Anda di halaman 1dari 27

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pendidikan Inklusi di SD
Yang diampu oleh Bapak Drs. Rochani, S.Pd, M.Pd.

Oleh :
Offering J6

Nina Hidayati 160151608082


Zahrotul Masruroh 160151600005

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR DAN PRA SEKOLAH
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
September 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang telah memberikan


rahmat, hidayah, serta inayah-Nya sehingga makalah berjudul “Perkembangan
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus” ini dapat terselesaikan dengan baik.

Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan selalu kepada


junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, serta
umat yang senantiasa mengikuti dan melaksanakan ajarannya.

Makalah ini membahas tentang perkembanga pendidikan anak


brkebutuhan khusus (ABK). Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam
penyusunan makalah ini adalah memahami perkembangan anak berkebutuhan
khusus (ABK) di Indonesi khususnya. Baik perkembangan peserta didiknya
maupun pendidik.

Terimakasih kami ucapkan kepada elemen-elemen yang terlibat pada


pembuatan makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak
mungkin kami sebutkan satu persatu.

“Tiada Gading yang Tak Retak”, demikian kata pepatah. Oleh karena itu,
tegur sapa yang bersifat membangun sangat dinantikan demi perbaikan
penyusunan makalah yang akan datang. Akhirnya, semoga makalah ini dapat
bermanfaat umumnya bagi para pembaca.

Blitar, September 2017

Penulis

ii
Daftar Isi

Halaman Judul .................................................................................. i

Kata Pengantar ................................................................................. ii

Daftar Isi ................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................. 1
C. Tujuan Makalah ................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian ABK dan pendidikanya ........................................................ 3


B. Sikap Masyarakat Terhadap ABK ......................................................... 4
C. Perkembangan ABK di Indonesia dan Pendidikanya ........................... 11
D. Perkembangan Lembaga Pendidikan Calon Guru ABK ...................... 17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 20
B.Saan ............................................................................... 21

Daftar Pustaka ............................................................................... 22

Lampiran

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki


keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka
dari anak-anak normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut
pemahaman terhadap hakikat anak berkebutuhan khusus. Keragaman anak
berkebutuhan khusus terkadang menyulitkan guru dalam upaya menemukan jenis
dan pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru telah
memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai hakikat anak berkebutuhan
khusus, maka mereka akan dapat memenuhi kebutuhan anak yang sesuai.

Dalam jenis usaha apapun, inklusi pendidikan, sumber daya manusia telah
diakui dan diterima sebagai salah satu faktor determinan untuk mewujudkan
tujuan tersebut Berdasarkan pernyataan di atas akan berdampak pada kebutuhan
tenaga kependidikan sebagai sumber daya manusia, yang telah diakui sebagai
salah satu komponen sentaral dalam sistem pendidikan di Indonesia.

Berbagai kegiatan unuk menyamakan hak antara anak-anak usia normal


dengan Anak Berkebutuhn Khusus (ABK) pun sudah banyak dilakukan baik
dalam ranah nasional maupun internasional. Seperti banyaknya sekolah inklusi,
Skolah Dasar Luar Biasa (SDLB), pendidikan untuk para calon pendidik Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) dan berbagai kegiatan sosial membuktikan jika
perkembangan dan sikap masyarakat terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
semakin baik secara umum namun pada dasarnya memang masih membedakan
dengn yang normal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Anak Berkebutuhn Khusus (ABK) dan pendidikanya?
2. Bagaimana sikap masyarakat terhadap Anak Berkebutuhn Khusus (ABK)?

1
2

3. Bagaiana perkembangan Anak Berkebutuhn Khusus (ABK) di Indonesia dan


pendidikanya?
4. Bagaimana perkembangan lembaga pendidikan calon guru Anak Berkebutuhn
Khusus (ABK)?

C. Tujuan
1. Untuk memahami definnisi Anak Berkebutuhn Khusus (ABK) dan
pendidikanya.
2. Untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap Anak Berkebutuhn Khusus
(ABK).
3. Untuk mengetahui perkembangan Anak Berkebutuhn Khusus (ABK) di
Indonesia Indonesia.
4. Untuk mengetahui perkembangan lembaga pendidikan calon guru Anak
Berkebutuhn Khusus (ABK).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian ABK dan Pendidikanya

Istilah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah terbaru yang


digunakan, dan merupakan terjemahan dari child with special needs yang telah
digunakan secara luas di dunia internasional, ada beberapa istilah lain yang pernah
digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak
menyimpang, dan anak luar biasa, ada satu istilah yang berkembang secara luas
telah digunakan yaitu difabel, sebenarnya merupakan kependekan dari diference
ability (Purwanto,....).

Anak Berkebutuhan Khusus merupakan anak dengan karakteristik khusus


yang berbeda dengan anak pada umumnya yang menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi, fisik, dan ciri sosial yang sedemikian rupa
sehingga membutuhkan perlakuan pendidikan khusus dalam mengembangkan
potensi yang dimiliki secara maksimal (Madyono:1986).

Anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai pula dengan anak-anak yang


tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak lantib dan
berbakat (Mulyono, dalam Kompasiana). Dalam perkembangannya, saat ini
konsep ketunaan berubah menjadi berkelainan (exception) atau luar biasa.
Ketunaan berbeda dengan konsep berkelainan. Konsep ketunaan hanya berkenaan
dengan kecacatan sedangkan konsep berkelainan atau luar bisa mencakup anak
yang menyandang ketunaan maupun yang dikaruniai keunggulan.

Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha sadar untuk menyiapkan


peserta didik melalui pembelajaran, bimbingan, pelatihan dan tentu melalui
kurikulum itu sendiri bagi peranannya dimasa yang akan datang. Sealain itu
pendidikan juga telah diakui dan diterima sebagai suatu sistem yang bertujuan
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya.

