Anda di halaman 1dari 16

KONSELING UNTUK POPULASI TUNADAKSA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah : Konseling Populasi Khusus
Dosen Pengampu : Dr. Ahmad Syarqawi. M.Pd

Disusun Oleh : Kelompok 4

Aida Sari Haji Nst (0303213141)


Fyarisa (0303213056)

PRODI BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2024/2025
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Tak lupa
juga kita hadiahkan shalawat berangkaikan salam kepada baginda Rasulullah SAW.. yang telah
membawa kita dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang seperti saat ini.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Pak Ahmad
Syarqawi. M.Pd, selaku dosen pengampu mata kuliah Konseling Populasi Khusus. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Konseling untuk populasi
Tunadaksa bagi pembaca maupun penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ahmad Syarqawi.M.Pd, yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan sesuai dengan
bidang yang kami tekuni. Kami menyadari, makalah yang kami tulis masih jauh dari kata
sempurna. Dengan kerendahan hati, kami memohon maaf apabila ada ketidak sesuaian kalimat
dan kesalahan. Meskipun demikian, kami selaku penulis makalah terbuka pada. kritik dan saran
dari pembaca.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Demikian kata pengantar ini kami
sampaikan. Terima kasih atas semua pihak yang membantu penyusunan dan membaca makalah
Ini.

Medan, 22 Maret 2024


Pemakalah

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG ....................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................. 2
C. TUJUAN PENULISAN .................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 3
A. Definisi Tuna Daksa .......................................................................................................... 3
B. Landasan Dan Hak-Hak Yang Dapat Diperoleh Tunadaksa ............................................. 5
C. Pendekatan Layanan BK untuk Penyandang Disabilitas Tunadaksa ................................ 8
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 11
A. KESIMPULAN ................................................................................................................. 11
B. SARAN ............................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 12

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan
mental, emosi atau fisik. Yang termasuk ke dalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat,
anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak
luar biasa dan anak cacat, karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, ABK
memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan
dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks
bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa
isyarat.
Sekolah luar biasa sebagai jenjang pendidikan formal dalam sistem pendidikan di
Indonesia mempunyai tujuan memberikan kemampuan dasar baca, tulis, hitung
pengetahuan dan keterampilan dasar lainnya. Hasil kegiatan pembelajaran anak terkadang
dapat mencapai prestasi yang diharapkan, tetapi terkadang juga tidak. Hal ini karena daya
serap masing-masing anak berbeda dalam menerima pelajaran. Istilah tunadaksa berasal
dari kata “tuna dan daksa“, tuna berarti rugi, kurang dan daksa berarti tubuh. Tunadaksa
adalah anak yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, sedangkan istilah cacat tubuh
dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut anak cacat pada anggota tubuhnya, bukan
cacat indranya. Selanjutnya istilah cacat ortopedi terjemahan dari bahasa inggris
ortopedically handicapped lebih merupakan salah satu kelompok anak luar biasa yang
banyak ditemukan masyarakat. segregasi saja, akan tetapi mereka juga memberikan suatu
kesempatan untuk mengikuti pendidikan melalui inklusif. Bahkan saat ini anak tunadaksa
sudah lebih banyak mengikuti sistem terpadu tersebut dibandingkan dengan anak luar
biasa lainnya seperti : anak tunarungu, anak tunagrahita, maupun anak tunanetra.
Keberhasilan pendidikan bagi anak tunadaksa di sekolah inklusi tidak terlepas dari peran
guru untuk memahami karakteristik dan layanan pendidikan bagi anak tunadaksa.
Ketepatan guru dalam memilih metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap kualitas
proses belajar mengajar yang di lingkungan sekolah dasar dewasa ini masih diwarnai oleh
penekanan pada aspek pengetahuan dan masih sedikit yang mengacu pada pelibatan
peserta didik dalam proses belajar itu sendiri.
Pada anak tunadaksa yang sedang mengalami perkembangan dalam tingkat
berpikir memerlukan stimulus untuk lebih memahami materi dalam mata pelajaran IPA
(Ilmu Pengetahuan Alam) agar lebih berpikir logis, kritis, kreatif, dan mampu
memecahkan masalahnya di kehidupan sehari-hari yang erat kaitannya dengan
sains.Tujuan Pembelajaran Sains di sekolah menurut Carin (Khaeruddin dan Sudijono,

