Anda di halaman 1dari 15

KONSEP LAYANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Mata Kuliah Anak Berkebutuhan Khusus

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Nurulia Isnaini 06141282025034

Yuyun Anzelina 06141282025030


Oktari Mirhansyah 06141282025037
Rara Tri Antika 06141382025073
Izzatin Nisak 06141282025045
Silmita Sari 06141382025070
Rizki Barokah 06141282025040

Zahrotun Jannati 06141282025043


Yayu Septy 06141282025038
Kelas : Indralaya
Dosen Pengampu :
Rina Rahayu Siregar, S. Pd., M. Psi.
Rani Mega Putri, S. Pd., M. Pd. Kons.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang "Konsep Layanan Anak
Berkebutuhan Khusus". Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rina
Rahayu Siregar, S.Pd., M. Psi. dan Ibu Rani Mega Putri, S.Pd., M. Pd. Kons. dan semua pihak
yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan
bisa maksimal jika tidak didukung berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan
rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi
untuk pembaca.

Indralaya, 28 Agustus 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................................ii
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 2
BAB II..................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Layanan Pendidikan ABK........................................................................................... 3
2.2 Model Layanan Pendidikan ABK ................................................................................................. 3
2.3 Review Kasus ................................................................................................................................ 8
BAB III ................................................................................................................................................. 11
PENUTUP ............................................................................................................................................ 11
3.1. Kesimpulan ................................................................................................................................ 11
3.2. Saran .......................................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................ 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak-anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri


dalam jenis dan karakteristiknya, sehingga berbeda dengan anak normal seusianya. Perbedaan
yang ada dalam diri anak berkebutuhan khusus dapat dilihat dari perbedaan interindividual,
maupun intraindividualnya. Anak-anak tersebut biasanya mengalami kesulitan dalam
berinteraksi dengan lingkungan, sehingga seringkali menjadi tantangan bagi guru maupun
orang tua. Maka untuk mengembangkan potensinya, dibutuhkan pemahaman yang mendalam
serta pengajaran khusus. Anak berkebutuhan khusus diartikan sebagai anak yang mempunyai
kecacatan atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak lantib dan berbakat. Seiring
perkembangannya, makna ketunaan dapat diartikan sebagai berkelainan atau luar biasa. Konsep
ketunaan berbeda dengan konsep berkelainan. Konsep ketunaan cenderung mengarah kepada
orang yang mempunyai kecacatan sedangkan konsep berkelainan atau luar biasa mempunyai
makna yang lebih luas yaitu mencakup anak yang menyandang ketunaan maupun yang
memiliki keunggulan. Sedangkan menurut Heward anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang mempunyai karakteristik berbeda dengan anak pada umumnya, tetapi tidak berarti
perbedaan tersebut selalu mengarah kepada ketidakmampuan secara mental, emosi atau fisik
(Husna, Yunus, dan Gunawan 2019).

Menurut Garnida (Arkam 2022) anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi


sembilan, yaitu: (1) tunanetra merupakan anak yang memiliki gangguan penglihatan
sedemikian rupa, sehingga dibutuhkan pelayanan khusus dalam kehidupan maupun
pendidikannya, (2) tunarungu mereka yang mengalami gangguan pendengaran secara ringan
maupun parah, tidak dapat mendengar suara seluruhnya atau sebagian, dan mengalami
gangguan komunikasi verbal, (3) tunagrahita adalah anak mengalami hambatan mental dan
intlektualnya yang secara umum di bawah rata-rata anak, (4) tunadaksa adalah anak yang
membutuhkan perhatian khusus disebabkan karena mempunyai kelemahan atau kekuarangan
pada system saraf, otot, ataupun tulang, (5) tunalaras individu yang mengalami hambatan
dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial, (6) anak gangguan belajar spesifik adalah

1
mereka yang sebenarnya mengalami kesulitan dengan tugas sekolah tertentu, termasuk
membaca, menulis, dan keterampilan berhitung atau matematika, (7) lamban belajar adalah
anak dengan potensi intelektual sedikit lebih rendah dari anak normal tetapi belum mengalami
keterbelakangan mental, (8) cerdas istimewa dan bakat istimewa adalah mereka yang memiliki
potensi inteligensi (kecerdasan), kreatifitas dan rasa tanggung jawab yang lebih tinggi
dibandingkan dengan anak biasa seusianya, dan (9) autis adalah anak yang mengalami
gangguan perkembangan pervatif pada anak yang ditandai dengan gangguan dan keterlambatan
bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial.

