Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PENDIDIKAN INKLUSI

KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS BERDASARKAN


KLASIFIKASINYA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi

Dosen Pengampu : Ibu Dra. Hj. Zulmiyetri, M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Intan Putri Maharani 22022018
2. Laura 22022022
3. Muthi`ah Fauziyyah 22022095
4. Nur Indah Alfiani 22022153
5. Prity Oktaviani 22022157
6. Refni Septianti 22022105
7. Zevi Wahyu Maulida Ningsih 22002068

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI PADANG
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang
selalu melimpahkan berkah,rahmat karuniannya, sehingga akhirnya penyusunan
makalah karakteristik anak berkebutuhan khusus berdasarkan klasifikasinya ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini merupakan tugas yang
diberikan dalam mata kuliah fakultas Pendidikan Inklusi.
Selain itu juga kami ucapkan terimakasih kepada: Yang terhormat Ibu Dra. Hj.
Zulmiyetri, M.Pd selaku Dosen pengampu mata kuliah fakultas Pendidikan Inklusi.
Teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan
saran dan masukan untuk kesempurnaan makalah ini.
Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan yang terdapat pada
makalah ini sebagai akibat dari keterbatasan dari pengetahuan kami. Sehubungan
dengan hal ini, kami akan selalu membuka diri untuk menerima segala kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak demi menyempurnakan pembuatan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 25 Oktober 2023

Kelompok 2

iii
DAFTAR ISI

COVER ..........................................................................................................................i

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................1

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 1

C. Tujuan Masalah .................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................2

A. Anak Berkesulitan Belajar ................................................................................. 2

B. Anak Lamban Belajar .........................................................................................6

C. Autisme ...............................................................................................................8

D. Anak Tunaganda .............................................................................................. 11

BAB III PENUTUP ....................................................................................................15

A. Kesimpulan .......................................................................................................15

B. Saran ................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang


berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan
mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus ialah
anak tunanetra, anak tunarungu, anak tunagrahita, anak tunadaksa, anak tunalaras dan
lain sebagainya.
Secara sederhana, anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai anak
yang memerlukan layanan khusus untuk dapat menjalani aktivitas sehari-hari dengan
baik. Hal tersebut mencakup anak-anak yang mengalami permasalahan maupun yang
memiliki kelebihan terkait tumbuh kembang yang kaitannya dengan intelegensi,
inderawi, dan anggota gerak( Nisa & dkk, 2018).
Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa atau anak
cacat, karena karekteristik dan hambatan yang dimilikinya, anak berkebutuhan khusus
memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan
kemampuan dan potensi mereka, contohnya anak berkesulitan belajar, anak lamban
belajar, autisme dan tunaganda.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan anak berkesulitan belajar?
2. Apa yang dimaksud dengan anak lamban belajar?
3. Apa yang dimaksud dengan autisme?
4. Apa yang dimaksud dengan anak tunaganda?

C. Tujuan Makalah
1) Untuk mengetahui terkait dari anak berkesulitan belajar.
2) Untuk mengetahui terkait dari anak lamban belajar.
3) Untuk mengetahui terkait dari autisme.
4) Untuk mengetahui terkait dari anak tunaganda.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anak Berkesulitan Belajar

Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih
proses psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau
tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan
mendengarkan , berpikir , berbicara, membaca, menulis, mengeja , atau berhitung.
Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gannguan perseptual, luka pada
otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-
anak yang memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari
adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena
tunagrahita, karena gangguan emosional, atau karena kemiskinan lingkungan,
budaya, atau ekonomi.
Menurut Hammill (1981) kesulitan belajar adalah beragam bentuk
kesulitan yang nyata dalam aktivitas mendengarkan, bercakapcakap, membaca,
menulis, menalar, dan/atau dalam berhitung. Gangguan tersebut berupa gangguan
intrinsik yang diduga karena adanya disfungsi sistem saraf pusat. Kesulitan belajar
bisa terjadi bersamaan dengan gangguan lain (misalnya gangguan sensoris,
hambatan sosial, dan emosional) dan pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan
budaya atau proses pembelajaran yang tidak sesuai). Gangguan-gangguan eksternal
tersebut tidak menjadi faktor penyebab kondisi kesulitan belajar, walaupun
menjadi faktor yang memperburuk kondisi kesulitan belajar yang sudah ada.
Sedangkan NJCLD (National Joint Committee of Learning Disabilities)
dalam Lerner, (2000) berpendapat bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum
untuk berbagai jeniskesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis,
dan berhitung. Kondisi ini bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga
karena pengaruh faktor lingkungan, melainkan karena faktor kesulitan dari dalam
individu itu sendiri saat mempersepsi dan melakukan pemrosesan informas
terhadap objek yang diinderainya.
Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan
intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan atau
kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi,
konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri,

2
dan fungsi integrasi sensori motorik (Clement, dalam Weiner,2003). Berdasarkan
pandangan Clement tersebut maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi yang
merupakan sindrom multi dimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan
belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas
dan masalah emosional. Kelompok anak dengan Learning Dissability (LD)
dicirikan dengan adanya gangguan-gangguan tertentu yang menyertainya. Menurut
Cruickshank (1980) gangguan-gangguan tersebut adalah gangguan latarfigure,
visual-motor, visual-perceptual, pendengaran,mintersensory, berpikir konseptual dan
abstrak, bahasa, sosio-emosional, body image, dan konsep diri.

Faktor penyebab kesulitan belajar


Ada beberapa penyebab kesulitan belajar yang terdapat pada literatur dan hasil riset
(Harwell, 2001), yaitu :
1. Faktor keturunan/bawaan
2. Gangguan semasa kehamilan, saat melahirkan atau prematur
3. Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu
yang merokok, menggunakan obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol
selama masa kehamilan.
4. Trauma pasca kelahiran, seperti demam yangsangat tinggi, trauma kepala,
atau pernahtenggelam.
5. Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan kesulitan
belajar biasanya mempunyai sistem imun yang lemah.
6. Awal masa kanak-kanak yang sering berhubungan dengan aluminium,
arsenik, merkuri/raksa, dan neurotoksin lainnya.

Sementara Kirk & Ghallager (1986) menyebutkan faktor penyebab kesulitan


belajar sebagai berikut:

1) Faktor Disfungsi Otak


Penelitian mengenai disfungsi otak dimulai oleh Alfred Strauss di Amerika
Serikat pada akhir tahun 1930-an, yang menjelaskan hubungan kerusakan otak
dengan bahasa, hiperaktivitas dan kerusakan perceptual. Penelitian berlanjut ke
area neuropsychology yang menekankan adanya perbedaan pada hemisfer otak.

3
2) Faktor Genetik
Hallgren melakukan penelitian di Swedia dan menemukan bahwa, yang faktor
herediter menentukan ketidakmampuan dalam membaca, menulis dan mengeja
diantara orang-orang yang didiagnosa disleksia. Penelitian lain dilakukan oleh
Hermann (dalam Kirk & Ghallager, 1986) yang meneliti disleksia pada kembar
identik dan kembar tidak identik yang menemukan bahwa frekwensi disleksia
pada kembar identik lebih banyak daripada kembar tidak identik sehingga ia
menyimpulkan bahwa ketidakmampuan membaca, mengeja dan menulis adalah
sesuatu yang diturunkan.

3) Faktor Lingkungan dan Malnutrisi


Kurangnya stimulasi dari lingkungan dan malnutrisi yang terjadi di usia awal
kehidupan merupakan dua hal yang saling berkaitan yang dapat menyebabkan
munculnya kesulitan belajar pada anak. Cruickshank dan Hallahan (dalam Kirk &
Ghallager, 1986) menemukan bahwa meskipun tidak ada hubungan yang jelas
antara malnutrisi dan kesulitan belajar, malnutrisi berat pada usia awal akan
mempengaruhi sistem syaraf pusat dan kemampuan belajar serta berkembang anak.

