Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Intan Putri Maharani 22022018
2. Laura 22022022
3. Muthi`ah Fauziyyah 22022095
4. Nur Indah Alfiani 22022153
5. Prity Oktaviani 22022157
6. Refni Septianti 22022105
7. Zevi Wahyu Maulida Ningsih 22002068
Segala puji bagi Allah kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang
selalu melimpahkan berkah,rahmat karuniannya, sehingga akhirnya penyusunan
makalah karakteristik anak berkebutuhan khusus berdasarkan klasifikasinya ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini merupakan tugas yang
diberikan dalam mata kuliah fakultas Pendidikan Inklusi.
Selain itu juga kami ucapkan terimakasih kepada: Yang terhormat Ibu Dra. Hj.
Zulmiyetri, M.Pd selaku Dosen pengampu mata kuliah fakultas Pendidikan Inklusi.
Teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan
saran dan masukan untuk kesempurnaan makalah ini.
Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan yang terdapat pada
makalah ini sebagai akibat dari keterbatasan dari pengetahuan kami. Sehubungan
dengan hal ini, kami akan selalu membuka diri untuk menerima segala kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak demi menyempurnakan pembuatan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Kelompok 2
iii
DAFTAR ISI
COVER ..........................................................................................................................i
C. Autisme ...............................................................................................................8
A. Kesimpulan .......................................................................................................15
B. Saran ................................................................................................................. 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan anak berkesulitan belajar?
2. Apa yang dimaksud dengan anak lamban belajar?
3. Apa yang dimaksud dengan autisme?
4. Apa yang dimaksud dengan anak tunaganda?
C. Tujuan Makalah
1) Untuk mengetahui terkait dari anak berkesulitan belajar.
2) Untuk mengetahui terkait dari anak lamban belajar.
3) Untuk mengetahui terkait dari autisme.
4) Untuk mengetahui terkait dari anak tunaganda.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih
proses psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau
tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan
mendengarkan , berpikir , berbicara, membaca, menulis, mengeja , atau berhitung.
Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gannguan perseptual, luka pada
otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-
anak yang memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari
adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena
tunagrahita, karena gangguan emosional, atau karena kemiskinan lingkungan,
budaya, atau ekonomi.
Menurut Hammill (1981) kesulitan belajar adalah beragam bentuk
kesulitan yang nyata dalam aktivitas mendengarkan, bercakapcakap, membaca,
menulis, menalar, dan/atau dalam berhitung. Gangguan tersebut berupa gangguan
intrinsik yang diduga karena adanya disfungsi sistem saraf pusat. Kesulitan belajar
bisa terjadi bersamaan dengan gangguan lain (misalnya gangguan sensoris,
hambatan sosial, dan emosional) dan pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan
budaya atau proses pembelajaran yang tidak sesuai). Gangguan-gangguan eksternal
tersebut tidak menjadi faktor penyebab kondisi kesulitan belajar, walaupun
menjadi faktor yang memperburuk kondisi kesulitan belajar yang sudah ada.
Sedangkan NJCLD (National Joint Committee of Learning Disabilities)
dalam Lerner, (2000) berpendapat bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum
untuk berbagai jeniskesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis,
dan berhitung. Kondisi ini bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga
karena pengaruh faktor lingkungan, melainkan karena faktor kesulitan dari dalam
individu itu sendiri saat mempersepsi dan melakukan pemrosesan informas
terhadap objek yang diinderainya.
Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan
intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan atau
kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi,
konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri,
2
dan fungsi integrasi sensori motorik (Clement, dalam Weiner,2003). Berdasarkan
pandangan Clement tersebut maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi yang
merupakan sindrom multi dimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan
belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas
dan masalah emosional. Kelompok anak dengan Learning Dissability (LD)
dicirikan dengan adanya gangguan-gangguan tertentu yang menyertainya. Menurut
Cruickshank (1980) gangguan-gangguan tersebut adalah gangguan latarfigure,
visual-motor, visual-perceptual, pendengaran,mintersensory, berpikir konseptual dan
abstrak, bahasa, sosio-emosional, body image, dan konsep diri.
