Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN OBSERVASI TUNA GRAHITA

DI SLB MUHAMMADIYAH SURYA GEMILANG


Desa Margosari, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Dosen Pengampu: Dra. Kurniana Bektiningsih, M.Pd.

Disusun Oleh :
Nama : Meilani Eka Arintaningtyas
NIM : 1401414284
No. Urut : 44
Rombel : 007

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

1
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada saya sehingga mampu menyelesaikan tugas mata kuliah
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus ini.
Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dan selalu memberi dukungan, mereka adalah :
1. Dra. Kurniana Bektiningsih, M.Pd., selaku dosen mata kuliah Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus yang telah memberikan bimbingan serta
arahan dalam mengerjakan makalah ini.
2. Bapak Kuntjoro, S.IP., selaku Kepala SLB M Surya Gemilang yang telah
memberikan izin untuk melakukan observasi di SLB ini, sekaligus
memberikan informasi yang saya butuhkan
3. Segenap guru dan siswa SLB M Surya Gemilang yang telah berpartisipasi
pada observasi ini, memberikan dukungan dan bantuan moral serta
materiil.
4. Kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan baik secara moral
maupun material sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan ini.
Saya sadar bahwa kesempurnaan hanyalah milik Yang Maha Sempurna,
tetapi usaha maksimal telah saya lakukan dalam penulisan dan penyusunan
Laporan Observasi ini. Kritik dan saran akan saya terima dengan tangan terbuka.
Saya berharap, semoga Laporan Observasi ini memberikan informasi bagi
masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua. Serta dapat memberikan wawasan yang lebih luas
dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya mahasiswa
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Semarang.

2
Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman Judul ..................................................................................................... i


Kata Pengantar ..................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
C. Tujuan Observasi .......................................................................................... 3
D. Manfaat Observasi ........................................................................................ 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khussu ......................................................... 5
B. Hakikat Anak Tuna Grahita ............................................................................ 5
C. Penyebab Kelainan Tuna Grahita .................................................................... 6
D. Klasifikasi Anak Tuna Grahita ........................................................................ 8
E. Karakteristik Anak Tuna Grahita ..................................................................... 9
G. Pendidikan bagi Anak Tuna Grahita ............................................................... 11
H. Pendidikan bagi Anak Tuna Grahita di Indonesia .......................................... 15
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Observasi ................................................................................................ 17
B. Pembahasan ..................................................................................................... 26
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan .......................................................................................................... 31
B. Saran ................................................................................................................ 32

Daftar Pustaka ............................................................................................... 33


Lampiran – lampiran

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam
rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Pendidikan nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta
rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dalam UUD 1945 pasal 31 Ayat (1) menyebutkan bahwa : “Setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan”. Hal ini menunjukkan bahwa
Anak Berkebutuhan khusus berhak mendapat pendidikan seperti hanya anak-
anak normal pada umumnya. Namun Karena karakteristik dan hambatan yang
dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka. Dalam UU No. 20
tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional juga telah diatur mengenai
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yaitu Pasal 32 Ayat (1) :
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan
fisik,emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa.
Pendidikan Anak berkebutuhan khusus juga diatur dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 1997 tentang penyandang cacat
pasal 11 yang berbunyi setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan untuk
mendapat pendidikan pada satuan, jalur, dan jenjang pendidikan sesuai jenis

4
dan derajat kecacatan, sedangkan pasal 12 menekankan bahwa setiap lembaga
pendidikan memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada
penyandang cacat sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis dan
pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya serta
kemampuannya.
Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki
keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan
mereka dari anak-anak normal pada umumnya.
The National Information Center for Children and Youth with
Disabilities (NICHCY) mengemukakan bahwa “children with special needs
or special needs children refer to children who have disabilities or who are at
risk of developing disabilities”.
Anak berkebutuhan khusus \ adalah anak dengan karakteristik khusus
yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK
antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan
belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.
Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa
(SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk
tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita,
SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB
bagian G untuk cacat ganda.
Di Negara kita tidak sedikit anak berkebutuhan khusus yang perlu
mendapat perhatian dari semua pihak.Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Prof dr Sunartini, SpA (K), PhD yang berprofesi sebagai guru besar
pada Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta,
diperkirakan antara 3-7 % atau sekitar 5,5-10,5 juta anak usia di bawah 18
tahun menyandang ketunaan atau masuk kategori anak berkebutuhan khusus.
Secara global, tuturnya, diperkirakan ada 370 juta penyandang cacat atau
sekitar 7 % populasi dunia, kurang lebih 80 juta di antaranya membutuhkan

5
rehabilitasi. Dari jumlah tersebut, hanya 10 persen mempunyai akses
pelayanan.
Melihat dari kenyataan yang ada dilapangan, dimana banyak anak-
anak dilingkungan kita yang perlu mendapatkan pelayanan khusus dan
ternyata mereka masih belum mendapatkannya sesuai dengan hak-hak
mereka. Bagi kita calon Guru terutama sebagai guru pendidikan dasar perlu
memahami hal- hal terkait dengan karakteristik anak berkebutuhan khusus,
karena tidak semuanya anak yang akan dididik nantinya adalah anak normal,
bisa saja ketika menjadi guru nanti mendapatkan peserta didik yang memiliki
dissabilitas. Oleh karena itu, perlu diadakannya observasi langsung ke SLB
untuk melihat dan belajar langsung tentang anak-anak berkebutuhan khusus
sebagai bekal dalam mengajar nantinya, khususnya anak Tuna Grahita.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apa hakekat anak tunagrahita?
2. Bagaimanakah karakteristik anak tuna grahita ?
3. Apa sajakah kendala yang dihadapi guru dalam mengajar anak tuna
grahita ?
4. Apa saja layanan pendidikan bagi anak tunagrahita?

C. Tujuan Observasi
1. Untuk mengetahui hakekat anak tunagrahita
2. Untuk mengetahui karakteristik anak tuna grahita
3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi guru dalam mengajar anak tuna
grahita
4. Untuk mengetahui layanan pendidikan bagi anak tunagrahita

6
D. Manfaat Observasi
Hasil observasi ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Bagi Guru
Melalui observasi ini diharapkan guru dapat merefleksi
pelaksanaan kegiatan pembelajaran tentang pentingnya penggunaan
strategi dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas agar proses
pembelajaran yang dilakukan bisa lebih inovatif dan menyenangkan
sesuai dengan karakteristik siswa berkebutuhan khusus. Sebagai masukan
dalam mengelola dan meningkatkan kedisiplinan belajar serta dalam
proses pembelajaran yang sesuai dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran agar pemebelajaran yang diharapkan dapat tercapai dengan
baik. Serta guru dapat menciptakan pembelajaran yang menarik dan
interaktif.
2. Bagi SLB M Surya Gemilang
Dengan adanya penelitian tentang penggunaan rencana
pelaksanaan pembelajaran maka diharapkan dapat dipakai sebagai bahan
pertimbangan untuk menilai guru yang mengajar dan memberikan
layanan yang terbaik untuk ABK.
3. Bagi Penulis / Observer
Observasi ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dengan terjun langsung ke lapangan dan memberikan
pengalaman belajar yang menumbuhkan kemampuan dan ketrampilan
meneliti serta pengetahuan yang lebih mendalam terutama pada bidang
yang dikaji. Melalui observasi ini diharapkan penulis mengetahui
keadaan real di lapangan mengenai penggunaan media serta layanan-
layanan apa saja yang digunakan dalam proses belajar mengajar siswa
berkebutuhan khusus khususnya pada anak tuna grahita.

