Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KONSEP UMUM PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS USIA DINI


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Dosen Pengampu : Evelyn B.S, S.Pd.I.,M.Pd

Disusun oleh :
Amalia Syafa’ati
M. Ariyo Tuslani
BKI 6

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA TEGAL

2023

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Konsep Umum Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus Usia Dini” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang
apa itu Konsep Umum Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Usia Dini bagi pembaca dan
tentunya untuk penulis juga.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Evelyn selaku dosen pengampu mata
kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Oleh karena itu, penulis menghaturkan rasa
hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam
pembuatan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang membalas budi
baik yang tulus dan ikhlas kepada semua pihak.
Penulis masih menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk
itu, penulis membuka pintu yang selebar-lebarnya kepada semua pihak agar dapat
memberikan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan
mendatang. Dan apabila di dalam makalah ini terdapat hal-hal yang dianggap tidak berkenan
di hati pembaca mohon dimaafkan.

Penulis,

Tegal, 20 Februari 2023

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 4
1. Latar Belakang ............................................................................ 4
2. Rumusan Masalah ....................................................................... 4
3. Tujuan ......................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 6


1. Hakekat Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Usia Dini ........ 6
2. Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi ............................................ 8
3. Model Pendidikan Inklusi ............................................................ 10
4. Penyelenggaraan Pendidikan Segregasi ........................................ 12
5. Landasan Yuridis dan Filosofis Pendidikan Inklusi ...................... 13

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 16

KESIMPULAN ................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pendidikan anak usia dini merupakan pondasi awal dari pendidikan seseorang.
Menurut Clark (dalam Yuliani, 2009), pendidikan anak usia dini termasuk hal
penting, karena pada waktu seorang anak dilahirkan, kelengkapan organ otak anak
yang siap dikembangkan dan diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan
optimal mencapai 100 - 200 miliar sel otak. Hal ini dinamakan masa keemasan yang
menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak di masa depannya.
Pendidikan merupakan hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-
usul, status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak
yang mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
hak anak untuk memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi
termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan
khusus. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat diartikan secara simpel sebagai
anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang tidak akan
pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya.
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus
yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam anak
berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan
kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak
cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, anak berkebutuhan khusus
memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan
kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan
modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi
menggunakan bahasa isyarat.

2. Rumusan Masalah
a. Apa Hakekat Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Usia Dini?
4
b. Bagaimana Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi?
c. Apa saja Model Pendidikan Inklusi?
d. Bagaimana Penyelenggaraan Pendidikan Segregasi?
e. Apa Landasan Yuridis dan Filosofis Pendidikan Inklusi?

3. Tujuan
a. Mengetahui Hakekat Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Usia Dini
b. Mengetahui Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi
c. Mengetahui Model Pendidikan Inklusi
d. Mengetahui Penyelenggaraan Pendidikan Segregasi
e. Mengetahui Landasan Yuridis dan Filosofis Pendidikan Inklusi

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakekat Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Usia Dini