1
2005:11) adalah: (1) menambah keingintahuan, (2) mengembangkan keterampilan
menginvestigasi, (3) mengembangkantentang sains, teknologi, dan masyarakat.
Namun keadaan tersebut tidak membuat mereka harus putus sekolah atau tidak
memperoleh pendidikan yang layak. Sesuai dengan yang tercantum dalam UUD 1945
pasal 31 ayat 1 bahwa “Setiap Warga Negara berhak mendapat pendidikan” (Sinar
Grafika, 2002:25). Artinya tidak ada pengecualian, baik itu seorang anak yang dilahirkan
dengan normal maupun yang memiliki keterbatasan seperti tunawicara, tunanetra,
tunadaksa, tunarungu, dan yang lainnya. Mereka adalah orang yang secara fisik,
emosional, intelektual, dan sosialnya mengalami kelainan. Mereka inilah yang kita sebut
sebagai anak yang berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus sudah pasti
memerlukan pendidikan secara khusus. Pendidikan khusus yang seperti tercantum dalam
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 32, adalah “Pendidikan bagi peserta didik
yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan
fisik, emosional, mental, sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”
(Sinar Grafika, 2003:10). “Layanan khusus untuk anak yang memerlukan pendidikan
khusus disesuaikan dengan jenis kelainan yang disandang. Salah satu yang disebut anak
berkebutuhan khusus adalah anak tunadaksa”. Anak tunadaksa tidak akan mengetahui
atau memiliki pengalaman tersebut, apabila anak tidak diperkenalkan dengan lingkungan
dengan mengandalkan indera penglihatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Tunadaksa?
2. Bagaimana Landasan Dan Hak-Hak Yang Dapat Diperoleh Tunadaksa?
3. Bagaimana Pendekatan Layanan Bk Untuk Penyandang Disabilitas Tunadaksa?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Defenisi Dari Tunadaksa
2. Untuk Mengetahui Landasan Dan Hak-Hak Yang Dapat Diperoleh Tunadaksa
3. Untuk Mengetahui Pendekatan Layanan Bk Untuk Penyandang Disabilitas Tunadaksa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Tunadaksa

Disabilitias berasal dari kata bahasa inggris yang berarti disability. Kata ini juga bisa
disebut juga sebagai kata serapan yang direduksi kedalam bahasa indonesia. Secara khusus kata
disability mempunyai pengertian cacat atau ketidakmampuan. Cacat dapatdikategorikan sebagai
cacat physical(fisik) maupun cacat psychological(mental). Tuna daksa dikelompokkan kedalam
cacat fisik. 1

Menurut Rahayu tunadaksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat
gangguan bentuk atau pada tulang, otot dan sendi dalam funsingnya yang normal. Kondisi ini
dapar disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan sejak
lahir. sebabnya bagi mereka penyandang tunadaksa pasti memerlukan alat bantu (tools) untuk
mempermudah gerakan mereka. 2

Tuna daksa merupakan suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan
bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi pada fungsinya yang normal kondisi ini dapat
disebabkan oleh penyakit kecelakaan atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir.
Tuna daksa sering juga diartikan sebagai suatu kondisi yang menghambat kegiatan individu
sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot, sehingga mengurangi kapasitas
normal individu untuk mengikuti pendidikan dan untuk berdiri sendiri. Anak-anak tuna daksa
memiliki sedikit hambatan psikologis, seperti tidak percaya diri dan tergantung pada orang lain.

Penyandang disabilitas fisik secara tidak langsung akan mengalami kesulitan dalam
melakukan aktivitas, disamping itupenyandang disabilitas mental akan merasa rendah diri atau
kurang percaya diri, dan sulit beradaptasi dengan masyarakat. Selain itu, mereka akan
mendapatkan perlakuan yang berbeda seperti tuduhan atau simpati.

