Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,


DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Untuk mempertajam lingkup penelitian mengenai manajemen pariwisata

budaya seni pertunjukan tradisional karo (tembut-tembut seberaya) maka peneliti

berpedoman pada penelitian sebelumnya antara lain: pertama, Penelitian Ida Ayu

Pradnyani tahun 2005 yang berjudul Pembangunan Pariwisata Berbasis Kerakyatan

(Kasus Seni Pertunjukan Wisata Di Desa Batu Bulan, Kabupaten Gianyar).

Kesamaannya terletak pada topik kajian yaitu seni pertunjukan tradisional yang

ditampilkan untuk kepentingan pariwisata. Ide penelitian ini dapat dikatakan memiliki

kesamaan yang cukup besar. Penggunaan metode wawancara dengan menggunakan

purposive berdasarkan teknik snowball sampling, analisis data menyangkut

identifikasi, kategorisasi dan perbedaan terdapat pada lokasi penelitian, teori yang

digunakan, analisis (analisis sebelumnya mengikuti teori kritis sedangkan penelitian

ini menggunakan SWOT), penelitian sebelumnya menggunakan penyebaran

kuesioner sedangkan penelitian ini tidak.

Kedua, penelitian Nur Cahaya Bangun tahun 2003 yang berjudul Strategi

Pengembangan Agrowisata Sebagai Pariwisata Alternatif Di Desa Barusjahe

Kabupaten Karo Sumatera Utara. Kesamaan: penelitian terkini juga diselenggarakan

di kabupaten karo. Hasil penelitian sebelumnya menunjukan bahwa Desa Barusjahe

memiliki sumber daya wisata (SDA dan SDB) yang potensial untuk dikembangkan ke

arah wisata agro, kelemahan pengembangan terdapat pada kualitas SDM, perwujudan

penelitian ini adalah untuk menerapkan basis pariwisata kerakyatan atau pariwisata

yang dikelola langsung oleh rakyat. Tiga elemen yang ingin dicapai oleh penelitian ini

9
10

seperti kesejahteraan masyarakat, kelestarian lingkungan dan kepuasan wisatawan.

Perbedaan: penelitian sebelumnya tidak menekankan sedikitpun pada sisi

entrepreneurship masyarakat lokal sehingga terkesan utopis, hasil penelitian yang

diembankan kepada pemerintah daerah menjadi suatu tantangan baru yang timbul dari

penyelesaian tantangan sebelumnya. Peran serta industri pariwisata sangat minim

diperbincangkan dalam penelitian ini. Inilah yang menjadi perbedaan antara penelitian

sebelumnya dengan penelitian ini. Dari sisi sistem, penelitian sama-sama mengusung

penelitian data kualitatif, jenis dan sumber data (sedikit penambahan data yaitu

industri pariwisata itu sendiri seperti tour & travel agency dan pihak hotel), observasi

partisipan, dan wawancara mendalam

Ketiga, penelitian Indah Sista Prabandari tahun 2010 yang berjudul Pawai

Ogoh-Ogoh Sebagai Daya Tarik Wisata Di Desa Adat Kuta Kecamatan Kuta

Kabupaten Badung. Kesamaan: berasal dari cara penyajian/deskripsi potensi. Hal ini

beralasan dikarenakan objek penelitian sama-sama merupakan seni pertunjukan

tradisional daerah. Adapun penyajian potensi didasarkan pada bentuk, fungsi dan

makna ogoh-ogoh bagi wisatawan maupun masyarakat lokal. Persamaan juga terdapat

pada metodologi penelitian seperti instrumen penelitian, teknik pengumpulan data

(wawancara in-depth interview dan dokumen) dan ruang lingkup data. Terdapat juga

kesamaan terhadap sistem penjabaran gambaran umum. Mempunyai maksud

penelitian yang sama yaitu bagaimana pawai ogoh-ogoh tersebut dapat memberikan

manfaat bagi wisatawan (dalam hal ini pemenuhan keinginan wisatawan akan

informasi kebudayaan Bali). Perbedaan: penggunaan teori kritis sehingga manfaat

yang didapat oleh masyarakat adalah berupa kesadaran akan pelestarian budaya,

sedangkan penelitian ini digunakan bukan sekedar menyadarkan masyarakat saja


11

namun juga memberikan solusi-solusi dan pertimbangan-pertimbangan konkrit

mengenai cara pemecahan masalah yang telah terjadi.