Pedoman dasar anak berkebutuhan khusus (pedoman ABK) di Inggris
diperkenalkan untuk menunjukkan hak dan kewajiban yang tertera dalam
UndangUndang Kebutuhan Pendidikan Khusus dan Disabilitas (SENDA) tahun 2001.
Pedoman ini merupakan sebuah model intervensi untuk anak-anak berkebutuhan
khusus selama periode pendidikan usia dini dan sekolah. Undang-Undang
menyatakan bahwa jika seorang anak memiliki kesulitan yang secara signifikan lebih
besar dari anak-anak lain seusianya dalam menyelesaikan pekerjaan sekolah, juga
dalam berkomunikasi atau berprilaku. Istilah ABK merujuk pada anak yang memiliki
kesulitan atau ketidakmampuan belajar yang membuatnya lebih sulit untuk belajar
atau mengakses pendidikan dibandingkan kebanyakan anak seusianya.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dianggap memiliki kemampuan
berada diluar rentang kemampuan anak sebayanya. Secara garis besar anak dengan
kebutuhan khusus dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu anak berkebutuhan
khusus dibidang kecerdasan dan anak dengan keterlambatan perkembangan akibat
masalah medis, fisik, atau emosional. Secara khusus, anak luar biasa menujukkan
karakteristik fisik, intelektual, dan emosional yang lebih rendah atau lebih tinggi dari
anak normal sebayanya, atau berada diluar standar norma-norma yang berlaku
dimasyarakat apakah itu menyimpang “ke atas” maupun “ke bawah” baik dari segi
fisik, intelektual maupun emosional sehingga mengalami kesulitan dalam meraih
sukses baik dari segi sosial, personal maupun aktivitas pendidikan.
Pengertian anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih luas apabila
dibandingkan dengan pengertian anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus adalah
anak yang dalam pendidikannya memer-lukan pelayanan yang spesifik dan berbeda
dengan anak pada umumnya ( Depdiknas, 2007 ). anak berkebutuhan khusus adalah
Anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya Selalu
menunjukkan cacat mental, emosional dan fisik. yang mana termasuk Anak
berkebutuhan khusus meliputi: buta, tuli, cacat mental, tunadaksa, cacat, kesulitan
belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak cacat kesehatan. Istilah lain untuk
anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa, anak cacat, dan anak-anak cerdas
6
khusus dan bakat khusus. Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak secara
siqnifikan mengetahui keluhan/ penyimpangan (fisik, mental, intelektual social dan
emisional), dalam proses tumbuh kembang dibandingkan dengan anak-anak lain yang
sesuai sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang berbeda dengan anak pada umumnya atau
anak yang sebaya. Dikatakan anak berkebutuhan khusus, jika ada kekurangan atau
bahkan lebih dalam dirinya.
Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi (daya pikir, daya
cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spritual), sosial emosional (sikap dan
perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan anak. Berdasarkan keunikan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya, anak usia dini terbagi dalam tiga tahapan, yaitu (a) masa bayi lahir
sampai 12 bulan, (b) masa toddler (balita) usia 1-3 tahun, (c) masa prasekolah usia 3-6
tahun, (d) masa kelas awal SD 6-8 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia
dini perlu diarahkan pada peletakan dasar-dasar yang tepat bagi pertumbuhan dan
perkembangan manusia seutuhnya, yaitu pertumbuhan dan perkembangan fisik, daya
pikir, daya cipta, sosial emosional, bahasa dan komunikasi yang seimbang sebagai
dasar pembentukan pribadi yang utuh.
Dijelaskan dalam Permendiknas No. 58 tahun 2009 bahwa, Pendidikan bagi
anak usia dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh
dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan
ketrampilan anak. Pendidikan bagi anak usia dini merupakan sebuah pendidikan yang
dilakukan pada anak yang baru lahir sampai dengan delapan tahun. Pendidikan pada
tahap ini memfokuskan pada physical, intelligence, emotional, social education.
Jadi, dari penjelasan mengenai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dan
Pendidikan Anak Usia Dini dapat disimpulkan bahwa Hakekat Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus Usia Dini yaitu suatu pendidikan yang diberikan kepada anak
yang bekebutuhan khusus pada usia dini dengan memberi upaya untuk menstimulasi,
membimbing, mengasuh dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan

7
menghasilkan kemampuan dan ketrampilan anak yang sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan anak tersebut.

B. Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi


Hak anak berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan yang sama dengan
anak normal (anak-anak pada umumnya) di sekolah reguler. Bagi anak-anak
berkebutuhan khusus yang mampu mengikuti pelajaran reguler tentunya hal itu tidak
menjadi hambatan. Dalam sekolah yang menerapkan pendidikan inklusif untuk anak
berkebutuhan khusus yang sering kita sebut sekolah inklusi tentunya sudah
menyiapkan program-program khusus dalam bentuk modifikasi dan adaptasi dari
program sebelumnya yang bersifat reguler. Di dalam pendidikan khusus, anak-anak
berkebutuhan tingkat ringan, sedang, maupun berat ditempatkan pada kelas regular.
Pendidikan inklusif merupakan bentuk layanan pendidikan yang
mengintegrasi pembelajaran anak berkebutuhan khusus (ABK) bersama anak-anak
pada umumnya agar dapat berpartisipasi dan memperoleh layanan pendidikan dengan
sistem, metodologi, dan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya.
Menurut Dedy Kustawan (2012:7) Pendidikan Inklusif adalah sebuah falsafah
pendidikan yang dapat mengakomodasikan semua anak sesuai dengan kebutuhnya.
Menurut sistemnya pendidikan inklusif tersebut bersifat terbuka dan sekolah yang
menyediakan program pendidikan inklusif adalah sekolah layak, menantang, tetapi
sesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan
dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil.
Berdasarkan Permendiknas nomor 70 tahun 2009 dijelaskan bahwa,
pendidikan inklusif bertujuan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan sosial atau
memiliki kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dan mewujudkan penyelenggaraan
pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua
peserta didik.
Melalui pendidikan inklusif, peserta didik berkelainan dididik bersama-sama
anak lainya (normal) untuk mengoptimakan potensi yang dimilikinya. Hal ini
dilandasi oleh kenyataan bahwa di masyarakat terdapat anak normal dan anak
8
berkebutuhan khusus yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Oleh
karena itu anak berkebutuhan khusus perlu diberikan kesempatan dan peluang sama
dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.
Berdasarkan batasan tersebut pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem
layanan pendidikan yang mengikut sertakan anak berkebutuhan khusus belajar
bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat
tinggalnya. Semangat penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah memberikan
kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa
diskriminasi.
Menurut Dedy Kustawan (2012:48) Penyelenggaraan pendidikan inklusif
menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana
prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan
kebutuhan individu peserta didik. Untuk itu proses identifikasi dan asesmen yang
akurat perlu dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan/atau profesional di bidangnya
untuk dapat menyusun program pendidikan yang sesuai dan obyektif.
Adapun tujuan pendidikan inklusif yang diselenggarakan di sekolah formal
maupun non-formal menurut Dedi Kustawan (2012:9), yaitu :
a. Memberikan kesempatan yang seluas – luasnya kepada semua anak (termasuk
anak berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang layak sesuai
dengan kebutuhannya.
b. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar.
c. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan
menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah.
d. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak
diskriminatif serta ramah terhadap pembelajaran.
e. Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Ps. 32 ayat 1 dan 2
yang berbunyi “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayai. “UU no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, khususnya Pasal 5 ayat 1 yang berbunyi “setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. “UU
No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 51 yang berbunyi
“anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan
9
yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan
pendidikan luar biasa.