1
John M. Echols Dan Hassan Shadily.(2005kamus Inggris Indonesia: An English-Indonesian Dictionary,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama). Cet. Ke-XXVI, 184)
2
Rahayu,S.Dkk. (2013). Pelayanan Publik Bidang Transportasi Bagi Difabel Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
Ilmu Sosial. Volume 10, No. 2)

3
Hambatan yang dialami anak disabilitas fisik juga berpengaruh pada gerakan,kecerdasan,
komunikasi, Persepsi, koordinasi, tingkah laku dan kemampuanberadaptasi terganggu, sehingga
membutuhkan layanan informasi khusus3. Hal tersebut dapat menyebabkan anak menjadi lebih
tertekan,terus menerus menyesal, marah kepada anak yang sehat atau normal, bahkan menolak
untuk berinteraksi denganlingkungannya, dia akan mengurung diri, mengisolasi diri,curiga
terhadap setiap orang karena merasa akan diejek penghinaan itu membuat anak merasa tidak
aman. Diantara penyandang disabilitas yang ada dimasyarakat, tidak dapat dipungkiri bahwa ia
harus melakukan penyesuaian agar dapat diterima denganbaik oleh masyarakat yang berinteraksi
dengannya. Menurut Dhini Murdiyanti, tunadaksa memiliki 2 katagori, yakni ambulant-disabled
dan wheelchair-bound disabled. 4

1. Ambulant disabled

Para penyandang tunadaksa dalam katagori ini memiliki keterbatasan untuk berpindah
tempat, mereka dapat berpindah dengan menggunakan alat bantu seperti kruk, tongkat, braces,
frames (alat penahan yang berada didalam tubuh individu). Individu ini tidak seluruh tubuhnya
mengalami kelumpuhan. Pada kelompok katagori ini, mereka tidak perlu menggunakan kursi
roda.

2. Wheelchair-bound disabled

Sedangkan untuk kelompok katagori ini, memiliki keterbatasan untuk mobilisasi dari satu
tempat ke tempat lain. Maka dari itu mereka dipastikan harus menggunakan alat bantu kursi roda
untuk melakukan kehidupan sehari-hari.

3
Safrudinaziz.(, 2015). Pendidikan Seks Anak Berkebutuhan Khusus,(Yogyakarta: Gava
Media, ), 30.
4
Dhini Murdiyanti, (2012). Aksesibilitas Sarana Prasarana Transportasi Yang Ramah Bagi Penyandang Disabilitas
Pada Transjakarta. Universitas Atmajaya.)

4
B. Landasan Dan Hak-Hak Yang Dapat Diperoleh Tunadaksa

Prinsip kesetaraan bukan berarti persamaan. Seringkali penggunaan istilah persamaan


justru akan merugikan penyandang disabilitas. Para penyandang disabilitas seringkali harus
menggunakan fasilitas yang sama yang sering digunakan oleh orang pada umumnya tanpa ada
modifikasi.5 Para penyandang disabilitas sesungguhnya tidak menuntut terlalu berlebihan,
mereka menginginkan kesetaraan kesempatan, seperti pendapatnya Dr. Didi Tarsidi:
Sesungguhnya para penyandang ketunaan tidak mengharapkan dan tidak pula memerlukan lebih
banyak hak daripada orang-orang pada umumnya.Mereka hanya menghendaki agar dapat
bergerak di dalam lingkungannya dengan tingkatkenyamanan, kemudahan dan keselamatan yang
sama dengan warga masyarakatlainnya, memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi
dalam kehidupan yang normal, dapat semandiri mungkin dalam batas-batas kemampuannya. 6
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998, khususnya pasal 1 (ayat 1) dengan tegas
dinyatakan bahwa sebagaimana warga masyarakat lainnya, penyandang disabel berhak
mempunyai kesamaan kedudukan, hak dan kewajiban dalam berperan dan berintegrasi secara
total sesuai dengan kemampuannya dalam segala aspek kehidupan dan penghidupannya.
Keterbatasan dalam beraksesibilitas bagi penyandang tunadaksa merupakan hal yang mendasar
bagi penyandang difabel ini untuk melakukan segala bentuk aktivitas khususnya pada kawasan
pendidikan.
Dalam UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 disebutkan bahwa “seluruh warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak”, artinya negara menjamin bahwa seluruh masyarakat,
yang tidak dibatasi oleh keadaan fisik berhak untuk mendapatkan pekerjaan. Selain itu, pasal 34
ayat 3 menyatakan bahwa, “Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak”, hal ini dapat diartikan bahwa negara bertanggung-jawab
atas pengadaan segala fasilitas kesehatan dan pelayanan umum yang ada di masyarakat. Secara
keseluruhan, hal ini dapat diasumsikan bahwa kampus sebagai institusi pendidikan milik negara
harus dapat memberikan pelayanan umum yang memadai bagi seluruh civitas akademikanya.
Baik itu kelompok yang normal, maupun kelompok penyandang difabel (khususnya tunadaksa).
Salah satu Kebijakan pemerintah untuk mengakui dan menyelenggarakan Pendidikan
bagi penyandang disabilitas sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional yakni melalui
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun Undang-
undang ini hanya mengatur mengenai penyelenggaraan pendidikan pada jenjang Pendidikan
dasar dan menengah saja, sementara untuk perguruan tinggi tidak dibahas.