3
4

Pendidikan luar biasa adalah merupakan pendidikan bagi peserta didik


yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
kelainan fisik,emosional, mental sosial, tetapi memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa. Selain itu pendidikan luar biasa juga berarti pembelajaran yang
dirancang khususnya untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari anak kelainan
fisik. Pendidikan luar biasa akan sesuai apabila kebutuhan siswa tidak dapat
diakomodasikan dalam program pendidikan umum. Secara singkat pendidikan
luar biasa adalah program pembelajaran yang disiapakan untuk memenuhi
kebutuhan unik dari individu siswa.

B. Sikap Masyarakat Terhadap ABK

Manusia telah diciptakan sederajat walaupun berbeda-beda. Apapun jenis


kelamin, penampilan, kesehatan atau kemampuannya, kita telah diciptakan
kedalam satu masyarakat. Penting untuk diakui bahwa sebuah masyarakat normal
ditandai oleh keragaman dan keberagaman, bukan oleh keseragaman.

Anak Berkebutuhn Khusus (ABK) seharusnya memiliki hak yang sama


dengan anak yang normal, keberagaman seharusnya bukan menjadi penghalang.
Dewasa ini masyarakat lebih memandang Anak Berkebutuhn Khusus (ABK)
sebagai suatu perbedaan. Seperti orang tua melarang anaknya yang normal untuk
bermain dengan Anak Berkebutuhn Khusus (ABK) bahkan cenderung untuk
menghindari sebab mereka hanya melihat kekuranganya saja. Anak Berkebutuhn
Khusus (ABK) biasanya memang memiliki masalah psikososial yang sering
muncul diantaranya:

1. Penakut, seperti takut pada binatang, takut pada gelap, kilatan petir dan
suara gemuruh yang menyertainya, takut pada orang asing dan atau rasa
takut yang muncul dalam benak anak berdasarkan fantasi yang dibuatnya
sendiri;
2. Perilaku agresif, yang tampak pada tindakan-tindakan anak yang
cenderung melukai anak lain, seperti menggigit, mencakar atau memukul.
Biasanya perilaku seperti ini muncul sejak usia 2,5-3 tahun, selanjutnya
5

perilaku tersebut seolah hilang dan berganti dengan ekspresi mencela,


mencaci atau memaki
3. Pendiam, menarik diri dan atau rendah diri, perilaku ini disebabkan oleh
sikap orang tua yang terlalu berlebihan dalam mengontrol perilaku anak,
yaitu adanya berbagai larangan yangg pada akhirnya berujung pada
pengekangan pada diri anak. Hal ini tampak pada orangtua yang selalu
mengatakan ‘tidak boleh ini, tidak boleh itu.., atau jangan begini, jangan
begitu...’.

Mungkin masalah-psiko sosial yang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)


miliki itulah yang menyebabkan mayarakat apatis kepadanya. Pada dasarnya
mereka seharusnya mendapatkan perhatian khusus, namun perhaian yang baik dan
penuh kasih sayang. Namun, pada kenyataannya anak-anak dan orang dewasa
yang berbeda dalam kebutuhannya dari telah dipisahkan dengan alasan yang
bergam.

Meskipun demikian tak banyak juga orang-orang yang masih peduli


dengan keberadaan mereka. Ini bisa dibuktikan melalui adanya berbagai kegiatan
unuk menyamakan hak antara anak-anak usia normal dengan Anak Berkebutuhn
Khusus (ABK) pun sudah banyak dilakukan baik dalam ranah nasional maupun
internasional. Seperti banyaknya sekolah inklusi, Skolah Dasar Luar Biasa
(SDLB), pendidikan untuk para calon pendidik Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) dan berbagai kegiatan sosial.

Lynch dan Lewis (dalam Sunardi, 2010:), menjelaskan bahwa


perkembangan tingkat kepedulian masyarakat di dunia terhadap penyandang
cacat diklasifikasikan menjadi empat periode, yaitu masa peradaban kuno, abad
pertengahan, abad XVIII-XIX, dan abad XX.

1. Kepedulian Masyarakat pada Masa Peradaban Kuno

Tidak banyak yang diketahui tentang perlakuan terhadap


penyandang cacat sebelum masa kebudayaan Mesir. Ada satu penelitian
arkeologis menunjukkan bahwa penyandang cacat dapat menduduki
posisi terhormat dalam sukunya. Pada sisa-sisa kerangka dari seseorang
6

yang diduga hidup pada 4.500 tahun yang lalu, terdapat tanda beberapa
kecacatan, seperti kebutaan, cacat tangan kanan, pundak, tengkorak, dan
persendian. Melihat keadaan kuburan dan sesaji yang ada di sekitarnya,
orang ini termasuk orang yang dianggap terhormat oleh sukunya.

Agama-agama besar di dunia muncul pertama kali pada


masyarakat timur, seperti Kong Hu Tju (551-479 SM), Budha (563-483
SM), Kristen (0-33 M), dan Islam (569-622 M). Ajaran agama-agama
tersebut menganjurkan kepedulian dan kasih sayang bagi umat yang
kurang beruntung. Tetapi dalam praktiknya, kecacatan sering dianggap
sebagai akibat dari dosa. Kecacatan hanya dapat ditangani melalui
keyakinan dan iman, dan jika tidak dapat disembuhkan, penyandang cacat
masih dianggap dirasuki roh jahat dan belum mempunyai iman yang kuat.