7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus


Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan
(bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual,
social, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan
pelayanan pendidikan khusus. Dengan demikian, meskipun seorang anak
mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan
tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan
pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan
khusus.

B. Hakikat Anak Tuna Grahita


Istilah untuk anak tunagrahita bervariasi, dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan nama : lemah pikiran, terbelakang mental, cacat grahita dan
tunagrahita.
Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Mentally Handicaped,
Mentally Retardid. Anak tunagrahita adalah bagian dari anak luar biasa. Anak
luar biasa yaitu anak yang mempunyai kekurangan, keterbatasan dari anak
normal. Sedemikian rupa dari segi: fisik, intelektual, sosial, emosi dan atau
gabungan dari hal-hal tadi, sehingga mereka membutuhkan layanan
pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
Jadi anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kekurangan atau
keterbatasan dari segi mental intelektualnya, dibawah rata-rata normal,
sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi,
maupun sosial, dan karena memerlukan layanan pendidikan khusus.

8
C. Penyebab Kelainan Tuna Grahita
Seseorang menjadi tunagrahita disebabkan oleh berbagai faktor. Para
ahli membagi faktor penyebab tersebut atas beberapa kelompok.
Strauss membagi faktor penyebab ketunagrahitaan menjadi dua gugus
yaitu endogen dan eksogen. Faktor endogen apabila letak penyebabnya pada
sel keturunan dan eskogen adalah hal-hal di luar sel keturunan, misalnya
infeksi, virus menyerang otak, benturan kepala yang keras, radiasi, dan lain-
lain (Moh. Amin, 1995: 62).
Cara lain yang sering digunakan dalam pengelompokan faktor
penyebab ketunagrahitaan adalah berdasarkan waktu terjadinya, yaitu faktor
yang terjadi sebelum lahir (prenatal); saat kelahiran (natal), dan setelah lahir
(postnatal).
Berikut ini akan dibahas beberapa penyebab ketunagrahitaan yang
sering ditemukan baik yang berasal dari faktor keturunan maupun faktor
lingkungan :
1. Faktor Keturunan
Penyebab kelainan yang berkaitan dengan faktor keturunan
meliputi hal-hal berikut
a. Kelainan kromosom
Dapat dilihat dari bentuk dan nomornya. Dilihat dari
bentuknya dapat berupa inversi (kelainan yang menyebabkan
berubahnya urutan gene karena melilitnya kromosom; delesi
(kegagalan meiosis, yaitu salah satu pasangan tidak membelah
sehingga terjadi kekurangan kromosom pada salah satu sel);
duplikasi (kromosom tidak berhasil memisahkan diri sehingga
terjadi kelebihan kromosom pada salah satu sel yang lain);
translokasi (adanya kromosom yang patah dan patahannya
menempel pada kromosom lain).
b. Kelainan Gen
Kelainan ini terjadi pada waktu mutasi, tidak selamanya
tampak dari luar (tetap dalam tingkat genotif). Ada 2 hal yang perlu

9
diperhatikan untuk memahaminya, yaitu kekuatan kelainan tersebut
dan tempat gena (locus) yang mendapat kelainan.
2. Gangguan metabolisme dan gizi
Metabolisme dan gizi merupakan faktor yang sangat penting
dalam perkembangan individu terutama perkembangan sel-sel otak.
Kegagalan metabolisme dan kegagalan pemenuhan kebutuhan gizi
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik dan mental pada
individu. Kelainan yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme dan
gizi, antara lain phenylketonuria (akibat gangguan metabolisme asam
amino) dengan gejala yang tampak berupa: tunagrahita, kekurangan
pigmen, kejang saraf, kelainan tingkah laku; gargoylism (kerusakan
metabolisme saccharide yang menjadi tempat penyimpanan asam
mucopolysaccharide dalam hati, limpa kecil, dan otak) dengan gejala
yang tampak berupa ketidaknormalan tinggi badan, kerangka tubuh
yang tidak proporsional, telapak tangan lebar dan pendek, persendian
kaku, lidah lebar dan menonjol, dan tunagrahita; cretinism (keadaan
hypohydroidism kronik yang terjadi selama masa janin atau saat
dilahirkan) dengan gejala kelainan yang tampak adalah
ketidaknormalan fisik yang khas dan ketunagrahitaan.
3. Infeksi dan keracunan
Keadaan ini disebabkan oleh terjangkitnya penyakit-penyakit
selama janin masih berada dalam kandungan. Penyakit yang dimaksud,
antara lain rubella yang mengakibatkan ketunagrahitaan serta adanya
kelainan pendengaran, penyakit jantung bawaan, berat badan sangat
kurang ketika lahir; syphilis bawaan; syndrome gravidity beracun,
hampir pada semua kasus berakibat ketunagrahitaan.
4. Trauma dan zat radioaktif
Terjadinya trauma terutama pada otak ketika bayi dilahirkan
atau terkena radiasi zat radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan
ketunagrahitaan. Trauma yang terjadi pada saat dilahirkan biasanya
disebabkan oleh kelahiran yang sulit sehingga memerlukan alat bantu.

10
Ketidaktepatan penyinaran atau radiasi sinar X selama bayi dalam
kandungan mengakibatkan cacat mental microsephaly.
5. Masalah pada kelahiran
Masalah yang terjadi pada saat kelahiran, misalnya kelahiran
yang disertai hypoxia yang dipastikan bayi akan menderita kerusakan
otak, kejang, dan napas pendek. Kerusakan juga dapat disebabkan oleh
trauma mekanis terutama pada kelahiran yang sulit.
6. Faktor lingkungan
Banyak faktor lingkungan yang diduga menjadi penyebab
terjadinya ketunagrahitaan. Telah banyak penelitian yang dilakukan
untuk membuktikan hal ini, salah satunya adalah temuan Patton &
Polloway (1986:188) bahwa bermacam-macam pengalaman negatif
atau kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode
perkembangan menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan. Studi
yang dilakukan Kirk (Triman Prasadio, 1982:25) menemukan bahwa
anak yang berasal dari keluarga yang tingkat sosial ekonominya rendah
menunjukkan kecenderungan mempertahankan mentalnya pada taraf
yang sama, bahkan prestasi belajarnya semakin berkurang dengan
meningkatnya usia.
Triman Prasadio (1982: 26) mengemukakan bahwa kurangnya
rangsang intelektual yang memadai mengakibatkan timbulnya
hambatan dalam perkembangan inteligensia sehingga anak dapat
berkembang menjadi anak retardasi mental.