Keempat, Firman Eka Sebayang tahun (2010) yang berjudul Komodifikasi Si

Gale-Gale Sebagai Atraksi Wisata Di Desa Simanindo Kecamatan Simanindo,

Kabupaten Samosir (Batak Toba). Adapun kesamaan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya adalah berasal dari cara penyajian/deskripsi potensi. Hal ini beralasan

dikarenakan objek penelitian sama-sama merupakan seni pertunjukan tradisional

daerah. Adapun penyajian potensi didasarkan pada bentuk, fungsi dan makna si gale-

gale bagi wisatawan maupun masyarakat lokal. Persamaan juga terdapat pada

metodologi penelitian seperti instrumen penelitian, teknik pengumpulan data

(wawancara in-depth interview) dan ruang lingkup data. Terdapat juga kesamaan

terhadap sistematika penjabaran gambaran umum. Mempunyai maksud penelitian

yang sama yaitu bagaimana si gale-gale dapat memberikan manfaat bagi wisatawan

(dalam hal ini pemenuhan keinginan akan informasi kebudayaan Batak Toba)

dikarenakan penggunaan teori memakai teori kritis maka manfaat yang didapat oleh

masyarakat adalah berupa kesadaran akan pelestarian budaya.

2.2 Deskripsi Konsep

2.2.1 Konsep Manajemen Pariwisata

Kanagasabapathy (2006:8) ―manajemen adalah suatu pendekatan budaya

dalam suatu lingkup inter-korelasi yang luas namun mampu memenuhi permintaan

wisatawan. Dalam prakteknya, ketentuan manajemen pariwisata adalah

memanfaatkan secara optimal seluruh sumber daya yang ada (seperti sumber daya

manusia, finansial dan organisasi) untuk membawa suatu visi, misi yang harus segera

diemban demi mencapai tujuan yang sangat diharapkan. Keseluruhan hal diatas,

sangat membutuhkan seseorang/sekelompok orang dengan syarat profesional, mampu


12

membaca berbagai kesempatan, membuat aturan yang jelas dan bermanfaat bagi

banyak orang, mampu bekerja sama dengan banyak pihak dan mampu membangun

kepada pihak-pihak yang berkaitan di dalamnya—pihak-pihak tersebut adalah

masyarakat lokal (yang mewakili destinasi) dengan pelaku bisnis pariwisata (sebagai

suatu simbol manajemen bisnis yang nyata).

Hal yang menjadi terikat antara penelitan ini dengan konsep yang dijabarkan,

terdapat pada Follet (1960) dalam Pitana (2009:81) yang memberikan tekanan pada

manajemen pariwisata bahwa ―koordinasi merupakan fungsi utama dan terpenting

dalam memanajemen pariwisata. Pembahasan terhadap koordinasi harus dipisahkan

dan memerlukan pembahasan tersendiri. Fungsi koordinasi merujuk kepada fungsi

seorang manajer untuk menterjemahkan sebuah informasi seperti: perencanaan,

pengawasan dan mengaplikasikan informasi tersebut secara sistematis kedalam

seluruh fungsi manajerial yang diterjemahkan secara nyata dalam kegiatan

perencanaan (planning), pengarahan (directing) dan pengawasan (controlling)‖.

2.2.2 Konsep Seni Pertunjukan Tradisional Karo (Tari Topeng Tembut-Tembut

Seberaya)

Murgiyanto (2004:19) mengatakan seni pertunjukan memiliki kegunaan

sebagai tontonan, atau hiburan, tetapi juga arti spiritual. Penduduk yang masih

menganut kepercayaan indonesia asli dan berpusat pada pemujaan nenek moyang dan

upacara pemanggilan roh biasanya diadakan dengan dukungan seni pertunjukan

tradisional. Seni pertunjukan dalam hal ini mencangkup banyak aspek seperti aspek

tari, aspek kustom (topeng, pakaian, warna), aspek iringan lagu hingga aspek tata

panggung. Untuk keperluan itulah seni pertunjukan topeng menempati peran yang

sangat penting. Ia mengutarakan bahwa topeng pada mulanya dikenakan untuk

menyembunyikan identitas asli pemakainya dan bukan untuk memerankan tokoh-


13

tokoh tertentu sebuah lakon, Sebagai misal, topeng sering tampil dalam upacara

inisiasi: anak-anak menjelang dewasa dibuat percaya bahwa roh-roh leluhur–dalam

wujud orang-orang bertopeng. Dalam hubungan ini, topeng biasanya menjadi hak

kaum lelaki karo saja. Di Indonesia, seni pertunjukan tradisional yang memakai

topeng digunakan untuk berhubungan dengan arwah nenek moyang suku batak.