Masyarakat Yunani, Romawi, dan Sparta mengagungkan


kebugaran jasmani, kekuatan, kecerdasan, kegagahan, kecantikan, dan
keberanian. Hal ini mendorong tindakan pembinasaan penyandang cacat,
karena dianggap menjadi kendala dalam pembentukan bangsa yang lebih
kuat dan sempurna

Tokoh yang dianggap sebagai pelopor pelayanan sosial bagi


penyandang cacat adalah sistem bantuan sosial di Athena yang
diberlakukan oleh tokoh pembaharu, Solon, yang hidup antara 639-559
2 SM. Sistem ini mula-mula disediakan bagi para prajurit yang cacat
karena perang, tetapi jangkauannya kemudian diperluas bagi penyandang
cacat lain, termasuk anak-anak. Pelayanan yang diberikan terbatas pada
pemberian makanan, pakaian, dan tempat tinggal.

2. Kepedulian Masyarakat pada Abad Pertengahan

Abad pertengahan merupakan abad yang menyedihkan bagi


penyandang cacat, meskipun hak untuk hidup sudah diakui oleh
masyarakat. Banyak penyandang cacat yang menjadi peminta-minta atau
pengamen, baik secara perorangan atau secara berkelompok. Banyak di
7

antara mereka yang sebenarnya pemusik yang hebat, tetapi profesi mereka
lebih disebabkan oleh kecacatannya daripada bakat musiknya.

Pada masa Renaissance, juga banyak penyandang cacat mental,


gangguan emosi, cacat fisik, atau epilepsi yang dijadikan penghibur /
pelawak oleh raja. Ada lagi yang dipelihara oleh ilmuwan sebagai peramal
atau pemberi petunjuk. Isyarat atau kata-kata penyandang cacat dianggap
dapat memberi petunjuk tentang alam, seperti bintang, bulan, matahari dan
sebagainya.

Masa yang paling menyedihkan bagi penyandang cacat adalah


masa Reformasi yang lebih menekankan pada peran agama dan ilmu gaib.
Lambatnya reaksi penyandang cacat mental, kejangnya penderita epilepsi,
atau diamnya penyandang tuna wicara dianggap sebagai tanda-tanda
kesurupan roh halus. Mereka dianggap bukan (berjiwa) manusia, oleh
karenanya tidak berhak menikmati kesejahteraan seperti halnya manusia
normal.

Upaya memperbaiki kehidupan para penyandang cacat tampaknya


dimulai pada akhir abad pertengahan. Juan Luis Nives, seorang humanis
dan pembaharu berkebangsaan Spanyol yang hidup antara tahun 1492-
1540, secara persuasif menulis tentang jenis pekerjaan yang dapat
dilakukan oleh para tuna netra. Pada tahun 1620, juga di Spanyol, Juan
Bonet menerbitkan buku pertama tentang pendidikan bagi anak tuna
rungu. Pada waktu yang hampir bersamaan, George Philip Harsdofler
(Jerman) dan Fransesco Lane-Terri (Italia) mengembangkan cara
membuat huruf sehingga dapat dibaca oleh para tuna netra, yaitu dengan
menggunakan lilin atau mengganti alfabet dengan titik dan sudut.

3. Rintisan Pendidikan Luar Biasa pada Abad XVIII dan XIX

Abad XVIII ditandai dengan perluasan bentuk dan bidang


pelayanan sosial bagi penyandang cacat yaitu dari perawatan menjadi
layanan pendidikan. Meskipun telah ada beberapa upaya mendidik
8

penyandang cacat sejak abad XVI, pendidikan formal bagi ALB baru
muncul pertama kali pada abad XVIII.

4. Kecenderungan Integrasi pada Abad XX

Pada pertengahan abad XX, ada dua isu pokok yang berkaitan
dengan PLB, yaitu isu mengenai penggunaan label dan isu tentang
pendidikan terpisah (kelas khusus atau sekolah khusus) bagi anak cacat.
Penggunaan label bagi anak cacat seperti tuna netra, tuna rungu, tuna
grahita dsb, memang mempermudah komunikasi antar tenaga profesi,
berguna dalam mencari dana, dan mendorong toleransi atas kekurangan
yang disandang oleh penyandang cacat. Di lain pihak, penggunaan label
membawa dampak negatif pada anak (stigma, stereotipe), menimbulkan
anggapan bahwa penyandang jenis kecacatan yang sama mempunyai
karakteristik yang sama pula, banyak anak yang tidak dapat dimasukkan
secara tepat dalam salah satu kategori, dan tidak menggambarkan secara
tepat kebutuhan akan layanan khusus setiap individu.

Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah ini adalah dengan


tidak menggunakan label, tetapi cukup dengan deskripsi tentang
kelemahan dan kelebihan anak. Daripada mengatakan Anto tuna grahita,
misalnya, lebih positif dikatakan Anto dapat menghitung sampai dengan
10, tetapi belum mampu menggunakan kamar mandi sendiri. Isu kedua
adalah pendidikan terpisah bagi anak cacat. Berdasarkan hasil penelitian,
pemisahan anak cacat (terutama anak-anak bermasalah belajar tingkat
ringan dan tingkat sedang) dari temannya yang normal tidak membawa
dampak positif, baik secara akademik maupun sosial.

Anak cacat perlu diberi kesempatan berinteraksi dengan teman


temannya yang normal, karena kelak mereka juga akan tinggal dalam
masyarakat normal, tidak membentuk masyarakat khusus bagi penyandang
cacat. Di samping itu, secara ekonomis, pendidikan terpisah jauh lebih
mahal daripada pendidikan terpadu. Akhirnya, kemajuan bidang teknologi
kependidikan telah memungkinkan guru menangani kelas yang heterogen.
9

Mengatasi kedua masalah tersebut di atas, konsep mainstreaming


yang berkembang sejak tahun 1960-an dianggap sebagai gagasan yang
tepat, yang puncaknya adalah diundangkannya Public Law 94-142 , the
Education for the Handicapped Act, oleh Kongres Amerika Serikat, yang
merupakan peraturan perundangan yang pertama kali tentang PLB di
Amerika serikat. Dengan konsep ini, ALB akan dapat memperoleh layanan
pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhan individualnya, kecuali
kesempatan mengembangkan sikap sosial bersama teman-temannya yang
normal.

