Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Perkembangan Peserta Didik dengan judul “Analisis Pendidikan Inklusif”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya


kepada Tutor Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik kami Ibu Danella Cerelia
S.Pd, M.Pd yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Balikpapan, 25 November 2019

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …..………………………………………………………..1


DAFTAR ISI ……………………………………………...………………………2
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ………………………………………...
…………..3
B. RUMUSAN MASALAH ………………………………..…………….
…..4
C. TUJUAN PENULISAN ……………………………………………..……4
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ………………....5
B. PENGERTIAN INKLUSIF ………………………………………………5
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENDIDIKAN INKLUSIF …..……………7
D. IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA ………..8
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN ……………………………………...………………..…12
B. SARAN ………………………………………………….………..……..12
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………
13

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Saat ini diperkirakan sepuluh persen dari populasi anak di dunia adalah anak
berkebutuhan khusus (Dampingi anak, n.d.). Jumlah anak berkebutuhan khusus di
Indonesia pun terus meningkat, meskipun tidak dapat dipastikan. Dinas
Pendidikan Luar Biasa Kementerian Pendidikan Nasional mencatat terdapat
324.000 orang ABK di Indonesia (Pendidikan anak, 3 Maret 2010). Prevalensinya
yang tinggi serta kesadaran masyarakat yang semakin meningkat mengenai isu ini
membuat ABK semakin mendapatkan perhatian. Direktorat Pendidikan Luar
Biasa. Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat istilah anak luar biasa yang
kini disebut sebagai anak berkebutuhan khusus masih disalah tafsirkan, yaitu anak
luar biasa selalu diartikan sebagai anak berkemampuan unggul atau yang
berprestasi yang luar biasa. Padahal pengertian anak luar biasa juga mengacu pada
pengertian yaitu anak yang menglami kelainan atau ketunaan.
Selain masyarakat yang masih keliru dalam menafsirkan pengertian anak
yang luar biasa, faktor penyebab sehingga anak menjadi anak luar biasa dan
karakteristik dari masing-masing jenis anak yang mengalami keluarbisaan. Dalam
dunia pendidikan luar biasa seorang anak diartikan sebagai anak luar biasa jika
anak ersebut membutuhkan perhatian khusus dan layanan pendidikan yang
bersifat khusus oleh guru pendidik atau pembimbing khusus yang berlatar
belakang disiplin ilu pendidikan luar biasa atau disiplin ilmu lainnya yang relevan
dan memiliki sertifikasi kewenangan dalam mengajar, mendidik, membimbing
dan melatih anak luar biasa.4, dalam Mangunsong, 2010).
Selain itu dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan baru-baru ini
pemerintah menciptakan terobosan baru melalui sekolah inklusif. Pengertian
tentang pendidikan inklusif sendiri belum banyak disosialisasikan di Indonesia

3
apalagi tentang bentuk pelaksanaan dan sistem pendidikan tersebut, karena
merupakan suatu hal baru. Konsep sekolah inklusif ini yaitu anak-anak dari
kalangan berkelainan atau berkebutuhan khusus dapat mengikuti kelas biasa,
namun disisi lain merekapun harus mengikuti program khusus sesuai dengan
kebutuhan dan kapasitas mereka.
Oleh karena itu dalam pembahasan kali ini kami akan menjelaskan secara
lebih holistik mengenai pengertian anak ABK, pengertian, tujuan dan manfaat
pendidikan inklusi dan perkembangan serta implementasinya di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat di rumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan ABK?
2. Apa yang dimaksud dengan pendidikan inklusif bagi ABK?
3. Bagaimana tujuan dan manfaat pendidikan inklusif?
4. Bagaimana implementasi pendidikan iklusif di Indonesia?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian ABK
2. Untuk mengetahui pendidikan Inklusif bagi ABK.
3. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat pendidikan Inklusif.
4. Untuk mengetahui perkembangan ABK di Indonesia.
5. Untuk mengetahui implementasi Inklusif di Indonesia.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Pendidikan khusus adalah anak yang secara permanen (individu dengan
hambatan sesori penglihatan, pendengaran, perkembangan intelektual, fisik dan
motorik, emosi dan perilaku, individu berbakat, tunaganda, individu berkesulitan
belajar individu dengan autisme dan individu dengan hambatan konsenterasi dan
perhatian) atau temporer (kondisi sosial-emosi, ekonomi dan politik) selama
jenjang sekolah mereka memerlukan penanganan pendidikan khusus dari pihak
guru, institusi, dan/atau sistem sebagai akibat kelainan mereka baik secara fisik,
mental, atau gabungannya, atau kondisi emosi, atau karena alasan situasi yang
kurang menguntungkan.

