Anda di halaman 1dari 14

Makalah

Manusia dan Kebudayaan Indonesia

KEBUDAYAAN BARAT, TIMUR, DAN KEPRIBADIAN


BANGSA INDONESIA

Kelompok 2:

Ahmad Fahmi (10621014)

Fitri Aulia (10621129)

Raditya Abiyasa (10621274)

3SA04
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS SASTRA BUDAYA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah serta ridho-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Manusia dan Kebudayaan Indonesia yang diberikan oleh Bapak Tri Budiarta.

Sebelumnya kami memohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini


masih terdapat kekurangan, karena kami masih dalam tahap belajar.

Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan
makalah ini, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi semua.

Depok, 18 Oktober 2023

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar..............................................................................................i

Daftar
Isi.......................................................................................................ii

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang.................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................2

Bab II

Pembahasan

2.1 Kebudayaan Barat.........................................................................3-5

2.2 Kebudayaan Timur……................................................................5-


6

2.3 Perbedaan kebudayaan barat dan timur..........................................7

2.4 Sikap bangsa Indonesia terhadap kebudayaan barat…………….7-8

Bab III

Penutup

3.1 Kesimpulan.....................................................................................9

Daftar Pustaka............................................................................................10

ii
Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Kebudayaan Barat dan Timur telah lama menjadi subjek perdebatan


dan kajian dalam konteks globalisasi dan diversitas budaya. Ketegangan
antara pengaruh budaya Barat dan budaya Timur, serta dampaknya
terhadap kepribadian bangsa Indonesia, merupakan hal yang sangat
relevan untuk dibahas dalam lingkup akademik. Sebagai mahasiswa
tingkat sarjana S1, pemahaman mendalam tentang perbandingan dan
interaksi antara budaya Barat dan Timur serta bagaimana hal ini
memengaruhi identitas budaya Indonesia sangat penting. Oleh karena itu,
makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan mendalam tentang
hubungan antara Kebudayaan Barat dan Timur dalam konteks kepribadian
bangsa Indonesia.

Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman budaya, etnis,


bahasa, dan agama. Negara ini telah menjadi persimpangan budaya sejak
zaman kuno, dengan pengaruh dari Barat dan Timur yang datang melalui
perdagangan, penjajahan, dan migrasi. Perkembangan ini menciptakan
sebuah mosaik budaya yang unik dan kompleks di Indonesia. Seiring
dengan globalisasi yang semakin memungkinkan pertukaran budaya,
pertanyaan tentang bagaimana budaya Barat dan Timur memengaruhi
karakter dan identitas bangsa Indonesia menjadi semakin relevan.

Kebudayaan Barat, terutama Eropa dan Amerika Utara, sering


dianggap sebagai pemimpin dalam berbagai aspek budaya seperti
teknologi, seni, sains, politik, dan ekonomi. Pengaruh budaya Barat dapat
dilihat dalam bentuk musik pop, film, teknologi komunikasi, dan konsep-
konsep seperti demokrasi dan hak asasi manusia. Di sisi lain, Kebudayaan
Timur,

khususnya Asia Timur seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea, telah


memberikan kontribusi besar dalam seni tradisional, filsafat, dan cara
berpikir yang berbeda.

Dalam konteks Indonesia, keduanya berdampingan dan bersentuhan


dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menghadirkan sejumlah pertanyaan
menarik, seperti bagaimana budaya Barat dan Timur berinteraksi di
Indonesia, apakah pengaruh ini memengaruhi nilai-nilai dan karakter
bangsa, dan bagaimana orang Indonesia memandang diri mereka sendiri
dalam konteks budaya global.

Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh


budaya Barat dan Timur di Indonesia, mencari tahu bagaimana kedua
budaya ini berdampingan dan bersinergi dalam masyarakat Indonesia,
serta menjelaskan dampaknya terhadap identitas dan kepribadian bangsa.
Hal ini akan membantu kita memahami peran budaya dalam membentuk
masyarakat Indonesia yang unik dan beragam. Selain itu, penelitian ini
juga akan membantu masyarakat Indonesia memahami lebih baik
tantangan dan peluang dalam menghadapi globalisasi budaya serta
menjaga identitas budaya yang kuat.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang di maksud dengan kebudayan barat ?
b. Apa yang di maksud dengan kebudayan barat ?
c. Bagaimana sikap bangsa Indonesia terhadap kebudayaan
barat ?
2