Dengan konsep ini, pendidikan luar biasa dipadukan dengan


pendidikan umum, sehingga pendidikan semua anak menjadi tanggung
jawab beberapa profesi terkait, seperti para guru pendidikan luar biasa,
guru kelas, psikolog, psikiater, guru Bimbingan Penyuluhan, tenaga
medis, pekerja sosial, ahli fisioterapi, ahli bina wicara dan lain-lain.
Seorang anak juga mempunyai beberapa alternatif lingkungan
penempatan/lingkungan yang bersifat temporer, misalnya bimbingan
khusus di kelas biasa, bimbingan khusus di luar kelas, kelas khusus,
sampai yang paling berat adalah institusi (sekolah berasrama), dengan
ketentuan bahwa seorang anak berkebutuhan khusus harus ditempatkan
pada the least restrictive environment baginya.

Di sinilah pentingnya program pengajaran individual bagi anak


luar biasa, yang menggambarkan secara pasti kebutuhan khususnya,
misalnya bimbingan sosial seminggu sekali, bina wicara dua kali
seminggu, bimbingan khusus membaca dan menulis, atau fisioterapi
setengah jam sehari. PL 94-142 terus mengalami penyempurnaan dari
tahun ke tahun. Pada tahun 1986, Kongres mengesahkan PL 99-457, the
Individuals with Disabilities Education Act, yang memperluas program
dan layanan khusus bagi anak usia dini. Pada saat itu, beberapa pakar PLB
di Amerika Serikat mulai memperjuangkan layanan pendidikan khusus
secara nklusif, seperti halnya yang diterapkan di negara-negara
Skandinavia. Di negara-negara ini, sudah tidak ada lagi pemisahan antara
10

anak normal dengan anak luar biasa. Inilah yang dikenal dengan inclusion
yang memungkinkan setiap anak memperoleh perlakuan secara individual.

Pada tahun 1994, para Menteri Pendidikan se dunia


mendeklarasikan Salamanca Statement yang mengakui karakteristik
khusus yang dimiliki setiap anak, menjamin hak setiap anak memperolah
pendidikan, merekomendasikan agar sistem pendidikan dirancang untuk
dapat mengakomodasi kebutuhan dan karakteristik anak yang sangat
bervariasi, mendorong layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus secara inklusif di sekolah biasa, dan menegaskan bahwa
pendidikan inklusif merupakan cara paling efektif untuk memerangi sikap
diskriminatif. Setiap negara didorong untuk mengalokasikan anggaran
dengan prioritas penyediaan layanan pendidikan semua anak, apapun
kondisi dan perbedaannya.

Pada tahun 1997, Kongres Amerika Serikat merevisi PL 99-457


dengan fokus pada penanganan sedini mungkin. Anak berkebutuhan
khusus usia 3 – 5 tahun dapat memperolah layanan khusus di rumah, di
pusat-pusat layanan khusus, atau secara inklusif, sebagai persiapan
mengikuti pendidikan secara inklusif di sekolah-sekolah. Tidak hanya
ABK yang memerlukan layanan, tetapi orangtua harus menjadi target
perlakukan bagi ABK.Peraturan perundangan yang juga mengatur layanan
pendidikan bagi ABK di Amerika Serikat disahkan oleh Presiden Bush
pada tahun 2001 dikenal dengan kebijakan No Child Left Behind Act.

Sebenarnya peraturan ini lebih mengatur pentingnya asesmen


dalam pendidikan. Secara bertahap, asesmen akan dikenakan kepada
semua siswa pada setiap jenjang pendidikan untuk setiap mata pelajaran
sampai dengan tahun 2008. Asesmen harus mengukur kemampuan berfikir
tingkat tinggi, hasilnya harus menggambarkan tingkat profisiensi siswa
secara kriteria, bukan hanya secara norma, hasil asesmen disampaikan
kepada orangtua, dan terpenting bagi pendidikan khusus, hasil asesmen
terhadap ABK harus dilaporkan secara tesendiri
11

C. Perkembangan ABK di Indonesia dan Pendidikanya

Catatan statistik kependudukan di suatu wilayah, akan mencatat jumlah


semua anak usia sekolah di wilayah tersebut, tanpa harus membedakan anak
normal atau berkebutuhan khusus. Demikian juga bagi dinas pendidikan suatu
wilayah yang akan memberikan bantuan biaya pendidikan, tidak akan
membedakan siswa normal dan berkebutuhan khusus, mereka hanya membedakan
jenjang dan jenis pendidikan yang memperoleh bantuan biaya pendidikan. Hal ini
berarti klasifikasi anak berkebutuhan khusus dalam permasalahan umum tidak
begitu diperlukan atau kurang berarti, tetapi ada kalanya klasifikasi itu diperlukan.

Indonesia sendiri memang belum punya data yang akurat dan spesifik
tentang berapa banyak jumlah anak berkebutuhan khusus. Menurut Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, jumlah anak berkebutuhan
khusus yang berhasil didata ada sekitar 1,5 juta jiwa.

Namun secara umum, PBB memperkirakan bahwa paling sedikit ada 10


persen anak usia sekolah yang memiliki kebutuhan khusus. Di Indonesia, jumlah
anak usia sekolah, yaitu 5 - 14 tahun, ada sebanyak 42,8 juta jiwa. Jika mengikuti
perkiraan tersebut, maka diperkirakan ada kurang lebih 4,2 juta anak Indonesia
yang berkebutuhan khusus.