Pada lapangan anak berkebutuhan khusus dengan gangguan emosi dan perilaku
sering mendapat perlakuan diskriminatif dari orang lain. Bahkan untuk menerima
pendidikan saja mereka sulit. Beberapa sekolah regular tidak mau menerima mereka
sebagai siswa. Alasannya guru di sekolah tersebut tidak memiliki kualifikasi yang
memadai untuk membimbing anak berkebutuhan khusus. Terkadang sekolah khusus
letaknya jauh dari rumah mereka, sehingga banyak anak berkebutuhan khusus yang tidak
mengenyam pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa itu layanan pendidikan ABK?


2) Apa saja model layanan pendidikan ABK?
3) Bagaimana review kasus mengenai konsep layanan pendidikan ABK.

1.3 Tujuan

1) Untuk mengetahui apa itu layanan pendidikan ABK.


2) Untuk mengetahui apa saja model layanan pendidikan ABK.
3) Untuk mengetahui review dari kasus mengenai konsep layanan pendidikan ABK.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Layanan Pendidikan ABK

Dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
5 ayat (2) yang berbunyi Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Pemerintah telah
memfasilitasi pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dengan adanya lembaga pelayanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.

Layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus adalah pendekatan pendidikan yang


dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan belajar dan perkembangan anak-anak dengan
kebutuhan khusus, seperti kebutuhan fisik, intelektual, emosional, atau sosial yang berbeda dari
anak-anak pada umumnya. Tujuannya adalah memberikan dukungan yang tepat agar anak-
anak ini dapat mengakses pendidikan, berkembang secara optimal, dan berpartisipasi secara
penuh dalam lingkungan pendidikan. Layanan ini bisa meliputi pengajaran individual, terapi,
bantuan teknologi, modifikasi kurikulum, dan kolaborasi dengan para ahli dan keluarga.

Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang tumbuh dan berkembang dengan
memiliki segenap perbedaan dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Istilah anak
berkebutuhan khusus ini tidak selalu memiliki makna sebagai sebutan untuk anak dengan
kecacatan baik psikologis maupun fisik, namun istilah ABK lebih merujuk pada layanan
khusus yang diperlukan oleh anak dengan kondisi yang berbeda dengan anak pada umumnya.
Anak berkebutuhan khusus juga tidak selalu merujuk pada anak yang memiliki kekurangan,
namun termasuk dalam kategori anak kebutuhan khusus adalah anak cerdas istimewa dan bakat
istimewa (CiBi) yang tentunya kondisi tersebut juga memerlukan penanganan yang berbeda
dengan anak pada umumnya.

2.2 Model Layanan Pendidikan ABK

Menurut Samuel A. Kirk (Widiastuti 2019) bentuk-bentuk layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yaitu:
1. Bentuk Layanan Pendidikan Segregasi

3
Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem
pendidikan anak normal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus melalui sistem segregasi
maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus, dan terpisah
dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus
diberikan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus,
seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa,
Sekolah Menangah Atas Luar Biasa. Sistem pendidikan segregasi merupakan sistem pendidikan
yang paling tua.
Pada awal pelaksanaan, sistem ini diselenggarakan karena adanya kekhawatiran atau
keraguan terhadap kemampuan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan
anak normal. Selain itu, adanya kelainan fungsi tertentu pada anak berkebutuhan khusus
memerlukan layanan pendidikan dengan menggunakan metode yang sesuai dengan kebutuhan
khusus mereka. Misalnya, untuk anak tunanetra, mereka memerlukan layanan khusus berupa
braille, orientasi mobilitas. Anak tunarungu memerlukan komunikasi total, binapersepsi bunyi;
anak tunadaksa memerlukan layanan mobilisasi dan aksesibilitas, dan layanan terapi untuk
mendukung fungsi fisiknya. Ada empat bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan sistem
segregasi, yaitu :
a) Sekolah Luar Biasa (SLB)

Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk SLB
merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan
sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala
sekolah. Pada awalnya penyelenggaraan sekolah dalam bentuk unit ini berkembang sesuai
dengan kelainan yang ada (satu kelainan saja), sehingga ada SLB untuk tunanetra (SLB-A),
SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-
D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E). Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat
dasar, dan tingkat l anjut.
Sistem pengaj arannya lebih mengarah ke sistem individualisasi. Selain, ada
SLB yang hanya mendidik satu kelainan saja, ada pula SLB yang mendidik lebih dari satu
kelainan, sehingga muncul SLB-BC yaitu SLB untuk anak tunarungu dan tunagrahita; SLB-
ABCD, yaitu SLB untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Hal ini terjadi
karena jumlah anak yang ada di unit tersebut sedikit dan fasilitas sekolah terbatas.
b) Sekolah Luar Biasa Berasrama
Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan ben tuk sekolah luar biasa

4
yang dilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal
diasrama Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah,
sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit
asrama. Bentuk satuan pendidikannyapun juga sama dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada
SLB-A untuk anak tunanetra, SLB-B untuk anak tunarungu, SLB-C untuk anak tunagrahita,
SLB-D untuk anak tunadaksa, dan SLB-E untuk anak tunalaras, serta SLB-AB untuk anak
tunanetra dan tunarungu.
Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan program pembelajaran antara yang
ada di sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah
anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai bagi
peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.
c) Kelas jauh/Kelas Kunjung

Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memberi
pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau
SDLB. P e n g el en g g ar aan k el as j au h / k el as k u n j u n g m er u p ak an kebijaksanaan
pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar.
Anak berkebutuhan khusus tersebar di seluruh pelosok tanah air, sedangkan sekolah-
sekolah yang khusus mendidik mereka masih sangat terbatas di kotalkabupaten. Oleh karena
itu, dengan adanya kelas jauh/kelas kunjung ini diharapkan layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus semakin luas. Dalam penyelenggaraan kelas jauh/kelas kunjung menjadi
tanggung jawab SLB terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari
guru SLB-SLB di dekatnya. Mereka berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant teacher).
Kegiatan administrasinya dilaksanakan di SLB terdekat tersebut.
d) Sekolah Dasar Luar Biasa

Dalam rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak b e r k e b u t u h a n k h u s u s ,


p e m e r i n t a h m u l a i P e l i t a I I menyelenggarakan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Di
SDLB merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang dididik dalam satu atap.
Dalam SDLB terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Tenaga
kependidikan di SDLB terdiri dari kepala sekolah, guru untuk anak tunanetra, guru untuk anak
tunarungu, guru untuk anak tunagrahita, guru untuk anak tunadaksa, guru agama, dan guru
olahraga. Selain tenaga kependidikan, di SDLB dilengkapai dengan tenaga ahli yang berkaitan
dengan kelainan mereka antara lain dokter umum, dokter spesialis, fisiotherapis, psikolog, speech
therapist, audiolog. Selain itu ada tenaga administrasi dan penjaga sekolah.

5
Kurikulum yang digunakan di SDLB adalah kurikulum yang digunakan di SLB untuk tingkat
dasar yang disesuikan dengan kekhususannya. Kegiatan belajar dilakukan secara
individual, kelompok, dan klasikal sesuai dengan ketunaan masingmasing. Pendekatan yang
dipakai juga lebih ke pendekatan individualisasi. Selain kegiatan pembelajaran, dalam
rangka rehabilitasi di SDLB juga diselenggarakan pelayanan khusus sesuai dengan ketunaan
anak. Anak tunanetra memperoleh latihan menulis dan membaca braille dan orientasi
mobilitas; anak tunarungu memperoleh latihan membaca ujaran, komunikasi total, bina persepsi
bunyi dan irama; anak tudagrahita memperoleh layanan mengurus diri sendiri; dan anak
tunadaksa memperoleh layanan fisioterapi dan latihan koordinasi motorik. Lama
pendidikan di SDLB sama dengan lama pendidikan di SLB konvensional untuk tingka
dasar, yaitu anak tunanetra, tunagrahita, dan tunadaksa selama6 tahun, dan untuk anak
tunarungu 8 tahun. Sejalan dengan perbaikan sistem perundangan di RI, yaitu UU RI No. 2
tahun 1989 dan PP No. 72 tahun 1991, dalam pasal 4 PP No. 72 tahun 1991 satuan pendidikan
luar biasa terdiri dari:
a) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan minimal 6 tahun b) Sekolah
b) Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) minimal 3 tahun
c) Sekolah Menengah Luar Biasa (SNILB) minimal 3 tahun. Selain itu, pada pasal 6 PP No.
72 tahun 1991 juga dimungkinkan pengelenggaraan Taman Kanak-kanak Luar Biasa
(TKLB) dengan lama pendidikan satu sampai tiga tahun.