4) Faktor Biokimia
Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan belajar
masih menjadi kontroversi.

Karakteristik Kesulitan belajar


Mencermati definisi dan uraian di atas tampak bahwa kondisi kesulitan belajar
memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu:
1. Gangguan Internal
Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal dari
dalam anak itu sendiri. Anak ini mengalami gangguan pemusatan perhatian,
sehingga kemampuan perseptualnya terhambat.
2. Kesenjangan antara Potensi dan Prestasi
Anak berkesulitan belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi normal, bahkan
beberapa diantaranya di atas rata-rata. Namun demikian, pada kenyataannya
mereka memiliki prestasi akademik yang rendah. Dengan demikian, mereka

4
memiliki kesenjangan yang nyata antara potensi dan prestasi yang
ditampilkannya.
3. Tidak Adanya Gangguan Fisik dan/atau Mental
Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik
dan/atau mental.

Klasifikasi Kesulitan Belajar

1. Kesulitan Belajar Perkembangan (Praakademik)


Kesulitan yang bersifat perkembangan meliputi:

a) Gangguan Perkembangan Motorik (Gerak)


Gangguan pada kemampuan melakukan gerak dan koordinasi alat gerak.
Bentukbentuk gangguan perkembangan motorik meliputi; motorik kasar (gerakan
melimpah, gerakan canggung), motorik halus (gerakan jari jemari), penghayatan
tubuh, pemahaman keruangan dan lateralisasi (arah).

b) Gangguan Perkembangan Sensorik (Penginderaan)


Gangguan pada kemampuan menangkap rangsang dari luar melalui alat-alat indera.
Gangguan tersebut mencakup pada proses penglihatan, pendengaran, perabaan,
penciuman, dan pengecap.

c) Gangguan Perkembangan Perseptual


(Pemahaman atau apa yangdiinderai) Gangguan pada kemampuan mengolah dan
memahami rangsang dari proses penginderaan sehingga menjadi informasi yang
bermakna. Bentuk-bentuk gangguan tersebut meliputi:
 Gangguan dalam Persepsi Auditoris,berupa kesulitan memahami objek
yangdidengarkan.
 Gangguan dalam Persepsi Visual,berupa kesulitan memahami objek yang
dilihat
 Gangguan dalam Persepsi Visual Motorik, berupa kesulitan memahami
objek yang bergerak atau digerakkan.
 Gangguan Memori, berupa ingatan jangka panjang dan pendek.
 Gangguan dalam Pemahaman Konsep.

5
 Gangguan Spasial, berupa pemahaman konsep ruang.

d) Gangguan Perkembangan Perilaku


Gangguan pada kemampuan menata dan mengendalikan diri yang bersifat
internal dari dalam diri anak. Gangguan tersebut meliputi:
 ADD (Attention Deficit Disorder) atau gangguan perhatian
 ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau gangguan perhatian
yang disertai hiperaktivitas.

B. Anak Lamban Belajar

Lamban Belajar (Slow Learner) Slow learner adalah anak yang memiliki
keterbatasan potensi kecerdasan, sehingga proses belajarnya menjadi lamban.
Tingkat kecerdasan mereka sedikit dibawah rata- rata dengan IQ antara 80-90.
Kelambanan belajar mereka merata pada semua mata pelajaran. Slow learner disebut
anak border line (“ambang batas”), yaitu berada di antara kategori kecerdasan
rata-rata dan kategori mental retardation (tunagrahita).
Siswa lamban belajar adalah siswa yang memiliki prestasi belajar rendah atau
sedikit di bawah rata-rata dari anak normal pada umumnya, baik pada salah satu atau
seluruh area akademik. Jika dilakukan pengetesan pada IQ, skor tes IQ menunjukkan
skor antara 70 dan 90.
Anak lamban belajar (slow learner) merupakan anak yang memiliki potensi
intelektul sedikit dibawah normal, tetapi tidak termasuk anak tuna grahita. Slow
learner secara akademis biasanya diidentifikasi berdasarkan skor yang dicapai mereka
pada tes kecerdasan, dengan IQ antara 70 - 89. Anak slow learner ini mengalami
hambatan atau keterlambatan berpikir dalam beberapa hal, merespon rangsanga dan
beradaptasi, tetapi lebih baik dibanding dengan tuna grahita, lebih lamban dari normal.
Slow learner didalam kelas membutuhkan waktu belajar lebih lama dibanding
dengan sebayanya. Kecerdasan mereka memang dibawah rata - rata, tetapi mereka
bukan anak yang mampu, tetapi mereka butuh perjuangan yang keras untuk
menguasai apa yang diminta dikelas reguler.
Siswa yang tergolong dalam anak lamban belajar memiliki karakteristik
sebagai berikut:

