Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENDIDIKAN ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)
Dosen Pengampu : Oktawini Offiani M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok 1 :

1. Fajriatul Islamiyah
2. Tiara Juliani Putri

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


DARUL ULUM SAROLANGUN
TAHUN AKADEMIK
2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi penulis kesempatan
serta kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai
dengan waktu yang di tentukan. Tanpa pertolongan-Nya tentunya penulis
tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di dunia dan akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehat-Nya, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah ini dengan judul “Pengertian ABK, faktor penyebab
ABK, dan latar belakang pendidikan ABK”.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada ibu Oktawini
Offiani M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah pendidikan ABK.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca makalah ini, agar makalah ini nantinya bisa menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Demikian makalah ini dibuat semoga bisa bermanfaat
bagi kita semua pembaca. Apabila ada kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh.

Sarolangun, 29 September 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..........................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................1
C. TUJUAN...............................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................................2
A. KONSEP ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS...............................................2
B. MEMAHAMI KARAKTERISTIK ABK...........................................................5
C. FAKTOR PENYEBAB ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS........................6
1. Faktor penyebab internal................................................................................7
2. Faktor penyebab eksternal..............................................................................7
3. Penyebab ditinjau dari waktu terjadinya gangguan.....................................7
D. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN BAGI ABK...........................................9
BAB III...........................................................................................................................13
PENUTUP.......................................................................................................................13
KESIMPULAN...........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sebagai makhluk beragama akan yakin bahwa anak berkebutuhan
khusus lahir ke dunia di samping sudah menjadi takdir Yang Maha Kuasa,
tetapi sebagai manusia yang berkecimpung di dunia keilmuan perlu mengkaji,
dan mengidentifikasi mengapa hal itu bisa terjadi. Karena di samping takdir
bisa juga karena ada faktor-faktor tertentu yang menjadi penyebabnya.
Mengkaji penyebab anak mengalami kelainan, dan ditambah dengan hasil-
hasil real penelitian keilmuan dilapangan, juga upaya-upaya yang terus di
lakukan oleh para pelaku pendidikan dan ahli medis, akan lebih mencermati
untuk mencari solusi menuju ke arah kesembuhan, atau setidaknya
mengupayakan optimalisasi perkembangannya agar mereka dapat hidup
mandiri, dan termotivasi untuk dalam mengembangkan kemampuannya
sebagai anggota masyarakat yang produktif.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian ABK?
2. Apa karakteristik ABK?
3. Apa saja faktor penyebab ABK?
4. Apa latar belakang pendidikan bagi ABK?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu ABK.
2. Untuk mengetahui karakteristik ABK.
3. Untuk mengetahui apa saja faktor penyebab ABK,
4. Untuk mengetahui apa latar belakang pendidikan bagi ABK.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin
keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara
memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu
kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki
perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945
pasal 31 (1). Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum
mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya
segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis
dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki
oleh siswa. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para
siswa untuk dapat belajar menghormati realitas keberagaman dan masyarakat.
Seiring dengan berkembangnya tuntutan kelompok difabel dalam
menyuarakan hak-haknya, maka kemudian muncul konsep pendidikan
inklusi. Salah satu kesepakatan Internasional yang mendorong terwujudnya
sistem pendidikan inklusi adalah Convention on the Rights of Person with
Disabilities and Optional Protocol yang disahkan pada maret 2007. Pada pasal
24 dalam konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk
menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan pendidikan.
Adapun salah satu tujuannya adalah untuk mendorong terwujudnya
partisipasi penuh difabel dalam kehidupan masyarakat. Namun dalam
prakteknya sistem pendidikan inklusi di Indonesia masih menyisakan
persoalan tarik ulur antara pihak pemerintah dan praktisi pendidikan, dalam
hal ini para guru.1
Anak berkebutuhan khusus merupakan amanah Allah SWT yang harus
diperhatikan oleh penyelenggara pendidikan terutama pada satuan pendidik
anak usia dini dan pemerintah. Peran pendidik pada lembaga usia dini sangat