C. Model Pelayanan Pendidikan Inklusi


Peserta didik dalam pendidikan inklusif dapat dikelompokkan menjadi dua
ketegori, yaitu peserta didik berkebutuhan khusus penerima pendidikan khusus tanpa
disertai hambatan kognitif dan intelektual serta yang disertai hambatan kognitif dan
intelektual. Setiap kategori peserta didik berkebutuhan khusus akan memperoleh
pelayanan yang disesuaikan dengan salah satu dari model pembelajaran yang
disesuaikan dengan kebutuhan. Model-model pembelajaran pendidikan inklusif yang
disesuaikan dengan tingkat kebutuhan peserta didik, baik peseta didik normal maupun
berkebutuhan khusus meliputi:
1) Model kelas reguler (inklusif penuh), model pembelajaran yang
menggabungkan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dengan Peserta
Didik Reguler (PDR) dengan catatan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
(PDBK) tidak mengalami gangguan intelektual yang signifikan. Dalam kelas
ini tidak terdapat perlakuan atau pelayanan khusus, semua peserta didik
diperlakukan sama.
2) Model Cluster, Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dikelompokkan
tersendiri akan tetapi tetap belajar secara bersama-sama dengan Peserta Didik
Reguler (PDR) dalam satu kelas. Dalam kelas ini Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus (PDBK) didampingi oleh pendamping supaya peserta didik tersebut
dapat memperoleh pembelajaran selayaknya Peserta Didik Reguler. Peran
pendamping dalam model ini memberikan pelayanan khusus ketika Peserta
Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) mengalami kesulitan dan hambatan
dalam belajarnya.
3) Model Pull Out, model pembelajaran ini menempatkan Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus (PDBK) di ruang tersendiri untuk memperoleh materi
pelajaran tertentu dengan pendampingan khusus oleh guru khusus. Terdapat
komponen-komponen tertentu dalam materi pelajaran yang memerlukan
penyampaian secara khusus kepada Peseta Didik Berkebutuhan Khusus
(PDBK) yang disebabkan terjadinya ketimpangan apabila harus belajar
bersama dengan peserta didik lainnya. Terdapat waktu khusus dimana Peserta
10
Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dipindahkan dari kelas reguler untuk
memperoleh pelayanan khusus dengan materi, strategi, metode serta media
yang lebih sesuai dengan kebutuhan.
4) Model Cluster and Pull Out, model pembelajaran gabungan antara model
cluster dan model pull out. Sistem model pembelajaran ini pada waktu-waktu
tertentu Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dikelompokkan
tersendiri tetapi masih dalam satu kelas reguler dengan pendamping khusus.
Kemudian di waktu-waktu lain Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK)
ditempatkan di kelas atau ruangan khusus untuk diberikan layanan khusus
dengan materi, strategi, metode serta media yang lebih sesuai dengan
kebutuhan mereka.
5) Model kelas khusus, model yang digunakan oleh sekolah yang mengadakan
kelas khusus kepada Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK), akan tetapi
terdapat aktivitas yang lain didalam pembelajaran tertentu semua peserta didik
digabungkan dengan kelas reguler. Model ini merupakan model pembelajaran
yang hanya menyediakan kelas bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
(PDBK) secara penuh tanpa adanya peserta didik normal sekalipun dalam satu
kelas. Akan tetapi di waktu tertentu Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
(PDBK) digabungkan dengan Peserta Didik Reguler (PDR). Model kelas
khusus ini memiliki keunikan tersendiri dimana kelas-kelas untuk Peserta
Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) berada di dalam komplek yang sama
dengan kelas regular. model kelas khusus ini Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus (PDBK) dapat berinteraksi degan Peserta Didik Reguler (PDR) secara
tidak langsung di dalam kelas dan berinteraksi secara langsung di luar kelas.
6) Berkebutuhan Khusus (PDBK) secara penuh tanpa adanya peserta didik
normal sekalipun dalam satu kelas. Akan tetapi di waktu tertentu Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus (PDBK) digabungkan dengan Peserta Didik Reguler
(PDR). Model kelas khusus ini memiliki keunikan tersendiri dimana kelas-
kelas untuk Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) berada di dalam
komplek yang sama dengan kelas regular. Model kelas khusus ini Peserta
Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dapat berinteraksi degan Peserta Didik
Reguler (PDR) secara tidak langsung di dalam kelas dan berinteraksi secara
langsung di luar kelas.
11
Berkaitan dengan hal tersebut, model pendidikan inklusi sebagaimana
dikemukakan sebelumnya tidak mensyaratkan semua anak berkebutuhan khusus
(ABK) berada di kelas reguler setiap saat dengan seluruh mata pelajarannya
(inklusi penuh). Hal ini dikarenakan beberapa anak berkebutuhan khusus (ABK)
dapat mengikuti kelas atau ruangan khusus dengan pendamping khusus
tergantung dari jenis kebutuhannya.

D. Penyelenggaraan Pendidikan Segregasi


Secara etimologis istilah segregasi berasal dari kata segregate (diartikan
memisahkan, memencilkan) atau segregation (diartikan pemisahan). Para ilmuwan
kita mengartikan segregasi sebagai proses pemisahan suatu golongan dari golongan
lainnya. Yang berkaitan dengan ke-PLB-an, pendidikan segregasi adalah suatu sistem
pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus yang terpisah dari sistem pendidikan
anak normal.
Pendidikan segregasi atau sekolah segregasi yaitu sekolah yang memisahkan
anak berkebutuhan khusus dari sistem persekolahan reguler. Di Indonesia bentuk
sekolah segregasi ini berupa satuan pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa sesuai
dengan jenis kelainan peserta didik.
1. SLB Bagian A, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan
pendidikan secara khusus untuk peserta didik yang menyandang kelainan pada
penglihatan (Tunanetra).
2. SLB Bagian B, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan
pendidikan secara khusus untuk peserta didik yang menyandang kelainan pada
pendengaran (Tunarungu)
3. SLB Bagian C, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan
pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunagrahita ringan dan SLB
bagian C1, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan
secara khusus untuk peserta didik tunagrahita sedang.
4. SLB Bagian D, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan
pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunadaksa tanpa adanya
gangguan kecerdasan dan SLB D1, yaitu lembaga pendidikan yang
memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik
tunadaksa yang disertai dengan gangguan kecerdasan.
12
5. SLB Bagian E, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan
pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunalaras.
6. SLB Bagian G, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan
pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunaganda.