Bab II

Pembahasan

2.1 Kebudayaan Barat

Kebudayaan Barat yang ditulis sebagai western culture adalah


himpunan sastra, sains, politik, serta prinsip-prinsip artistic dan filosofi yang
membedakannya dari peradaban lain. Sebagian besar rangkaian tradisi dan
pengetahuan tersebut umumnya telah dikumpulkan dalam konon Barat. Istilah
ini juga telah dihubungkan dengan negara-negara yang sejarahnya amat
dipengaruhi oleh imigrasi atau kolonisasi orang-orang Eropa, misalnya seperti
negara-negara di benuaAmerika dan Australia, dan tidak terbatas hanya oleh
imigran dari Eropa Barat. Eropa Tengah juga dianggap sebagai penyumbang
unsur-unsur asli dari kebudayaan Barat.

Ada 3 ciri dominan kebudayan Barat yaitu (1) penghargaan terhadap


martabat manusia. Hal ini bisa dilihat pada nilai-nilai seperti demokrasi,
institusisosial, dan kesejahteraan ekonomi; (2) kebebasan. Di Barat anak-anak
berbicara terbuka di depan orang dewasa, orang-orang berpakaian menurut
selera masing-masing, mengemukakan pendapat secara bebas, dan tidak
membedakan status sosial dan sebagainya; dan (3) penciptaan dan pemanfaatan
teknologi seperti pesawat jet, satelit, televisi, telepon, listrik, computer dan
sebagainya. Orang Barat menekankan logika dan ilmu serta cenderung aktif dan
analitis.

Pikiran masyarakat Barat cenderung menekankan dunia objektif


daripada rasa, sehingga hasil pola pikirnya membuahkan sains dan teknologi.
Filsafat Barat telah dipusatkan kepada dunia rasio. Oleh sebab itu, pengetahuan
mempunyai dasar empiris yang kuat. Sikap aktif dan rasional di dunia Barat lebih
unggul dibandingkan dengan pandangan hidup tradisional, baik filsafat maupun
agama yang terkesan mengalami kemunduran. Cara berpikir dan hidup orang
Barat lebih terpikat oleh kemajuan material, sehingga tidak cocok dengan cara
berpikir untuk meninjau makna dunia dan makna hidup. Barat hidup dalam
dunia teknis dan ilmiah, maka filsafat tradisional dan agama hanya muncul
sebagai sistemik ide-ide abstrak tanpa ada hubungannya dengan kenyataan dan
praktek hidup (Soelaeman, 1987: 50-51).

Pengaruh tradisi dan agama terhadap hidup dan pikiran Barat


berkurang karena mereka mengunggulkan cara berpikir analitis rasional. Maka,
mereka menganggap nilai-nilai hidup dengan menggunakan kepekaan hati
sebagai suatu yang subjektif dan tidak bermutu. Menurut Anh (dalam
Soelaeman, 1987) ada tiga nilai penting mendasari semua nilai di Barat yaitu
martabat manusia, kebebasan, dan teknologi. Marx (dalam Soelaeman, 1987)
menjelaskan bahwa Barat menganggap manusia adalah ukuran bagi segalanya.
Artinya, manusia memiliki kemampuan untuk menyempurnakan hidupnya
dengan syarat bertitik tolak dari rasio, intelek, dan pengalaman. Sejarah
pemikiran tersebut berasal dari Protogoras, Bapak Humanisme, yang kemudian
berkembang pesat di Barat.

Barat beranggapan bahwa manusia nilainya tidak terukur oleh apapun.


Dengan demikian, manusia memerlukan respek, bantuan, dan hormat. Barat
memandang manusia sebagai pusat segala sesuatu yang memiliki kemampuan
rasional, kreatif, dan estetik, sehingga kebudayaan Barat menghasilkan beberapa
nilai dasar seperti demokrasi, lembaga sosial, dan kesejahteraan ekonomi.
Dalam tradisi humanistik, kebaikan dan kebenaran dipilih sendiri oleh manusia.
Akibatnya, pemikiran ini semakin berkembang dan diperluas ke bidang estetika,
moral, dan agama. Agama di kalangan Timur merupakan sumber nilai, di Barat
dicampakkan. Barat berpendapat bahwa kebajikan agama tidak berbeda dengan
kebajikan kodrati manusia. Barat ingin membangun agama baru yang selaras
dengan ilmu pengetahuan. Di Barat kepuasan diperoleh melalui usaha-usaha
atau perhatian terhadap benda, kenikmatan dan keselarasan dunia yang
terkadang menimbulkan persaingan dan kekacauan di masyarakat (Soelaeman,
1987: 51-52).