6
1) Dari segi intelegensi anak-anak lamban belajar berada pada kisaran di bawah
rata-rata yaitu 70-90 berdasarkan skala WISC.
2) Dari segi bahasa anak lamban belajar mengalami masalah dalam
berkomunikasi baik dalam bahasa ekspresif atau menyampaikan ide.
3) Dalam hal emosi anak- anak yang lamban belajar memiliki emosi yang
kurang stabil serta sensitif.
4) Anak lamban belajar dalam bersosialisasi biasanya kurang baik mereka
cenderung pasif.

Kelebihan pada anak Lamban Belajar (Slow Leaner)


Adapun kelebihan pada anak Lamban Belajar yang telah kami amati yaitu sebagai
berikut:
a) Mempunyai banyak teman
b) Cepat dalam berhitung atau mampu dalam berhitung

Kelemahan pada anak Lamban Belajar (Slow Leaner)


Adapun kelemahan pada anak Lamban Belajar yang telah kami amati yaitu sebagai
berikut:
a) Lamban mengamati dan mereaksi peristiwa yang terjadi dalam
lingkungannya
b) Lamban dalam membaca buku atau belum lancar pada saat membaca

Klasifikasi Anak Lamban Belajar


G. L. Reddy, R. Ramar, dan A. Kusuma (2006) menjelaskan empat klasifikasi anak
lamban belajar, yaitu sebagai berikut.
a. Keterbatasan Kapasitas Kognitif Keterbatasan kapasitas kognitif membuat anak
lamban belajar mengalami hambatan dalam proses pembelajaran, meliputi:
a) tidak berhasil mengatasi situasi belajar dan berpikir abstrak dalam waktu
normal;
b) mengalami kesulitan dalam operasi berpikir kompleks;
c) proses pengembangan konsep atau generalisasi ide yang mendasari tugas
sekolah relatif rendah, khususnya bahasa dan matematika; dan
d) tidak dapat menggunakan dengan baik strategi kognitif yang penting
untuk proses retensi.

7
b. Memori atau Daya Ingat Rendah
Kurangnya perhatian terhadap informasi yang disampaikan adalah salah satu faktor
penyebab anak lamban belajar mempunyai daya ingat yang rendah. Anak lamban
belajar tidak dapat menyimpan informasi dalam jangka panjang dan memanggil
kembali ketika dibutuhkan.

c. Gangguan dan Kurang


Konsentrasi Jangkauan perhatian anak lamban belajar relatif pendek dan daya
konsentrasinya rendah. Anak lamban belajar tidak dapat berkonsentrasi dalam
pembelajaran yang disampaikan secara verbal lebih dari tiga puluh menit.

d. Ketidakmampuan Mengungkapkan Ide


Kesulitan dalam menemukan dan mengombinasikan kata, ketidakdewasaan emosi,
dan sifat pemalu membuat anak lamban belajar tidak mampu berekspresi atau
mengungkapkan ide. Anak lamban belajar lebih sering menggunakan bahasa tubuh
daripada bahasa lisan. Selain itu, kemampuan anak lamban belajar dalam mengingat
pesan dan mendengarkan instruksi rendah.