Satuan pendidikan (SLB) terdiri atas jejang TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB.
Sebagai satuan pendidikan khusus, maka sistem pendidikan yang digunakan terpisah
sama sekali dari sistem pendidikan di sekolah reguler, baik kurikulum, tenaga
pendidikan dan kependidikan, sarana prasarana, sampai pada sistem pembelajaran dan
evaluasinya. Kelemahan dari sekolah segregasi ini antaran lain aspek perkembangan
emosi dan sosial anak kurang luas karena lingkungan pergaulan yang terbatas.
Adapun Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) adalah sekolah pada tingkat dasar
yang menampung beberapa jenis kelainan, yaitu : tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
tunadaksa, bahkan juga tunaganda yang ditampung dalam satu atap. Dalam
pelaksanaannya biasanya ruangan disekat-sekat sebagai pemisah sesuai dengan jenis
kelainannya. Pendirian SDLB dimaksudkan untuk menuntaskan gerakan wajib belajar
pada tingkatan sekolah dasar. Oleh karenanya SDLB dibagngun di tempattempat yang
tidak terdapat SLB dan jumlah ABK dari masing-masing jenis kelainan relative
sedikit jumlahnya, yang dirasa belum perlu membangun kelas atau SLB sesuai dengan
jenis kelainan masing-masing.
Pada intinya, SLB melayani pendidikan dengan satu kelainan, sedangkan
SDLB melayani berbagai kelainan pada tingkat sekolah dasar.

E. Landasan Yuridis dan Filosofis Pendidikan Inklusi


1) Landasan Yuridis
Landasan yuridis memiliki hirarki dari undang-undang dasar, undang-
undang, peraturan pemerintah, kebijakan direktur jendral, peraturan daerah,
kebijakan direktur, hingga peraturan sekolah. Juga melibatkan kesepakatan-
kesepakatan internasional yang berkenaan dengan pendidikan.
Untuk keperluan pendidikan, anak-anak berkebutuhan khusus harus
disosialisasikan dalam lingkungan yang nyata dengan anak-anak lain pada
umumnya. Adapun landasan yuridis pendidikan inklusif sebagai berikut:

13
Instrumen Internasional
a. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Tahun 1948
b. Konvensi PBB tentang Hak Anak Tahun 1989
c. Deklarasi Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua (Jomtien) Tahun
1990
d. Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi para
Penyandang Cacat Tahun 1990
e. Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi tentang Pendidikan
Kebutuhan Khusus Tahun 1994
f. Tinjauan 5 tahun Salamanca Tahun 1999
g. Kerangka Aksi Forum Pendidikan Dunia (Dakar) Tahun 2000
h. Tujuan Pembangunan Millenium yang berfokus pada Penurunan
Angka Kemiskinan dan Pembangunan Tahun 2000
i. Flagship PUS tentang Pendidikan dan Kecacatan Tahun 2001
Instrumen Nasional
a. UUD 1945 (amandemen) pasal 31
b. UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3, 5, 32, 36 ayat (3), 45 ayat (1),
51, 52, 53.
c. UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat pasal 5
d. Deklarasi Bandung (Nasional) ”Indonesia Menuju Pendidikan
Inklusif” 8-14 Agustus 2004
e. Deklarasi Bukit Tinggi (Internasional) Tahun 2005
f. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Nomor 380/C.C6/MN/2003 tanggal
20 Januari 2003 tentang pendidikan inklusif
g. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009
tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.

