat pada masyarakat suku Dayak Dusun
Balangan yang tinggal di kecamatan Halong di Kalimantan Selatan.
Di Kalimantan Barat, agama Kristen diklaim sebagai agama orang
Dayak (sehingga Dayak Muslim Kalbar terpaksa membentuk Dewan Adat
Dayak Muslim tersendiri), tetapi hal ini tidak berlaku di propinsi lainnya
sebab orang Dayak juga banyak yang memeluk agama Islam namun tetap
menyebut dirinya sebagai suku Dayak.
Di

wilayah

perkampungan-perkampungan

Dayak

yang

masih

beragama Kaharingan berlaku hukum adat Dayak. Wilayah-wilayah di pesisir


Kalimantan dan pusat-pusat kerajaan Islam, masyarakatnya tunduk kepada
hukum adat Banjar/Melayu seperti suku Banjar, Melayu-Senganan, Kedayan,
Bakumpai, Kutai, Paser, Berau, Tidung, dan Bulungan. Bahkan di wilayah
perkampungan-perkampungan Dayak yang telah sangat lama berada dalam
pengaruh agama Kristen yang kuat kemungkinan tidak berlaku hukum adat
Dayak/Kaharingan. Di masa kolonial, orang-orang bumiputera Kristen dan

17

orang Dayak Kristen di perkotaan disamakan kedudukannya dengan orang


Eropa dan tunduk kepada hukum golongan Eropa. Belakangan penyebaran
agama Nasrani mampu menjangkau daerah-daerah Dayak terletak sangat jauh
di pedalaman sehingga agama Nasrani dianut oleh hampir semua penduduk
pedalaman dan diklaim sebagai agama orang Dayak.
Jika kita melihat sejarah pulau Borneo dari awal. Orang-orang dari
Sriwijaya, orang Melayu yang mula-mula migrasi ke Kalimantan. Etnis
Tionghoa Hui Muslim Hanafi menetap di Sambas sejak tahun 1407, karena
pada masa Dinasti Ming, bandar Sambas menjadi pelabuhan transit pada jalur
perjalanan dari Champa ke Maynila, Kiu kieng (Palembang) maupun ke
Majapahit. Banyak penjabat Dinasti Ming adalah orang HuiMuslim yang
memiliki pengetahuan bahasa-bahasa asing misalnya bahasa Arab. Laporan
pedagang-pedagang Tionghoa pada masa Dinasti Ming yang mengunjungi
Banjarmasin pada awal abad ke-16 mereka sangat khawatir mengenai aksi
pemotongan kepala yang dilakukan orang-orang Biaju di saat para pedagang
sedang tertidur di atas kapal. Agamawan Nasrani dan penjelajah Eropa yang
tidak menetap telah datang di Kalimantan pada abad ke-14 dan semakin
menonjol di awal abad ke-17 dengan kedatangan para pedagang Eropa.
Upaya-upaya penyebaran agama Nasrani selalu mengalami kegagalan, karena
pada dasarnya pada masa itu masyarakat Dayak memegang teguh kepercayaan
leluhur (Kaharingan) dan curiga kepada orang asing, seringkali orang-orang
asing terbunuh. Penduduk pesisir juga sangat sensitif terhadap orang asing
karena takut terhadap serangan bajak laut dan kerajaan asing dari luar pulau
yang hendak menjajah mereka. Penghancuran keraton Banjar di Kuin tahun
1612 oleh VOC Belanda dan serangan Mataram atas Sukadana tahun 1622
dan potensi serangan Makassar sangat mempengaruhi kerajaan-kerajaan di
Kalimantan. Sekitar tahun 1787, Belanda memperoleh sebagian besar
Kalimantan dari Kesultanan Banjar dan Banten. Sekitar tahun 1835 barulah
misionaris Kristen mulai beraktifitas secara leluasa di wilayah-wilayah

18

pemerintahan Hindia Belanda yang berdekatan dengan negara Kesultanan


Banjar. Pada tanggal 26 Juni1835, Barnstein, penginjil pertama Kalimantan
tiba di Banjarmasin dan mulai menyebarkan agama Kristen ke pedalaman
Kalimantan Tengah. Pemerintah lokal Hindia Belanda malahan merintangi
upaya-upaya misionaris.

2.3 Karakteristik Biologis Masyarakat Budaya Suku Dayak


Ciri fisik orang suku Dayak
Berkulit putih
Mata sipit
Polos
Lugu
Hidup dengan berladang dan berburu
Sederhana
Makanan kesenangan mereka
- Telu (daging)
- Biter, umbut(sayur)
- Lobalaya (semacam lontong)
- Utad (kueh)

- Tempoyak (semacam asinan tp dr duren)


Hidup sepanjang Sungai-sungai di kalimantan.
Terbagi dalam beberapa anak suku (kenyah, lundayeh, Ngaju,

Maanyan, Kahayan, Banjar)


2.4 Karakteristik Psikologis Suku Dayak
1.
Orang Dayak suka berbagai kemujuran dengan sesamanya. Daging
binatang hasil buruan, beberapa jenis hasil tani dan hasil hutan yang
mereka peroleh seringkali dibagi-bagikan kepada sesame secara Cuma2.

Cuma.
Sikap demokratis sebagai salah sati semangat kehidupan di rumah
panjang masih dimiliki oleh sebagian besar orang Dayak, meskipun
rumah panjang mereka hamper punah. Kegiatan perekonomian yang
berimplikasi pada kehidupan komunitas biasanya mereka musayarahkan
terlebih dahulu.

19

3.

Orang Dayak punya rasa hormat yang tinggi kepada alam lingkungan
hidupnya. Pada beberapa subsuku Dayak terdapat adapt yang melarang
warga membuat lading digunung tertentu, daerah sekitar alur sungai dan
tembawang, disertai sanksi-sanksi yang bersifat sacral. Berdasarkan
pengalaman, mereka mengetahui bahwa keseimbangan alam harus selalu

4.

dipelihara, terutama dengan memelihara jantung-jantung konservasi.