1
Zaitun,pendidikan anak berkebutuhan khusus, Kreasi edukasi, pekan baru 2017, Hlm 36-37.

2
diperlukan, untuk itu diperlukan pemahaman yang sangat mendalam dalam
proses pembelajaran usia dini terutama bagi anak berkebutuhan khusus.
Terutama dalam pemberian layanan pembelajaran, metode, pendekatan,
strategi dan langkah-langkah pembelajaran yang efektif, produktif dan
menyenangkan.
Anak berkebutuhan khusus menurut Heward adalah anak dengan
karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu
menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosional atau fisik. Yang
termasuk kedalam ABK antara lain tunanetra, tunarunggu, tunagrahita,
tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat,
anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus
adalah anak luar biasa dan anak cacat.
Anak berkebutuhan khusus disebut juga dengan anak luar biasa,
didefenisikan sebagai anak-anak yang berbeda dari anak-anak biasa dalam hal
ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, komunikasi, tingkah laku sosial,
ataupun ciri-ciri fisik. Perbedaan ini telah mencapai tahap di mana anak-anak
memerlukan modifikasi dalam aktifitas-aktifitas di sekolah ataupun pelayanan
pendidikan khusus agar mereka mampu untuk berkembang dengan kapasitas
maksimal.2
Menurut Kirk (1989), anak-anak hanya dianggap sebagai anak-anak luar
biasa apabila memiliki kebutuhan untuk menyesuaikan program pendidikan.
Ini akibat dari keadaan mereka tersebut menyebabkan mereka tidak dapat
menerima pelajaran dengan cara biasa, dan menempatkan mereka dalam
barisan depan kelas hanya akan membuat mereka bosan. Ini juga
menunjukkan bahwa anak-anak dengan IQ yang tinggi (gifted) juga tergolong
anak-anak luar biasa.3
Anak berkebutuhan khusus (a child special need) meruapakan anak yang
terlahir ataupun tumbuh dan berkembang dengan berbagai kekurangan, baik

2
Ibid hlm 37
3
Jamila K.A., Muhammad, 2008, Special Education for special children (Panduan Pendidikan
Khusus Anak-anak dengan ketunaan dan learning disabilities, cet.I (Jakarta:Hikmah), h.36-37

3
fisik, mental maupun intelegensi4 Salah satu kelompok yang paling
tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat.
Masyarakat awam sering kali beranggapan bahwa anak-anak berkebutuhan
khusus terbatas pada anakanak yang memiliki cacat fisik sehingga dianggap
sebagai suatu hal yang biasa karena mudah untuk dilihat dan dilakukan
diagnosis. Pada kenyataannya, anak-anak berkebutuhan khusus terutama
dengan kesulitan sering kali tersembunyi diantara anak-anak lainnya dan
sangat sulit untuk dilakukan diagnosa.
Suran dan Rizzo dalam mangunsong mendefenisikan bahwa anak yang
memiliki kebutuhan khusus sebagai anak yang secara signifikan berbeda
dalam berbagai dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka
yang secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai
tujuan-tujuan/kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputi mereka
yang tuli, buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental,
gangguan emosional. Juga anak yang berbakat dengan intelegensi tinggi,
dapat dikategorikan sebagai anak khusus/luar biasa karena memerlukan
penanganan terlatih dan tenaga profesional.
Mangunsong juga mendefenisikan anak yang tergolong luar biasa atau
berkebutuhan khusus sebagai anak yang menyimpang dari rata-rata anak
normal dalam hal:ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik,
dan neuromuscular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan
berkomunikasi, maupun kombinasindua atau tiga dari hal-hal diatas; sejauh ia
memerlukan modifikasi dari tugas-tugas sekolah, metode belajar atau
pelayanan terkait lainnya, yang ditujukan untuk mengembangkan potensi atau
kapasitasnya secara maksimal5
Adapun ciri-ciri anak yang mengalami gangguan perkembangan sebagai
berikut:6

4
Hamzah B.Uno dan Masri Kuadrat, 2009, Mengelola kecerdasan dalam pembelajaran:sebuah
konsep pembelajaran berbasis kecerdasan, cet, I (jakarta: Bumi Aksara), h.2
5
Mangunsong F, 2009, Psikologi dan Pendidikan anak berkebutuhan khusus, Jilid I ( Depok:
Lembaga sarana pengukuran dan pendidikan psikologi UI), h.4
6
Ratih Zimmer Gandasetiawan, 2011, Mendesain karakter anak melalui sensimotor, cet.2,
(Jakarta: Gunung Mulia), h.56

4
1. Terlalu pasif
2. Terlalu cengeng
3. Untuk digendong, karena badannya terlalu kaku dan bayi sering
membuang badannya ke belakang
4. Sering muntah
5. Menangis bila tengkurap .
6. Jari jempol selalu masuk dalam genggaman
7. Bayi sudah berusia lebih dari empat bulan, tetapi tidak dapat
mengangkat kepala sendiri saat tengkurap, sulit untuk berguling
8. Menangis bila diayun
9. Sulit menelan makanan
10. Tidak mampu memperoses makanan yang berada dimulut karena
langsung ditelan oleh bayi sehingga selalu harus mengkonsumsi
makanan lembut
11. Senang menyimpan makanan dimulut dalam waktu yang cukup lama
12. Tidak mengoceh juga terlihat tidak ceria.