E. Klasifikasi Anak Tuna Grahita


1. Tunagrahita Ringan (Debil)
Anak tunagrahita ringan pada umumnya tampang atau kondisi
fisiknya tidak berbeda dengan anak normal lainnya, mereka mempunyai
IQ antara kisaran 50 s/d 70. Mereka juga termasuk kelompok mampu
didik, mereka masih bisa dididik (diajarkan) membaca, menulis dan

11
berhitung, anak tunagrahita ringan biasanya bisa menyelesaikan
pendidikan setingkat kelas IV SD Umum.
2. Tunagrahita Sedang atau Imbesil
Anak tunagrahita sedang termasuk kelompok latih. Tampang atau
kondisi fisiknya sudah dapat terlihat, tetapi ada sebagian anak tunagrahita
yang mempunyai fisik normal. Kelompok ini mempunyai IQ antara 30 s/d
50. Mereka biasanya menyelesaikan pendidikan setingkat ke;las II SD
Umum.
3. Tunagrahita Berat atau Idiot
Kelompok ini termasuk yang sangat rendah intelegensinya tidak
mampu menerima pendidikan secara akademis. Anak tunagrahita berat
termasuk kelompok mampu rawat, IQ mereka rata-rata 30 kebawah.
Dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan bantuan orang lain.

F. Karakteristik Anak Tuna Grahita


Karakteristik anak tunagrahita secara umum berdasarkan adaptasi dari
James D. Page (Suhaeri, HN: 1979) sebagai berikut.
1. Akademik
Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas, lebih-lebih
kapasitasnya mengenai hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar
dengan membeo (rote learning) dari pada dengan pengertian. Dari hari ke
hari mereka membuat kesalahan yang sama. Mereka cenderung
menghindar dari perbuatan berpikir. Mereka mengalami kesukaran
memusatkan perhatian, dan lapang minatnya sedikit. Mereka juga
cenderung cepat lupa, sukar membuat kreasi baru, serta rentang
perhatiannya pendek.
2. Sosial/Emosional
Dalam pergaulan, anak tunagrahita tidak dapat mengurus diri,
memelihara dan memimpin diri. Ketika masih muda mereka harus dibantu
terus karena mereka mudah terperosok ke dalam tingkah laku yang kurang
baik. Mereka cenderung bergaul atau bermain bersama dengan anak yang

12
lebih muda darinya. Kehidupan penghayatannya terbatas. Mereka juga
tidak mampu menyatakan rasa bangga atau kagum. Mereka mempunyai
kepribadian yang kurang dinamis, mudah goyah, kurang menawan, dan
tidak berpandangan luas. Mereka juga mudah disugesti atau dipengaruhi
sehingga tidak jarang dari mereka mudah terperosok ke hal-hal yang tidak
baik, seperti mencuri, merusak, dan pelanggaran seksual.
3. Fisik/Kesehatan
Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya anak
tunagrahita kurang dari anak normal. Mereka baru dapat berjalan dan
berbicara pada usia yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan gerakannya
kurang indah, bahkan diantaranya banyak yang mengalami cacat bicara.
Pendengaran dan penglihatannya banyak yang kurang sempurna. Kelainan
ini bukan pada organ tetapi pada pusat pengolahan di otak sehingga
mereka melihat, tetapi tidak memahami apa yang dilihatnya, mendengar,
tetapi tidak memahami apa yang didengarnya.

Karakteristik anak tunagrahita menurut tingkat ketunagrahitaannya :


1. Karakteristik Tunagrahita Ringan
Meskipun tidak dapat menyamai anak normal yang seusia
dengannya, mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung
sederhana. Pada usia 16 tahun atau lebih mereka dapat mempelajari bahan
yang tingkat kesukarannya sama dengan kelas 3 dan kelas 5 SD.
Kematangan belajar membaca baru dicapainya pada umur 9 tahun dan 12
tahun sesuai dengan berat dan ringannya kelainan. Kecerdasannya
berkembang dengan kecepatan antara setengah dan tiga per empat
kecepatan anak normal dan berhenti pada usia muda. Perbendaharaan
katanya terbatas, tetapi penguasaan bahasanya memadai dalam situasi
tertentu. Mereka dapat bergaul dan mempelajari pekerjaan yang hanya
memerlukan semi skilled. Sesudah dewasa banyak di antara mereka yang
mampu berdiri sendiri. Pada usia dewasa kecerdasannya mencapai tingkat
usia anak normal 9 dan 12 tahun.

13
2. Karakteristik Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-
pelajaran akademik. Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak
tunagrahita ringan. Mereka berkomunikasi dengan beberapa kata. Mereka
dapat membaca dan menulis, seperti namanya sendiri, alamatnya, nama
orang tuanya, dan lain-lain. Mereka mengenal angka-angka tanpa
pengertian. Namun demikian, mereka masih memiliki potensi untuk
mengurus diri sendiri. Mereka dapat dilatih untuk mengerjakan sesuatu
secara rutin, dapat dilatih berkawan, mengikuti kegiatan dan menghargai
hak milik orang lain. Sampai batas tertentu mereka selalu membutuhkan
pengawasan, pemeliharaan, dan bantuan orang lain. Tetapi mereka dapat
membedakan bahaya dan bukan bahaya. Setelah dewasa kecerdasan
mereka tidak lebih dari anak normal usia 6 tahun. Mereka dapat
mengerjakan sesuatu dengan pengawasan.
3. Karakteristik Anak Tunagrahita Berat dan Sangat Berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan
selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak
dapat memelihara diri sendiri (makan, berpakaian, ke WC, dan sebagainya
harus dibantu). Mereka tidak dapat membedakan bahaya dan bukan
bahaya. Ia juga tidak dapat bicara kalaupun bicara hanya mampu
mengucapkan kata-kata atau tanda sederhana saja. Kecerdasannya
walaupun mencapai usia dewasa berkisar, seperti anak normal usia paling
tinggi 4 tahun. Untuk menjaga kestabilan fisik dan kesehatannya mereka
perlu diberikan kegiatan yang bermanfaat, seperti mengampelas,
memindahkan benda, mengisi karung dengan beras sampai penuh

G. Pendidikan bagi anak Tuna grahita


Sama halnya dengan anak normal, anak tunagrahita membutuhkan
pendidikan. Pendidikan dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan
sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh individu. Anak tunagrahita