Bagi orang Dayak, musuh yang dikenal hanyalah musuh yang menyerang
mereka secara fisik. Oleh sebab itu orang lain yang datang untuk
menghabisi hutan, menggunduli gunung, mengambul tembawang atau
merusak sungai dilingkungan hidup mereka tidak mereka identifikasikan
sebagai musuh, sehingga mereka merasa tidak perlu untuk melawa

5.

penjahatnya.
Tidak bisa menabung atau merencanakan kehidupan masa depan. Orang
Dayak belum banyak meninggalkan sifat-sifat sebagai manusia perantau.
Kebiasaan menyimpan padi dilumbung (jurong,durong, dango) bukan
dimaksudkan untuk menabung , tetapi sekedar menyimpan padi untuk
keperluan satu tahun siklus perladangan mereka. Menabung dalam arti
menyimpan untuk masa depan dengan mempertahankan atau menambah

6.

nilai ekonomis simpanan belum menjadi kebiasaan mereka.


Manja pada alam, karena mereka terbiasa dengan mudah memperoleh
sayur-sayuran, buah-buahan. Ikan, dan daging binatang yang tersedia

7.

dialam sekitarnya.
Tidak mengenal system dagang,baik dikalangan mereka sendiri maupun
dengan kalangan luar. Apabila mereka pergi menukarkan hasil hutan atau
hasil tani dengan barang lain yang mereka perlukan, maka itu dilakukan
sepenuhnya dengan sikap terserah kepada taoke. (Kanayatn: ahe-ahe ja
toke), artinya terserah kepada pihak lain untuk menentukan, orang Dayak
juga belum dapat memahami hubungan antara waktu dan nilai ekonomis

8.

suatu jeis barang.


Suka merendahkan diri dengan bersikap low profile,tidak pandai
menawarkan

jasa

dengan

mempertontonkan

keterampilan

atau

kebolehannya. Dalam menghadapi persoalan, orang Dayak lebih suka


20

memilih berdiam diri, sambil berharap agar orang lain dapat menyelami
apa keinginan mereka. Menuntut hak hamper tidak dikenal dalam sikap
9.

hidup orang Dayak.


Orang Dayak gampang iri hati kepada orang sesuku. Sesama orang Dayak
yang tampak lebih maju (kaya) biasanya dianggap tidak wajar dan
sebaiknya dijauhi. Bila di suatu desa Dayak ada seorang pedagang
Tionghoa dan beberapa pedagang Dayak diperbolehkan bersaing secara
bebas maka hampir dapat dipastikan pedagang Tionghoa yang akan
unggul, karena rasa iri hati masyarakat sekitar akan terarah kepada si

10.

pedagang Dayak itu.


Mudah tersinggung dalam hal-hal yang menyangkut suku dan adapt
istiadatnya. Perasaan terhina bisa menjadi motivasi yang kuat bagi
mereka untuk bertindak tetapi untuk mempelajari system pengembangan

11.

ekonomi secara terencana dan objektif.


Seringkali orang Dayak menghormati tamu secara berlebihan. Bagi tamu
disediakan makanan istimewa yang mereka sendiri mungkin jarang sekali
bisa menikmatinya. Penghormatan kepada tamu luar ini tanpa

12.

perhitungan ekonomis.
Sisa-sisa kejujuran dan kepolosan orang Dayak dapat dengan mudah
dimanfaatkan untuk menipu mereka sendiri. Mereka mudah terpengaruh
oleh kata-kata manis. Dengan sedikit janji lisan saja, orang lain dapat

13.

memperoleh keuntungan dari mereka.


Tidak mengenal perbedaan antara kata dan perbuatan. Pada orang Dayak
tradisional, apa yang dikatakannya pasti akan dilaksanakannya.
Sebaliknya, jangan percaya kepada orang dayak modern, sebab mereka

14.

telah pandai berkata-kata klise sekadar klobotisme.


Orang Dayak sangat jarang yang berminat menjadi anggota angkatan
bersenjata (militer), Memegang senjata baik mereka berkonotasi siap
untuk membunuh secara kurang jantan. Padahal anggapan ini keliru.
Akibatnya peluang mereka untuk berperan dalam kekuasaan politik
menjadi kecil. Kita tahu bahwa kekuasaan politik dapat berpengaruh
sangat besar terhadap perekonomian.

21

2.5 Ciri Khas Budaya Suku Dayak


Dibawah ini ada beberapa adat istiadat bagi suku dayak yang masih
terpelihara hingga kini, dan dunia supranatural Suku Dayak pada zaman
dahulu maupun zaman sekarang yang masih kuat sampai sekarang. Adat
istiadat ini merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh Bangsa
Indonesia, karena pada awal mulanya Suku Dayak berasal dari pedalaman
Kalimantan.

Upacara Tiwah
Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan
upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah
meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah tempat yang
semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah
meninggal dunia.
Upacara Tiwah bagi Suku Dayak sangatlah sakral, pada acara Tiwah
ini sebelum tulang-tulang orang yang sudah mati tersebut di antar dan
diletakkan ke tempatnya (sandung), banyak sekali acara-acara ritual, tarian,
suara gong maupun hiburan lain. Sampai akhirnya tulang-tulang tersebut di
letakkan di tempatnya (Sandung).

Dunia Supranatural
Dunia Supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak jaman dulu
merupakan ciri khas kebudayaan Dayak. Karena supranatural ini pula orang
luar negeri sana menyebut Dayak sebagai pemakan manusia ( kanibal ).
Namun pada kenyataannya Suku Dayak adalah suku yang sangat cinta damai
asal mereka tidak di ganggu dan ditindas semena-mena. Kekuatan
supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya, contohnya Manajah Antang.
Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti
mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur

22

dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti akan
ditemukan.