Istilah anak dengan kemampuan dan kebutuhan khusus sebagai pengganti


istilah anak cacat. Ini dinilainya manusiawi, tapi di Indonesia belum disepakati.
Karena itu perlu ditetapkan dalam peraturan perundangan agar dapat dimasukkan
sebagai program yang diutamakan di berbagai departemen yang berkaitan.
Masalah anak dengan kebutuhan khusus di bidang kesehatan belum menjadi
prioritas, masih kalah dengan penyakit infeksi dan berbagai keadaan kurang gizi.

Sampai saat ini terjadi keterbatasan dan belum disediakannya fasilitas


khusus seperti jalan yang bisa dilalui kursi roda, jalan yang aman bagi anak
dengan palsi serebral, jalan yang dibuat khusus bagi anak tuna netra hingga bisa
mandiri sampai tujuan. Penggunaan jalan seringkali menyebabkan kesulitan bagi
anak berkebutuhan khusus. Demikian juga fasilitas kesehatan, masih sukar dicapai
para penyandang cacat, di samping petugas kurang tanggap.
12

Menghadapi terjadinya anak berkebutuhan khusus karena penyimpangan


perkembangan otak, langkah yang paling tepat adalah mengenali atau mendeteksi
dini kelainan yang ada, baik oleh penolong persalinan, tenaga kesehatan, serta
masyarakat, terutama orangtua dan keluarganya. Setelah itu, diikuti penanganan
atau intervensi dini, baik secara promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.

Banyak faktor penyebab gangguan pembentukan dan perkembangan otak


anak sejak saat pembuahan, lahir, saat bayi, masa anak sampai remaja. Pada awal
kehamilan terutama minggu kedua sampai keenambelas di saat pembentukan
organ ada berbagai hal yang dapat menyebabkan pembentukan otak tidak
sempurna atau rusak antara lain karena kekurangn gizi dan mikronutrien seperti
iodium, zink, selenium, kekurangan asam folat, obat-obatan teratogenik seperti
obat peluntur haid. Juga obat penenang seperti talidomid, keracunan logam berat
seperti Hg atau Pb (timbal), infeksi intra uterin seperti TORCH dan kekerasan
karena usaha pengguguran dengan pijatan.

Secara uji multivariat, bahan organik pada ibu hamil yang bekerja di
pabrik menunjukkan adanya pengaruh kurang baik terhadap perkembangan
motorik, tingkah laku, perhatian dan hiperaktivitas. Demikian halnya ibu yang
mengalami depresi dalam periode satu tahun pertama dapat mengakibatkan
gangguan perkembangan kognitif sampai umur 18 bulan gangguan tingkah laku,
gangguan perkembangan sosial dan perilaku terutama pada anak laki-laki usia
balita.

Sedang untuk pendidikanya sendiri dalam UNESCO (1994), … Bukan


sistem pendidikan kita yang mempunyai hak atas anak-anak tertentu, tetapi sistem
yang ada dinegara itulah yang harus disesuaiakan agar dapat memenuhi kebutuhan
semua anak. Pernyataan tersebut diungkapakan oleh seorang delegari konferensi
Salamanca, yang dilaporkan pada akhir tahun 1995, sedangkan pernyataan
Salamanca tentang pendidikan Inklusif itu sendiri, dimana salah satu Negara
pesertanya adalah Indonesia menyatakan hal-hal sebagai berikut :
13

1. Hak semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan temporer dan


permanent untuk memperoleh penyesuaian pendidikan agar dapat
mengikuti sekolah.
2. Hak semua anak untuk bersekolah di komunitas rumahnya dalam kelas-
kelas inklusif
3. Hak semua anak untuk ikut serta dalam pendidikan yang berpusat pada
anak yang memenuhi kebutuhan individual
4. Pernyataan dan manfaat bagi mereka semua yang terlibat akan diperoleh
melalui pelaksanaan pendidikan inklusif
5. Hak semua anak untuk ikut serta dalam pendidikan berkualitas yang
bermakna bagi setiap individu.
6. Keyakinan bahwa pendidikan inklusif akan mengarah pada semua
masyarakat inklusif dan akhirnya pada keefektifan biaya.

Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah RI


mengundang-undangkan yang pertama mengenai pendidikan. Mengenai anak-
anak yang mempunyai kelainan fisik atau mental , undang – undang itu
menyebutkan pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus
untuk mereka yang membutuhkan ( pasal 6 ayat 2 ) dan untuk itu anak –anak
tersebut ( pasal 8) yang mengatakan semua anak – anak yang sudah berumur 6
tahun dan 8 tahun berhak dan diwajibkan belajar di sekolah sedikitnya 6 tahun.
Dengan ini berlakunya undang – undang tersebut maka sekolah – sekolah baru
yang khusus bagi anak – anak penyandang cacat termasuk untuk anak tuna daksa
dan tuna laras, sekolah ini disebut sekolah luar biasa.