Soelaeman (1987: 52-53) menjelaskan bahwa teknologi Barat membuat


kagum dan iri bangsa Timur. Tidak sedikit bangsa Timur yang menjadi korban
“penjajahan” teknologi Barat karena rasa kagum tersebut. Filsafat berdiri di kaki
sendiri tidak tahan godaan terhadap kemajuan teknologi Barat, sehingga bangsa
Timur tunduk kepada teknologi. Hasil teknologi Barat melebihi kebutuhan
manusia, bahkan mengganggu kepentingan manusia karena terlalu cepat
mengarah ke depan (future shock). Cepatnya teknologi Barat sulit diikuti
imajnasi, sehingga banyak benda yang cepat tidak dipakai. Di Barat tidak sedikit
manusia yang dikuasai oleh perubahan teknologi, sehingga menimbulkan
dampak kehilangan arah, kepercayaan terhadap diri sendiri, nilai-nilai, dan iman.
Selain itu, manusia yang dikuasai oleh teknologi dapat mengakibatkan
kecemasan, tekanan, hidup acuh tak acuh, terganggu kesehatan mental.
Akibatnya, teknologi yang tadinya meningkatkan nilai eksistensi manusia,
sekaligus merendahkan martabat manusia.

Ukuran dalam budaya teknologi sekarang adalah kultur orang, kuantitas


(produksi yang melimpah), kultur buatan (artifisial), dan kontrol menyeluruh
(kemahakuasaan sistem).

Anh (dalam Soelaeman, 1987) tradisi humanistik di Barat bebentuk


penghargaan terhadap martabat manusia sebagai suatu yang otonom, merdeka,
dan rasional, menunjang nilai-nilai demokrasi, lembaga sosial, dan kesejahteraan
teknologi. Nilai-nilai lain seperti kebebasan, perekonomian, dan teknologi pun
ikut berkembang. Kemajuan teknologi menghasilkan dinamisme, perencanaan,
organisasi, manajemen, keberanian berusaha, penguasaan materi, sekaligus
menggerogoti kehidupan sosial dan pribadi. Orang barat lebih condong
menekankan dunia empiris, sehingga mereka maju dalam sains dan teknologi.
Menurut konsep Barat, manusia dan alam adalah terpisah. Alam sebagai dunia
luar harus diekploitasi oleh manusia. Hal ini sering tersurat dalam kara-kata:
menaklukkan luar angkasa, alam, dan hutan rimba. Kata-kata tersebut
dibuktikan dengan problema yang terjadi di Barat seperti polusi udara dan air.
Singkatnya, Barat memiliki persepsi yang berbeda mengenai nilai pengetahuan,
keinginan, watak, proses waktu, dan sikap terhadap alam.

2.2 Kebudayaan Timur

Kebudayaan Timur adalah lawan dari kebudayaan Barat. Orang Timur


mempunyai manner yang khas yang membedakannya dengan bangsa lain.
Bangsa Timur sangat terkenal dengan hospitality atau keramahtamahannya
terhadap orang lain bahkan orang asing sekalipun. Bagaimana mereka saling
memberikan salam, tersenyum atau berbasa basi menawarkan makanan atau
minuman. Bangsa Timur juga sangat menjunjung tinggi nilai-nilai atau norma-
norma yang tumbuh di lingkungan masyarakat mereka. Contohnya, saja nilai
kesopanan. Hal yang paling dominan dari kebudayaan Timur adalah adat istiadat
yang masih dipegang teguh. Walaupun adat istiadat saat ini mulai pudar dan
berubah. Selain itu, hal yang dominan adalah konsep gotong royong,
kebersamaan menjadi hal yang paling utama.

Soelaeman (1987: 53-54) menjelaskan bahwa nilai budaya Timur banyak


bersumber pada agama-agama yang lahir di dunia Timur. Manusia-manusia
Timur menghayati hidup dan seluruh eksistensinya. Orang Timur tidak berpikir
untuk menguasai dunia dan hidup secara teknis karena mereka lebih menyukai
intuisi daripada akal budi. Kepribadian manusia Timur tidak terletak pada
kemampuan inteleknya, melainkan pada hatinya.