Mangkok merah.
Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok
merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya
besar. Panglima atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya
mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di
edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan
sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya
biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar
biasa. Percaya atau tidak panglima itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal
dari apa saja seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya.
Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan
sang panglima harus membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang
tepat untuk memulai perang. Dalam acara adat itu roh para leluhur akan
merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika pangkalima tersebut ber Tariu
( memanggil roh leluhur untuk untuk meminta bantuan dan menyatakan
perang ) maka orang-orang Dayak yang mendengarnya juga akan mempunyai
kekuatan seperti panglimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil bisa sakit
atau gila bila mendengar tariu.
Orang-orang yang sudah dirasuki roh para leluhur akan menjadi
manusia dan bukan. Sehingga biasanya darah, hati korban yang dibunuh akan
dimakan. Jika tidak dalam suasana perang tidak pernah orang Dayak makan
manusia. Kepala dipenggal, dikuliti dan di simpan untuk keperluan upacara
adat. Meminum darah dan memakan hati itu, maka kekuatan magis akan
bertambah. Makin banyak musuh dibunuh maka orang tersebut makin sakti.

23

Mangkok merah terbuat dari teras bambu (ada yang mengatakan


terbuat dari tanah liat) yang didesain dalam bentuk bundar segera dibuat.
Untuk menyertai mangkok ini disediakan juga perlengkapan lainnya seperti
ubi jerangau merah (acorus calamus) yang melambangkan keberanian (ada
yang mengatakan bisa diganti dengan beras kuning), bulu ayam merah untuk
terbang, lampu obor dari bambu untuk suluh (ada yang mengatakan bisa
diganti dengan sebatang korek api), daun rumbia (metroxylon sagus) untuk
tempat berteduh dan tali simpul dari kulit kepuak sebagai lambang persatuan.
Perlengkapan tadi dikemas dalam mangkok dari bambu itu dan dibungkus
dengan kain merah.
Menurut cerita turun-temurun mangkok merah pertama beredar ketika
perang melawan Jepang dulu. Lalu terjadi lagi ketika pengusiran orang
Tionghoa dari daerah-daerah Dayak pada tahun 1967. pengusiran Dayak
terhadap orang Tionghoa bukannya perang antar etnis tetapi lebih banyak
muatan politisnya. Sebab saat itu Indonesia sedang konfrontasi dengan
Malaysia.
Menurut kepercayaan Dayak, terutama yang dipedalaman Kalimantan
yang disampaikan dari mulut ke mulut, dari nenek kepada bapak, dari bapak
kepada anak, hingga saat ini yang tidak tertulis mengakibatkan menjadi lebih
atau kurang dari yang sebenar-benarnya, bahwa asal-usul nenek moyang suku
Dayak itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke dunia ini dengan Palangka
Bulau ( Palangka artinya suci, bersih, merupakan ancak, sebagai tandu yang
suci, gandar yang suci dari emas diturunkan dari langit, sering juga disebutkan
Ancak atau Kalangkang ).
Seni Tari Dayak
1. Tari Gantar

24

Tarian yang menggambarkan gerakan orang menanam padi. Tongkat


menggambarkan kayu penumbuk sedangkan bambu serta biji-bijian
didalamnya menggambarkan benih padi dan wadahnya.
Tarian ini cukup terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu
dan acara-acaralainnya.Tari ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung
namun juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam
tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar
Kusak.
2. Tari Kancet Papatai / Tari Perang
Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah
berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh
semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari.
Dalam tari Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian
tradisionil suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti
mandau, perisai dan baju perang. Tari ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan
hanya menggunakan alat musik Sampe.
3. Tari Kancet Ledo / Tari Gong
Jika Tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan
pria Dayak Kenyah, sebaliknya Tari Kancet Ledo menggambarkan
kelemahlembutan seorang gadis bagai sebatang padi yang meliuk-liuk lembut
ditiup oleh angin.
Tari ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai pakaian
tradisionil suku Dayak Kenyah dan pada kedua tangannya memegang
rangkaian bulu-bulu ekor burung Enggang. Biasanya tari ini ditarikan diatas
sebuah gong, sehingga Kancet Ledo disebut juga Tari Gong.
4. Tari Kancet Lasan
25

Menggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang


dimuliakan oleh suku Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda
keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian tunggal
wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tari
Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu
burung Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah
dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh lantai. Tarian ini lebih
ditekankan pada gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang dan
hinggap bertengger di dahan pohon.
5. Tari Leleng
Tarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan
dikawinkan secara paksa oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak
dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan diri kedalam hutan. Tarian gadis
suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan diiringi nyanyian lagu Leleng.
6. Tari Hudoq
Tarian ini dilakukan dengan menggunakan topeng kayu yang
menyerupai binatang buas serta menggunakan daun pisang atau daun kelapa
sebagai penutup tubuh penari. Tarian ini erat hubungannya dengan upacara
keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan Modang. Tari Hudoq
dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam mengatasi gangguan hama
perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen
yang banyak.
7. Tari Hudoq Kita
Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari
Hudoq dari suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut
tahun tanam maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang
telah memberikan hasil panen yang baik. Perbedaan yang mencolok anatara
Tari Hudoq Kita dan Tari Hudoq ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya
dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita menggunakan baju lengan
panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya

26

berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas
Dayak Kenyah. Ada dua jenis topeng dalam tari Hudoq Kita, yakni yang
terbuat dari kayu dan yang berupa cadar terbuat dari manik-manik dengan
ornamen Dayak Kenyah.
8. Tari Serumpai
Tarian suku Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah
penyakit dan mengobati orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian
Serumpai karena tarian diiringi alat musik Serumpai (sejenis seruling
bambu).a kita memanfaatkan dan mengelolanya.
9. Tari Belian Bawo
Upacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati
orang sakit, membayar nazar dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi
tarian, tari ini sering disajikan pada acara-acara penerima tamu dan acara
kesenian lainnya. Tarian ini merupakan tarian suku Dayak Benuaq.
10. Tari Kuyang
Sebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk mengusir hantuhantu yang menjaga pohon-pohon yang besar dan tinggi agar tidak
mengganggu manusia atau orang yang menebang pohon tersebut.
11. Tari Pecuk Kina
Tarian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang
berpindah dari daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar
(Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu bertahun-tahun.
12. Tari Datun
Tarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah
dengan jumlah tak pasti, boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari
bersama ini diciptakan oleh seorang kepala suku Dayak Kenyah di Apo Kayan
yang bernama Nyik Selung, sebagai tanda syukur dan kegembiraan atas
kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini berkembang ke segenap daerah
suku Dayak Kenyah.
13. Tari Ngerangkau

27

Tari Ngerangkau adalah tarian adat dalam hal kematian dari suku
Dayak Tunjung dan Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk
padi yang dibentur-benturkan secara teratur dalam posisi mendatar sehingga
menimbulkan irama tertentu.
14. Tari Baraga Bagantar
Awalnya Baraga Bagantar adalah upacara belian untuk merawat bayi
dengan memohon bantuan dari Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah
digubah menjadi sebuah tarian oleh suku Dayak Benuaq.
Senjata Sukubangsa Dayak
1.

Sipet / Sumpitan.Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat


dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 2,5 meter, ditengah-tengahnya
berlubang dengan diameter lubang cm yang digunakan untuk
memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat
dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak
sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.

2.

Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan
anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.

3.

Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1
2 meter dengan lebar 30 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau
lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai
tempat pegangan.

4.

Mandau. Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun


yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran
baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat
dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi
dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli
yang disebut Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau,
merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan
baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan

28

dasar pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman
Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.
5.

Dohong. Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah
menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu.
Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang, Basir.

Makanan Khas Suku Dayak


1. Terong Mapui

Terong ungu yang sedang besarnya, dibakar dengan kulitnya hingga matang
dan menjadi lembek. Kemudian siapkan lombok rawit, terasi, garam, serei,
diulek halus, ditambah ikan bakar yang berlemak dan terong bakar, ditekan
pelan-pelan sampai tercampur.Salah satu makanan khas suku dayak yang
banyak di gemari oleh banyak orang, terong ungu atau yang disebut terong
mapui ini sangat pedas karena di campur dengan lombok rawit dengan rasa
yang asam dan asin.

2. Paing ala Suku Dayak


29

Suku Dayak menyebutnya sebagai hawa, prok, cecadu, kusing tayo, paing
atau bangamet/bangamat. Suku dayak punya ciri khas dalam memasaknya.
Paing yang akan dimasak hanya dibuang kuku, bulu kasar di tekuk dan
punggung, serta ususnya. Sementara sayap, bulu serta dagingnya juga di
masak, karena rasanya akan lebih enak dan khas. Memasak paing ala Dayak
menggunakan bumbu minimalis, yaitu hanya serai dan daun asam pikauk/
sejenis daun yang rasanya asam. Kalau tidak ada bisa diganti dengan asam
jawa sedikit dan kalau suka bisa ditambahkan irisan bawang merah.
Penggunaan bumbu yang minimalis ini adalah untuk mempertahankan rasa
dan aroma asli dari paing atau kalong tersebut.
3. Sayur Umput Kelapa

Sayur umbut kelapa terbuat dari serabut pucuk pohon kelapa yang lembek.
Makanan khas suku Dayak Ngaju ini lebih enak dimakan dengan opor daging
sapi atau ayam, dan sambal goreng kacang putih atau kacang tolo. Sebagai pelengkapnya sambal terasi atau sambal mangga muda.

30

Bentuk dan warnanya tidak jauh berbeda dengan rebung putih. Yang
membedakan, sayuran ini jauh lebih manis bila dibandingkan dengan rebung.
Ini mungkin karena asalnya dari kelapa. Tak heran bila suku Dayak menyukai
sayuran ini masih dalam kondisi mentah (belum dimasak). Mereka akan
memakannya dengan dicampur dengan sambal
4. Juhu Singkah
Kuliner khas yaitu Juhu Singkah juhu singkah adalah makanan khas
masyarakat Dayak, Kalimantan Tengah, yang sangat lezat. Makanan ini bisa
dijumpai di Kota Palangkaraya, Kalteng.

Makanan yang terbuat dari umbut rotan ini lebih lezat bila dipadukan dengan
ikan betok. Umbut rotan diperoleh warga dengan mencarinya di sekitar hutan
tempat mereka tinggal.
5. Lemang khas Suku Dayak

31

Lemang/pulut(poe)
Lemang atau pulut adalah makanan khas dari orang kalimantan barat.
Meskipun juga banyak dijumpai makanan serupa diwilayah lain. Lemang
biasanya ialah beras yang di masukan kedalam ruas bambu yang di dalam nya
dilapisi daun pisang lalu diberi santan, dan bambu di panggang diatas bara
api. Rasanya enak dan gurih, aroma nya yang membuat perut terasa tidak
tahan ingin selalu di santap. Biasanya lemang di hidangkan disaat ada pesta
perkawinan,syukuran maupun upacara adat.
6. Juhu Kujang
Juhu kujang adalah makanan yang berbahan dasar keladi, Gulai keladi diberi
santan.

Terkadang

keladi

bila

dimasak

terasa

gatal,

maka

untuk

menghilangkannya keladi dibersihkan, direbus dengan diberi garam


secukupnya hingga mendidih dan kemudian airnya dibuang.