5
Hendra Arif K.H Lubis. (2008). Kajian Aksesibilitas Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus: Lapangan Merdeka.
Tesis Teknik Program Studi Teknik Arsitektur Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota.
Universitas Sumatera Utara.)
6
Dr. Didi Tarsidi (2008). Penginderaan. Diunduh 24 April 2018. Dari hppt://pertuni.idp-europe.org Artikel-
Makalah/indeks.php.)

5
Anak penyandang disabilitas sama seperti anak normal lainnya yang memiliki hak untuk
diperlakukan secara adil dan derajat yang sama. Namun, masyarakat selalu menganggap anak
difabel sebagai anak yang terlahir untuk meminta belas kasih dari orang lain dan beban bagi
keluarganya. Dalam hal ini, Islam sudah memberi respon positif kepada anak penyandang
disabilitas.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala befirman:

َ ‫ْْ َىلَع َا َٰ ٌَ َج َر ْىَٰى َْجرْل َىلَع َا َٰ ٌَ َج َر ْىَٰىْاْل ع َىلَع ََس‬


‫ْي‬ ‫ي ى َ ْا ْْس ْْأاْل ْف ْن ْلْۢ ِ ْ ا َو ْ ْللْ ْأى ى َ ْن ى َ ْمكْ ْلس ْف ْن َى ْل َلع َا َٰ ٌَ َج َر ْىَ َا ْلجَ ْل‬‫ْْس ْْأ ْل‬
ِٕ ‫ْل‬
‫ي ىَ ْا ىَْك ۤى ْف ْن‬ ‫ي ىَ ْا ى ْ َْۢكْل تْل ْف ْن ْْس ْْأ ْل‬
‫ي ىَ ْا ى ْْلم َأىمْل ْف ْن ْْس ْْأ ْل‬ ‫ي ى َ ْا ىَم ْلَأاْل ْف ْن ْْس ْْأ ْل‬
‫كْۢ ْف ْن ْْس ْْأ ْل‬ ‫ي ى َ ْا َى ُاتْل ْف ْن ْْس ْْأ ْل‬
‫ي ى َ ْا ى َ ْى َا ْل‬ ‫ى َ ْا ْلم ْللتْل ْف ْن ْْس ْْأ ْل‬
‫ي ى َ ْا ى َ ْم َأى ْلَ ْف ْن ْْس ْْأ ْل‬
َ
‫ْۗ ْل َْ ْلِ ْف َ ْن ىَ ْا َْۢكَكاْل َت ف ََ َْۢلَ ْفت ْ ْن َْۢك‬
َ ‫ْي‬ َ ‫س ْللِّ ْا ْأى ْْس ْْأاَك َْم َْلت ْ ْن اَ ْلكاَى ى َ ْاتَكا َ َك ى َ ْا ٌَ ْلا ْسمَك ا َو ْ ْللْ ْأى ى َ ْن ٌْحَك َن َىلَ ْس ْف ْن ََس‬ َ َ‫ِْل ْلى ْح ْل ْل ِّْۢ ْ ا ْلَتسَحَ ى َ ْمكْ ْلس ْف ْن َى ْللع ا‬ ُ
َ‫ً ِّْلس َةحَ ْْۢ ْلة َج َلح‬ َ َ َ‫ِْ َْ َة ِّْلس ْ ََ ل ْلَل ْل‬ ‫ن‬
ُ ْ ‫ْل‬ ْ
‫ف‬ َ َ ‫ا‬ ‫ْل‬
َ ‫ْل‬
ٰ‫ى‬ ْ ‫ن‬ ْ
‫ف‬ َ ‫ل‬ ‫م‬ َ
ْ َ َ‫ْ ْل ْ ن‬ َ ‫أ‬ ْ ‫ل‬ ِ‫م‬َ ‫ا‬
"Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi
orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu atau di
rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di
rumah saudara-saudaramu yang perempuan, di rumah saudara-saudara bapakmu yang laki-laki,
di rumah saudara-saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara-saudara ibumu yang laki-
laki, di rumah saudara-saudara ibumu yang perempuan, (di rumah) yang kamu miliki kuncinya
atau (di rumah) kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka
atau sendiri-sendiri. Apabila kamu memasuki rumah-rumah hendaklah kamu memberi salam
(kepada penghuninya, yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, dengan salam yang
penuh berkah dan baik dari sisi Allah. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat(-Nya) bagimu,