14
sebagaimana manusia lainnya, bahwa mereka dapat dididik (homo educable)
dan dapat mendidik (homo educandum).
Tujuan pendidikan yang hendak dicapai oleh tunagrahita tidak
berbeda dengan tujuan pendidikan pada umumnya, sebab anak tunagrahita itu
sendiri lahir di tengah-tengah masyarakat. Namun tujuan itu bukanlah tujuan
yang eksklusif karena diperlukan penyesuaian tertentu dengan tingkatan
kemampuan mereka. Tujuan yang terletak di luar jangkauan kemampuan anak
tunagrahita tidak perlu dipaksakan harus dikuasai oleh anak tunagrahita.
Untuk itu diperlukan usaha merumuskan tujuan khusus pendidikan
anak tunagrahita. Tujuan pendidikan anak tunagrahita, seperti yang
diungkapkan oleh Kirk (1986) adalah (a) Dapat mengembangkan potensi
dengan sebaik-baiknya; (b) Dapat menolong diri, berdiri sendiri dan berguna
bagi masyarakat; (c) Memiliki kehidupan lahir batin yang layak.
Tujuan pendidikan anak tunagrahita dikemukakan oleh Suhaeri HN
(1980) sebagai berikut
1. Tujuan pendidikan anak tunagrahita ringan adalah (1) agar dapat mengurus
dan membina diri; (2) agar dapat bergaul di masyarakat; dan (3) agar dapat
mengerjakan sesuatu untuk bekal hidupnya.
2. Tujuan pendidikan anak tunagrahita sedang adalah (1) agar dapat
mengurus diri, seperti makan minum, berpakaian, dan kebersihan badan;
(2) agar dapat bergaul dengan anggota keluarga dan tetangga, serta (3)
agar dapat mengerjakan sesuatu secara rutin dan sederhana.
3. Tujuan pendidikan anak tunagrahita berat dan sangat berat adalah (1) agar
dapat mengurus diri secara sederhana (memberi tanda atau kata-kata
apabila menginginkan sesuatu, seperti makan), (2) agar dapat melakukan
kesibukan yang bermanfaat (misalnya mengisi kotak-kotak dengan paku);
(3) agar dapat bergembira (seperti berlatih mendengarkan nyanyian,
menonton TV, menatap mata orang yang berbicara dengannya).
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 bahwa setiap
warga negara berhak untuk mendapatkan pengajaran. Demikian halnya dengan
anak tunagrahita berhak untuk mendapatkan pendidikan. Sekolah-sekolah

15
untuk melayani pendidikan anak luarbiasa (tunagrahita) yaitu Sekolah Luar
Biasa (SLB) atau sekolah berkebutuhan khusus. Sekolah Luar Biasa untuk
anak tunagrahita dibedakan menjadi :
1. SLB – C untuk Tunagrahita ringan
2. SLB – C1untuk Tunagrahita sedang
3. Untuk Tunagrahita berat biasanya berbentuk panti plus asramanya
Anak tunagrahita sangat memerlukan pendidikan serta layanan khusus
yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Selain pendidikan yang telah
disampaikan di atas, ada beberapa pendidikan dan layanan khusus yang
disediakan untuk anak tunagrahita, yaitu:
1. Kelas Transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan
khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada
disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi
dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan
pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi
sesuai kebutuhan anak.
2. Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1)
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan
pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan
pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama
keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari
penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di
SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1
3. Pendidikan Terpadu
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah
reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di
kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran
tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat
bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB
terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang

16
belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan,
yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai
kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut
dengan lamban belajar (Slow Learner).
4. Program sekolah di rumah
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu
mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya:
sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB
(GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua,
sekolah, dan masyarakat.
5. Pendidikan Inklusif
Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak
berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model
Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh,
menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”.
Layanan pendidikan inklusif diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak
tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan
guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2
(dua) orang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru
khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak
tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan
dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan
pendidikan inklusif masih dalam tahap rintisan.
6. Panti (Griya) Rehabilitasi
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat,
yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada
umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau
motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan
dalam panti ini terbatas dalam hal :
a. Pengenalan diri
b. Sensorimotor dan persepsi

17
c. Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat
lain)
d. Kemampuan berbahasa dan dan komunikasi
e. Bina diri dan kemampuan sosial

H. Pendidikan Anak Tunagrahita di indonesia


Di Indonesia perkembangan pendidikan luar biasa atau pendidikan
khusus dimulai sebelum masa kemerdekaan yaitu dengan berdirinya, untuk
pertama kali, Lembaga Penyandang Cacat Tunanetra di Bandung pada tahun
1901. Pada 1927 dibuka sekolah bagi anak tunagrahita di kota yang sama dan
pada saat yang hampir bersamaan didirikan sekolah khusus bagi anak
tunarungu pada 1930 di Bandung juga.
Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah RI
mengundang-undangkan yang pertama mengenai pendidikan khusus.
Mengenai anak- anak yang mempunyai kelainan fisik atau mental , undang –
undang itu menyebutkan pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan
dengan khusus untuk mereka yang membutuhkan ( pasal 6 ayat 2 ) dan untuk
itu anak –anak tersebut ( pasal 8) yang mengatakan semua anak – anak yang
sudah berumur 6 tahun dan 8 tahun berhak dan diwajibkan belajar disekolah
sedikitnya 6 tahun dengan ini berlakunya undang – undang tersebut maka
sekolah – sekolah baru yang khusus bagi anak – anak penyandang cacat.
Kemudian pada tahun 2003 pemerintah mengeluarkan undang-
undang no 20 tentang system pendidikan nasional ( UUSPN ). Dalam undang
– undang tersebut dikemukakan hal- hal yang erat hubungan dengan
pendidikan bagi anak-anak dengan kebutuhan pendidikan khusus, beberapa
diantaranya sebagai berikut :
1. Bab IV ( pasal 5 ayat 1 ) Setiap warga negara mempunyai hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu baik yang memiliki
kelainan fisik,emosionl,mental,intelektual atau sosial berhak
memperoleh pendidikan khusus.

18
2. Bab V bagian 11 Pendidikan khusus (pasal 32 ayat 1 ) Pendidikan
khusus bagi peserta yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik,emosional,mental,sosial
atau memiliki potensi kecerdasan.
Dan untuk anak tunagrahita, di indonesia telah ada berbagai layanan
pendidikan yang disediakan agar anak tunagrahita bisa mendapatkan
pendidikan seperti halnya anak pada umumnya. Ada berbagai macam layanan
pendidikan bagi anak tunagrahita saat ini, contohnya SLB C, sekolah inklusif
dan masih banyak lagi. Di Indonesia pendidikan yang inklusif atau menuju
inklusif pun terus digencarkan, setidaknya mulai 2001 pendidikan inklusi
telah menjadi program Direktorat Pendidikan Luar Biasa yang bertugas untuk
mengatur pelaksanaan pendidikan luar biasa tidak hanya di SLB namun juga
di sekolah-sekolah reguler, termasuk salah satunya adalah membekali para
guru di semua sekolah reguler dengan pengetahuan dan keterampilan layanan
bagi anak berkebutuhan khusus. Beberapa sekolah pun baik itu SD, SMP, dan
SMA reguler telah ditunjuk menjadi sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif. Walaupun memang dalam pelaksanaannya masih terdapat banyak
hambatan dan kendala.