32

Setelah itu ikan yang telah dicampur bumbu-bumbu, santan kelapa, keladi,
ditambahkan daun nangka muda yang telah dipotong kecil-kecil tujuh lembar
lalu diletakkan di atas api hingga matang. Apabila daun nangka muda tidak
ada, penghilang gatal dapat diganti kerak nasi.
Rumah Suku Dayak

Setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas kebudayaan yang


berbeda-beda, mulai dari rumah adat, tarian, alat musik pakaian dan lain-lain.
Sebagai contoh adalah Rumah Betang, rumah adat suku dayak di provinsi
Kalimantan.
Rumah Betang atau Rumah Panjang merupakan rumah panggung yang
dibangun dengan tinggi tiang sekitar 2 meter. Rumah ini dihuni oleh belasan
rumah tangga yang terdiri dari 100-150 orang dan setiap ruangan didalam
rumah

dibatasi

oleh

sekat-sekat.

Pada halaman rumah betang terdapat sapundu, yaitu sebuah patung berbentuk
manusia dan berfungsi sebagai tempat untuk mengikat hewan yang akan
dikurbankan pada acara ritual upacara adat. Selain itu

pada beberapa

halaman rumah betang juga memiliki Patahu yang berfungsi sebagai tempat
untuk pemujaan.

33

Sementara di bagian belakang rumah terdapat gudang yang dijadikan


sebagai tempat untuk menyimpan senjata tradisional (bawong) yang disebut
tukau.

BAB III
GAMBARAN POLA KOMUNIKASI BUDAYA
3.1. Komunikasi Verbal
Bahasa suku Dayak menggunakan bahasa Indonesia , bahasa Maanyan ,
dan bahasa Ngaju sebagai bahasa yang digunakan dalam kesehariannya. Orang
Dayak di Kalimantan khususnya Dayak yang berada di Kalimantan Barat, Timur,
Selatan dan Utara hampir semuanya mengerti bahasa Ot-Danum atau Dohoi,
sedangkan orang Dayak Kalimantan Tengah dan Selatan sebagai bahasa
perantaraan umumnya adalah bahasa Dayak Ngaju yang juga disebut bahasa
Kapuas. Tiap-tiap suku Dayak di Kalimantan memiliki bahasa daerah sendirisendiri dengan dialek satu dengan lainnya berbeda, misalnya bahasa Ot-Danum
kebanyakan memakai huruf o dan a tetapi bahasa Dayak Ngajuk banyak
memakai e dan a. Sebagai ilustrasi disajikan beberapa bahasa Dayak dari
beberapa suku Dayak yang ada di Kalimantan.
Bentuk hitungan angka dalam beberapa bahasa Dayak:
Indonesia Ngaju

Bahau

Bajau

Ot-Danum

Pasir

Maanyan Lepo

Satu

Ije

Je

Sa

Ico

Erai

Isa

Ca

Dua

Due

Dua

Dua

Doo

Doeo

Rueh

Dua

Tiga

Telo

Telo

Tee

Toro

Toloe

Telu

Telo

34

Empat

Epat

Epat

Empat

Opat

Opat

Epat

Pat

Lima

Lime

Lime

Lime

Rimo

Limo

Dime

Lema

Enam

Jahawen

Enam

Enem

Unom

Onom

Enem

Enam

Tujuh

Uju

Tuju

Pitu

Pito

Turu

Pitu

Tujuh

Delapan

Hanya

Saya

Walu

Waru

Walu

Walu

Ayah

Sembilan

Jalatien

Pitan

Sanga

Sioi

Sie

Suei

Pien

Sepuluh

Sepuluh

Pulu

Sepuluh Poro

Sapulu Pulu

Pulu

3.2. Komunikasi Non Verbal


Terdapat beberapa cara komunikasi non verbal suku dayak, antara lain
3.2.1. Tato
Suku Dayak Bahau menggunakan seni ukir badan atau tato sebagai
bentuk pengenalan identitas diri serta berkomunikasi terhadap sesama suku
Dayak Bahau. Tato begi mereka merupakan sebuah identitas dan media
komunikasi yang akan dengan mudah dimengerti oleh sesama suku sehingga
mereka tidak perlu kesulitan lagi untuk berkomunikasi dalam penyampaian
pesan. Di suku Dayak Bahau penggunaan tato bukanlah hal yang tabu lagi, sebab
hampir semua kalangan menggunakan tato di sebagian tubuhnya. Penempatan
tato juga mempengaruhi arti serta makna dari tato tersebut. Misalnya bagi
perempuan Dayak yang memiliki tato di bagian paha berarti status sosialnya
sangat tinggi dan biasanya dilengkapi gelang di bagian bawah betis. Banyaknya
tato menandakan pemiliknya sudah mengunjungi banyak kampung. (Pradita, ME.
2013. Tato Sebagai Sebuah Media Komunikasi Non Verbal Suku Dayak Bahau.
Online. http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id. Diakses 11 Mei 2015).
3.2.2. Mangkok Merah
Mangkok merah adalah alat komunikasi mistis yang berfungsi sebagai
pembawa pertanda bahwa ada sekelompok masyarakat yang membutuhkan
bantuan dari selutuh masyarakat sehingga seluruh mayarakat harus bahu
membahu dan bergotong royong memberikan bantuan.
35