3
2) Faktor Genetik
Hallgren melakukan penelitian di Swedia dan menemukan bahwa, yang faktor
herediter menentukan ketidakmampuan dalam membaca, menulis dan mengeja
diantara orang-orang yang didiagnosa disleksia. Penelitian lain dilakukan oleh
Hermann (dalam Kirk & Ghallager, 1986) yang meneliti disleksia pada kembar
identik dan kembar tidak identik yang menemukan bahwa frekwensi disleksia
pada kembar identik lebih banyak daripada kembar tidak identik sehingga ia
menyimpulkan bahwa ketidakmampuan membaca, mengeja dan menulis adalah
sesuatu yang diturunkan.
4) Faktor Biokimia
Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan belajar
masih menjadi kontroversi.
4
memiliki kesenjangan yang nyata antara potensi dan prestasi yang
ditampilkannya.
3. Tidak Adanya Gangguan Fisik dan/atau Mental
Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik
dan/atau mental.
5
Gangguan Spasial, berupa pemahaman konsep ruang.
Lamban Belajar (Slow Learner) Slow learner adalah anak yang memiliki
keterbatasan potensi kecerdasan, sehingga proses belajarnya menjadi lamban.
Tingkat kecerdasan mereka sedikit dibawah rata- rata dengan IQ antara 80-90.
Kelambanan belajar mereka merata pada semua mata pelajaran. Slow learner disebut
anak border line (“ambang batas”), yaitu berada di antara kategori kecerdasan
rata-rata dan kategori mental retardation (tunagrahita).
Siswa lamban belajar adalah siswa yang memiliki prestasi belajar rendah atau
sedikit di bawah rata-rata dari anak normal pada umumnya, baik pada salah satu atau
seluruh area akademik. Jika dilakukan pengetesan pada IQ, skor tes IQ menunjukkan
skor antara 70 dan 90.
Anak lamban belajar (slow learner) merupakan anak yang memiliki potensi
intelektul sedikit dibawah normal, tetapi tidak termasuk anak tuna grahita. Slow
learner secara akademis biasanya diidentifikasi berdasarkan skor yang dicapai mereka
pada tes kecerdasan, dengan IQ antara 70 - 89. Anak slow learner ini mengalami
hambatan atau keterlambatan berpikir dalam beberapa hal, merespon rangsanga dan
beradaptasi, tetapi lebih baik dibanding dengan tuna grahita, lebih lamban dari normal.
Slow learner didalam kelas membutuhkan waktu belajar lebih lama dibanding
dengan sebayanya. Kecerdasan mereka memang dibawah rata - rata, tetapi mereka
bukan anak yang mampu, tetapi mereka butuh perjuangan yang keras untuk
menguasai apa yang diminta dikelas reguler.
Siswa yang tergolong dalam anak lamban belajar memiliki karakteristik
sebagai berikut:
6
1) Dari segi intelegensi anak-anak lamban belajar berada pada kisaran di bawah
rata-rata yaitu 70-90 berdasarkan skala WISC.
2) Dari segi bahasa anak lamban belajar mengalami masalah dalam
berkomunikasi baik dalam bahasa ekspresif atau menyampaikan ide.
3) Dalam hal emosi anak- anak yang lamban belajar memiliki emosi yang
kurang stabil serta sensitif.
4) Anak lamban belajar dalam bersosialisasi biasanya kurang baik mereka
cenderung pasif.
7
b. Memori atau Daya Ingat Rendah
Kurangnya perhatian terhadap informasi yang disampaikan adalah salah satu faktor
penyebab anak lamban belajar mempunyai daya ingat yang rendah. Anak lamban
belajar tidak dapat menyimpan informasi dalam jangka panjang dan memanggil
kembali ketika dibutuhkan.
C. Autisme
Peristilah atau sebutan untuk penyandang autis berbeda-beda. Ada istilah autis,
autisme, autism. Autism sama dengan autisme yaitu merupakan nama dari gangguan
perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak (Leo Kanner & Asperger,
1943). Autist sama dengan autis yaitu anak yang mengalami gangguan autisme.