(Murgiyanto 2004:22)

Sesuai dengan corak kebudayaan dan lingkungan daerahnya, bentuk topeng

dan pakaian tari dapat menunjukkan identitas watak peran. Bentuk, fungsi dan makna

merupakan suatu kajian yang dapat digunakan untuk menggali potensi setiap seni

pertunjukan di Indonesia termasuk di Batak. Ketiga hal tersebut dapat menjadi kajian

mendalam mengenai berbagai aspek penyajian seni pertunjukan topeng. Pada tahap

awal, seni pertunjukan tradisional adalah salah satu dari berbagai cara untuk

melukiskan dan berkomunikasi. Seni pertunjukan tradisional merupakan suatu bentuk

komunikasi umum yang intens. Komunikasi seni adalah pengalaman yang berharga

yang bermula dari imajinasi kreatif. Murgiyanto (2004:49) berpendapat bentuk, fungsi

dan makna akan mengungkapkan mengenai isi dan pesan, latar belakang zaman,

kehidupan masyarakat lampau dan pemikiran seniman pada saat bersangkutan masih

hidup.

Begitupun seni pertunjukan yang akan dibahas dalam penelitian ini: tembut-

tembut memiliki fungsi sebagai sarana ritual, dimana tembut-tembut digunakan

sebagai sarana atau alat untuk memanggil hujan (ndilo wari udan). Menurut

kepercayaan tradisional masyarakat Desa Seberaya, apabila hujan tidak turun, ada

banyak faktor penyebabnya, antara lain adanya hantu (begu), keramat dan penguasa-

penguasa gaib pada suatu tempat di Desa Seberaya. Dalam hal ini, tembut-tembut

diharapkan dapat membujuk atau mengusir kekuatan tersebut yang menghalangi


14

turunnya hujan. Dalam upacara ndilo wari udan ini nantinya akan ditanyakan

kemauan dari kekuatan gaib yang menghalangi turunnya hujan agar tidak lagi

menghalangi turunnya hujan ke desa.

2.2.3 Konsep Seni Pertunjukan Tradisional Wisata

Seni pertunjukkan, Santosa (2004) sebagai suatu kesenian memiliki peranan

yang sangat menonjol dalam konteks kegiatan kepariwisataan, bahkan sebenarnya

telah menunjukkan posisinya. Hal tersebut diakibatkan dari hadirnya komunikasi

wisata yang cukup besar, bila diamati dari disiplin antropologi, jenis seni yang khusus

dikonsumsi oleh wisatawan, umumnya disebut sebagai art by metamorphosis, art of

acculturation, pseudo traditional art, ataupun tourist art. Sebagai hasilnya

Soedarsono menemukan ciri-ciri seni pertunjukkan wisata di negara berkembang

sebagai berikut: tiruan dari aslinya, dikemas singkat atau padat, dikesampingkan nilai-

nilai sakral, magis dan simbolisnya, penuh variasi dan murah

Secara umum seni pertunjukkan tradisional untuk kepentingan pariwisata

merupakan suatu proses komoditas terhadap benda-benda budaya dan tak jarang

tontonan dari suatu seni pertunjukkan yang sakral dapat berubah atau dikemas dalam

bentuk yang justru menghilangkan unsur seninya (seni pertujukkan sekuler). Seni

pertunjukan yang bersifat sekuler artinya sebuah tontonan untuk kepentingan

pariwisata. Terkait dengan pengemasan, hal yang sangat perlu diperhatikan dalam

suatu seni pertunjukkan pariwisata sebenarnya adalah kemasannya. Suatu seni

pertunjukan pariwisata secara konseptual memiliki tujuan yang sangat mulia seperti:

menguatkan sumber daya manusia pelaku kesenian (yang akhirnya akan membawa

pengaruh terhadap kualitas produk kesenian), menguatkan perlindungan terhadap

karya-karya seni (dalam hal ini terkait dengan haki-nya), meningkatkan penghargaan
15

terhadap para pelaku seni, suatu proses menstandarisasi produk kesenian indonesia,

memantapkan kelembagaan yang mendukung kegiatan berkesenian.