Jadi, berdasarkan faktor-faktor penyebabnya, anak lamban belajar mempunyai empat


karakteristik, yaitu: 1) keterbatasan kapasitas kognitif; 2) memori atau daya ingat
rendah; 3) gangguan dan kurang konsentrasi; dan 4) ketidakmampuan
mengungkapkan ide.

C. Autisme

Peristilah atau sebutan untuk penyandang autis berbeda-beda. Ada istilah autis,
autisme, autism. Autism sama dengan autisme yaitu merupakan nama dari gangguan
perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak (Leo Kanner & Asperger,
1943). Autist sama dengan autis yaitu anak yang mengalami gangguan autisme.
Austitic Child sama dengan anak autistik adalah keadaan anak yang mengalami
gangguan autisme. Autistic disorder sama dengan gangguan autistic adalah anak-anak
yang mengalami gangguan perkembangan dalam kriteria DSM-IV. Secara etimologis
kata “autisme” berasal dar kata “auto” dan “isme”. Auto artinya diri sendiri,
sedangkan isme berarti suatu aliran/paham.

8
Dengan demikian autisme diartikan sebagai suatu paham yang hanya tertarik
pada dunia sendiri. Perilakunya timbul sematamata karena dorongan dari dalam
dirinya. Penyandang autisme seakan-akan tidak peduli dengan stimulus-stimulus yang
datang dari orang lain. Autisme adalah gangguan perkembangan neorobiologis berat
yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi atau
berhubungan dengan orang lain (Sutadi, 2002:6).
Penyandang autisme tidak dapat berhubungan dengan orang lain secara berarti,
serta kemampuannya untuk membangun hubungan dengan orang lain terganggu
karena ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan mengerti perasaan orang lain.
Lebih lanjut dijelaskanya bahwa penyandang autisme memiliki gangguan pada
interaksi sosial, komunikasi (baik verbal maupun non verbal), imajinasi, pola perilaku
repetitive dan resistensi terhadap perubahan pada rutinitas.

Karakteristik Anak Autisme


Menurut Powers (1989) karakteristik anak autistik adalah adanya enam
gejala/gangguan, yaitu dalam bidang:
1. Masalah atau gangguan di bidang komunikasi, dengan karakteristik yang nampak
pada anak autistic berupa perkembangan bahasa anak autistik lambat atau sama
sekali tidak ada (anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara
lalu kemudian hilang kemampuan bicara), kadang-kadang kata-kata yang
digunakan tidak sesuai artinya, mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang,
dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain, bicara tidak dipakai
untuk alat berkomunikasi, senang meniru atau membeo (echolalia). Bila senang
meniru, dan dapat menghafal kata-kata atau nyanyian yang didengar tanpa
mengerti artinya.
2. Masalah atau gangguan di bidang interaksi sosial, dengan karakteristik berupa
anak autistic lebih suka menyendiri, anak tidak melakukan kontak mata dengan
orang lain atau menghindari tatapan muka atau mata dengan orang lain, tidak
tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun yang
lebih tua dari umurnya, bila diajak bermain, anak autistik itu tidak mau dan
menjauh.
3. Masalah atau gangguan di bidang sensoris, dengan karakteristik berupa anak
autistik tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk, anak autistik
bila mendengar suara keras langsung menutup telinga, senang mencium-cium,

9
menjilat mainan atau benda-benda yang ada di sekitarnya dan tidak peka terhadap
rasa sakit atau takut.
4. Masalah atau gangguan di bidang pola bermain, dengan karakteristik berupa anak
autistik tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya, tidak suka bermain
dengan anak atau teman sebayanya, tidak memiliki kreatifitas dan tidak memiliki
imajinasi, tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu
rodanya diputar-putar, dan senang terhadap benda-benda yang berputar.
5. Masalah atau gangguan di bidang pola bermain, dengan karakteristik
berupa:Anak autistik dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif dan
berperilaku berkurangan, anak autistik memperlihatkan perilaku stimulasi diri
atau merangsang diri sendiri seperti bergoyang-goyang mengepakkan tangan
seperti burung. Anak autistik tidak suka kepada perubahan dan anak autistik
duduk benggong, dengan tatapan kosong.
6. Masalah atau gangguan di bidang emosi, dengan karakteristik berupa: Anak
autistik sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa dan menangis
tanpa alasan, dapat mengamuk, kadang agresif dan merusak dan anak autistik
kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri.