19
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL OBSERVASI
1. Profil Sekolah
a. Identitas Sekolah
1) Nama Sekolah Luar Biasa : SLB M Surya Gemilang
2) Nomor SK Pendirian :-
3) Tahun Berdiri : 2013
4) Nomor Statistik Sekolah :-
5) Alamat Sekolah
Dusun : Margosari
Desa : Margosari
Kecamatan : Limbangan
Kabupaten : Kendal
Provinsi : Jawa Tengah
Kode Pos : 51383
6) No. Telepon : 081326199306
7) Email : suryagemilang121@gmail.com
8) Web :-
9) Status : Swasta
10) Nama Yayasan : Muhammadiyah
11) Jumlah Peserta Didik : 74 anak dari berbagai ketunaan
12) Tenaga Kependidikan : 1 Kepala Sekolah dan 11 Pendidik
*) Identitas sekolah lengkap terlampir

b. Visi Sekolah
Mewujudkan potensi keunggulan ABK dengan kasih sayang,
mengedepankan skill serta kemandirian, menuju manusia yang
beriman dan taqwa.

20
c. Misi Sekolah
1) Menggali potensi individu peserta didik untuk diterapkan pada
diri sendiri, keluarga ataupun saat terjun di masyarakat.
2) Membekali skill atau keterampilan individu peserta didik agar
kelak berguna baik diri sendiri ataupun orang lain.
3) Menciptakan peserta didik untuk bisa mandiri tanpa bantuan
orang lain dengan berpegang teguh pada rasa keimanan kepada
Allah SWT.
4) Memberikan kesempatan belajar peserta didik sesuai dengan
kondisinya.
5) Membekali siswa dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan
bakat seni sesuai dengan kemampuan peserta didik untuk bekal
masa depan

d. Tujuan Sekolah
1) Mengembangkan kehidupan anak didik dan siswa sebagai
pribadi sekurang – kurangnya mencakup upaya untuk
memperkuat keimanan dan ketaqwaan, membiasakan
berperilaku yang baik, memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar, memelihara kesehatan jasamani dan rohani
memberikan kemampuan untuk belajar dan mengembangkan
kepribadian yang mantap dan mandiri.
2) Mengembangkan kehidupan anak didik dan siswa sebagai
masyarakat yang sekurang – kurangnya mencakup upaya untuk
memperkuat kesadaran hidup beragama dalam masyarakat,
menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam lingkungan hidup,
memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar untuk
berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

21
3) Mempersiapkan anak didik dan siswa untuk dapat memiliki
keterampilan sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja.
4) Mempersiapkan anak didik dan siswa untuk mengikuti
pendidikan lanjutan dalam menguasai isi kurikulum yang
disyaratkan.
*)Profil sekolah lengkap terlampir

2. Jenis Anak Berkebutuhan Khusus yang terdapat di SLB M Surya


Gemilang
A = Tunanetra
B = Tunarungu – Tunawicara
C = Tunagrahita Ringan
C1 = Tunagrahita Sedang
D = Tunadaksa Ringan
D1 = Tunadaksa Sedang
P = Down Syndrome
Q = Autis

3. Fasilitas SLB M Surya Gemilang


a. Fasilitas Ruang
Untuk menunjang proses pembelajaran diperlukan berbagai
macam sarana penunjang antara lain adalah
1) Ruang kelas
2) Aula
3) Ruang guru
4) Ruang tamu
5) Lapangan upacara
6) Dll.
b. Perlengkapan atau alat peraga
Bermacam-macam alat peraga yang oleh Pemerintah, Donatur
maupun bantuan dari instansi lain. Meskipun ada yang usaha sendiri.

22
Di dalam kelas juga terdapat gambar peraga seperti gambar presiden,
fgambar huruf abjad, gambar buah dan gambar cetak lainya. Terdapat
juga alat – alat olahraga serta 1 buah alat terapi.

4. Data Kepegawaian
Dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran di SLB ada
beberapa tenaga pengajar dan seorang Kepala Sekolah.

DATA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN


TAHUN 2015/2016

No. Nama Mengajar Kelas

1. Kuntjoro Kepala Sekolah


2. Riyadi Wakil Kepala Sekolah
3. Fara Yunita Prihardini 5,6 Tuna Grahita
4. Fitriyan Sabda Alam 2, 4, 6, 7 Tuna Grahita
5. Mahmudah 2, 3, 4, 6 Autis
6. Puput Tri Hartanti 2
7. Rubiyanto 1,3, 4, 6 Tuna Grahita Sedang
8. Wahyu Nur Rahmawati 3, 4,6 Tuna Grahita Sedang
9. Widayanti Agama
10. Setya Nugrahaning Saputri Olahraga
11. Diyah Fahmawati 1,2 Tuna Grahita Sedang
12. Fahmi Hidayat Keterampilan TIK
*) Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan lengkap terlampir

5. Data Siswa
Di SLB ini terdapat 74 siswa dengan klasifikasi
No. Jenis Ketunaan Jumlah Siswa
1. Tuna Netra -

23
2. Tuna Rungu Wicara 11
3. Tuna Grahita 51
4. Tuna Daksa 3
5. Down Syndrome 3
6. Autis 6
*) Data siswa lengkap terlampir

6. WAKTU PELAKSANAAN
Observasi ini dilaksanakan pada
hari : Senin
tanggal : 13 April 2016
waktu : 08.00 – selesai

7. HASIL WAWANCARA DAN OBSERVASI


a. Narasumber
1) Nama : Kuntjoro
Jenis Kelamin : Laki – laki
Jabatan : Kepala Sekolah
2) Nama : Riyadi
Jenis Kelamin : Laki – laki
Jabatan : Guru Kelas
3) Nama : Puput Tri Hartanti
Jenis Kelamin : Perempuan
Jabatan : Guru Kelas
4) Beberapa siswa SDLB M Surya Gemilang

b. Hasil Wawancara dan Observasi


Berdasakan hasil wawancara dengan narasumber dan hasil
observasi diperoleh informasi sebagai berikut
1) Identifikasi pembagian kelas

24
Pembagian kelasnya diatur berdasarkan jenjang mulai dari
TK- SD, SMP dan SMA, pembagian ini juga dilihat berdasarkan
kelompok umur. Jadi dalam satu kelas terdiri dari beberapa tuna.
Namun sebagian besar menderita tuna grahita dan untuk tuna yang
lain hanya beberapa siswa sehingga tidak menyulitkan.
2) Waktu / jam pembelajaran
Jam pembelajaran berbeda – beda setiap jenjangnya.
a) TK : 07. 30 – 10.00
b) SD kelas rendah : 07.30 – 11.00
SD kelas tinggi : 07.00 sampai jam 11.30
c) SMP dan SMA : 07.30 – 11.30
3) Kurikulum yang digunakan
SLB ini menerapkan Kurikulum 2013, hal ini berdasarkan SK
Dinas Pendidikan Jawa Tengah bahwa SLB menggunakan
Kurikulum 2013
4) Sistem penerimaan peserta didik
Sistem penerimaan peserta didik seperti pada sekolah biasa.
Bedanya di SLB menggunakan sistem Assessment. Jadi terlebih
dahulu siswa akan diadakan identifikasi serta assessment terhadap
psikologi, perilaku maupun ciri khusus lainnya. Kegiatan ini
dilakukan melalui beberapa teknik seperti melalui observasi,
wawancara, tes psikologi dll. Setelah dilakukan assessment, siswa
akan masuk ke dalam kelas persiapan.
5) Identifikasi Pegawai dan Tenaga Pendidik
Tenaga pendidik terdiri dari guru kelas, guru olahraga dan
guru keterampilan. Hal – hal yang belum terpenuhi dari sisi tenaga
kependidikan adalah pemerintah kurang memberikan perhatian.
Dimana di SLB ini terdiri dari TK, SD, SMP, dan SMA.
Seharusnya terdapat jumlah guru yang sesuai. Namun karena
keterbatasan jumlah guru, jadi banyak guru yang merangkap tugas.