Secara praktis tak jarang ditemukannya dampak negatif seperti komersialisasi

dan peng-artifisialisasikan suatu pertunjukkan dan untuk menarik wisatawan tidak

jarang suatu pertunjukkan dikemas dan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga

mengabaikan unsur estetisnya. Sri Hadi dalam Santosa (2004:61) berpendapat bahwa

terdapat 3 faktor penting penunjang keberhasilan sebuah seni pertunjukkan pariwisata

yaitu tepat lokasi, tepat waktu, dan tepat guna. Peran seni pertunjukkan di era revolusi

komunikasi makin diharapkan agar terjaga keseimbangan kehidupan manusia.

Pemberdayaan seni pertunjukkan salah satunya adalah melalui pemahaman makna

dan penyadaran fungsi ekologi.

Tujuan akhir dari kerja seni pertunjukan pariwisata adalah peningkatan

kualitas hidup seniman dan wisatawannya. Seni pertunjukkan tradisional dalam

koteks pariwisata, adalah merupakan ranah pariwisata budaya. Apabila dicerna

pengertian pariwisata budaya yang dikutip dari Ardika (2007:32), maka seni

pertunjukan pariwisata diperuntukkan oleh orang-orang yang melakukan perpindahan

yang memiliki motivasi budaya dengan tujuan yang lebih eksklusif seperti tujuan

studi, mempertinggi tingkat budaya seseorang, memberi pengetahuan dan

pengalaman. Menurut James J. Spillane (2003) dalam Ardika (2007:83) menyatakan

bahwa produk pariwisata budaya yakni salah satunya seni pertunjukan tradisional

mempunyai pasar khusus yakni kaum pekerja pengetahuan (knowledgeworkers) yang

berusia lanjut atau memasuki masa tuanya. Mereka umumnya mempunyai uang dan

waktu luang untuk pesiar atau berpergian.


16

2.2.4 Konsep Pariwisata Budaya

Jiang (2008: 3-4) mengatakan pariwisata budaya adalah kegiatan bisnis dan

prakteknya untuk menarik dan mengakomodasikan pengunjung/wisatawan ke tempat

atau area yang memiliki aspek-aspek sosial dan unik dari sejarah lokal, pemandangan

dan budaya) banyak turis yang memilih aktivitas pada suatu pemahaman dan

pengalaman budaya yang berbeda dari budaya dirinya; hal tersebut yang kemudian

disebut sebagai ―heritage tourism atau pariwisata yang berbasis pada budaya dan

pelestariannya‖. Heritage tourism adalah segmen dari culture tourism dan merupakan

segmen yang paling cepat dan tepat untuk dikembangkan.

Texas Historical Commission (2007:3) pariwisata budaya adalah sebuah

perjalanan yang langsung ditujukan untuk kepentingan warisan budaya. Heritage

tourism memiliki tujuan untuk memampukan seseorang atau sekelompok wisatawan

dalam mempelajari/memahami kostum lokal, tradisi, sejarah dan budaya. Texas

Historical Commission (2007:4) menjelaskan beberapa hal-hal prinsipal dalam

perencanaan pariwisata yang berfokus pada pengembangan warisan budaya seperti:

memelihara dan melindungi sumber daya warisan budaya, fokus pada autentik dan

kualitas, membuat situs yang dikembangkan menjadi hidup dan berbeda, menemukan

cara untuk menyatukan perencanaan dan pelaksanaan antara komunitas dan

pariwisata, kolaborasi dan sustainability.

2.3 Landasan Teori

Sesuai dengan uraian di depan, maka beberapa pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teori perencanaan pariwisata dari Colin Michael Hall

tahun 2009 dalam bukunya yang berjudul Tourism Planning (Policies, Processes And

Relationships). Berikut perspektif dari teori tersebut.


17

2.3.1 Teori Tourism Planning (Colin Michael Hall)

Perencanaan pariwisata menurut Hall, diciptakan dalam kerangka pernyataan

“the tourism industry needs to be sensitive to the needs of the local community and

must, in the long term, be accepted by if it is to maintain economic sustainability for

extended time horizons (2008:204)”. Oleh karena pariwisata terkait dengan suatu

maintain yaitu perlakuan terhadap sumber daya lingkungan, maka Hall menawarkan

suatu proses perencanaan yang teridentifikasi dalam langkah-langkah seperti:

1. Mengidentifikasi isu dan pilihan


2. Tujuan, objektif dan prioriti
3. Mengumpulkan dan menginterpretasi data
4. Menyiapkan rencana
5. Menyusun program untuk mengimplementasikan rencana
6. Mengevaluasi dampak potensial dari rencana dan mengimplementasikan program
7. Me-review dan mengadosi rencana-rencana terbaik yang dahulu pernah digunakan
8. Mengimplementasikan dan memonitor program