agar kamu mengerti."
(QS. An-Nur 24: Ayat 61)
Ayat tersebut mengandung makna kesetaraan yaitu bahwa tidak ada halangan bagi
masyarakat untuk bergabung bersama dengan mereka yang berkebutuhan khusus seperti buta,
pincang, bisu, tuli atau bahkan sakit. Mereka berhak untuk mendapatkan bersama, berkumpul
bersama layaknya masyarakat pada umumnya, dan bahkan mereka juga berhak untuk
mendapatkan pendidikan.
Berikut adalah beberapa peraturan pemerintah dan peraturan menteri tentang bimbingan
konseling atau layanan BK pada penyandang disabilitas:
1. Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 12
ayat (1) huruf f menyebutkan bahwa satuan pendidikan wajib menyediakan layanan BK bagi
peserta didik, termasuk penyandang disabilitas. Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2020
tentang Pendidikan Inklusif. Pasal 33 ayat (2) menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan
inklusif wajib menyediakan layanan BK yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik
penyandang disabilitas.

6
2. Peraturan Menteri:
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Layanan BK.
Lampiran I memuat standar layanan BK bagi peserta didik berkebutuhan khusus, termasuk
penyandang disabilitas. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Bimbingan Konseling di Sekolah. Pasal 13 menyebutkan bahwa
layanan BK bagi peserta didik berkebutuhan khusus, termasuk penyandang disabilitas, wajib
diselenggarakan secara komprehensif dan berkesinambungan.

3. Peraturan Lainnya:
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Layanan BK di Sekolah. Pedoman ini memuat panduan penyelenggaraan
layanan BK bagi peserta didik berkebutuhan khusus, termasuk penyandang disabilitas. Surat
Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 1405/D.D5/KP/2019
tentang Layanan BK bagi Peserta Didik ABK di Sekolah Inklusif. Surat edaran ini memberikan
panduan bagi sekolah dalam penyelenggaraan layanan BK bagi peserta didik penyandang
disabilitas di sekolah inklusif.
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan untuk memastikan bahwa penyandang
disabilitas mendapatkan layanan BK yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Layanan BK bagi
penyandang disabilitas bertujuan untuk membantu mereka dalam mengembangkan potensi diri,
mengatasi hambatan belajar, dan beradaptasi dengan lingkungan social Selain peraturan-
peraturan di atas, terdapat beberapa organisasi yang bergerak di bidang layanan BK bagi
penyandang disabilitas, seperti:
● Himpunan Psikologi Pendidikan Indonesia (HIPPI)
●Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia)
●Assosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)