Selain sebagai alat komunikasi, mangkok merah juga berfungsi sebagai


penghubung dengan roh nenek moyang. Orang Dayak percaya bahwa melalui
mangkok merah roh para leluhur akan membantu mereka dari serangan pihak
luar.
3.2.3. Totok Bakakak
Toto Bakakak adalah kode umum yang dimengerti suku Dayak. Kodekode tersebut antara lain
1. Mengirim tombak yang telah diikat rotan merah berarti menyatakan perang,
dalam bahasa Dayak Ngaju asang.
2. Mengirim sirih dan pinang berarti si pengirim hendak melamar salah seorang
gadis yang ada dalam rumah yang dikirimi sirih dan pinang.
3. Mengirim seligi (salugi) berarti mohon bantuan karena kampung dalam
bahaya.
4. Mengirim tombak bunu (tombak yang mata tombaknya diberi kapur) berarti
mohon bantuan sebesar mungkin karena bila tidak, seluruh suku akan
mendapat bahaya.
5. Mengirim abu, berarti rumah terbakar.
6. Mengirim air dalam seruas bambu berarti ada keluarga yang telah mati
tenggelam, harap lekas datang. Bila ada sanak keluarga yang meninggal
karena tenggelam, pada saat mengabarkan berita duka kepada sanak keluarga,
nama korban tidak disebutkan.
7. Mengirim cawat yang dibakar ujungnya berarti salah seorang anggota
keluarga yang telah tua meninggal dunia.
8. Daun sawang/jenjuang yang digaris dan digantung di depan rumah, hal ini
menunjukkan bahwa dilarang naik/memasuki rumah tersebut karena adanya
pantangan adat.
9. Bila ditemukan pohon buah-buahan seperti misalnya langsat, rambutan, dsb,
didekat batangnya ditemukan seligi dan digaris dengan kapur, berarti dilarang
mengambil atau memetik buah yang ada dipohon itu.

36

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hambatan Implementasi pada Budaya
Di dalam komunikasi selalu ada hambatan yang dapat mengganggu
kelancaran jalannya proses komunikasi. Sehingga informasi dan gagasan yang
disampaikan tidak dapat diterima dan dimengerti dengan jelas oleh penerima
pesan atau receiver.
Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton, ada hambatan-hambatan yang
menyebabkankomunikasi tidak efektif yaitu adalah (1992,p.10-11) :
1. Status effect
Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap manusia.
Misalnya karyawan dengan status sosial yang lebih rendah harus tunduk
dan patuh apapun perintah yang diberikan atasan. Maka karyawan
tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya atau
pendapatnya.
2. Semantic Problems
Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator
sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada
komunikan. Demi kelancaran komunikasi seorang komunikator harus
benar-benar memperhatikan gangguan sematis ini, sebab kesalahan
pengucapan atau kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah
pengertian (misunderstanding) atau penafsiran (misinterpretation) yang
pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi
(miscommunication). Misalnya kesalahan pengucapan bahasa dan salah
penafsiran seperti contoh : pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi,
kedelai menjadi keledai dan lain-lain.
3. Perceptual distorsion

37

Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan


yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara
mengerti yang sempit terhadap orang lain. Sehingga dalam komunikasi
terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu
dengan yang lainnya.
4. Cultural Differences
Hambatan yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan,
agama dan lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa
suku, ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata
yang memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti contoh : kata jangan
dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa
mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup.
5. Physical Distractions
Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses
berlangsungnya komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau
kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang kurang jelas.
6. Poor choice of communication channels
Adalah gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam
melancarkan komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya
sambungan telephone yang terputus-putus, suara radio yang hilang dan
muncul, gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf ketikan yang
buram pada surat sehingga informasi tidak dapat ditangkap dan
dimengerti dengan jelas.
7. No Feed back
Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada
receiver tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari receiver maka
yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-sia. Seperti contoh :
Seorang manajer menerangkan suatu gagasan yang ditujukan kepada para
karyawan, dalam penerapan gagasan tersebut para karyawan tidak

38

memberikan tanggapan atau respon dengan kata lain tidak peduli dengan
gagasan seorang manajer.
Hambatan dalam Komunikasi Antarbudaya
1. Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi merupakan sebuah proses dimana sebuah interaksi
antara komunikan dan komunikator yang melakukan pertukaran pesan
didalamnya yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung,
komunikasi sendiri bisa dikatakan merupakan hal yang paling krusial
dalam kehidupan ini. Sebuah interaksi sosial bisa tidak berarti apa-apa
jika komunikasi didalamnya tidak berjalan pada semestinya, begitu
juga dalam dunia professional atau dunia kerja, komunikasi
merupakan hal yang penting dalam memberikan instruksi dari
pemimpin kebawahan atau sebaliknya.
Budaya

yang

bahasa

Inggris culture atau

dari

bahasa

Latin colere yang berarti merawat, memelihara dan menjaga. Pada


abad pertengahan kata budaya belum digunakan, baru pada abad ke 17
kata latin cultura dipergunakan dalam hubungan dengan alam dan
pengembangan kemampuan spiritual. Budaya merujuk pada segala
yang diciptakan oleh manusia, maksud dan tujuan budaya adalah
untuk kesempurnaa manusia.
Secara umum komunikasi antarbudaya adalah Proses saling
berbagai informasi, pengetahuan, perasaan dan pengalaman yang
dilakukan oleh manusia dari berbagai budaya. Setiap budaya memiliki
nilai-nilai dan sikap-sikap yang dikomunikasikan, sepertinya cara
orang Jepang yang yang membungkukan badan satu sama lain,
berbeda dengan gaya penyambutan oleh bangsa lainnya didunia.
Sehingga setiap orang harus dapat memahami secara lengkap semua
tatanan

struktur

dan

proses

komunikasi,

misalnya

dalam

39

komunikasi Etnik dari beberapa kelompok budaya yang berbeda


sehingga dapat disampaikan dan diterima pesan komunikasi secara
benar.
2. Hambatan-hambatan dalam Komunikasi Antarbudaya
Hambatan-hambatan dalam