B. MEMAHAMI KARAKTERISTIK ABK


Anak berkebutuhan khusus terbagi dua, yakni:
1. Potensi CIBI; (a) cerdas istimewa, (b) bakat istimewa-berhak
mendapatkan pendidikan khusus.
a. Cerdas istimewa
Fisik : (mungkin) tidak ada
Perilaku : berfikir cepat, kreatif, mandiri, tanggung jawab
terhadap tugas, prestasinya mengangumkan, atau
memiliki bakat yang menonjol.
Keluhan : Sering merasa tidak puas
b. Berbakat (CIBI)
Seseorng disebut istimewa dan/atau bakat istimewa apabila setelah
diukur dengan menggunakan tes kecerdasan baku menghasilkan
skor IQ di atas 110 (superior, gifted, talentet), kreatifitas dan task

5
commitment di atas rata-rata. Seseorang disebut memiliki bakat
istimewa, apabila bakat tersebut sangat menonjol dalam bidang
akademik tertentu, olahraga, seni dan/atau kepemimpinan melebihi
tingkat perkembangan usia teman sebaya.

2. Berkelainan: (1) fisik, (2) mental-intelektual, (3) emosi dan sosial-


berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Menurut Kauffman dan Hallahan, anak berkebutuhan khusus yang
paling banyak mendapat perhatian guru, antara lain sebagai berikut:
a. Tunagrahita (mental reterdation) atau disebut sebagai anak
dengan rendahnya perkembangan (child with development
impairment)
b. Kesulitan belajar (learning disabbilities atau anak yang
berpotensi rendah (specific learning disability)
c. Hyperactive (attention deficit disorder with hyperactive)
d. Tunalaras (emotional or behavioral disorder)
e. Tunarungu wicara (communication disorder and deafness)
f. Tunanetra (partially seing and legal blind)
g. Anak autistik (autistic children)
h. Tunadaksa (physical disability)
i. Tunaganda (double handicapped)
j. Anak berbakat ( giftedness and special talents)7

C. FAKTOR PENYEBAB ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Tidak ada faktor penyebab tunggal yang mengakibatkan anak
berkebutuhan khusus. Berbagai macam penyebab kelainan yang
mengakibatkan terjadinya penyimpangan atau kelainan sehingga mereka
dikelompokkan menjadi anak luar biasa (ALB).

7
Mukhtar Latif dkk, 2014, Orientasi Baru Pendidikan anak usia dini:Teori dan Aplikasi, (Jakarta:
Kencana Prendamedia Group), h. 284

6
1. Faktor penyebab internal
Penyebab faktor internal adalah berbagai penyebab yang terjadi
berasal dari dalam diri anak itu sendiri. Misalnya anak dilahirkan dengan
membawa kecacatan / kelainan atau penyimpangan.

2. Faktor penyebab eksternal


Penyebab faktor eksternal adalah berbagai penyebab yang terjadi
diluar diri anak itu sendiri, misalnya terjatuh atau pengaruh lingkungan
yang kurang menunjang.

3. Penyebab ditinjau dari waktu terjadinya gangguan

a. Faktor penyebab yang terjadi saat prenatal (dalam kandungan),


meliputi segala penyebab yang terjadi pada saat sebelum dilahirkan
(dalam kandungan ibu), sebab-sebab yang terjadi pada saat prenatal
meliputi:
a) Anoxia (kekurangan oxigen).
Pada tri semester pertama bayi sangat sensitif terhadap
kekurangan okxigen, yang sangat berpengaruh terhadap peredaran
darah pada janin. Gangguan ini terjadi diakibatkan karena
terjadinya pendarahan (blooding), lilitan placenta pada saluran
nafas, dan tekanan yang terjadi saat ibu terjatuh saat kehamilan.

b) Maternal infection diseases


Yaitu infeksi yang terjadi akibat penyakit atau kelainan
yang dialami ibu disaat hamil, misalnya Campak (Rubella), Infeksi
akibat toxoplasma8