Klasifikasi Anak Autisme


Penyandang autisme dapat juga dikelompokkan berdasarkan interaksi sosial, saat
muncul kelainannya dan berdasarkan tingkat kecerdasan, yang penjelasannya sebagai
berikut (Widyawati, 2002):
1) Klasifikasi berdasarkan interaksi sosial:
a. Kelompok yang menyendiri (allof); banyak terlihat pada anak-anak yang
menarik diri, acuh tak acuh dan akan kesal bila diadakan pendekatan sosial
serta menunjukkan perilaku dan perhatian yang terbatas/tidak hangat.
b. Kelompok yang pasif dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan
anak lain jika pola permainannya disesuaikan dengan dirinya.
c. Kelompok yang aktif tapi aneh secara spontan akan mendekati anak lain,
namun interaksi ini sering kali tidak sesuai dan sering hanya sepihak.

2) Klasifikasi berdasarkan saat kemunculan kelainannya:


a) Autisme infantil; istilah ini digunakan untuk menyebutkan anak-anak autistik
yang kelainanya sudah nampak sejak lahir.

10
b) Autisme fiksasi; yang disebut autisme fiksasi adalah anak-anak autistik yang
pada waktu lahir kondisinya normal, tanda-tanda autistiknya muncul
kemudian setelah berumur dua atau tiga tahun.

D. Anak Tunaganda

Anak Tuna Ganda adalah anak yang menderita kombinasi atau gabungan dari
dua atau lebih kelainan/ kecacatan dalam segi fisik, mental, emosi dan sosial,
sehingga memerlukan pelayanan pendidikan, psikologis, medis, sosial, dan vokasional
melebihi pelayanan yang sudah tersedia bagi anak yang berkelainan tunggal, agar
masih dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin untuk berpartisipasi
dalam masyarakat. Beberapa kombinasi ketunaan yang termasuk tunaganda adalah
tunanetra-tunarungu, tunanetra-tunadaksa, tunanetra-tunagrahita, tunarungu-tunadaksa,
tunarungu-tunagrahita, tunadaksa-tunagrahita, tunanetra-tunarungu-tunadaksa,
tunanetra-tunarungu-tunadaksa dan lain-lain.

Karakteristik Anak Tunaganda


Ciri khas anak Tunaganda antara lain :
1. Memiliki ketunaan lebih dari satu jenis. Misal : tuna netra dan tunagrahita, tuna
netra dan tunarungu-wicara, tunanetra dan tuna daksa dan tunagrahita dll.
2. Ketidak mampuan anak akan semakin parah atau semakin bahaya bila tidak cepat
mandapatkan bantuan. Hal ini disebabkan kegandaannya yang tidak cepat
mendapatkan bantuan.
3. Sulit untuk mengadakan evaluasi karena keragaman kegandannya.
4. Membutuhkan instruksi atau pemberitahuan yang sangat terperinci
5. Tidak menyamaratakan pendidikan tuna ganda yang satu dengan yang lain walau
mempunyai kegandaan yang sama.

Karakteristik anak-anak tunaganda atau pe-rilaku anak tunaganda dapat


dikelompokkan atau dipetakan menjadi empat yaitu attention, sensory,
escape dan tangible.

a) Perilaku attention yang muncul pada anak tunanetra plus seperti suka melepas
baju, selalu mencubit siku teman atau orang yang ada di dekatnya. Untuk anak