Austitic Child sama dengan anak autistik adalah keadaan anak yang mengalami
gangguan autisme. Autistic disorder sama dengan gangguan autistic adalah anak-anak
yang mengalami gangguan perkembangan dalam kriteria DSM-IV. Secara etimologis
kata “autisme” berasal dar kata “auto” dan “isme”. Auto artinya diri sendiri,
sedangkan isme berarti suatu aliran/paham.
8
Dengan demikian autisme diartikan sebagai suatu paham yang hanya tertarik
pada dunia sendiri. Perilakunya timbul sematamata karena dorongan dari dalam
dirinya. Penyandang autisme seakan-akan tidak peduli dengan stimulus-stimulus yang
datang dari orang lain. Autisme adalah gangguan perkembangan neorobiologis berat
yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi atau
berhubungan dengan orang lain (Sutadi, 2002:6).
Penyandang autisme tidak dapat berhubungan dengan orang lain secara berarti,
serta kemampuannya untuk membangun hubungan dengan orang lain terganggu
karena ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan mengerti perasaan orang lain.
Lebih lanjut dijelaskanya bahwa penyandang autisme memiliki gangguan pada
interaksi sosial, komunikasi (baik verbal maupun non verbal), imajinasi, pola perilaku
repetitive dan resistensi terhadap perubahan pada rutinitas.
9
menjilat mainan atau benda-benda yang ada di sekitarnya dan tidak peka terhadap
rasa sakit atau takut.
4. Masalah atau gangguan di bidang pola bermain, dengan karakteristik berupa anak
autistik tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya, tidak suka bermain
dengan anak atau teman sebayanya, tidak memiliki kreatifitas dan tidak memiliki
imajinasi, tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu
rodanya diputar-putar, dan senang terhadap benda-benda yang berputar.
5. Masalah atau gangguan di bidang pola bermain, dengan karakteristik
berupa:Anak autistik dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif dan
berperilaku berkurangan, anak autistik memperlihatkan perilaku stimulasi diri
atau merangsang diri sendiri seperti bergoyang-goyang mengepakkan tangan
seperti burung. Anak autistik tidak suka kepada perubahan dan anak autistik
duduk benggong, dengan tatapan kosong.
6. Masalah atau gangguan di bidang emosi, dengan karakteristik berupa: Anak
autistik sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa dan menangis
tanpa alasan, dapat mengamuk, kadang agresif dan merusak dan anak autistik
kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri.
10
b) Autisme fiksasi; yang disebut autisme fiksasi adalah anak-anak autistik yang
pada waktu lahir kondisinya normal, tanda-tanda autistiknya muncul
kemudian setelah berumur dua atau tiga tahun.
D. Anak Tunaganda
Anak Tuna Ganda adalah anak yang menderita kombinasi atau gabungan dari
dua atau lebih kelainan/ kecacatan dalam segi fisik, mental, emosi dan sosial,
sehingga memerlukan pelayanan pendidikan, psikologis, medis, sosial, dan vokasional
melebihi pelayanan yang sudah tersedia bagi anak yang berkelainan tunggal, agar
masih dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin untuk berpartisipasi
dalam masyarakat. Beberapa kombinasi ketunaan yang termasuk tunaganda adalah
tunanetra-tunarungu, tunanetra-tunadaksa, tunanetra-tunagrahita, tunarungu-tunadaksa,
tunarungu-tunagrahita, tunadaksa-tunagrahita, tunanetra-tunarungu-tunadaksa,
tunanetra-tunarungu-tunadaksa dan lain-lain.
a) Perilaku attention yang muncul pada anak tunanetra plus seperti suka melepas
baju, selalu mencubit siku teman atau orang yang ada di dekatnya. Untuk anak
11
tunalaras plus perilaku attention seperti ber-teriak sambil membanting benda,
gemas dan menggigit teman, mogok dan duduk di lantai.
b) Perilaku escape terjadi pada anak tunagan-da saat anak ingin melarikan diri
karena tidak mau mengerjakan aktivitas yang diminta oleh gurunya. Perilaku ini
akan berhenti bila guru menghentikan permintaannya pada anak untuk melakukan
aktivitas yang tidak disenangi anak. Perilaku escape yang muncul pada anak tuna-
netra plus adalah mengganggu teman, merusak benda dengan marah-marah, suka
pukul kepala teman, teriak, menangis, melukai diri, sedang perilaku muncul pada
anak tunadaksa plus seperti membenturkan lutut ke kepala, mem-benturkan
kepala ke lantai, Pada anak tunalaras tampak dengan memukul-mukul kepala,
me-mukul-mukul dagu, memukul-mukul meja.