8
Zaitun,pendidikan anak berkebutuhan khusus, Kreasi edukasi, pekan baru 2017,hlm 44

7
b. Faktor penyebab yang terjadi saat natal
Meliputi segala penyebab yang terjadi pada saat lahir atau partus
seperti: Anoxia atau asphyxia yaitu kekurangan oksigen pada saat lahir,
akibat dari tali pusat yang melilit, pinggul ibu yang sempit, Kesalahan
obat, disaat ibu hamil menggunakan obatobatan dengan dosis yang
tinggi sehingga akan menimbulkan proses pernafasan, suhu badan
menurun, yang berakibat kerusakan otak pada sang bayi, dan trauma.
Hal ini terjadi akibat partus yang sulit misalnya : Kepala yang melebihi
proporsi atau ukuran kepala yang lebih besar, Penggunaan vacum
extractic, Waktu partus terlalu lama, bayi terhenti di cervic, Letak bayi
sunsang, Perubahan yang mendadak pada kelahiran caesar,
Prematuritis, kelahiran yang tidak cukup waktu dan berat badan,
meningritis purulenta, peradangan yang terjadi pada saat selaput otak
yang menimbulkan perlengketan dan rusaknya sel otak.

c. Faktor penyebab yang terjadi saat postnatal


Meliputi segala penyebab yang terjadi setelah lahir sampai dengan
usia 3 tahun. Sebab terjadinya kelainan pada saat postnatal meliputi :
a) Trauma (terjadi kecelakaan, geger otak/brain damage).
b) Infeksi pada otak misal, meningitis (sekaput otak), encephalitis
(sel-sel otak), meningoencephalitis.
c) Neoplasma misalnya tumor dan kanker otak.
d) Intoxikasi (keracunan makanan dan obat-obatan)
e) Anoxia, asphyxia
f) Gangguan pembuluh darah ke otak.9
D. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN BAGI ABK

Anak berkebutuhan khusus (ABK) dianggap berbeda dari kebanyakan


anak yang cenderung memiliki kemampuan rata-rata dalam cara tertentu.

9
Zaitun,pendidikan anak berkebutuhan khusus, Kreasi edukasi, pekan baru 2017, hlm 45-46

8
Pengkategorian ABK dibagi menjadi dua, yaitu kategori high incidence, yaitu
kelainan yang memiliki frekuensi tinggi dan jumlahnya paling banyak, dan
kategori low incidence, yaitu kelainan yang lebih jarang terjadi. ABK yang
termasuk pada kategori high incidence adalah anak-anak yang menderita
kesulitan belajar, kelainan bahasa, gangguan emosi, dan gangguan intelektual
ringan,sedangkan ABK pada kategori low incidence adalah anak-anak yang
menderita penglihatan rendah atau kebutaan, tuli, kebutaan dan tuli, dan
ketidakmampuan intelektual yang parah. Dalam dinamikadunia pendidikan,
perlu disadari bahwa tidak semua anak memiliki kemampuan yang sama,
namun terdapat pula anak-anak dengan kebutuhan khusus. Tidak hanya bicara
soal kemampuan, ABK juga dapat memiliki gangguan belajar.
Pendidikan khusus adalah pendidikan yang disesuaikan dengan
kemampuan ABK sehingga anak tersebut bisa mendapatkan haknya akan
pendidikan. Pendidikan yang relevan bagi anak normal dapat dikatakan
berbeda dengan pendidikan yang relevan bagi ABK. Hal ini dikarenakan
ABK membutuhkan instruksi yang berbeda dari yang umumnya anak normal
perlukan. Dalam aspek pendidikan, ABK adalah anak-anak yang
membutuhkan pendidikan dan pelayanan khusus dalam mengembangkan
potensi yang mereka miliki secara optimal. Anak-anak seperti ini
membutuhkan pendidikan khusus karena mereka dianggap berbeda dari
kebanyakan anak dalam beberapa cara, yaitu mereka memiliki kekurangan
intelektual, kekurangan dalam belajar atau atensi,kelainan emosional atau
perilaku, ketidakmampuan fisik, kelainan dalam berkomunikasi, autisme,
cidera otak traumatis, gangguan pendengaran, ataumemiliki bakat khusus.
Terkadang kurangnya kemampuan anak tidak pernah teridentifikasi,
dankonsekuensi bagi orang-orang terdekatnya atau bahkan orang-orang
sekitarnyaakan sangat disayangkan. Terkadang ABK dapat teridentifikasi
masalahnya,namun pendidikan khusus tidak tersedia sehingga menyebabkan
kesempatanuntuk perkembangan ABK ini menjadi sia-sia. Walaupun
identifikasi awal danintervensi dapat sangat membantu sebagai pencegahan