Mengatasi permasalahan pendidikan bagi anak – anak yang berkebutuhan


khusus,maka telah disediakan berbagai bentuk layanan pedidikan ( sekolah ) bagi
merekapada dasarnya sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus sama dengan
sekolah anak-anak pada umumnya. Namun kondisi dan karekteristik kelainan
anak yang disandang anak yang berkebutuhan khusus, maka sekolah bagi mereka
di rancang secara khusus sesuai dengan jenis dan kareteristik kelainannya.
14

Sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus di bagi menjadi 2 macam


yaitu:

1. Sekolah Luar Biasa ( SLB )

Yaitu sekolah yang dirancang khusus untuk anak-anak berkebutuhan dari


satu jenis kelainan. Di indonesia kita mengenal bermacam- macam SLB,antara
lain :

a. SLB bagian A ( khusus untuk anak tuna netra)


b. SLB bagian B ( khusus untuk anak tuna rungu)
c. SLB bagian C ( khusus untuk anak tuna grahita)
d. SLB bagian D ( khusus untuk anak tuna daksa)
e. SLB bagian E ( khusus untuk anak tuna laras)
f. SLB bagian G ( khusus untuk tuna ganda)

Dalam satu unit SLB biasanya terdapat berbagai jenjang pendidikan mulai
dari SD, SMP, hingga lanjutan.

2. Sekolah Dasar Luar Biasa ( SDLB)

Yaitu bentuk persekolahan (layanan pendidikan) bagi anak berkebutuhan


khusus hanya satu jenjang pendidikam SD. Selain itu siswa SDLB tidak hanya
tetdiri dari satu jenis kelainan saja, tetapi bisa dari berbagai jenis kelainan.
Misalkan dalam satu unit SLDB dapat menerima siswa tuna netra, tuna rungu,
tuna daksa, bahkan siswa autis.

Lokasi SLB atau SDLB di Indonesia antara lain :

a. Provinsi NAD, SLB Banda aceh jl. Sekolah, Labui Ateuk Pahlawan,
Baiturrahman, Banda Aceh 2349 Nangroe Aceh Darussalam
b. Provinsi Sumatra Utara, SLB-C Karya Tulus Yayasan Setia Jl. Palang
Merah no 15 Medan Sumatra Utara
c. Provinsi Sumatra Barat, SLB Negeri II Padang kec. Koto tengah,
Padang Sarai, Padang, Sumatra barat
15

d. Provinsi Riau, SDLB Negeri 041 JL. Letnan Boyak, Bangkinang,


Kampar 28411, Riau
e. Provinsi Jambi, SLB-ABCD Prof.Dr Sri Sudewi Maschun Sofyan, SH
JL. Letnan Suprapto no 35 Talanaipura 36122
f. Provinsi Sumatra Selatan, SLB-C C1 Karya ibu Jl. Sosial km.5, Ario
Kemuning Ilit Timur, Palembang, Sumsel
g. Provinsi Bengkulu, SLB –ABCD Dharma Wanita Jl. Melingkar no.1
Panorama, Cempaka Bengkulu
h. ProvinsiLampung, SLB-C C1 PKK Jl. Letkol Endro Suratmin Sukarame,
Bandar Lampung KP.
i. Provinsi Bangka Belitung, SLB-B C YPAC Jl. R.S. Bhakti Timah no 2
Pangkal Pinang
j. Provinsi DKI Jakarta
(1) SLB-C C1 Asih Budi JL.Patra Kuningan XI, Menteng Dalam, Tebet
Jakarta
(2) SDLB Srengseng sawah Jl. Lenteng AgungRT 11/12 Jagakarsa, Jaksel
(3) SLB-C C1 Sumber Asih Jl. Proklamasi no 79 Jakpus
k. Provinsi Jawa Barat
(1) SLB-ABC Negeri Ciamis Jl. Jendral Sudirman no 191 Ciamis, Jabar
(2) SLB Negeri Cileunyi, Jl. Pandan Wangi Cibubur Indah III Bandung,
Jabar
(3) SLB-A Negeri Pajajaran Jl. Pajajaran no 50 Bandung, Jabar
l. Provinsi Banten, SLB-ABC AL-Khoiriyah. Kampus Al- Khoiriyah
Citangkil, Cindawan, Cilegon, Banten
m. Provinsi Jawa Tengah
(1) SLB – C C1 Widya BhaktiJl. Supriadino 12, Sendang Guo
Pendurugan, Semarang Jateng
(2) SLB-C Yayasan Pembina SLB Jl. A Yani no 374 A Kerten, Lawean,
Surakarta, Jateng
(3) SLB-A YKABJl. Cokroaminoto Jagalan, Surakarta, Jateng
n. Provinsi Jawa Timur
16

(1) SLB-C Pembina Tingkat Nasional Jl. Dr Cipto Gg VIII /32 Lawang
Malang Jatim
(2) SLB-BC Negeri Gendangan Jl. Sadate Km 2, Gendangan, Sidoarjo
Jatim
o. Provinsi DIY
(1) SLB-C Pembina Tingkat Provinsi Jl. Imogiri 224, Mendungan,
Umbulharjo, DIY
(2) SLB-A Yaketunis Jl. Parangtritis no 46 DIY
p. Provinsi Kalimantan Barat, SLB-C Dharma Asih Jl.Komdor Yos
Sudarso, Pontianak, Kalbar
q. Provinsi Kalimantan Selatan, SLB-C Pembina Tingkat Provinsi Jl. A
Yani Km 20 Landasan Ulin. Kotib. Banjar baru Kalsel
r. Provinsi Kalimantan Tengah
(1) SLB-C Negeri Jl. Rta Milono km 2,5 Lamhkai, Pahandut,
Palangkaraya, Kalteng
(2) SLB-A Buntok Jln.Pahlawan no 105 Rt 37 Buntok, Kota dusun
Selatan, Kalteng
s. Provinsi Kalimantan Timur, SLB Pembina Tingkat Provinsi Jl. Padat
karya, Sempija, Samarinda, Kaltim
t. Provinsi Sulawesi Utara, SLB Khatolik St.Anna Tomohon Palatan Ii Jl.
Raya Tomohon,Minahasa KP.95362 Manado, Sulut
u. Provinsi Gorontalo, SDLB Gorontalo Jl. Kenangan, Wumialo, Kota
Utara Gorontalo KP. 961128
v. Provinsi Sulawesi Tengah, SLB Negeri Marawola Jl. Anggerek no 25,
Marawola, Palu, Sulteg
w. Provinsi Sulawesi Selatan, SLB Pembina Tingkat Provinsi Jl. Daeng
Tata, Parang Tambung, Makassar, Sulsel
x. Provinsi Sulawesi Tenggara
(1) SLB-C YPLB. Jl. Babalia Waku, Raha Kotabu, Muna KP. 93614
Sulteng
(2) SLB-ABCD Raha Jl. Bata Laiwuro, Muna, Sulteng
17