Nilai budaya Timur dipengaruhi oleh ajaran Hindu dan Budha membuat
kebijaksanaan Timur besifat kontemplatif yaitu tertuju kepada tinjauan
kebenaran. Dengan demikian, berpikir kontemplatif merupakan puncak
perkembangan manusia.

Pemikir Timur lebih menekankan segi dalam dari jiwa dan realitas dunia
empiris dianggap sebagai sesuatu yang hanya lewat. Kebudayaan Timur lebih
menekankan disiplin mengendalikan diri, sederhana, tidak mementingkan dunia,
bahkan menjauhkan diri dari dunia. Suatu hal baik menurut Timur bukan hanya
bendawi tetapi rohani; sesuatu yang diperoleh melalui pencarian zat tertentu,
baik di dalam maupun di luar tubuh manusia. Orang Timur mencari
keharmonisan dengan alam. Mereka ingin mendapatkan keselamatan dan
kebebasan diri dari penderitaan dunia. Ide keselamatan ini membentuk
mentalitas, teori, dan praktek bangsa Timur. Jalan untuk mencapai ini semua
tidak terletak pada akal budinya, melainkan melalui meditasi, tirakat, dan mistik
(Soelaeman, 1987: 54).

Kebudayaan Timur tidak hanya bersumber pada ajaran agama tetapi ide
abstrak atau pun simbolik pun dapat terwujud kongkret dalam praktek
kehidupannya. Hal ini terlihat pada saat orang Timur menegakkan norma yang
ada. Pencarian ilmu tidak hanya untuk menambah pengetahuan kognitif saja
tetapi mencari kebijaksanaan. Dalam menghadapi kenyataan, orang Timur
memadukan pengetahuan, intuisi, pemikiran yang kongkret, simbolik, dan
kebijaksanaan. Sikap orang Timur terhadap alam adalah menyatu secara
harmonis; tidak memaksakan diri atau mengeksploitasi alam karena alam
merupakan bagian tidak terpisahkan dari manusia. Jika alam binasa, manusia
pun akan binasa. Nilai kebudayaan dalam kehidupan Timur yang tertinggi dating
dari dalam manusia itu sendiri, seperti nrimo kenyataan, mencari ketenangan,
belajar dari pengalaman, dan menyatukan diri. Terkadang nilai spiritual dalam
itu membuat sikap memuliakan kesendirian dan kemiskinan, menghindar
membangun dunia, hidup sederhana dan dekat dengan kehidupan alami.
Singkatnya, Timur menginginkan kekayaan hidup, bukan kekayaan benda,
tenang tenteram, menyatu diri, fatalisme, pasivitas, dan menarik diri
(Soelaeman, 1987: 54-55).
6

2.3 Perbedaan Kebudayaan Barat dan Kebudayaan


Timur

Budaya Barat BudayaTimur


1. Lebih selektif dalam berbagai 1. Kebersamaan dalam hubungan lebih
bidang. dipentingkan.
2. Mempunyai disiplin tinggi. 2. Menjaga perasaan orang lain.
3. Terus terang dan to the point. 3. Sopan santun.
4. Penghargaan terhadap orang yang
lebihtua.
5. Adat istiadat yang masih dipegang
teguh.

2.5 Sikap Bangsa Indonesia terhadap Kebudayaan Barat


Zaman sekarang adalah zaman asosiasi antara Timur dan Barat yaitu
zaman adanya pencampuran budaya Timur dan Barat. Ada hubungan antara
kedua bangsa tentu mendatangkan dua macam kejadian yaitu kejadian baik dan
kejadian buruk. Tidak ada evolusi (kemajuan) yang tidak disertai kemunduran
dalam sesuatu hal, baik lahir maupun batin. Adapun baik dan jahatnya sebuah
evolusi tergantung pada jalannya asosiasi. Apabila bangsa yang terkena
pengaruh percampuran itu kurang teguh dayanya (hanya meniru belaka semua
keadaan baru), asosiasi itu akan bersifat denasionalisasi (hilang sifat
kebangsaannya sendiri). Di situlah kelihatan bahwa kultur bangsa tersebut kalah
dengan kultur asing. Hal demikian terjadi karena bangsa yang terkena pengaruh
budaya asing itu masih rendah kulturnya (Dewantara, K. H, 1994: 3)