25
Selain itu belum ada petugas terapi khusus di setiap tuna jadi belum
ada program terapi.
Usaha yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini
adalah pihak sekolah sudah berulang kali, mengajukan permintaan
guru Pendidikan Luar Biasa kepada pemerintah dinas terkait. Baik
dipemerintah daerah Kabupaten Kendal dan juga Pemerintah
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah. Namun belum ada tindak
lanjut dari pemerintah. Karena itu kami menerima GTT untuk
melengkapi kekurangan guru yang kami miliki.
6) Upaya pengembangan potensi
Untuk mengembangkan potensi, sekolah telah
menyelenggarakan beberapa program, seperti pemberian
keterampilan membatik, menjahit, komputer serta membuat keset.
Di SLB ini pembelajarannya 80 % lebih fokus pada keterampilan
dan 20% untuk akademik.
7) Kejuaraan yang diraih
Sudah ada beberapa kejuaraan yang kami menangkan,
seperti Medali Perunggu Lomba Bola Kecil dan Medali Emas
Lomba Lari. Perlombaan ini diselenggarakan oleh Dinas
Pendidikan maupun pihak – pihak terkait. Diharapkan penghargaan
yang telah diperoleh ini menjadi pemacu semangat bagi peserta
didik lainnya untuk lebih giat belajar.
8) Sistem evaluasi
Sistem evaluasi yang dilaksanakan untuk mengukur
tingkat kemampuan peserta didik menggunakan test dan penilaian
proses. Ada evaluasi harian, mingguan, tes tengah semester
maupun tes akhir semester.
Selain itu di sekolah ini juga diadakan Buku Kendali
Komunikasi Orang Tua dan Sekolah, yag berisi catatan hasil
belajar siswa di sekolah. Buku ini juga sebagai pedoman bagi
orang tua untuk membimbing siswa belajar di rumah.

26
Hasil pembelajaran setiap semester tertuang pada raport
yang mencakup penilaian pengetahuan dan sikap.
9) Identifikasi pembelajaran bagi Tuna Grahita
a) Jumlah Tuna Grahita di SLB ini
Tuna Grahita di SLB ini berjumlah 51 siswa
b) Cara membedakan Tuna Grahita sedang danTuna Grahita
Ringan
Untuk membedakannya dapat dilihat dari ciri-ciri dan
tingkah laku yang diperlihatkan anak.
c) Media yang digunakan untuk mengajar Tuna Grahita
Media pembelajaran yang digunakan pada
pendidikan anak tunagrahita tidak berbeda dengan media
yang digunakan pada pendidikan anak biasa sama seperti
sekolah pada umumnya. Misalnya Pada pembelajaran ipa, ipa
yang diajarkan sangat sederhana, namun kebanyakan yang
sudah diajarkan butuh pengulangan pengajaran kembali
karena keterbatasan pemikiran mereka.
d) Metode pengajaran Tuna Grahita
Agar siswa dapat memahami materi yang
disampaikan, maka materi dapat dikurangi atau diturunkan
tingkat kesulitannya seperlunya, atau bahkan dihilangkan
bagian tertentu. Hal ini disesuaikan dengan tingkat
pemikiran anak. Guru tidak boleh memaksa anak untuk
duduk diam mengerjakan latihan karena anak-anak ini
mereka gampang bosan. Belajar sesuai dengan keinginan
mereka. Namun sebisa mungkin guru tetap memberikan
nasehat-nasehat agar mereka tetap mau belajar.
e) Hambatan dalam memberikan layanan pendidikan bagi Tuna
Grahita
Hambatan dan kendalanya adalah sulitnya
komunikasi antara guru dan murid yang mengakibatkan

27
lamanya pembelajaran, karena anak tunagrahita memang
memiliki IQ rendah, dengan tingkat IQ yang berbeda-beda
menjadi penghambat dalam proses pembelajaran.
f) Cara mengatasi hambatan yang ditemui
Guru harus sabar menghadapi dan mengajarkan
materi kepada anak-anak. Misalnya dalam mengajar
matematika, harus melalui dua metode untuk anak tuna
grahita sedang dan tuna grahita ringan. Karena mereka
terkadang gampang bosan dan bermain semaunya sendiri
harus dilakukan juga layanan individu dan layanan sosial
kepada setiap anak. Dan mereka diberi pengertian dan
pengarahan bahwa mereka sama dengan yang lainnya.
g) Pendekatan bagi Anak Tuna Grahita
Pendekatan layanan pendidikan bagi anak tunagrahita
lebih diarahkan pada pendekatan indivudual dan pendekatan
remidiatif. Pendekatan individual didasarkan pada asesment
kemampuan anak untuk mengembangkan sisa potensi yang
ada dalam dirinya. Tujuan utama layanan pendidikan bagi
anak tunagrahita adalah penguasaan kemampuan aktivitas
kehidupan sehari-hari dalam mengelola diri sendiri. Untuk
mencapai itu perlu pembelajaran mengurus diri sendiri dan
pengembangan keterampilan vocational terbatas sesuai
dengan kemampuannnya.
Layanan pendidikan khusus bagi anak tunagrahita
meliputi latihan senso motorik, terapi bermain dan okupasi,
dan latihan mengurus diri sendiri. Pendekatan pembelajaran
dilakukan secara individual dan remidiatif. Perkembangan
kemampuan anak berdasarkan tingkat kemampuan
kornitifnya. Anak yang ber IQ 55 – 70 berbeda dengan yang
ber IQ 35 – 55. dalam sebaran IQ tersebut juga berbeda
dalam layanan masing-masing.

28
h) Fasilitas bagi Tuna Grahita
Fasilitas pendidikan untuk anak tunagrahita relatif
sama dengan falilitas pendidikan untuk anak umum di
sekolah dasar dan fasilitas pendidikan di taman kanak-kanak.
Fasilitas pendidikan lebih diarahkan untuk latihan
sensomotorik dan pembentukan motorik halus. Walaupun
demikian fasilitas yang berkaitan dengan pembinaan motorik
kasar juga perlu disediakan secara memadai.
i) Pencapaian terbesar dalam pengajaran
Pencapaian tidak terfokus pada akademik, tetapi
pada bina diri minimal anak sudah bisa mandiri dan tidak
tergantung pada orang lain. Untuk akademik sendiri dinomor
sekian kan.
j) Kompetensi lulusan Tuna Grahita
Sekolah ini belum memfasilitasi lapangan pekerjaan
untuk output dari tunagrahita maupun lainnya. Karena
memang dari pemerintah juga belum menyediakan lapangan
pekerjaan untuk output tunagrahita. Karena, anak tunagrahita
sulit untuk bersosialisasi. Tetapi telah ada tawaran dari PT
Rehobat (Perusahaan Peternakan) bahwa mereka siap
menerima lulusan SLB untuk dipekerjakan.