2. Bentuk Layanan Pendidikan Terpadu atau Terintegrasi


Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama
dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Dengan demikian, melalui sistem
integrasi anak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan anak normal belajar dalam satu
atap. Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu, yaitu sistem
pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan dengan
anak normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh, sebagaian, atau keterpaduan
dalam rangka sosialisasi.
Pada sistem keterpaduan secara penuh dan sebagaian, jumlah anak berkebutuhan
khusus dalam satu kelas maksimal 10 % dari jumlah siswa keseluruhan. Selain itu dalam
satu kelas hanya ada satu jenis kelainan. Hal ini untuk menjaga agar beban guru kelas tidak
terlalu berat, dibanding jika guru hams melayani berbagai macam kelainan. Untuk
membantu kesulitan yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus, di sekolah terpadu
disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungsi sebagai konsultan bagi guru
kelas, kepala sekolah, atau anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Selain itu, GPK juga berfungsi
sebagai pembimbing di ruang bimbingan khusus atau guru kelas pada kelas khusus.
6
Ada tiga bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
menurut Depdiknas (1986). Ketiga bentuk tersebut adalah:
a) Bentuk Kelas Biasa

Dalam bentuk keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa
secara penuh dengan menggunakan kurikulum biasa. Oleh karena itu sangat diharapkan
adanya pelayanan dan bantuan guru kelas atau guru bidang studi semaksimal mungkin
dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk khusus dalam melaksanakan kegiatan belajar-
mengajar di kelas biasa. Bentuk keterpaduan ini sering juga disebut keterpaduan penuh.
Dalain keterpaduan ini guru pembimbing khusus hanya berfungsi sebagai konsultan bagi
kepala sekolah, guru kelas/guru bidang studi, atau orangtua anak berkebutuhan khusus. Seagai
konsultasn, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai penasehat mengenai kurikulum,
maupun pei masalahan dalam mengajar anak berkebutuhan khusus.
Oleh karena itu perlu disediakan ruang konsultasi untuk guru pembimbing khusus,
Pendekatan, metode, cara penilaian yang digunakan pada kelas biasa ini tidak berbeda
dengan yang digunakan pada sekolah umum. Tetapi untuk beberapa mata pelajaran yang
disesuaikan dengan ketunaan anak. Misalnya, anak tunanetra untuk pelajaran meriggambar,
matematika, menulis, membaca perlu disesuaikan dengan kondisi anak. Untuk anak
tunarungu mata pelajaran kesenian, bahasa asing/bahasa Indonesia (lisan) perlu disesuaikan
dengan kemampuan wicara anak.
b) Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus

Pada keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa dengan
menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran
tertentu yang tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak
normal. Pelayanan khusus tersebut diberikan di ruang bimbingan khusus oleh guru
pembimbing khusus (GPK), dengan menggunakan pendekatan individu dan metode
peragaan yang sesuai. Untuk keperluan tersebut, di ruang bimbingan khusus dilengkapi
dengan peralatan khusus untuk memberikan latihan dan bimbingan khusus. Misalnya
untuk anak tunanetra, di ruang bimbingan khusus disediakan alat tulis braille, peralatan
orientasi mobilitas. Keterpaduan pada tingkat ini sering disebut juga keterpaduan sebagian.
c) Bentuk Kelas Khusus
Dalam keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan sama dengan
kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus pada sekolah umum yang melaksanakan
program pendidikan terpadu. Keterpaduan ini disebut juga keterpaduan lokalibangunan atau