Menurut Dewantara (1994: 3-4) ada juga asosiasi yang bersifat


pertukaran alatalat kultur yaitu kedua bangsa tersebut mempunyai budaya yang
sama-sama tinggi. Hal demikian tentu telah terjadi evolusi sebaik-baiknya. Itulah
proses evolusi yang sebaiknya dicari. Kejadian-kejadian jahat pun tidak dapat
dielakkan dalam proses pencampuran dua budaya. Sebagai contoh, bangsa
Indonesia sendiri mengalami kekerasan tingkah laku sebagai buah pergaulan
dengan bangsa asing yaitu menghina dan merendahkan seni dan bahasa sendiri
karena terlampau gandrung pada hidup kebaratan.

Bangsa Indonesia meninggalkan kepandaian gending dan mengalihkan perhatian


kepada jazz atau dansa yang dilakukan dengan berpeluk-pelukan oleh laki-laki
dan perempuan di muka pubilk. Dengan melakukan hal tersebut, ini berarti
merendahkan agama karena pengaruh materialisme Eropa (cinta pada barang
lahir).

Alat untuk mengurangi pengaruh buruk budaya asing adalah pendidikan.


Pendidikan paling penting adalah pendidikan nasional, pendidikan untuk rakyat
yang mengindahkan kultur dan dasar-dasar kehidupan bangsa Indonesia. Bangsa
Indonesia tidak boleh meninggalkan keluhuran budi (idealisme) sedikit pun.
Bangsa Indonesia tidak boleh menjual keluhuran budi bangsa guna memperoleh
penghidupan enak untuk badan sendiri. Masyarakat Indonesia tidak boleh
menyukai segala alat-alat penghidupan meskipun haram atau najis, asal senang,
enak, dan sama dengan orang-orang Barat (Dewantara, K. H, 1994: 4-5).
Masyarakat Indonesia perlu mengindahkan nilai dan norma yang ada dalam
kebudayaan Indonesia.

Walaupun demikian, menurut Pelly (dalam Maran) menjelaskan bahwa


ada pengaruh positif kebudayaan yaitu (a) memperkaya kehidupan dalam bidang
seni musik, lukis, busana, sastra, drama, dan lain-lain; (b) mengidentifikasi nilai-
nilai universal untuk mengembangkan kebudayaan tradisional; (c) mendorong
dan memberi pola untuk pendidikan nasional; (d) memperluas wawasan berpikir
dan membantu dalam pengembangan hubungan antar bangsa; dan (e)
mendorong tumbuhnya sikap dan perilaku mandiri yang sudah berakar dalam
kebudayaan lokal.
8

Bab III

Penutup

3.1 Kesimpulan

Zaman manusia sudah mengenal tulisan yang disebut


sebagai zaman aksara. Secara terminologis, aksara adalah sistem
simbol visual yang diekspresikan ke dalam suatu media. Media
tersebut dapat berupa kertas, batu, daun, kayu,dan sebagainya.
Aksara merupakan tanda yang digunakan bukan hanya sebagai alat
komunikasi tetapi dapat juga mendokumentasikan, mengarsipkan,
maupun mengabadikan suatu peristiwa sehingga peristiwa tersebut
kekal dan dapat disejarahkan.
Tulisan awalnya berbentuk gambar dan tidak berbentuk
huruf. Perkembangan jenis tulisan ini tidak hanya dari suatu daerah
saja, melainkan dari berbagai macam jenis kebudayaan, sehingga
muncul lah peninggalan tertulis, seperti kitab, prasasti, dokumen
dan lainnya.
Perkembangan sejarah Indonesia setelah mengenal tulisan
mengalami perkembangan dalam bidang budaya, sosial,
pemerintahan, dan agama yang menjadi kebudayaan baru bagi
bangsa Indonesia setelah mengalami perkembangan sejak zaman
aksara tersebut.

9
DAFTAR PUSTAKA

Dewantara, K. H. (1994). Karya Ki Hadjar Dewantara bagian II kebudayaan. Yogyakarta:


Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.

Soelaeman, M. M. (1987). Ilmu budaya dasar suatu pengantar. Bandung: PT. Refika
Aditama.

Maram, R. R. (2000). Manusia&kebudayaan dalam perspektif ilmu budaya dasar.


Jakarta: PT. Rineka Cipta.
10

Anda mungkin juga menyukai