B. PENGERTIAN INKLUSIF
Istilah inklusif yang dianggap istilah baru untuk mendiskripsikan penyatuan
bagi anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program-
program sekolah (dan juga diartikan sebagai menyatukan anak-anak berkelainan
(penyandang hambatan/cacat) dengan cara-cara yang realistis dan komprehensif
dalam kehidupan pendidikan yang menyeluruh.
Pendidikan inklusif merupakan sebuah pendekatan yang berusaha
mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang
dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan.
Pendidikan inklusif merupakan model penyelenggaraan program pendidikan bagi
anak berkelainan atau cacat dimana penyelenggaraannya dipadukan bersama anak

5
normal dan tempatnya di sekolah umum dengan menggunakan kurikulum yang
berlaku di lembaga bersangkutan.
Pada hakekatnya pendidikan inklusif tidaklah hanya sebatas untuk memberi
kesempatan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, untuk menikmati pendidikan
yang sama, namun hak berpendidikan juga untuk anak-anak lain yang kurang
beruntung, misalnya anak dengan HIV/AIDS, anak-anak jalananan, anak yang
tidak mampu (fakir-miskin), anak-anak korban perkosaan, korban perang dan
lainnya, tanpa melihat agama, ras dan bahasanya. Konsep pendidikan inklusif
memiliki lebih banyak kesamaan dengan konsep yang melandasi gerakan
‘Pendidikan untuk Semua’ dan ‘Peningkatan mutu sekolah’. Namun kebijakan
dan praktek inklusi anak berkebutuhan khusus (penyandang cacat) telah menjadi
katalisator utama untuk mengembangkan pendidikan inklusif yang efektif, yang
fleksibel dan tangap terhadap keanekaragaman gaya dan kecepatan belajar.
“Pendidikan inklusif merupakan perkembangan pelayanan  pendidikan
terkini dari model pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, dimana prinsip
mendasar dari pendidikan inklusif, selama  memungkinkan, semua anak atau
peserta didik seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan
ataupun perbedaan yang  mungkin ada pada mereka.” (pernyataan
Salamanca,1994)
“Inklusi itu masa depan, milik ras manusia, hak asasi manusia,  pengupayaan
agar bisa hidup berdampingan satu sama lain,  bukanlah sesuatu hal yang harus
dilakukan kepada seseorang atau  untuk seseorang, dilakukan bersama bagi satu
sama lain, bukanlah sesuatu yang kita lakukan sedikit saja”. (Marsha Forest, 2005:
19).
Adapun  pendidikan inklusif mempunyai pengertian yang beragam.
Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah
sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini
menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang
dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah
inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari

6
kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun
anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENDIDIKAN INKLUSIF


Tujuan Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang
mengikut-sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak
sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya.
Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan
penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun
sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik.
Manfaat pendidikan inklusif adalah :
1. Membangun kesadaran dan konsensus pentingnya pendidikan inklusif
sekaligus menghilangkan sikap dan nilai yang diskriminatif.
2. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis
situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi semua anak pada setiap
distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah.
3. Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan
masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran.
4. Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring
mutu pendidikan bagi semua anak.
Hal-hal yang harus diperhatikan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif :
1. Sekolah harus menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah, menerima
keaneka-ragaman dan menghargai perbedaan.
2. Sekolah harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan menerapkan
kurikulum dan pembelajaran yang bersifat individual
3. Guru harus menerapkan pembelajaran yang interaktif.
4. Guru dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain
dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
5. Guru dituntut melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses
pendidikan.