7
keterpaduan yang bersifat sosialisasi. Pada tingkat keterpaduan ini, guru pembimbing khusus
berfungsi sebagai pelaksana program di kelas khusus. Pendekatan, metode, dan cara
penilaian yang digunakan adalah pendekatan, metode, dan cara penilaian yang biasa
digunakan di SLB. Keterpaduan pada tingkat ini hanya bersifat fisik dan sosial, artinya
anak berkebutuhan khusus dapat dipadukan untk kegiatan yang bersifat non akademik,
seperti olahraga, keterampilan, juga sosialisasi pada waktu jam-jam istirahat atau acara lain
yang diadakan oleh sekolah.
Pada akhirnya, setiap model layanan pendidikan yang dikembangkan akan berhasil jika
guru sebagai pengajar sekaligus pendamping siswa harus mampu mengkondisikan supaya
kebutuhan pendidikan bagi masing-masing anak terpenuhi dengan baik. Seperti yang
dikemukakan oleh Tirtayani (2017), bahwa terdapat beberapa hal mendasar yang harus
dilakukan oleh seorang guru terhadap anak berkebutuhan khusus yaitu: (1) menghilangkan
persepsi negatif, artinya dari awal guru tidak boleh beranggapan bahwa anak tersebut tidak akan
mampu mengikuti pembelajaran justru diberikan motivasi khusus dengan strategi yang tepat;
(2) upaya monitoring peran, guru harus senantiasa menyadari bahwa penelolaan pembelajaran
yang dilakukan adalah berbeda dengan pembelajaran pada umumnya. Karena peserta didik yang
memiliki kebutuhan khsus akan sangat berbeda perlakuan-perlakuan yang diberikan
dibandingkan anak dengan kondisi normal; (3) berefleksi dan memiliki harapan pada peserta
didiknya, apabila peserta didik belum mampu mencapai tujuan pembelajaran maka guru juga
harus melakukan refleksi terhadap metode dan startegi yang dirancang serta menaruh harapan
tersendiri pada peserta didik agar kelak mereka mampu memiliki kemampuan untuk pencapaian
hasil belajar yang lebih baik lagi.

2.3 Review Kasus

Judul Pelaksanaan Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus di SLB


Berasrama
Jurnal Nuris Journal of Education amd Islamic Studies, 3(2), 91-98
Tahun 2023
Penulis Mufidatul Khusna dan Nova Estu Harsiwi
Reviewer Kelompok 3
Tanggal 29 Agustus 2023

8
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran anak berkebutuhan
khusus di SLB Berasrama
Subjek Penelitian guru SLB berasrama Samudra Terra Athena dan anak berkebutuhan
khusus dengan jenis autis berjumlah 5 anak dan tunagrahita
berjumlah 5 anak
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif.
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran anak
berkebutuhan khusus di SLB berasrama Samudra Terra Athena sudah
cukup baik karena terdapat kesinambungan antara kegiatan di
sekolah dan di asrama, selain itu sistem pembelajarannya juga sudah
disesuaikan dengan jenis ketunaan dan kemampuan anak. Kegiatan
pembelajaran ditunjang dengan lingkungan yang asri, bersih, dan
sejuk. Terlebih lagi, terjalin hubungan timbal balik antara guru
dengan orang tua anak. Namun, tentunya dalam penerapan tersebut
tidak dipungkiri muncul berbagai macam tantangan dan kendala baik
dari dari pihak siswa, guru, maupun orang tua. Hal ini mengharuskan
guru untuk tanggap dan cermat dalam menanganinya.
Apa Kasusnya Bagaimana pelaksanaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus di
SLB Berasrama?
Bagaimana SLB berasrama menawarkan pendekatan pendidikan yang intensif
Kasusnya dan terstruktur, dengan tujuan memberikan dukungan penuh kepada
anak-anak berkebutuhan khusus dalam mencapai potensi mereka
secara optimal. Namun, meskipun adanya upaya dan program-
program yang ada, pelaksanaan pembelajaran anak berkebutuhan
khusus di SLB berasrama sering kali dihadapkan pada berbagai
tantangan dan hambatan.
Dalam konteks tersebut, penting untuk mengkaji secara mendalam
bagaimana pelaksanaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus di
SLB berasrama guna mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan dan keefektifan program belajar yang telah disediakan
agar kemudian dapat dianalisis langkah perbaikan yang tepat untuk