7
C. Pendekatan Layanan BK untuk Penyandang Disabilitas Tunadaksa
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang
konselor melalui hubungan itu dengan kemapuan-kemampuan khusus yang dimiliknya,
menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri,
keadaan sekarang, dan kemungkinan keadaannya yang dapat ia ciptakan dengan
menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesehatan pribadi maupun masyarakat.
Secara umum praktik bimbingan konseling pada anak tunadaksa, bimbingan anak tuna
daksa perlu karna dalam bimbingan anak tuna daksa itu, untuk menumbuhkan rasa percaya
diri, harga diri, dan kemampuan dirinya untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi
pada dirinya dan lingkungannya, agar mampu mandiri .Layanan bimbngan perlu digunakan
pendekatan terpadu, yakni terpadu dengan seluruh kegiatan pendidikan di sekolah, bimbingan
ini untuk membantu siswa mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya, baik dalam
kgiatan belajar maupun dalam kegiatan pendidikan pada umumnya.
Layanan bimbingan konseling bagi Anak Berkebutuhan Disabilitas di Sekolah bertujuan
agar setelah mendapat layanan bimbingan konseling anak dapat mencapai penyesuaian dan
perkembangan yang optimal sesuai dengan sisa kemampuan, bakat, dan nilai-nilai yang
dimilikinya.Pendekatan layanan bimbingan dan konselingyang paling tepat yang dilaksanakan
pada anak tuna daksa adalah bimbingan yang bersifat mengembangkan dengan pendekatan
terpadu. Tujuan dari layanan bimbingan dan konseling pada anak tuna daksa: membantu siswa
tuna daksa agar secara sosioemosional dapat memulai masa transisi di lingkungannya,
membantu siswa mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi, membantu siswa dalam
memahami diri, membantu siswa dalam melakukan pilihan dan membantu orang tua dalam
mengambil keputusan dalam memahami anaknya pada kebutuhan sehari-hari.
Penyandang disabilitas tunadaksa memiliki karakteristik dan kebutuhan yang unik
dibandingkan dengan populasi umum. Karakteristik tersebut meliputi:
1. Keterbatasan fisik: Kesulitan dalam bergerak, menggunakan alat bantu, dan beraktivitas
sehari-hari.
2. Dampak psikologis: Perasaan minder, cemas, dan depresi akibat keterbatasan fisik.
3. Kebutuhan pendidikan: Membutuhkan pendidikan dan pelatihan khusus untuk
mengembangkan keterampilan hidup dan mencapai kemandirian.
4. Kebutuhan sosial: Membutuhkan dukungan dan adaptasi dari lingkungan sosial.

Pendekatan layanan BK untuk penyandang disabilitas tunadaksa haruslah:


1. Komprehensif: Meliputi aspek fisik, psikologis, edukatif, dan sosial.
2. Individual: Disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik individu.
3. Berkesinambungan: Dilakukan secara berkelanjutan dan terencana.
4. Kolaboratif: Melibatkan berbagai pihak, seperti konselor, psikolog, guru, orang tua, dan
masyarakat.

8
Jenis layanan BK yang dapat diberikan kepada penyandang disabilitas tunadaksa antara
lain:

1. Layanan Dasar: Meliputi layanan orientasi, informasi, dan konseling individual.


2. Layanan Perkembangan: Meliputi layanan bimbingan belajar, karir, dan pribadi-sosial.
3. Layanan Pencegahan: Meliputi layanan pencegahan masalah belajar, penyalahgunaan
narkoba, dan perilaku negatif lainnya.
4. Layanan Pemecahan Masalah: Meliputi layanan konseling krisis, terapi perilaku kognitif,
dan mediasi.

Teknik layanan BK yang dapat digunakan untuk penyandang disabilitas tunadaksa antara
lain:

1. Konseling individual: Memberikan bantuan kepada individu dalam mengatasi masalah


pribadi dan mengembangkan potensinya.
2. Konseling kelompok: Memberikan kesempatan kepada individu untuk berbagi
pengalaman dan saling mendukung.
3. Terapi perilaku kognitif: Membantu individu dalam mengubah pola pikir dan perilaku
negatif.
4. Psikoterapi: Memberikan bantuan kepada individu dalam mengatasi masalah psikologis
5. Modifikasi perilaku: Membantu individu dalam mengembangkan keterampilan hidup dan
perilaku yang adaptif.