7
D. IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
Indonesia Menuju Pendidikan inklusi Secara formal dideklarasikan pada
tanggal 11 agustus 2004 di Bandung, dengan harapan dapat menggalang sekolah
reguler untuk mempersiapkan pendidikan bagi semua anak termasuk penyandang
cacat anak. Setiap penyandang cacat berhak memperolah pendidikan pada semua
sektor, jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 6 ayat 1). Setiap penyandang
cacat memiliki hak yang sama untuk menumbuh kembangkan bakat, kemampuan
dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan
keluarga dan masyarakat (Pasal 6 ayat 6 UU RI No. 4 tahun 1997 tentang
penyandang cacat).
Sejak tahun 2001, pemerintah mulai uji coba perintisan sekolah inklusi
seperti di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 12 sekolah didaerah
Gunung Kidul dan di Provinsi daerah Khusus Ibukota Jogyakarta dengan 35
sekolah. Pada sekolah sekolah reguler yang dijadikan perintis itu memang
diuntukkan anak-anak lambat belajar dan anak-anak sulit belajar sehingga perlu
mendapat pelayanan khusus. Karena masih dalam tahap rintisan sampai sekarang
belum ada informasi yang berarti dari sekolah-sekolah tersebut.
Di Indonesia telah dilakukan Uji coba dibeberapa daerah sejak tahun 2001,
secara formal pendidikan inklusi dideklarasikan di Bandung tahun 2004 dengan
beberapa sekolah reguler yang mempersiapkan diri untuk implementasi
pendidikan inklusi. Awal tahun 2006 ini tidak ada tanda-tanda untuk itu,
informasi tentang pendidikan inklusi tidak muncul kepada publik, isu ini
tenggelam ketika isu menarik lainnya seperti biaya operasional sekolah, sistem
SKS SMA dan lain-lain.
Lingkup Pengembangan Kurikulum
Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah reguler
(kurikulum nasional) yang dimodofikasi (diimprovisasi) sesuai dengan tahap

8
perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan
karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya.
Modifikasi kurikulum dilakukan terhadap:
1. Alokasi waktu,
2. Isi/materi kurikulum,
3. Proses belajar-mengajar,
4. Sarana prasarana,
5. lingkungan belajar, dan
6. Pengelolaan kelas. 

Pengembang Kurikulum
Modifikasi/pengembangan kurikulum pendidikan inklusi dapat dilakukan
oleh Tim Pengembang Kurikulum yang terdiri atas guru-guru yang mengajar di
kelas inklusi bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait, terutama guru
pembimbing khusus (guru Pendidikan Luar Biasa) yang sudah berpengalaman
mengajar di Sekolah Luar Biasa, dan ahli Pendidikan Luar Biasa
(Orthopaedagog), yang dipimpin oleh Kepala Sekolah Dasar Inklusi (Kepala SD
Inklusi) dan sudah dikoordinir oleh Dinas Pendidikan.
A. Pelaksanaan Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum dilaksanakan dengan:
1. Modifikasi alokasi waktu
2. Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan mengacu pada kecepatan
belajar siswa. Misalnya materi pelajaran (pokok bahasan) tertentu
dalam kurikulum reguler (Kurikulum Sekolah Dasar) diperkirakan
alokasi waktunya selama 6 jam.
3. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas
normal (anak berbakat) dapat dimodifikasi menjadi 4 jam.
4. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif
normal dapat dimodifikasi menjadi sekitar 8 jam;
5. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah
normal (anak lamban belajar) dapat dimodifikasi menjadi 10 jam, atau

9
lebih; dan untuk anak tunagrahita menjadi 18 jam, atau lebih; dan
seterusnya.
 
B. Modifikasi isi/materi
1. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas
normal, materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat digemukkan
(diperluas dan diperdalam) dan/atau ditambah materi baru yang tidak
ada di dalam kurikulum sekolah reguler, tetapi materi tersebut dianggap
penting untuk anak berbakat.
2. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif
normal materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat tetap
dipertahankan, atau tingkat kesulitannya diturunkan sedikit.
3. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah
normal (anak lamban belajar/tunagrahita) materi dalam kurikulum
sekolah reguler dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitannya
seperlunya, atau bahkan dihilangkan bagian tertentu.
 