c) Perilaku sensory akan terjadi saat anak dibi-arkan sendiri tanpa aktivitas maka
anak akan mulai menggunakan sensorinya untuk meraba, mencium, menjilat apa
saja yang ada diseki-tarnya. Perilaku ini akan berhenti bila ada orang di dekatkan
dan anak diberi aktivitas yang menyenangkan. Perilaku sensory yang mun-cul
pada tunanetra plus seperti menggigit jari , suka pegang alat kelamin, suka
menggerakkan ibu jari dan telunjuk. Pada anak tunarungu plus muncul seperti
sering pegang pantat dan men-ciumi rambut, sering menutup telinga, suka
berjabatan tangan dan mengelus rambut orang, suka melihat wajah orang dari
dekat, bersuara ”cethak-cethok” (bermain dengan lidah dan mulut) sambil
menggerakkan tangan, bersuara atau bermain dengan gigi sehingga yang
men-dengarkan merasa geli sambil mengamati jari-jarinya, goyang-goyang kaki.
d) Perilaku tangible muncul pada saat benda yang disenangi anak diambil oleh guru
atau teman. Perilaku tangibleakan berhenti bila ben-da yang disenangi kembali
pada anak. Perilaku ini tampak seperti berteriak-teriak, memukul-mukul kepala
atau membanting diri atau me-nangis.
12
c. Kombinasi Tunagrahita dan Masalah-masalah Perilaku
2. Kelainan Utama Adalah Gangguan Perilaku
a. Autisme
b. Kombinasi Gangguan Perilaku dan Pendengaran
3. Kelainan Utama Tunarungu dan Tunanetra
Anak-anak yang tergolong tunaganda seringkali memiliki kombinasi-
kombinasi ketidakmampuan yang tampak nyata maupun yang tidak begitu nyata dan
keduanya memerlukan penambahan-penambahan atau penyesuaian-penyesuaian
khusus dalam pendidikan mereka. Melalui program pengajaran yang
sesuaiakan memungkinkan mereka dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang berguna,
bermakna, dan memuaskan pribadinya.
1. Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi. Hampir semua
anak yang tergolong tunaganda memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam
mengekspresikan atau mengerti orang lain. Banyak diantara mereka yang tidak
dapat bicara atau apabila ada komunikasi mereka tidak dapat memberikan respon.
Ini menyebabkan pelayanan pendidikan atau interaksi sosial menjadi sulit sekali.
Anak-anak semacam ini tidak dapat melakukan tugas walaupun tugas yang paling
sederhana sekalipun.
2. Perkembangan motorik dan fisik yang terbelakang. Sebagian besar anak
tunaganda mempunyai keterbatasan dalam mobilitas fisik. Banyak yang tidak
dapat berjalan, bahkan untuk duduk dengan sendiri. Mereka berpenampilan
lamban dalam meraih benda-benda atau dalam mempertahankan kepalanya agar
tetap tegak dan seringkali mereka hanya berbaring di atas tempat tidur.
3. Mereka seringkali mempunyai perilaku yang aneh dan tidak bertujuan, misalnya
menggosok-gosokkan jarinya ke wajah, melukai diri (misalnya membenturkan
kepala, mencabuti rambut dan sebagainya) dan karena seringnya, kejadian ini
sangat mengganggu pengajaran atau interaksi sosialnya.
4. Kurang dalam ketrampilan menolong diri sendiri. Sering kali mereka tidak
mampu mengurus kebutuhan dasar mereka sendiri seperti makan, berpakaian,
13
mengontrol dalam hal buang air kecil dan kebersihan diri sendiri. Ini memerlukan
latihan-latihan khusus dalam mempelajari keterampilan-keterampilan dasar ini.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
15
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, W. (2016). Karakteristik dan jenis kesulitan belajar anak slow learner. Jurnal
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, 1(2), Hal-53.
16