Faktor-faktor yang mendukung keberhasilan layanan BK untuk penyandang disabilitas


tunadaksa antara lain:
1. Keterampilan dan kualifikasi konselor: Konselor harus memiliki keterampilan dan
kualifikasi yang memadai dalam menangani penyandang disabilitas.
2. Ketersediaan sarana dan prasarana: Sarana dan prasarana yang memadai, seperti alat
bantu dan ruang konseling yang nyaman, sangat diperlukan untuk mendukung layanan
BK.
3. Dukungan dari berbagai pihak: Dukungan dari orang tua, guru, dan masyarakat sangat
penting untuk membantu penyandang disabilitas tuna daksa dalam mencapai potensinya.

Penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di sekolah inklusi, dimana


layanan bimbingan dan konseling harus terlibat aktif dalam setiap kegiatan perencanaan
pembelajaran bagi peserta didik. Sebagaimana disebutkan oleh Salvia dkk:
Childs study teams are composed of parents, teachers, and other specialist that may
include a schools psychologist, specials educator, speech/languages pathologist,
Counselors, nurse, social workers, and principle, together, this individuals identify pre-
referrals, intervention strategic to put into place prior to initiating a forma specials
education eligibility evaluation. Konselor perlu terlibat aktif dalam dalam penyususunan
program pendidikan di sekolah inklusi bagi peserta didik berkebutuhan khusus maupun
peserta didik umum. Program bimbingan dan konseling dalam sekolah inklusi tidak

9
hanya fokus pada individu peserta didik berkebutuhan khusus namun juga menyediakan
lingkungan yang mnunjang perkembanganya. Hal ini berarti konselor dapat berinovasi
dalam layanan baik bersifat langsung maupun tidak langsung untuk menunjang kesadaran
disabilitas sekolah dan lingkungan sekolah untuk menciptakan lingkungan sekolah yang
aksesibel bagi peserta didik berkebutuhan khusus. 7
Layanan bimbingan dan konseling yang diberikan merupakan bagian dari rangka
menguatkan kesadaran disablitas dapat dilakukan dengan melaksanakan beberapa
program bimbingan dan konseling. Fokus implementasi pengembangan dan penguatan
kesadaran disabilitas adalah pemahaman mengenai disabilitas semua lingkungan baik
fisik maupun non fisik untuk memberikan iklim belajar yang nyaman dan kondusif bagi
seluruh peserta didik termasuk peserta didik kebutuhan khusus. Sasaran dari strategi ini
adalah seluruh elemen pendidikan, mulai dari kepala sekolah, guru, tenaga sekolah lain,
siswa nondisablitas, orang tua, hingga lingkungan sekitar. Melalui program pengatan
kesadaran disabilitas konselor telah bertanggungjawab
atas kemandirian dan perkembangan seorang peserta didik dengan disabilitas.
Pendekatan layanan BK yang tepat dan komprehensif dapat membantu
penyandang disabilitas tuna daksa dalam mencapai kemandirian dan menjalani hidup
yang berkualitas. Konselor dan psikolog memiliki peran penting dalam memberikan
layanan BK yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik penyandang disabilitas
tunadaksa

7
Salvia, J, dkk.( 2010). Assesment: In Specials and Inclusive Education. Belmont, California: Wadsworth)

10
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuna daksa dapat juga diartikan sebagai bentuk kelainan atau kecacatan pada
sistem otot, tulang, persendian dan saraf yang disebabkan oleh penyakit, virus, dan
kecelakaan baik yang terjadi sebelum lahir, saat lahir dan sesudah kelahiran. Penyandang
disabilitas adalah salah satu komponen minoritas masyarakat yang dijamin untuk
mendapatkan pendidikan yang sesuai oleh undang-undang. Sebagaimana disebutkan oleh
Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 Pasal 5 menyebutkan secara jelas bahwa salah satu
hak yang wajib dipenuhi kepada penyandang disabilitas adalah pendidikan. Artinya
kewajiban bangsa ini kepada penyandang disabilitas adalah persamaan hak dalam
menempuh pendidikan yang layak.
Penyandang disabilitas tuna daksa memerlukan layanan Bimbingan dan
Konseling (BK) yang komprehensif, individual, berkesinambungan, dan kolaboratif.
Layanan BK ini bertujuan untuk membantu mereka dalam mengatasi berbagai
keterbatasan dan mencapai kemandirian. Pendekatan layanan BK tersebut harus
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu dan melibatkan berbagai pihak,
seperti konselor, psikolog, guru, orang tua, dan masyarakat. Dengan layanan BK yang
tepat, penyandang disabilitas tuna daksa diharapkan bisa:
 Menerima kondisi dirinya.
 Mengembangkan keterampilan hidup.
 Mencapai pendidikan dan karir yang sesuai.
 Mengatasi permasalahan emosional.
 Berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial.
Untuk keberhasilan layanan BK, dibutuhkan konselor yang terampil dan sarana prasarana
yang memadai, serta dukungan dari lingkungan sekitar