11
tunalaras plus perilaku attention seperti ber-teriak sambil membanting benda,
gemas dan menggigit teman, mogok dan duduk di lantai.
b) Perilaku escape terjadi pada anak tunagan-da saat anak ingin melarikan diri
karena tidak mau mengerjakan aktivitas yang diminta oleh gurunya. Perilaku ini
akan berhenti bila guru menghentikan permintaannya pada anak untuk melakukan
aktivitas yang tidak disenangi anak. Perilaku escape yang muncul pada anak tuna-
netra plus adalah mengganggu teman, merusak benda dengan marah-marah, suka
pukul kepala teman, teriak, menangis, melukai diri, sedang perilaku muncul pada
anak tunadaksa plus seperti membenturkan lutut ke kepala, mem-benturkan
kepala ke lantai, Pada anak tunalaras tampak dengan memukul-mukul kepala,
me-mukul-mukul dagu, memukul-mukul meja.
c) Perilaku sensory akan terjadi saat anak dibi-arkan sendiri tanpa aktivitas maka
anak akan mulai menggunakan sensorinya untuk meraba, mencium, menjilat apa
saja yang ada diseki-tarnya. Perilaku ini akan berhenti bila ada orang di dekatkan
dan anak diberi aktivitas yang menyenangkan. Perilaku sensory yang mun-cul
pada tunanetra plus seperti menggigit jari , suka pegang alat kelamin, suka
menggerakkan ibu jari dan telunjuk. Pada anak tunarungu plus muncul seperti
sering pegang pantat dan men-ciumi rambut, sering menutup telinga, suka
berjabatan tangan dan mengelus rambut orang, suka melihat wajah orang dari
dekat, bersuara ”cethak-cethok” (bermain dengan lidah dan mulut) sambil
menggerakkan tangan, bersuara atau bermain dengan gigi sehingga yang
men-dengarkan merasa geli sambil mengamati jari-jarinya, goyang-goyang kaki.
d) Perilaku tangible muncul pada saat benda yang disenangi anak diambil oleh guru
atau teman. Perilaku tangibleakan berhenti bila ben-da yang disenangi kembali
pada anak. Perilaku ini tampak seperti berteriak-teriak, memukul-mukul kepala
atau membanting diri atau me-nangis.

Klasifikasi Anak Tunaganda


Dari sekian banyak kemungkinan kombinasi kelainan, ada beberapa
kombinasi yang paling sering muncul dibandingkan kombinasi kelainan-kelainan
yang lainnya, yaitu ;
1. Kelainan Utama Adalah Tunagrahita
a. Tunagrahita dan cerbral palsy
b. Kombinasi Tunagrahita dan Tunarungu

12
c. Kombinasi Tunagrahita dan Masalah-masalah Perilaku
2. Kelainan Utama Adalah Gangguan Perilaku
a. Autisme
b. Kombinasi Gangguan Perilaku dan Pendengaran
3. Kelainan Utama Tunarungu dan Tunanetra
Anak-anak yang tergolong tunaganda seringkali memiliki kombinasi-
kombinasi ketidakmampuan yang tampak nyata maupun yang tidak begitu nyata dan
keduanya memerlukan penambahan-penambahan atau penyesuaian-penyesuaian
khusus dalam pendidikan mereka. Melalui program pengajaran yang
sesuaiakan memungkinkan mereka dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang berguna,
bermakna, dan memuaskan pribadinya.

Perilaku Anak Tunaganda


Perilaku-perilaku yang sering tampak adalah sebagai berikut :

1. Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi. Hampir semua
anak yang tergolong tunaganda memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam
mengekspresikan atau mengerti orang lain. Banyak diantara mereka yang tidak
dapat bicara atau apabila ada komunikasi mereka tidak dapat memberikan respon.
Ini menyebabkan pelayanan pendidikan atau interaksi sosial menjadi sulit sekali.
Anak-anak semacam ini tidak dapat melakukan tugas walaupun tugas yang paling
sederhana sekalipun.
2. Perkembangan motorik dan fisik yang terbelakang. Sebagian besar anak
tunaganda mempunyai keterbatasan dalam mobilitas fisik. Banyak yang tidak
dapat berjalan, bahkan untuk duduk dengan sendiri. Mereka berpenampilan
lamban dalam meraih benda-benda atau dalam mempertahankan kepalanya agar
tetap tegak dan seringkali mereka hanya berbaring di atas tempat tidur.
3. Mereka seringkali mempunyai perilaku yang aneh dan tidak bertujuan, misalnya
menggosok-gosokkan jarinya ke wajah, melukai diri (misalnya membenturkan
kepala, mencabuti rambut dan sebagainya) dan karena seringnya, kejadian ini
sangat mengganggu pengajaran atau interaksi sosialnya.
4. Kurang dalam ketrampilan menolong diri sendiri. Sering kali mereka tidak
mampu mengurus kebutuhan dasar mereka sendiri seperti makan, berpakaian,