9
untuk resiko yang lebih besar kedepannya, aksi pencegahan ini juga kadang
tidak dilakukan.
Pada tanggal 5 Oktober 2009, Kementerian Pendidikan Nasional
(Kemdiknas, sekarang Kementrian Pendidikan dan Budaya, Kemdikbud)
mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 70 tahun 2009
tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif bagi peserta didik yang
memiliki kelainan dan yang memiliki kecerdasan atau bakat istimewa. 10
Tahun 2008, jumlah sekolah inklusif secara nasional dari SD hingga SMA
hanya 254 sekolah, namun pada tahun 2014 jumlahnya meningkat signifikan
menjadi sebanyak 2.430 sekolah formal yang ikut berpartisipasi
menyelenggarakan pendidikan inklusif11
Hingga kini, masih banyak kekurangan dalam pelayanan
pendidikan ABK. Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus Layanan Khusus
(PKLK) Dirjen Pendidikan Dasar Kemdikbud, mengatakan bahwa 184.000
ABK diIndonesia belum menikmati pendidikan layaknya anak dengan
kondisi mental dan fisik normal. juga menyatakan bahwa dari total 300.000
ABK, baru 116.000 ABK yang tertangani dan masuk dalam pendidikan
inklusif, dan sisanya masih di bawah asuhan orang tua masing-masing. Selain
kekurangan dari pemerintah dalam melayani pendidikan ABK, pola pikir
orang tua yang yang merasa minder dengan anaknya yang berkebutuhan
khusus juga menghambat terpenuhinya hak ABK dalam menikmati
pendidikan. Rasa minder yang dialami orang tua ini menyebabkan adanya
ABK ini disembunyikan oleh orang tuanyakarena mereka merasa malu
dengan keadaan anaknya yang tidak sama seperti anak-anak normal, Pola
pikir seperti inilah yang seharusnya dihilangkan agar tercipta kemajuan untuk
pendidikan ABK.
Kurangnya pendidikan untuk ABK dapat menyebabkan ABK menjadi
penyebab bertambahnya angka pengangguran di Indonesia. Menurut
dataorganisasi buruh internasional (ILO) tahun 2013, dari 24 juta penyandang

10
Mudjito dalam Kemdikbud: Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Rendah 2014.
11
Ibid

10
disabilitas di Indonesia, baru sebesar 11 juta penyandang disabilitas yang
memiliki pekerjaan. Hal ini dikarenakan kesempatan kerja bagi penyandang
disabilitas disesuaikan dengan jenis dan derajat disabilitas, pendidikan, dan
kemampuannya. Apabila pendidikan dan kemampuan dari ABK tidak
dioptimalkan, maka kesempatan mereka dalam mendapatkan pekerjaan ketika
mereka sudah dewasa akan mengecil.
Masalah yang juga banyak terjadi pada ABK di Indonesia adalah
prosesidentifikasi ABK masih lemah. Di Indonesia telah tersedia sekolah
yang melayani pendidikan khusus. Pendidikan khusus tersebut disajikan
dalam bentuk sekolah disintegrasi atau biasa disebut sekolah luar biasa (SLB)
dan sekolah inklusi. Di Indonesia layanan untuk ABK pada kategori high
incidence dengan kesulitan belajar masih kurang perhatian. Padahal
kenyataannya anak-anak yang memiliki kesulitan belajar memiliki prevelansi
terbesar dari ABK yaitu sebesar 43,6%. Kurangnya perhatian bagi ABK
dengan masalah kesulitan belajar ini menyebabkan tidak terdeteksinya
masalah tersebut pada anak sehingga tidak ada penanganan yang tepat bagi
anak-anak dengan kesulitan belajar ini.
Hingga kini anak-anak yang terdeteksi dengan masalah kesulitan belajar
direkomendasikan untuk masuk ke sekolah inklusi, yaitu sebuah sekolah yang
mendidik ABK bersamaan dengan anak-anak normal lainnya, tanpa ada
perbedaan pelayanan terhadap anak normal dan ABK. Syarat untuk masuk
kesekolah inklusi di Indonesia adalah, ABK yang mau masuk ke sekolah
inklusi harus memiliki IQ yang setara dengan anak normal. Kekurangan pada
sekolah inklusi di Indonesia adalah tenaga pengajar khusus untuk ABK di
sekolah inklusi masih minim atau bahkan dapat dikatakan tidak ada. Tidak
adanya tenaga kerja yang mengerti mengenai penanganan ABK dengan
masalah kesulitan belajar ini menyebabkan masalah belajar pada ABK ini
tidak dapat teratasi.
Seharusnya sekolah inklusi yang didirikan di Indonesia sudah tersedia
dengan tenaga kerja yang memantau pendidikan ABK dengan kesulitan
belajar ini. Tidak dapat dipungkiri walaupun anak dengan kesulitan belajar