y. Provinsi Maluku, SLB Kota Ambon Jl. Sedap Malam Nani Atas, Nania,
Teluk Ambon 97232, Maluku
z. Provinsi Maluku Utara, SDLB Negeri Ternate. Jl. Rambutan, Makassar,
Ternate Utara, Maluku 97224 Maluku Utara
aa. Provinsi Bali
(1) SLN-CYayasan Kerta Wiweka Jl. A.Yani Lumuntang Dauh, Puri
Karya, Denpasar Bali
(2) SDLB Gianjar Jl. Erlangga
bb. Provinsi Nusa Tenggara Barat
(1) SLB Negeri Pembina Jl. Sonokeling, Narmada, Mataram, NTB
(2) SLB-A YPTN Mataram Jl. Peternakan, Salagalas, Mataram, NTB
cc. Provinsi Nusa Tenggara Timur
(1) SDLB Kab.Kupang Jl. Tim-tim no 17-18 Kelapa Lima, Kupang Utara
(2) SLB-A Karya Murni, Cabang Ruteng. Jl. Pelita Tromo pos 801 NTT
dd. Provinsi Papua /Irian Jaya, SLB Negeri Pembina, Waena, Abepura,
Jayapura, Papua

D. Perkembangan Lembaga Pendidikan Calon Guru ABK

Pendidikan calon guru Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan


pendidikan yang diperuntukan bagi mereka yang akan terjun untuk mendidik
anak-anak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Di Indonesia lembaga pendidkan
untuk calon guru Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sudah tergolong banyak
salah satunya Universitas Negeri Malang (UM) yang juga memiliki prodi bagi
clon-calon pendidik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yakni Pendidikan Luar
Biasa (PLB)

Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau PKh adalah jurusan kuliah yang di
dalamnya belajar untuk mengajar kesembilan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Jurusan kuliah ini teman-teman akan mengenal Sembilan macam Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) dan belajar bagaimana mengajar mereka dengan
kekhususan yang mereka punya.
18

Bagi calon guru Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Pendidikan Luar


Biasa (PLB) yang akan belajar terlebih dahulu akan mempelajari 9 kategori Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) yakni:

1. Anak Disabilitas Intelektual (Retardasi Mental), dulu disebut tunagrahita.


Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki intelejensi kurang dari
rata-rata atau dengan IQ di bawah 70.
2. Anak Disabilitas Pengelihatan, dulu disebut tunanetra. Anak dalam
kategori ini adalah anak yang memiliki hambatan dalam pengelihatannya,
baik itu secara keseluruhan (totally blind) maupun sebagian (low vision).
3. Anak Disabilitas Pendengaran, dulu disebut tunarungu. Anak dalam
kategori ini adalah anak yang memiliki hambatan pendengaran baik ringan
maupun berat.
4. Anak Disabilitas Tubuh, dulu disebut tunadaksa. Anak dalam kategori ini
adalah anak yang memiliki kondisi fisik yang menyimpang dari anak pada
umumnya. Kondisi fisik ini dapat terjadi dalam berbagai macam dan dapat
menghambat aktivitas anak.
5. Anak Gangguan Emosi dan Tingkah Laku, dulu disebut tunalaras. Anak
dalam kategori ini adalah anak yang memiliki gangguan emosi dan
penyimpangan tingkah laku berdasarkan sosial, adat, dan hukum.
6. Anak Autis, anak dalam kategori ini adalah anak autis adalah anak yang
mengalami hambatan perkembangan otak yang kompleks dan signifikan
(akan tetap seperti itu jika tidak ditangani) yang mempengaruhi
perkembangan komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku, semua gelaja
autis ini terjadi. Anak autis memiliki ciri yang berbeda dari setiap
individu, sehingga tidak ada ciri-ciri spesifik dalam anak autis.
7. Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH) atau
Attantion Deficit and Hiperactivity Disorder (ADHD), anak dalam
kategori ini adalah anak yang memiliki gangguan pemusatan perhatian dan
memiliki tingkat keaktifan jauh melebihi anak pada umumnya.
8. Anak Kesulitan Belajar, anak dalam kategori ini adalah anak yang
memiliki hambatan dalam belajar karena disfungsi minimum otak.
19

9. Anak Berbakat, anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki
kemampuan akademis atau nonakademis melebihi anak pada umumnya,
biasanya anak-anak ini memiliki IQ di atas 130.

Kesembilan kategori Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di atas memiliki


perbedaan dalam kekhususannya. Antar ketegori Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) memerlukan pelayanan yang berbeda-beda sesuai dengan kekhususannya
masing-masing dalam hal pendidikan. Oleh sebab itu dibutuhkan Guru Pendidikan
Khusus yang sebelumnya berkuliah di Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau
Pendidikan Khusus.

Jadi, yang awal di jurusan ini setidaknya akan mempunyai Sembilan


matakuliah perspektif atau pengantar yang masing-masing matakuliah ini akan
membahas tentang macam-macam ABK secara detail.