B. PEMBAHASAN
Bapak Riyadi mengajar di Kelas I dan II SLB M Surya Gemilang.
Siswa dikelas ini kebanyakan menderita tuna grahita ringan dan tunagrahita
sedang. Untuk membedakan diantara kedua jenis tunagrahita ini, yang
dilakukan Bapak Riyadi adalah dengan mengamati ciri-ciri yang ada dalam
diri anak.
Ciri-ciri dari segi Fisik (Penampilan) :
1. Hampir sama dengan anak normal
2. Kematangan motorik lambat

29
3. Koordinasi gerak kurang
4. Anak tunagrahita berat dapat kelihatan
Ciri-ciri dari segi intelektual :
1. Mereka sulit memahami hal- hal yang bersifat akademik.
2. Anak tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi
setaraf anak normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50
3. Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal
usia 3 – 4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah.
Salah seorang siswa yang menderita tunagrahita adalah Rison yang
duduk di kelas VI SDLB. Pulang dan berangkat sekolah selalu diantar dan
dijemput oleh kakaknya. Tetapi ia memiliki salah satu potensi, dia baru saja
memenangkan medali perunggu untuk kategori Bola Kecil.
Dalam mengajar anak grahita, Bapak Riyadi dengan sabar mengatur
murid-murid untuk mengikuti pelajaran. Terlebih saat saya melakukan
observasi, sedang tidak ada pembelajaran, tetapi kegiatan bulan Ramadhan
yaitu Pesantren kilat. Semua siswa laki – laki dikelompokkan dalam satu
ruang. Pak riyadi menguji kemmapuan hafalan surat – surat pendek, serta doa
harian. Kemudian bersama – sama siswa melaksanankan sholat dhuha
berjamaah. Terkadang Suasana kelas mudah berubah menjadi kurang teratur
karena murid-murid mudah bosan sehingga mereka sering melakukan kegiatan
yang berbeda-beda di kelas. Bapak Riyadi harus mengatur siswa-siswanya
satu persatu, memperhatikannya dan mendampinginya. Beliau tidak memaksa
anak untuk duduk diam. Kelonggaran seperti istirahat atau pulang terlebih
dahulu juga diberikan agar anak tidak jenuh belajar dan datang ke sekolah
Dalam mengajar Bapak Riyadi juga mengalami beberapa tantangan
seperti menahan emosi ketika menghadapi anak yang sangat susah diatur,
mencoba berbagai kreativitas dan permainan baru ketika anak mulai merasa
jenuh untuk belajar, dan memerlukan tenaga ekstra dalam menghadapi anak-
anak. Dalam pelajaran matematika misalnya beliau harus mengajar dengan
sabar dengan dua cara untuk anak tuna grahita sedang dan anak tuna grahita
ringan.

30
Berdasarkan hasil pengamatan menurut saya, Interaksi antara murid
terlihat sangat baik, secara sekilas mereka terlihat seperti anak normal lainnya.
Hanya saja ketika sudah memasuki jam pelajaran, mereka memang anak yang
berbeda. Pada awalnya, mereka antusias mengikuti pembelajaran, setelah
beberapa saat mereka mulai kembali lagi berperilaku sesuai dengan keinginan
mereka masing-masing. Sering muncul pertengkaran kecil diantara mereka.
Namun Ketika mereka saling bertengkar, mereka akan cepat melupakan
masalahnya.
Di SLB M Surya Gemilang proses pembelajaran dimulai jam setengah
delapan. Sebelum proses pembelajaran dimulai yaitu siswa dikumpulkan
dilapangan untuk apel pagi. Istirahat dimulai jam sembilan sampai jam
setengah sepuluh. Saat istirahat diadakan sholat Dhuha berjamaah.
Selain memiliki tantangan, bagi beliau mengajar anak ABK cukup
menarik karena ia dapat mengerti mengenai berbagai sifat-sifat yang tidak ia
temui di masyarakat luas, ia juga senang ketika berhasil menangani anak-anak
tuna grahita. Dalam mengajar anak tuna grahita, Bapak Riyadi tidak memiliki
metode khusus hanya ia selalu mencari ide-ide baru seperti belajar di taman
agar anak tidak merasa bosan. Menurut beliau, seorang anak tuna grahita
terutama yang masih anak-anak, belum dapat mandiri sehingga masih harus
selalu mendapat bimbingan orang tua dan guru. Bagi beliau, anak grahita
sama seperti anak lainnya. Mereka juga memiliki kesempatan untuk menjadi
seperti anak normal lainnya.
Guru memegang peranan penting dalam pendidikan khusus untuk
berbagai jenis ketidak mampuan termasuk termasuk tunagrahita.Peran apapun
yang dimainkan, guru pendidikan khusus berhadapan dengan situasi yang
membutuhkan mereka untuk membuat keputusan dan rencana pendidikan
untuk murid mereka, termasuk penilaian.Terdapat banyak kasus dimana murid
tidka diketahui secara pasti kecacatan yang dialaminya dan sering dianggap
sebagai murid yang gagal dalam pembelajaran karena bodoh, malas dan
sebagainya. Maka ujian pengenalan harus dilakukan agar dapat diketahui

31
dengan baik masalah yang sebenarnya yang menyebabkan murid tersebut
tidak mencapai tujuan pembelajaran.
Pelaksanaan uji pengenalan bukanlah hal yang mudah karena
menuntut guru untuk memiliki kemampuan untuk melakukan uji tersebut.
Penilaian dan uji pengenalan adalah proses yang kompleks yang
membutuhkan banyak cara untuk mengumpulkan informasi mengenai murid.
Proses mengumpukan informasi membutuhkan perhatian terhadap interaksi
murid dengan orang tua, guru, dan teman-temannya; berbicara dengan murid
dan mereka yang memiliki hubungan dekat dengannya; meneliti rapor sekolah
dan catatan penilaian yang pernah dilakukan; menilai latar belakang
perkembangan dan catatan medis; menggunakan informasi berdasarkan
kumpulan pengamatan dari orang tua atau guru; menilai kebutuhan dan
penilaian kurikulum; menilai jenis dan tahap pembelajaran murid di saat
waktu tertentu; menggunakan analisis tugas untuk mengetahui komponen
yang dikuasai dan kemampuan yang belum dikuasai; dan mengumpulkan
skala mengenai sikap guru terhadap murid, penerimaan teman sebaya dan
kelasnya.
Pengumpulan informasi mengenai murid dengan menggunakan
berbagai metode dan sumber informasi harus memberika gambaran tentang
kelebihan dan kebutuhan murid, kecacatan yang ada padanya, dan dampak
terhadap pencapaian pembelajarannya. Tujuan yang realistis dan sesuai harus
ditentukan untuk murid tersebut.
Selain itu, untuk penanganan anak-anak berkebutuhan khusus seperti
tunagrahita sebaiknya dikembangkan pendidikan inklusif di setiap sekolah.
Pendidikan inklusif sesungguhnya memiliki tujuan mulia antara lain
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan social, potensi kecerdasan serta
bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya dan juga untuk mewujudkan penyelenggaraan
pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi
semua peserta didik.