B. Saran
Demikian pembahasan makalah mengenai konseling populasi untuk tunadaksa, semoga
dapat menambah wawasan bagi kita. Kritik dan saran sangat pemakalah harapkan demi
untuk perbaikan makalah selanjutnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Khair,dkk.(2022).Implementasi Peningkatan Karakter Melalui Terapi Konseling


Behavior untuk Memodifikasi Perilaku Negatif Peserta Didik Tunadaksa di
Sekolah Inklusif.Jurnal DIDIKA : Wahana Ilmiah Pendidikan Dasar.vol 8.No 2
Bagus Rachmad, dkk.(2019).STRATEGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
DALAM MENGUATKAN KESADARAN DISABILITAS DI SEKOLAH
INKLUSIF.Jurnal Bikotetik. Volume 03 Nomor 02 Tahun 2019, 40-85
Ezza Oktavia Utami.(2018).AKSESI BI LI TAS PENYANDANG TUNADAKSA.Jurnal
Penelitian & PPM.Vol 5.No 1
Hendra Parapat,dkk.(2023).Konseling Pastoral Dengan Pendekatan Client Centered
Kepada Pria Dewasa Penyandang Disabilitas Tuna Daksa Yang Tidak Menerima
Dirinya Di Kecamatan Manduamas.Sinar Kasih: Jurnal Pendidikan Agama dan
FilsafatVol. 1, No. 4
Hendra Arif K.H Lubis. (2008). Kajian Aksesibilitas Pada Ruang Publik Kota Studi
Kasus: Lapangan Merdeka. Tesis Teknik Program Studi Teknik Arsitektur Bidang
Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota. Universitas Sumatera Utara.)
Indah Permata Sari(2018).Peran Konselor dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa
Disabilitas Fisik Frischa Meivilona Yendi.SCHOULID: Indonesian Journal of
School Counseling Universitas Negeri Padang
John M. Echols dan Hassan Shadily.(2005). Kamus Inggris Indonesia: An English-
Indonesian Dictionary,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama). Cet. Ke-XXVI, 184)
Murdiyati,D.S. (2012). Aksesibilitas Sarana Prasarana Transportasi yang Ramah bagi
Penyandang Disabilitas pada TransJakarta. Universitas Atmajaya.
Rahayu,S. dkk. (2013). Pelayanan Publik Bidang Transportasi Bagi Difabel di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu Sosial. Volume 10, No. 2)
Pristian Hadi Putra, Indah Herningrum, Muhammad Alfian.(2021).PENDIDIKAN
ISLAM UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS .Fitrah: Journal of
Islamic Education.vol 2.No 1
Supiartina Rendra Khaldun.(2018).PENDEKATAN LAYANAN BIMBINGAN DAN
KONSELING ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS.volume 7.No 1
Syafrianto Tambunan(2020).Agama dan Kelompok Minoritas: Pendeka.AL-IRSYAD:
Jurnal Bimbingan Konseling Islam .vol 2.No2
Safrudin Aziz.(2015).Pendidikan Seks Anak Berkebutuhan Khusu.(Yogyakarta: Gava
Media, 2015), 30.)

12
Salvia, J, dkk. (2010). Assesment: In Specials and Inclusive Education. Belmont,
California: Wadsworth)
Tarsidi,D. (2008). Penginderaan. Diunduh 24 April 2018. Dari hppt://pertuni.idp-
europe.org Artikel-Makalah/indeks.php.)

13

Anda mungkin juga menyukai