Adapun elemen-elemen yang sinergistik terhadap proses perencanaan pariwisata, Hall

membaginya menjadi 5 unsur yaitu (2008:102):


18

Tabel 2.1
Tabel 2.1 Elemen Sinergistik Dari Perencanaan Pariwisata

Elemen-elemen sinergistik dari pendekatan perencanaan pariwisata


Vision oriented Secara utuh mengetahui aturan-aturan
pariwisata yang digunakan untuk mencapai
tujuan suatu komunitas.
Objective oriented Secara utuh memahami kebutuhan yang dapat
diukur secara jelas (tidak utopis) yang dapat
membawanya pada monitoring dan evaluasi
Integrative Memahami secara jelas mengenai isu-isu
perencanaan pariwisata yang telah dan sedang
berkembang sehingga dapat mencapai
mainstream ekonomi, sosial, konservasi dan
heritage.
Market driven Merencanakan untuk mengembangkan situs
yang dapat mempertemukan antara kebutuhan
pengunjung dan juga secara sukses dapat
menguasai persaingan pasar wisata.
Resource driven Mengembangkan aset-aset yang dapat
membangun destinasi kepada kekuatan
sesungguhnya namun tetap berada pada jalur
protection, autentik, dan kualitas
Consultative Memberikan sesuatu yang berarti dalam suatu
komunitas dan komunikatif sehingga dapat
menciptakan sosial dan stakeholder yang dapat
menentukan keputusan yang dapat diterima
populasi lokal
Systematic Mengelola penelitian untuk menyediakan
kemampuan konseptual untuk perencanaan
pariwisata di suatu daerah. Secara umum
tujuannya adalah untuk menggambarkan
kekuatan dari suatu pengalaman wisata di
destinasi oleh benchmarking yang tepat.
Sumber: Hall (2008:102)

Hall sangat menyadari mengenai luasnya pemahaman yang dapat dinyatakan

dari ―tourism planning‖. Maka dari itulah, peneliti berusaha memuat suatu studi kasus

yang setelahnya diharapkan dapat mensinergikan dan mengangkat potensi-potensi

yang lain yang terdapat di desa seberaya. Adapun suatu perencanaan pariwisata

merupakan suatu strategi yang secara esensial bertujuan untuk membentuk suatu

formula bisnis pariwisata yang didalamnya terdapat suatu muatan kompetensi yang
19

mempunyai goal. Penerapan teori ini sangat sistematik dan mengarah pada perlakuan

dari sustainable tourism development dan coordination yang membentuk suatu

paradigma theory perencanaan pariwisata yang memiliki kompetensi tinggi di

bidanganya. Ketentuan penerapan teori ini harus berdasarkan pada komponen-

komponen ketentuan destinasi wisata pada umumnya livability, investibility,

visitability seperti: place as character (tempat yang memiliki karakter), place as fixed

environment (tempat yang miliki lingkungan yang baik), place as service provider

(tempat yang memiliki penyedia jasa), place as entertainment and recreation (tempat

yang memiliki hiburan)

Hall menyatakan bahwa suatu strategi perencanaan pariwisata seyogyanya

memiliki pemikiran yang berkesinambungan. Pemikiran yang berkesinambungan

tersebut dimulai dari suatu cara memformulasikan

―a strategic vision for the organization, proceeds through creating strategies that
determine how the vision can be used to guide the organization’s effort, continues
with developing appropriate tactics to implement the strategic plans, and the leads to
the implementation and operational steps that all members of the organization must
carry out in the day-to-day running of the enterprise (2008:114).

Dari perihal tersebut hall membentuk suatu proses dari sistem strategi

perencanaan pariwisata yang tergambar dalam gambar berikut:


20

Ni: The Management of Tourism


Initiation of process
1. Stakeholder demands
2. Perceived need
3. Response to crisis

D Purpose
1. What are we trying to achieve?
M
E 2. Why are we doing this? I O
C N
I Strategic Analysis I
N
S SWOT ANALYSIS
T
I O
O D R
VISION, GOAL, AND OBJECTIVE SETTING
N I
AND LONG TERM: N
VISION, GOAL AND I
N OBJECTIVES
STRATEGIC PLANS
G
O AND

N- C E
D MID TERM: OPERATING AND ACTION V
GOALS AND OBJECTIVES PLANS
E A
A L
C
I U
SHORT TERM: DAY-TO-DAY
S OBJECTIVES DECISION
T A
I T
O I
O O
N
N
TOURISM MANAGEMENT METHODS, TOOLS AND TECHNIQUES
R