C. Modifikasi proses belajar-mengajar
1. Mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi, yang meliputi analisis,
sintesis, evaluasi, dan problem solving, untuk anak berkebutuhan
khusus yang memiliki inteligensi di atas normal;
2. Menggunakan pendekatan student centerred, yang menenkankan
perbedaan individual setiap anak;
3. Lebih terbuka (divergent);
4. Memberikan kesempatan mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa di
dalam kelas heterogen, sehingga mungkin ada anak yang saling
bergerak kesana-kemari, dari satu kelompok ke kelompok lain.
5. Menerapkan pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang dengan
pendekatan pembelajaran kooperatif. Melalui pendekatan pembelajaran
kompetitif anak dirangsang untuk berprestasi setinggi mungkin dengan
cara berkompetisi secara fair. Melalui kompetisi, anak akan berusaha

10
seoptimal mungkin untuk berprestasi yang terbaik, “aku-lah sang
juara”.
Namun, dengan pendekatan pembelajaran kompetitif ini, ada dampak
negatifnya, yakni mungkin “ego”-nya akan berkembang kurang baik. Anak dapat
menjadi egois.Untuk menghindari hal ini, maka pendekatan pembelajaran
kompetitif ini perlu diimbangi dengan pendekatan pembelajaran kooperatif.
Melalui pendekatan pembelajaran kooperatif, setiap anak dikembangkan
jiwa kerjasama dan kebersamaannya. Mereka diberi tugas dalam kelompok, secara
bersama mengerjakan tugas dan mendiskusikannya. Penekanannya adalah
kerjasama dalam kelompok, dan kerjasama dalam kelompok ini yang dinilai.
Dengan cara ini sosialisasi anak dan jiwa kerjasama serta saling tolong menolong
akan berkembang dengan baik.
Disesuaikan dengan berbagai tipe belajar siswa (ada yang bertipe visual; ada
yang bertipe auditoris; ada pula yang bertipe kinestetis).
Tipe visual, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera
penglihatan. Tipe auditoris, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera
pendengaran. Tipe kinestetis, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui
indera perabaan/gerakan. Guru hendaknya tidak monoton dalam mengajar
sehingga hanya akan menguntungkan anak yang memiliki tipe belajar tertentu
saja.

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami gangguan yang
signifikan baik aspek psikis, sosial, emosional, dan indrawi yang menghambat
proses pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut, sehingga membutuhkan
layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaaan mereka.
Pendidikan Inklusif muncul sebagai suatu layanan pendidika program pemerintah
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dimana penyelenggaraannya
dengan cara memadukan anak-anak yang berkelainan atau berkebutuhan khusus
bersama anak normal lainnya, menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga
yang bersangkutan.
Tujuan pendidikan inklusif yaitu agar semua anak mendapatkan hak
pendidikan dan  kedudukan yang sama tak terkecuali bagi mereka yang
berkebutuhan khusus. Sekolah reguler yang berorientasi inklusi ini merupakan
alat untuk memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah,
mencapai pendidikan bagi semua, sehingga akan memberikan pendidikan yang
efektif kepada mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi karena akan
menurunkan biaya bagi seluruh sistem pendidikan.

B. SARAN
Penyelenggaraan sekolah inklusif harus terus dikembangkan demi
memberikan ruang gerak, ruang belajar tertutama bagi anak-anak yang
berkebutuhan khusus agar mereka tidak dipandang sebelah mata lagi. Untuk itu
pemerintah harus memperhatikan betul, apa saja kebutuhan mereka, baik dari

12
sarana dan prasana maupun guru pembimbing untuk mereka. Saya berharap
sekali  pemerintah beserta para kaum pemerhati pendidikan untuk terus
memberikan yang terbaik bagi dunia pendidikan tanpa membedakan siswa yang
normal maupun siswa berkebutuhan khusus.

DAFTAR PUSTAKA

Budiman. Anak “Berkebutuhan Khusus” (14 Pebruari 2016)

http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Anak_berkebutuhan_khusus.html.

Dewi, setiani. “ Layanan Bimbingan bagi Anak Bekebutuhan Khusus” (14

pebruari 2016) http://google.com/index.pdf?tittel=Layanan Bimbingan bagi Anak


Berkebutuhan

Hadis Abdul.2006.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik.Bandung;

Alfabeta.

Khusus di Sekolah Dasar Wilayah Kota Bandung Tesis Program BP-BAK PPs

UPI Tahun 2003.html.

Mulyadi, Kiki. “Penerapan Pendidikan Inkulsi Di Indonesia” (14 pebruari 2016)

13

Anda mungkin juga menyukai