Selanjutnya akan mendapatkan matakuliah lanjutan dari kesembilan


macam ABK berupa matakuliah pembelajaran ABK dan matakuliah
kompensatoris, tapi tidak semua macam ABK mempunyai kompensatoris.
Contohnya untuk ABK Disabilitas Pengelihatan teman-teman akan belajar
Perspektif Anak Disabilitas Pendengaran, Pembelajaran Anak Disabilitas
Pendengaran, dan matakuliah kompensatorisnya seperti matakuliah Bahasa Isyarat
(Sistem Komunikasi).

Calon guru ABK juga harus memilih kekhususan yang akan teman-teman
geluti. Misalnya jika ingin konsen dan mendalami pendidikan untuk anak
kesulitan belajar, maka di semester IV atau semester VI (tergantung dari
kampusnya) teman-teman akan memilih kekhususan ini dan konsen memperlajari
tentang anak kesulitan belajar. Di kampus saya, kekhususan ini diambil di
semester VI dan saya memilih konsen dikekhususan anak dengan autisme dan
ADHD.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak-anak yang


tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak lantib dan
berbakat yang dalam perkembangannya, saat ini konsep ketunaan berubah
menjadi berkelainan (exception) atau luar biasa.

Dewasa ini masyarakat lebih memandang Anak Berkebutuhn Khusus


(ABK) sebagai suatu perbedaan. Seperti orang tua melarang anaknya yang normal
untuk bermain dengan Anak Berkebutuhn Khusus (ABK) bahkan cenderung
untuk menghindari sebab mereka hanya melihat masalah yang timbul pada Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK). Meskipun demikian tak banyak juga orang-orang
yang masih peduli dengan keberadaan mereka. Ini bisa dibuktikan melalui adanya
berbagai kegiatan unuk menyamakan hak antara anak-anak usia normal dengan
Anak Berkebutuhn Khusus (ABK) pun sudah banyak dilakukan baik dalam ranah
nasional maupun internasional.

Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,


jumlah anak berkebutuhan khusus yang berhasil didata ada sekitar 1,5 juta jiwa.
Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah RI mengundang-
undangkan yang pertama mengenai pendidikan. Mengenai anak- anak yang
mempunyai kelainan fisik atau mental , undang – undang itu menyebutkan
pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus untuk mereka yang
membutuhkan. Sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus di bagi menjadi 2
macam yaitu SLB dan SDLB

Pendidikan calon guru Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan


pendidikan yang diperuntukan bagi mereka yang akan terjun untuk mendidik
anak-anak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau
PKh adalah jurusan kuliah yang di dalamnya belajar untuk mengajar kesembilan
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

20
21

B. Saran

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) seharusnya mendapatkan hak yang


setara dengan kebutuhan mereka, baik pendidikan, pelayanan dan fasilitas.
Masyarakat hendaknya menerima mereka dengan apa adanya dan memahami
kebutuhan khusus yang mereka punya. Untuk pemerintah hendaknya fasilitas
umum yang mereka butuhkan segera dipenuhi. Sedang untuk para pendidik ABK
hendaknya didik mereka dengan penuh kasih sayang.
Daftar Rujukan

Harnowo, Putro Agus (2013), Jumlah Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia


Diperkirakan 4,2 Juta. detik helth website:https://health.detik.com/read
/2013/07/17/184234/2306161/1301/jumlah-anak-berkebutuhan-khusus-di-
indonesia-diperkirakan-42-juta (online) Diakses pada 26 Agustus 2017

Kompasiana (2012). Perkembangan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus di


Indonesia. website: http://www.kompasiana.com/tanamilmu/
perkembangan-pendidikan-anak- berkebutuhan-khusus-di-indonesia
55107ad1a33311273bba8243 (online) Diakses pada 26 agustus 2017

Madyono, Suhel. 1986. Dasar-Dasar Pendidikan Luar Biasa. Blitar

Purwanto, Heri. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.....


Sunardi (2010). Kurikulum Pendidikan Luar Biasa di Indonesia Dari Masa ke
Masa. Jakarta: Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan Nasioanal.

22
Lampiran Soal

1. Iatilah llain untuk enyebut anak berkebutuhan khusus adalah?


A. Anak difabel
B. Anak lantib
C. Anak menyimpang
D. Anak spesial

2. Masalah psiko sosial yang biasanya dialami anak berkebutuhan khusus


sehingga menyebabkan ia sering dijauhi adalah?
A. Penakut
B. Pelupa
C. Pendiam
D. Agresif

3. Berikut yang merupakna SLB untuk penyandang tuna daksa adalah?


A. SLB C
B. SLB G
C. SLB D
D. SLB B

4. Sekolah untuk anak berkebutuhan khusus yang dapat menerima siswa tuna
netra, tuna rungu, tuna daksa maupun down syndrom dalam satu sekolah
adalah?
A. SLB
B. SDIT
C. SDLB
D. SD /MI

5. Jurusan yang diperuntukan bagi calon pendidik ABK adalah?


A. PKh
B. PLS
C. AP
D. PGSD

6. Berikut adalah anak-anak yang termasuk ABK adalah, kecuali?


A. Anak yang memiliki IQ di bawah 70
B. Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif
C. Anak Retardasi Mental
D. Anak yang memiliki IQ 120

7. Kepedulian masyarakat terhadap penyandang cacat dibagi menjadi 4


periode berikut diantaranya adalah?
A. Pada masa mesir kuno
B. Pada masa Abad Pertengahan
C. Pada masa globalisasi
D. Pada masa pemerintahan belanda

8. Bukti bahwa masyarakat peduli terhadap keberadaan ABK adalah?


A. Adanya pendidikan anak usia dini bagi penyandang cacat

B. Dideklarasikanya salamanca statement

C. Dibentuknya rule of law

D. Dibentuknya declaration of independent

Anda mungkin juga menyukai