9
meningkatkan kualitas pendidikan dan memberikan dukungan yang
lebih baik kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus.
Keterkaitan Kasus SLB Berasrama merupakan salah satu dari bentuk penyelenggaraan
dengan Teori Materi pendidikan dengan sistem segregasi. Pelaksaannya sudah cukup baik,
mengingat SLB Berasrama yang diteliti ini juga baru berdiri. Di
asrama SLB Terra Athena guru menetap, mengawasi, dan
mendampingi anak berkebutuhan khusus selama 24 jam layaknya
orang tua.
Kegiatan aktif SLB berasrama Terra Athena dimulai pada hari Senin
hingga Jum’at. Biasanya tiap dua minggu sekali, siswa pulang ke
rumah masing-masing, kepulangan tersebut dijadwalkan pada
Jum’at sore. Anak mengikuti pembelajaran sesuai jadwal yang
ditetapkan. Selain itu, terdapat juga terapi sesuai dengan
kemampuannya.

10
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Anak penyandang disabilitas (ABK) diidentifikasi sebagai anak yang memiliki


pemahaman lebih baik mengenai kondisi dirinya dibandingkan anak bukan penyandang
disabilitas. Dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 5 ayat (2) bertujuan untuk memberikan pendidikan berkualitas bagi anak-anak
penyandang disabilitas. Sistem ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan anak penyandang
disabilitas, termasuk disabilitas fisik, intelektual, emosional, dan sosial. Ini mencakup pelatihan
individu, teknologi, modifikasi kurikulum, dan konseling. konteks integrasi pendidikan sangat
penting untuk memastikan bahwa anak-anak penyandang disabilitas mempunyai kesempatan
yang sama untuk belajar dan berkembang. Dengan memusatkan perhatian pada tiga aspek
integrasi, integrasi pendidikan dalam konteks integrasi pendidikan, guru dapat membantu
menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan efektif bagi seluruh siswa.

3.2. Saran

Penyandang disabilitas berhak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental


dan fisiknya berdasarkan kesamaan dengan orang lain, termasuk di dalamnya hak untuk
mendapatkan pelindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam
keadaan darurat. Hak tersebut bisa diterapkan melalui Undang-Undang Penyandang Disabilitas
mengatur mengenai ragam Penyandang Disabilitas, hak Penyandang Disabilitas, pelaksanaan
penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas. Dengan begitu,
nantinya adanya undang-undang tersebut, akan memperkuat hak dan kesempatan
yang lebih baik bagi penyandang disabilitas . Mulai dari hak hidup, hak mendapatkan pekerjaan
yang layak, pendidikan yang lebih baik dan kemudahan mengakses fasilitas umum.

11
DAFTAR PUSTAKA
Arkam, Rohmad. 2022. “Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Perspektif Al-
Qur’an-Rohmad Arkam 102 PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN.” Jurnal Mentari 2(2): 2022.
https://jurnal.stkippgriponorogo.ac.id/index.php/Mentari.

Amanullah, A. S. R. (2022). Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus: Tuna Grahita, Down


Syndrom Dan Autisme. ALMURTAJA: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, 1(1), 1-
14.

Husna, Faiqatul, Nur Rohim Yunus, and Andri Gunawan. 2019. “Hak Mendapatkan Pendidikan
Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Dimensi Politik Hukum Pendidikan.” SALAM:
Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i 6(2): 207–22.

Widiastuti, Ni Luh Gede Karang. 2019. “Model Layanan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus Yang Mengalami Kecacatan Fisik.” Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 5(1): 46.

Widiastuti, N. L. G. K. (2020). Layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus dengan


gangguan emosi dan perilaku. Indonesian Journal Of Educational Research and Review,
3(2), 1-11.

12

Anda mungkin juga menyukai