32
Pendidikan inklusif merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk
perluasan akses dan peningkatan mutu pendidikan bagi semua anak yang
mengalami kelainan fisik, mental, social, maupun kombinasi dari ketiga aspek
tersebut dan memiliki masalah dalam hal komunikasi, sensor motorik, belajar,
dan tingkah lakunya untuk mengikuti kegiatan belajar secara bersama-sama
dengan peserta didik pada umumnya.
Pembelajaran dalam mewujudkan pendidikan inklusif bias dilakukan dengan
berbagai cara, diantaranya
1. Pertama, membangun lingkungan belajar yang stimulatif, sportif, serta
ramah terhadap ragam potensi kecerdasan anak.
2. Kedua, mengembangkan kegiatan belajar yang aktif,kreatif,efektif,
dan menyenangkan sesuai dengan kebutuhan anak.
3. Ketiga, merancang kegiatan belajar yang memfungsikan seluruh
modus berfikir otak seperti memori, kognisi, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi.
4. Keempat, mengembangkan program dan kegiatan belajar yang
mendorong berkembangnya sikap dan cara berfikir kreatif.
5. Kelima, membangun pola interaksi social di sekolah antara guru dan
murid, murid dan murid, guru dan guru, guru dan orang tua yang
mendorong perkembangan semua anak secara optimal.
6. Keenam, menciptakan lingkungan sekolah sebagai taman belajar.
7. Ketujuh, mengembangkan kegiatan belajar yang mampu membangun
karakter positif anak sehingga anak memiliki semangat belajar untuk
maju dan berkembang
8. Kedelapan, membangun kegiatan belajar yang mampu
mengembangkan ragam potensi kecerdasan anak baik segi intelektual,
social-emosional, fisikal maupun kecerdasan spiritualnya.
Kedelapan aspek diatas sangat membantu anak-anak tunagrahita
sehingga mereka bisa tidak dianggap berbeda dan diterima oleh masyarakat
serta tidak diperlakukan secara khusus dan bisa berkembang dan berprestasi
seperti anak-anak normal lainnya.

33
BAB IV
PENUTUP

A. SIMPULAN
Tuna grahita merupakan keterlambatan fungsi kecerdasan secara umum
dibawah usia kronologisnya secara meyakinkan sehingga membutuhkan
layanan pendidikan khusus.
Seseorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki 3 hal, yaitu
keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum di bawah rata-rata, disertai
ketidakmampuan adaptif, dan terjadi selama periode perkembangan (sampai
usia 18 tahun).
Tunagrahita dapat disebabkan oleh factor keturunan dan bukan
keturunan. Faktor keturunan kerusakan pada sel keturunan, seperti kerusakan
kromosom, gen, dan salah satu atau kedua orang tua menderita kelainan atau
hanya sebagai pembawa sifat.
Faktor di luar sel keturunan, diantaranya karena factor kekurangan gizi,
kecelakaan (trauma kepala), dan gangguan metabolisme :
1. Tunagrahita ringan -skor IQ 50 hingga 75
2. Tunagrahita sedang-skor IQ 30 hingga 50
3. Tunagrahita serius- skor IQ 30 ke bawah
Anak tunagrahita memang memiliki kemampuan terbatas, namun
mereka masih memiliki harapan dengan melalui pelatihan dan bimbingan
juga kesempatan dan dukungan agar mereka mengembangkan potensi-
potensinya sehingga mampu membantu dirinya sendiri dan memiliki harga
diri seperti orang-orang normal lainnya. Intinya adalah agar anak dapat
memfungsikan potensi-potensi yang masih ada dalam dirinya terutama agar
dia bisa menjalani hidup yang bermartabat.
Selain itu, untuk penanganan anak-anak berkebutuhan khusus seperti
tunagrahita sebaiknya dikembangkan pendidikan inklusif di setiap sekolah.
Pendidikan inklusif sesungguhnya memiliki tujuan mulia antara lain

34
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan social, potensi kecerdasan
serta bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuannya dan juga untuk mewujudkan
penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak
diskriminatif bagi semua peserta didik.

B. SARAN
1. Bagi SLB M Surya Gemilang
Lebih mengembangkan kualitas Tenaga Pendidik melalui
partisipasi dalam workshop dan pelatihan – pelatihan. Selain itu juga
dalam melaksanakn pembelajaran disesuaikan dengan ketunaan masing –
masing peserta didik dan guru tidak merangkap kelas, artinya satu guru
satu kelas sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara optimal.
2. Bagi Pemerintah
Diharapkan Pemerintah bisa lebih mendukung dan memberikan
perhatian bagi penyelenggaraan layanan pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus. Seperti pemberiaan fasilitas pendukung, alat terapi, serta Tenaga
Pendidikan Luar Biasa.
3. Bagi Observer
Sebagai calon guru, sudah sepantasya kita peduli dengan anak-
anak disekeliling kita. Berikan hak-hak anak-anak berkebutuhan khusus
semaksimal mungkin seperti halnya anak normal. Bersama-sama dengan
orang tua hendaknya kita Memberikan perhatian khusus kepada anak
berkebutuhan khusus agar membantu mereka untuk mengoptimalkan
kemampuan yang dimilikinya dengan mendukung kegiatan yang positif
bagi anak ABK.

35
DAFTAR PUSTAKA

Suparno, dkk. 2007Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta : Direktorat


Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Tina Tuslina. 2012. Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia


http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/20/perkembangan-pendidikan-
anak-berkebutuhan-khusus-di-indonesia-463559.html.
Diunduh : 13 Juni 2016

Lilis Setyaningsih . 2013. Pentingnya Pendidikan Inklusi Bagi Calon Guru


http://liliezsticcerzgurujugapunyacitacita.blogspot.com/2013/07/pentingn
ya-pendidikan-inklusi-bagi.html. .
Diunduh : 13 Juni 2016

Shinta Ratna Cahyani . 2013. Anak Berkebutuhan Khusus. http://ratnashintaa.


blogspot.com/2013/01/anak-berkebutuhan-khusus_4974.html
Diunduh : 13 Juni 2016

36
Lampiran

Dokumentasi Kegiatan Observasi

1. Papan Nama Sekolah

2. Sarana Publikasi Penerimaan Peserta Didik Baru

37
3. Perangkat Pembelajaran (RPP, Silabus dll)

38
4. Alat Peraga dan Media Pembelajaran

39
5. Alat Terapi

6. Kegiatan Pesantren Kilat

40
7. Wawancara dengan Narasumber Bapak Kuntjoro dan Bapak Riyadi

41
8. Siswa di SLB M Surya Gemilang

Anda mungkin juga menyukai