11
tersebut memiliki IQ yang setara dengan anak normal, namun mereka
termasuk pada klasifikasi ABK karena adanya masalah kesulitan belajar ini.
Telah dijelaskan pada bagian pendahuluan sebelumnya, bahwa ABK
membutuhkan instruksi yang berbeda dari yang umumnya anak normal
perlukan, sedangkan sekolah inklusi di Indonesia kini mengajarkan anak
normal dan ABK menggunakan instruksi yangsama. Sekolah inklusi di
Indonesia nampaknya mengabaikan definisi pendidikan bagi ABK, dilihat
dari kesetaraan pelayanan pada ABK dan anak normal disekolah Inklusi di
Indonesia.
Seharusnya sekolah inklusi di Indonesia dapat memberikan pelayanan
yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh ABK. Sekolah Inklusi tidak
bisaserta merta memberikan pendidikan dan instruksi yang sama untuk anak
normal pada ABK, karena pendidikan yang relevan bagi anak normal
mungkin tidak relevan bagi ABK. Dengan memberikan pendidikan khusus
kepada ABK sampai kepada jenjang wajib belajar Indonesia, maka ABK
telah terbantu supaya masa depannya dapat lebih baik, yaitu dengan memiliki
peluang mendapatkan pekerjaan yang lebih besar ketika mereka dewasa

12
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Anak berkebutuhan khusus disebut dengan anak luar biasa, didefenisikan
sebagai anak-anak yang berbeda dari anak-anak biasa dalam hal ciri-ciri
mental, kemampuan sensorik, komunikasi, tingkah laku sosial, ataupun ciri-ciri
fisik. Perbedaan ini telah mencapai tahap di mana anak-anak memerlukan
modifikasi dalam aktifitas-aktifitas di sekolah ataupun pelayanan pendidikan
khusus agar mereka mampu untuk berkembang dengan kapasitas maksimal.
Faktor penyebab ABK ini ada beberapa macam faktor diantaranya faktor
ketika anak masih dalam rahim/sebelum lahir, factor bawaan sejak anak
tersebut lahir, faktor yang disebabkan oleh diri anak itu sendiri, yang
menyebabkan meraka harus mendapatkan pendidikan khusus.
Kemudian latar belakang pendidikan bagi ABK ini adalah karna minimnya
jaminan pekerjaan mereka dimasa depan, dan tentunya dikarnakan kesulitan
belajar bagi anak itu sendiri, namun sampai sekarang yang masih jadi kendala
adalah kurangnya tenaga pendidik atau guru yang memang memahami atau
menguasai bidang ini sehingga ABK ini yang seharusnya menerima pendidikan
khusus, namun malah sebaaliknya mereka diperlakukan layaknya anak-anak
normal lainnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

B.uno Hamzah dan Masri Kuadrat, (2009), Mengelola kecerdasan dalam


pembelajaran:sebuah konsep pembelajaran berbasis kecerdasan, cet, I
(jakarta: Bumi Aksara).

Ganda setiawan, Ratih Zimmer, (2011), Mendesain karakter anak melalui


sensimotor, cet.2, (Jakarta: Gunung Mulia).

Jamila K.A., Muhammad, (2008), Special Education for special children


(Panduan Pendidikan Khusus Anak-anak dengan ketunaan dan learning
disabilities, cet.I (Jakarta:Hikmah).

Latif, Mukhtar dkk, (2014), Orientasi Baru Pendidikan anak usia dini:Teori dan
Aplikasi, (Jakarta: Kencana Prendamedia Group).

Mangunsong F, (2009), Psikologi dan Pendidikan anak berkebutuhan khusus,


Jilid I ( Depok: Lembaga sarana pengukuran dan pendidikan psikologi UI).

Mudjito dalam Kemdikbud: Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus


Rendah 2014.

Zaitun,(2017) pendidikan anak berkebutuhan khusus, (Kreasi edukasi, pekan


baru).

14

Anda mungkin juga menyukai