Gambar 2.1 Model Strategic Tourism Planning Process (Hall 2008:115)


21

Appreciative inquiry merupakan suatu pendekatan yang dapat bersifat teori,

filosofis maupun proses. Appreciative inquiry adalah suatu pendekatan yang

kooperatif dan ko-evolusionari yang banyak digunakan oleh berbagai organisasi besar

di dunia dalam mengembangkan dan mengkualitaskan produk dan pekerjanya. Ada 3

proses dalam appreciative inquiry:

1. The change agenda is considered: “what are you trying to accomplish? What
is your purpose?”. Langkah ini di fokuskan untuk menciptakan topik yang
positif dan mengembangkan objektifitas tujuan yang jelas bagi pelaksana teori
ini.
2. adanya form atau rancangan pelaksanaan, tidak hanya sekedar rencana semata
namun dapat diadaptasi secara aplikatif sehingga sesuai dalam situasi apapun,
tergantung dari situasi tempat.
3. An inquiry strategy is developed: ―setelah melakukan seluruh ketentuan di
atas, apa yang kemudian harus kamu tentukan agar projek yang sedang
dikerjakan dapat sukses nantinya? Langkah ini secara general terlibat dalam
micro-level choices. Micro-level tersebut adalah ―4 d model‖ (discovery,
dream, design and destiny)‖

Sebuah proses perencanaan strategik biasanya di-inisiasikan atas pertimbangan

beberapa alasan, termasuk:

1. Stakeholder demands: permintaan terhadap strategic plan terkadang di


inisiasikan atas permintaan tourism industry, conservation group atau
pemerintah.
2. Perceived need: merupakan suatu keterdesakan bahwa industry maupun
pemerintah memang sangat membutuhkan suatu strategi baru yang mampu
develop new arrangements, structures, and strategies with which to develop
sustainable tourism.
3. Response to crisis: permintaan terhadap strategi perencanaan, terkadang di
inisiasikan karena adanya sistem manajemen atau perencanaan (saat ini) yang
gagal dalam mengadaptasi suatu pristiwa misalkan menurunnya jumlah
kunjungan wisatawan dikarenakan semakin banyaknya kekecewaan yang
wisatawan dapatkan setelah berkunjung ke suatu destinasi wisata.
22

4. Best practice: seorang manajer melakukan proaktif terhadap suatu ide dan
teknik perencanaan pariwisata yang baru. Intinya, strategic planning
dibutuhkan dalam rangka pengembangan produk atau sistem jasa yang lebih
baik dari sebelumnya.
5. Adaptation, innovation and diffusion of idea: strategic planning dibutuhkan
karena adanya usaha dari dalam organisasi untuk melakukan perluasan atau
penyebaran ide usaha diatara tourism planning dan management agent.

2.4 Model Penelitian


DESA SEBERAYA

Faktor Internal Faktor Eksternal

SENI PERTUNJUKAN TRADISIONAL KARO


(TEMBUT-TEMBUT SEBERAYA)

Potensi Tembut-Tembut Prospek Pengembangan Manajemen Seni


Seberaya Berdasarkan Pariwisata Budaya Seni Pertunjukan Tradisional
Bentuk, Fungsi, dan Pertunjukan (Tembut-Tembut Seberaya)
Makna Tradisional Karo

Analisis SWOT Teori Perencanaan


Pariwisata Hall.

Rekomendasi

Gambar 2.2 Model Penelitian


23

Keterangan:

: Identifikasi dan Solusi

: Ajuan Rekomendasi

: Jalur Bahasan yang saling terkorelasi antara satu dan lainnya

Struktur gambar ini menjelaskan mengenai Desa Seberaya yang mempunyai

sebuah potensi wisata seni pertunjukan tradisional karo (tembut-tembut seberaya).

Seni ini akan diterangkan dalam analisis faktor internal dan faktor eksternal yang akan

membawanya pada pendalaman kajian secara potensi, prospek bisnis hingga

manajemen seni pertunjukan tradisional. Pada bidang potensi hingga prospek bisnis

semuanya akan dibedah menggunakan analisis SWOT. Pada tatanan akhir seluruh

masalah tersebut akan dikumpulkan dan diberikan clustering dan solusi berdasarkan

Teori Perencanaan Colin Michael Hall. Hasil dari penelitian ini merupakan sebuah

rekomendasi yang akan disampaikan pada Desa Seberaya.

Anda mungkin juga menyukai