Disusun oleh :
Amalia Syafa’ati
M. Ariyo Tuslani
BKI 6
2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Konsep Umum Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus Usia Dini” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang
apa itu Konsep Umum Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Usia Dini bagi pembaca dan
tentunya untuk penulis juga.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Evelyn selaku dosen pengampu mata
kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Oleh karena itu, penulis menghaturkan rasa
hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam
pembuatan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang membalas budi
baik yang tulus dan ikhlas kepada semua pihak.
Penulis masih menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk
itu, penulis membuka pintu yang selebar-lebarnya kepada semua pihak agar dapat
memberikan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan
mendatang. Dan apabila di dalam makalah ini terdapat hal-hal yang dianggap tidak berkenan
di hati pembaca mohon dimaafkan.
Penulis,
2
DAFTAR ISI
KESIMPULAN ................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pendidikan anak usia dini merupakan pondasi awal dari pendidikan seseorang.
Menurut Clark (dalam Yuliani, 2009), pendidikan anak usia dini termasuk hal
penting, karena pada waktu seorang anak dilahirkan, kelengkapan organ otak anak
yang siap dikembangkan dan diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan
optimal mencapai 100 - 200 miliar sel otak. Hal ini dinamakan masa keemasan yang
menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak di masa depannya.
Pendidikan merupakan hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-
usul, status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak
yang mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
hak anak untuk memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi
termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan
khusus. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat diartikan secara simpel sebagai
anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang tidak akan
pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya.
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus
yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam anak
berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan
kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak
cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, anak berkebutuhan khusus
memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan
kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan
modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi
menggunakan bahasa isyarat.
2. Rumusan Masalah
a. Apa Hakekat Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Usia Dini?
4
b. Bagaimana Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi?
c. Apa saja Model Pendidikan Inklusi?
d. Bagaimana Penyelenggaraan Pendidikan Segregasi?
e. Apa Landasan Yuridis dan Filosofis Pendidikan Inklusi?
3. Tujuan
a. Mengetahui Hakekat Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Usia Dini
b. Mengetahui Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi
c. Mengetahui Model Pendidikan Inklusi
d. Mengetahui Penyelenggaraan Pendidikan Segregasi
e. Mengetahui Landasan Yuridis dan Filosofis Pendidikan Inklusi
5
BAB II
PEMBAHASAN
7
menghasilkan kemampuan dan ketrampilan anak yang sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan anak tersebut.
Satuan pendidikan (SLB) terdiri atas jejang TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB.
Sebagai satuan pendidikan khusus, maka sistem pendidikan yang digunakan terpisah
sama sekali dari sistem pendidikan di sekolah reguler, baik kurikulum, tenaga
pendidikan dan kependidikan, sarana prasarana, sampai pada sistem pembelajaran dan
evaluasinya. Kelemahan dari sekolah segregasi ini antaran lain aspek perkembangan
emosi dan sosial anak kurang luas karena lingkungan pergaulan yang terbatas.
Adapun Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) adalah sekolah pada tingkat dasar
yang menampung beberapa jenis kelainan, yaitu : tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
tunadaksa, bahkan juga tunaganda yang ditampung dalam satu atap. Dalam
pelaksanaannya biasanya ruangan disekat-sekat sebagai pemisah sesuai dengan jenis
kelainannya. Pendirian SDLB dimaksudkan untuk menuntaskan gerakan wajib belajar
pada tingkatan sekolah dasar. Oleh karenanya SDLB dibagngun di tempattempat yang
tidak terdapat SLB dan jumlah ABK dari masing-masing jenis kelainan relative
sedikit jumlahnya, yang dirasa belum perlu membangun kelas atau SLB sesuai dengan
jenis kelainan masing-masing.
Pada intinya, SLB melayani pendidikan dengan satu kelainan, sedangkan
SDLB melayani berbagai kelainan pada tingkat sekolah dasar.
13
Instrumen Internasional
a. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Tahun 1948
b. Konvensi PBB tentang Hak Anak Tahun 1989
c. Deklarasi Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua (Jomtien) Tahun
1990
d. Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi para
Penyandang Cacat Tahun 1990
e. Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi tentang Pendidikan
Kebutuhan Khusus Tahun 1994
f. Tinjauan 5 tahun Salamanca Tahun 1999
g. Kerangka Aksi Forum Pendidikan Dunia (Dakar) Tahun 2000
h. Tujuan Pembangunan Millenium yang berfokus pada Penurunan
Angka Kemiskinan dan Pembangunan Tahun 2000
i. Flagship PUS tentang Pendidikan dan Kecacatan Tahun 2001
Instrumen Nasional
a. UUD 1945 (amandemen) pasal 31
b. UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3, 5, 32, 36 ayat (3), 45 ayat (1),
51, 52, 53.
c. UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat pasal 5
d. Deklarasi Bandung (Nasional) ”Indonesia Menuju Pendidikan
Inklusif” 8-14 Agustus 2004
e. Deklarasi Bukit Tinggi (Internasional) Tahun 2005
f. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Nomor 380/C.C6/MN/2003 tanggal
20 Januari 2003 tentang pendidikan inklusif
g. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009
tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
2) Landasan Filosofis
Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusif di Indonesia
adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan
atas pondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika.
Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebinekaan manusia, baik kebinekaan
14
vertikal maupun horisontal, yang mengemban misi tunggal sebagai umat
Tuhan di bumi. Kebinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan kecerdasan,
kekuatan fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan pengendalian
diri, dan sebagainya. Sedangkan kebinekaan horisontal diwarnai dengan
perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah,
afiliasi politik, dan sebagainya. Karena berbagai keberagaman namun dengan
kesamaan misi yang diemban di bumi ini, misi, menjadi kewajiban untuk
membangun kebersamaan dan interaksi dilandasi dengan saling
membutuhkan.
Filosofi Bhinneka Tunggal Ika meyakini bahwa di dalam diri manusia
bersemayam potensi yang bila dikembangkan melalui pendidikan yang baik
danbenar dapat berkembang hingga hampir tak terbatas. Bertolak dari
perbedaan antar manusia, filosofi ini meyakini adanya potensi unggul yang
tersembunyi dalam diri individu jika dikembangkan secara optimal dan
terintegrasi dengan semua potensi kemanusiaan lainnya dapat menghasilkan
suatu kinerja profesional.
Tugas pendidikan adalah menemukan dan mengenali potensi unggul
yang tersembunyi yang terdapat dalam diri setiap individu peserta didik untuk
dikembangkan hingga derajat yang optimal sebagai bekal manusia beribadah
kepada Tuhan. Di dalam individu dengan segala keterbatasan dan kelebihan,
di mana yang memiliki keterbatasan sering bersemayam keunggulan, dan di
dalam diri individu yang memiliki keunggulan sering bersemayam
keterbatasan. Dengan demikian, keunggulan dan keterbatasan tidak dapat
dijadikan sebagai alasan untuk memisahkan peserta didik yang memiliki
keterbatasan atau keunggulan dari pergaulannya dengan peserta didik lainnya
karena pergaulan antara mereka akan memungkinkan terjadi saling belajar
tentang perilaku dan pengalaman.
15
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Pedoman dasar anak berkebutuhan khusus (pedoman ABK) di Inggris
diperkenalkan untuk menunjukkan hak dan kewajiban yang tertera dalam
UndangUndang Kebutuhan Pendidikan Khusus dan Disabilitas (SENDA) tahun 2001.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dianggap memiliki kemampuan
berada diluar rentang kemampuan anak sebayanya. Secara garis besar anak dengan
kebutuhan khusus dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu anak berkebutuhan
khusus dibidang kecerdasan dan anak dengan keterlambatan perkembangan akibat
masalah medis, fisik, atau emosional.
Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi (daya pikir, daya
cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spritual), sosial emosional (sikap dan
perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Hakekat Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Usia Dini yaitu suatu
pendidikan yang diberikan kepada anak yang bekebutuhan khusus pada usia dini
dengan memberi upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan pemberian
kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan ketrampilan anak
yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak tersebut.
Pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang
mengikut sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya
di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Semangat
penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan atau akses yang
seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan
sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa diskriminasi.
Model-model pembelajaran pendidikan inklusif yang disesuaikan dengan
tingkat kebutuhan peserta didik, baik peseta didik normal maupun berkebutuhan
khusus meliputi:
16
a. Model kelas reguler
b. Model Cluster
c. Model Pull Out
d. Model Cluster and Pull Out
e. Model kelas khusus
f. Berkebutuhan Khusus (PDBK) secara penuh
Sedangkan bentuk sekolah segregasi ini berupa satuan pendidikan khusus atau
Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis kelainan peserta didik.
7. SLB Bagian A
8. SLB Bagian B
9. SLB Bagian C dan SLB bagian C1
10. SLB Bagian D
11. SLB Bagian E
12. SLB Bagian G
17
DAFTAR PUSTAKA
Irvan, Muchamad. "Urgensi identifikasi dan asesmen anak berkebutuhan khusus usia
dini." Jurnal Ortopedagogia 6.2 (2020)
Jannah, A. M., Setiyowati, A., Lathif, K. H., Devi, N. D., & Akhmad, F. (2021). Model
Layanan Pendidikan Inklusif di Indonesia. ANWARUL, 1(1)
Al Kahar, Aris Armeth Daud. "Pendidikan Inklusif Sebagai Gebrakan Solutif “Education for
All”." Al-Riwayah: Jurnal Kependidikan 11.1 (2019)
JURNAL : file:///C:/Users/toshiba/Downloads/BAB%20II%20(1).pdf
JURNAL: :
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195403101988032-
MIMIN_CASMINI/Pendidikan_Segregasi.pdf
18