2) Landasan Filosofis
Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusif di Indonesia
adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan
atas pondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika.
Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebinekaan manusia, baik kebinekaan
14
vertikal maupun horisontal, yang mengemban misi tunggal sebagai umat
Tuhan di bumi. Kebinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan kecerdasan,
kekuatan fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan pengendalian
diri, dan sebagainya. Sedangkan kebinekaan horisontal diwarnai dengan
perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah,
afiliasi politik, dan sebagainya. Karena berbagai keberagaman namun dengan
kesamaan misi yang diemban di bumi ini, misi, menjadi kewajiban untuk
membangun kebersamaan dan interaksi dilandasi dengan saling
membutuhkan.
Filosofi Bhinneka Tunggal Ika meyakini bahwa di dalam diri manusia
bersemayam potensi yang bila dikembangkan melalui pendidikan yang baik
danbenar dapat berkembang hingga hampir tak terbatas. Bertolak dari
perbedaan antar manusia, filosofi ini meyakini adanya potensi unggul yang
tersembunyi dalam diri individu jika dikembangkan secara optimal dan
terintegrasi dengan semua potensi kemanusiaan lainnya dapat menghasilkan
suatu kinerja profesional.
Tugas pendidikan adalah menemukan dan mengenali potensi unggul
yang tersembunyi yang terdapat dalam diri setiap individu peserta didik untuk
dikembangkan hingga derajat yang optimal sebagai bekal manusia beribadah
kepada Tuhan. Di dalam individu dengan segala keterbatasan dan kelebihan,
di mana yang memiliki keterbatasan sering bersemayam keunggulan, dan di
dalam diri individu yang memiliki keunggulan sering bersemayam
keterbatasan. Dengan demikian, keunggulan dan keterbatasan tidak dapat
dijadikan sebagai alasan untuk memisahkan peserta didik yang memiliki
keterbatasan atau keunggulan dari pergaulannya dengan peserta didik lainnya
karena pergaulan antara mereka akan memungkinkan terjadi saling belajar
tentang perilaku dan pengalaman.

15
BAB III

PENUTUP

I. Kesimpulan
Pedoman dasar anak berkebutuhan khusus (pedoman ABK) di Inggris
diperkenalkan untuk menunjukkan hak dan kewajiban yang tertera dalam
UndangUndang Kebutuhan Pendidikan Khusus dan Disabilitas (SENDA) tahun 2001.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dianggap memiliki kemampuan
berada diluar rentang kemampuan anak sebayanya. Secara garis besar anak dengan
kebutuhan khusus dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu anak berkebutuhan
khusus dibidang kecerdasan dan anak dengan keterlambatan perkembangan akibat
masalah medis, fisik, atau emosional.
Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi (daya pikir, daya
cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spritual), sosial emosional (sikap dan
perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Hakekat Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Usia Dini yaitu suatu
pendidikan yang diberikan kepada anak yang bekebutuhan khusus pada usia dini
dengan memberi upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan pemberian
kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan ketrampilan anak
yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak tersebut.
Pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang
mengikut sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya
di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Semangat
penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan atau akses yang
seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan
sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa diskriminasi.
Model-model pembelajaran pendidikan inklusif yang disesuaikan dengan
tingkat kebutuhan peserta didik, baik peseta didik normal maupun berkebutuhan
khusus meliputi:

16
a. Model kelas reguler
b. Model Cluster
c. Model Pull Out
d. Model Cluster and Pull Out
e. Model kelas khusus
f. Berkebutuhan Khusus (PDBK) secara penuh
Sedangkan bentuk sekolah segregasi ini berupa satuan pendidikan khusus atau
Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis kelainan peserta didik.
7. SLB Bagian A
8. SLB Bagian B
9. SLB Bagian C dan SLB bagian C1
10. SLB Bagian D
11. SLB Bagian E
12. SLB Bagian G

17
DAFTAR PUSTAKA

Irvan, Muchamad. "Urgensi identifikasi dan asesmen anak berkebutuhan khusus usia
dini." Jurnal Ortopedagogia 6.2 (2020)

Setiawati, Feby Atika. "Mengenal Konsep-Konsep Anak Berkebutuhan Khusus dalam


PAUD." SELING: Jurnal Program Studi PGRA 6.2 (2020)

Jannah, A. M., Setiyowati, A., Lathif, K. H., Devi, N. D., & Akhmad, F. (2021). Model
Layanan Pendidikan Inklusif di Indonesia. ANWARUL, 1(1)

Al Kahar, Aris Armeth Daud. "Pendidikan Inklusif Sebagai Gebrakan Solutif “Education for
All”." Al-Riwayah: Jurnal Kependidikan 11.1 (2019)

JURNAL : file:///C:/Users/toshiba/Downloads/BAB%20II%20(1).pdf

JURNAL: :
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195403101988032-
MIMIN_CASMINI/Pendidikan_Segregasi.pdf

18

Anda mungkin juga menyukai