13
mengontrol dalam hal buang air kecil dan kebersihan diri sendiri. Ini memerlukan
latihan-latihan khusus dalam mempelajari keterampilan-keterampilan dasar ini.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Anak berkebutuhan khusus tumbuh dan berkembang secara berbeda


dibandingkan anak normal. Istilah anak berkebutuhan khusus tidak selalu mengacu
pada kecacatan yang dimilikinya, melainkan pada layanan khusus yang diperlukan
karena memiliki tantangan atau kemampuan di atas rata-rata.
Walaupun jenis anak berkebutuhan khusus bermacam-macam, namun dalam
konteks pendidikan khusus di Indonesia, anak berkebutuhan khusus digolongkan
menjadi anak tunanetra, anak tunarungu, anak tunagrahita, anak tunadaksa, anak
tunarungu, dan anak cerdas. Anak-anak mempunyai bakat khusus. Setiap anak
berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
Pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus tidak dapat disamakan tetapi
harus diberikan sesuai dengan karakteristik kebutuhan dan kemampuannya. Untuk
memperoleh pelayanan yang sesuai dengan karakteristik kebutuhan dan kemampuan
anak, perlu dilakukan identifikasi dan evaluasi anak berkebutuhan khusus. Berbagai
bentuk pelayanan harus diberikan untuk memenuhi kebutuhan mereka, tidak hanya di
bidang pendidikan, namun pelayanan non-akademik juga penting untuk meningkatkan
kualitas hidup dan menjadi lebih baik dan mandiri.
B. Saran

Menyadari bahwasannya penulis masih jauh dari kata sempurna, diharapkan


kedepannya penulis akan lebih fokus dan lebih mendetails dalam menjelaskan tentang
makalah selanjutnya dengan sumber-sumber yang lebih banyak. Kedepannya penulis
akan membuat makalah dengan baik dan benar. Masih banyak kesalahan yang harus
diperbaiki dari kelompok kami, karna kami manusia yang pada dasarnya tempat salah
dan dosa. Untuk saran berisi kritik atau saran terhadap penulisan yang kurang tepat.

15
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, W. (2016). Karakteristik dan jenis kesulitan belajar anak slow learner. Jurnal
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, 1(2), Hal-53.

Iswari, M., & Nurhastuti, N. (2018). Pendidikan Anak Autisme.

Supriadi, N., & Damayanti, R. (2016). Analisis kemampuan komunikasi matematis


siswa lamban belajar dalam menyelesaikan soal bangun datar. Al-Jabar: Jurnal
Pendidikan Matematika, 7(1), 1-9.

Suryani, Y. E. (2010). Kesulitan belajar. Magistra, 22(73), 33.

Yeni, E. M. (2015). Kesulitan belajar matematika di sekolah dasar. JUPENDAS


(Jurnal Pendidikan Dasar), 2(2).

Zakiah, L. (2021). SLOW LEARNERS: KLASIFIKASI, KARAKTERISTIK, DAN


STRATEGI LAYANAN PEMBELAJARAN. Slow Learner, 47.

Zalukhu, J. T. (2020). Strategi Guru Dalam Menangani Pelajar Lamban/Lamban


Belajar (Slow Learner) (Doctoral dissertation, Sekolah Tinggi Teologi Injili
Arastamar (SETIA) Jakarta).

16

Anda mungkin juga menyukai