Komunikasi

Antarbudaya

terjadi

karena alasan yang bermacam-macam karena komunikasi mencakup


pihak-pihak yang berperan sebagai pengirim dan penerima secara
berganti-ganti maka hambatan-hambatan tersebut dapat terjadi dari
semua pihak antara lain :
1. Keanekaragaman dari tujuan-tujuan komunikasi. Masalah komunikasi
sering terjadi karena alasan dan motivasi untuk berkomunikasi yang
berbeda-beda,

dalam

situasi

antarbudaya

perbedaan

ini

dapat

menimbulkan masalah.
2. Etnosentrisme banyak orang yang menganggap caranya melakukan
persepsi terhadap hal-hal disekelilingnya adalah satu-satunya yang paling
tepat dan benar, padahal harus disadari bahwa setiap orang memiliki
sejarah masa lalunya sendiri sehingga apa yang dianggapnya baik belum
tentu sesuai dengan persepsi orang lain. Etnosentrisme cenderung
menganggap rendah orang-orang yang dianggap asing dan memandang
budaya-budaya asing dengan budayanya sendiri karena etnosentrisme
biasanya dipelajari pada tingkat ketidaksadaran dan diwujudkan pada
tingkat kesadaran, sehingga sulit untuk melacak asal usulnya.
3. Tidak adanya kepercayaan karena sifatnya yang khusus, komunikasi
antarbudaya merupakan peristiwa pertukaran informasi yang peka
terhadap kemungkinan terdapatnya ketidak percayaan antara pihak-pihak
yang terlibat.
4. Penarikan diri komunikasi tidak mungkin terjadi bila salah satu pihak
secara psikologis menarik diri dari pertemuan yang seharusnya terjadi.
Ada dugaan bahwa macam-macam perkembangan saat ini antara lain

40

meningkatnya urbanisasi, perasaan-perasaan orang untuk menarik diri dan


apatis semakin banyak pula.
5. Tidak adanya empati, beberapa hal yang menghambat empati antara
lain:
a. Fokus terhadap diri sendiri secara terus menerus, sulit untuk
memusatkan perhatian pada orang lain kalau kita berpikir
tentang diri kita secara terus menerus dan bagaimana orang
menyukai kita.
b. Pandangan-pandangan

stereotype

mengenai

ras

dan

kebudayaan.
c. Kurangnya pengetahuan terhadap kelompok, kelas atau orang
tertentu
d. Tingkah laku yang menjauhkan orang mengungkapakan
informasi
e. Tindakan atau ucapan yang seolah-olah menilai orang lain
f. Sikap tidak tertarik yang dapat mengakibatkan orang tidak mau
mengungkapkan diri
g. Sikap superior
h. Sikap yang menunjukkan kepastian jika seseorang bersikap sok
tahu atau bersikap seolah-olah serba tahu maka kemungkinan
orang akan bersikap defensif terhadapnya
i. Kekuasaan-kekuasaan digunakan untuk mengontrol atau
menentukan tindakan orang lain
j. Hambatan derajat kesamaan atau ketidaksamaan (homofily atau
heterofily),

hambatan

komunikasi

antarbudaya

dapat

ditimbulkan oleh masalah prinsip-prinsip komunikasi yang


ditetapkan pada konteks kebudayaan yaitu tidak memahami,
menyadari

atau

memanfaatkan

derajat

kesamaan

atau

perbedaan kepercayaan, nilai-nilai, sikap, pendidikan, status


sosial anatara komunikator dan komunikan.
k. Hambatan pembentukan dan pemrograman budaya, hambatan
ini terjadi dalam suatu proses akulturasi yang berlangsung
antara imigran dengan masyarakat pribumi. Masalah umum

41

yang sering timbul adalah hambatan stereotype dan prasangka


yang biasanya berkembang sejak semula pada saat kita melalui
komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi massa.
Namun lain lagi menurut Barna, 1988 ; Ruben, 1985 dalam (Joseph A.
DeVito, 1997 : 488-491) hambatan-hambatan komunikasi antarbudaya
dibagi menjadi 5 yaitu :

Mengabaikan Perbedaan Antara Anda dan Kelompok yang Secara

Kultural Berbeda

Mengabaikan perbedaan Antara Kelompok Kultural yang Berbeda

Mengabaikan Perbedaan dalam Makna

Melanggar Adat Kebiasaan Kultural

Menilai Perbedaan Secara Negatif

3. Jenis-Jenis Hambatan Komunikasi Antarbudaya


Hambatan komunikasi dalam komunikasi antarbudaya mempunyai bentuk
seperti sebuah gunung es yang terbenam didalam air. Dimana hambatan
komunikasi yang ada terbagi dua menjadi yang diatas air (above
waterline) dan dibawah air (below waterline).
Faktor-faktor hambatan komunikasi antarbudaya yang berada dibawah air
(below waterline) adalah faktor-faktor yang membentuk perilaku atau
sikap seseorang, hambatan semacam ini cukup sulit untuk dilihat atau
diperhatikan. Jenis-jenis hambatan semacam ini adalah persepsi, norma,
stereotip, filosofi bisnis, aturan, jaringan, nilai dan grup cabang.
Terdapat 9 (sembilan) jenis hambatan komunikasi antarbudaya yang
berada diatas air (above waterline). Hambatankomunikasi semacam ini
lebih mudah untuk dilihat karena hambatan-hambatan ini banyak yang
berbentuk fisik, hambatan-hambatan tersebut adalah :

42

1. Fisik (Physical). Hambatan komunikasi semacam ini berasal


dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri dan media fisik
2. Budaya

(Cultural).

Hambatan

ini

berasal

dari

etnik

yang

berbeda, agama dan juga perbedaan sosial yang ada antara budaya satu
dengan yang lainnya
3. Persepsi (Perceptual). Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap
orang memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu hal, sehingga
untuk mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran
yang berbeda-beda
4. Motivasi (Motivational). Hambatan semacam ini berkaitan dengan
tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar
yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau malas dan tidak
punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi
5. Pengalaman (Experiantial). Experiental adalah jenis hambatan yang
terjadi karena setiap individu tidak memilikipengalaman hidup yang sama
sehingga setiap individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang
berbeda-beda dalam melihat sesuatu
6. Emosi (Emotional). Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan
pribadi dari pendengar, apabila emosi pendengar sedang buruk maka
hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk
dilalui
7. Bahasa (Linguistic). Hambatan komunikasi yang berikut ini terjadi
apabila pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver)
menggunakan bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata yang tidak
dimengerti oleh penerima pesan
8. Nonverbal. Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang
tidak berbentuk kata-kata tetapi dapat menjadi hambatan komunikasi,
contohnya adalah wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan ketika
pengirim pesan melakukan komunikasi. Wajah marah yang dibuat
tersebut dapat menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja

43

pengirim pesan akan merasa tidak maksimal atau takut untuk


mengirimkan pesan kepada penerima pesan.
Kompetisi (Competition). Hambatan semacam ini muncul apabila
penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil mendengarkan,
contohnya adalah menerima telepon selular sambil menyetir, karena
melakukan dua kegiatan sekaligus maka penerima pesan tidak akan
mendengarkan pesan yang disampaikan melalui telepon secara maksimal.
4.2 Cara Mengeliminasi Hambatan Komunikasi dalam Budaya
Seseorang dapat dikatakan sukses sebagai manager bisnis
internasional budaya apabila ia mempunyai kemampuan untuk merefleksikan
seberapa besar kesungguhannya dalam aspek dibawah ini :
1. Social Competence : Kemampuan untuk membuat jaringan sosial, pandai
bergaul dan banyak temannya
2. Openness to other ways of thinking : keterbukaan untuk menerima pikiran
yang berbeda dari dirinya
3. Cultural Adaptation : Kemampuan seseorang menerima budaya baru
4. Professional Excellence : Mempunyai kemampuan yang handal dalam bidang
tertentu
5. Language Skill : Kemampuan mempelajari bahasa asing dengan tepat
6. Flexibility : Kemampuan dalam penyesuaian diri sesuai dengan tuntutan
keadaan
7. Ability to work in team : Kemampuan dalam mengelola dan bekerjasama
dalam satu tim
8. Self Reliance or independence : Percaya diri dan mandiri
9. Mobility : Lincah dan wawasannya luas
10. Ability to deal with stress : Mempunyai kemampuan untuk mengatasi stress
11. Adaptability of the family : Keluarganya pandai menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru
12. Patience : Ulet dan sabar
Sesivity : Peka terhadap sesuatu yang baru
4.3 Peran Perawat sebagai Komunikator dalam Mengatasi Hambatan
Komunikasi dalam Pelayanan/Asuhan Keperawatan

44

Peran perawat sebagai komunikator juga sangat berpengaruh terhadap


citra perawat di mata masyarakat. Masyarakat sangat mengharapkan perawat
dapat menjadi komunikator yang baik. Klien juga manusia yang
membutuhkan interaksi pada saat ia menjalani asuhan keperawatan. Interaksi
verbal yang dilakukan dengan perawat sedikit banyak akan berpengaruh
terhadap peningkatan kesehatan klien. Keperawatan mencakup komunikasi
dengan klien dan keluarga, antar-sesama perawat dan profesi kesehatan
lainnya, serta sumber informasi dan komunitas. Kualitas komunikasi yang
dimiliki oleh seorang perawat merupakan faktor yang menentukan dalam
memenuhi kebutuhan individu, keluarga, dan komunitas. Sudah seharusnya
seorang perawat profesional memiliki kualitas komunikasi yang baik saat
berhadapan dengan klien, keluarga maupun dengan siapa saja yang
membutuhkan informasi mengenai masalah keperawatan terkait kesehatan
klien.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasar pada bahasan mengenai Komunikasi Lintas Budaya
terkhusus pada suku Dayak, kita dapat memahami bahwa suku Dayak adalah
nama yang oleh penduduk pesisir pulau Borneo diberi kepada penghuni
pedalaman yang mendiami Pulau Kalimantan (Brunei, Malaysia yang terdiri
dari Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan). Meskipun
45

banyak suku adat yang ada di Indonesia kita tahu bahwa komunikasi berperan
penting saat berinteraksi social antara satu suku dengan yang lain. Hal ini juga
perlu dipahami oleh kita sebagai mahasiswa keperawatan yang harus
mempelajari komunikasi lintas budaya agar budaya kita tidak dijajah dengan
budaya asing.
5.2 Saran
Untuk mempersatukan suku satu dengan suku lainnya kita harus
menggunakan bahasa Indonesia yang sebagai bahasa persatuan agar tidak
saling pecah belah. Dengan ini kita dapat membangun bangsa Indonesia
menjadi lebih baik. Sebaiknya kita sebagai seorang perawat harus andil dalam
melestarikan suku budaya yang ada di Indonesia maupun luar negeri

DAFTAR PUSTAKA
Rumah

Komunikasi.

2015.

http://www.rumahkomunikasi.com/2014/10/definisi-dan-pengertiankomunikasi.html diakses pada 11 Mei 2015


http://riccamiaww.blogspot.com/2013/11/pengertian-komunikasi-lintasbudaya.html diakses pada 11 Mei 2015
http://manajemenper.blogspot.com/2013/06/alasan-mempelajari-komunikasilintas.html diakses pada 11 Mei 2015
(https://purplenitadyah.wordpress.com/2012/05/05/suku-dayak-kalimantan/)
46

https://dayakculture.wordpress.com/category/makanan/ diakses pada 12 Mei


2015
http://bilayuk.blogspot.com/2008/05/sikap-hidup-orang-dayak.html

diakses

pada 12 Mei 2015


Anonynmous.

Tradisi

Kebiasaan

Suku

Dayak.

https://imanuelpn.wordpress.com/tradisi-kebiasaan-suku-dayak/, diakses pada


12 Mei 2015
Sujana, R.S. 2009. Peran Perawat Profesional dalam Membangun Citra
Perawat Ideal di Mata Masyarakat
https://mhs.blog.ui.ac.id/rani.setiani/2009/05/04/peran-perawat-profesionaldalam-membangun-citra-perawat-ideal-di-mata-masyarakat/, diakses pada 12
Mei 2015
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak
Kurnia,

A.

2009.

Manajemen

Komunikasi.

http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/2009/12/hambatankomunikasi.html, diakses pada 11 Mei 2015

47

Anda mungkin juga menyukai