ARTIKEL
OLEH
ALFIA PUJI YUANITA
NIM. 106811402020
Nilai-Nilai Kearifan Lokal yang Terkandung dalam Tari Gandrung dan Upaya
Pelestariannya di Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi
Alfia Puji Yuanita *
Abstrak: Tari Gandrung merupakan salah satu seni tari tradisional yang
berada di kabupaten Banyuwangi, sehingga disebut dengan Gandrung
Banyuwangi. Tari Gandrung Banyuwangi dalam pementasannya ada tiga
bagian, yaitu jejer Gandrung, ngrepen atau repenan, paju atau maju
Gandrung, dan seblang-seblangan. Tarian ini dipentaskan dalam berbagai
acara seperti, khitanan, pernikahan, event pariwisata dan dalam rangka
memperingati hari jadi kota kabupaten Banyuwangi, dan dijadikan muatan
lokal untuk tingkat sekolah. Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap
baik dan benar oleh masyarakat sehingga dapat bertahan dalam waktu
yang lama. Nilai kearifan lokal yang terkandung dalam tari Gandrung
yaitu nilai perjuangan, keindahan, pandangan hidup, simbolis, budaya dan
tanggung jawab. Upaya melestarikan budaya tari Gandrung agar tidak
punah yaitu dengan cara pelatihan-pelatihan secara menyeluruh di sekolahsekolah dan sanggar-sanggar yang ada di desa Kemiren bahkan mulai dari
taman kanan-kanak, SD sampai SMA. Dinas pariwisata dan kebudayaan
kabupaten Banyuwangi juga mempunyai program dalam melestarikan
tarian Gandrung, yaitu dengan cara aktualisasi yang dilakukan dalam 1
bulan sekali dan pelaksanaannya pada waktu padang bulan, artinya tarian
tersebut
dipertunjukkan
kembali
supaya
tetap
terjaga
kelestariannya.Tujuan penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan asal-usul
tari Gandrung, (2) mendeskripsikan wujud / bentuk dalam gerakan tari
Gandrung, (3)mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung
dalam tari Gandrung, (4) mendeskripsikan persepsi masyarakat terhadap
tari Gandrung, dan (5) mendeskripsikan upaya melestarikan tari
Gandrung.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Untuk
mencapai tujuan tersebut, data dikumpulkan dengan cara observasi
partisipatif, studi dokumentasi serta wawancara. Teknik analisis data yang
digunakan adalah model analisis interaktif. Penelitian dilakukan di desa
Kemiren, kecamatan Glagah, kabupaten Banyuwangi dengan obyek
penelitian adalah masyarakat desa Kemiren, penari Gandrung, perangkat
desa Kemiren dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Banyuwangi. Dari
hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa, asal-usul tari Gandrung yaitu
pada masa gerilya Blambangan dalam melawan penjajahan pemerintahan
Belanda, Gandrung dilakukan oleh laki-laki yang bernama Marsan dan
sekarang digantikan oleh perempuan yang bernama Temu. Bentuk gerakan
dalam tari Gandrung yaitu jejer, ngrepen, maju Gandrung dan seblangseblangan. Nilai kearifan lokal yang terkandung dalam tari Gandrung yaitu
nilai perjuangan, keindahan, pandangan hidup, simbolis, budaya dan
tanggung jawab. Persepsi masyarakat terhadap tari Gandrung yaitu dalam
setiap gerakan dan lagu yang dibawakan oleh penari dapat menggugah
semangat pejuang dalam melawan penjajah Belanda pada waktu
pertempuran gerilya Blambangan. Upaya melestarikan tari Gandrung yaitu
Pemerintah kabupaten Banyuwangi pun bahkan mulai mewajibkan setiap
terlihat gemulai dan cantik (Ilham, dalam http:// gandrung-panggilan-jiwa-yangmenari.htm). Gandrung, merupakan kesenian tradisional yang unik dan juga
merupakan salah satu kekayaan budaya yang seharusnya dapat mulai dilestarikan
mengingat keberadaannya yang semakin tenggelam dalam era globalisasi. Bukan
tidak mungkin dengan menghidupkan kesenian tari Gandrung, dapat menjadi ciri
khas daerah Banyuwangi dan dapat menjadi asset bagi daerah. Tari Gandrung
memiliki kekayaan yang tidak ternilai, yang diharapkan dapat menciptakan
keseimbangan dalam menghadapi persaingan yang jelas akan terjadi pada era
pasar perdagangan bebas.
Bentuk kesenian ini didominasi tarian dengan orkestrasi, yaitu seni olah
karya musik, sehingga dapat dimainkan oleh orkes, misalnya alat musik piano
yang diubah menjadi bentuk kesenian orkes. Tari Gandrung merupakan tarian
khas wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa. Tidak salah
jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan Gandrung. Dalam kenyataannya,
Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung. Dan patung penari Gandrung dapat
dijumpai diberbagai sudut wilayah Banyuwangi.
Hal ini menunjukkan bahwa seni tidak mungkin lepas dari peradaban
manusia, karena terciptanya suatu karya seni selalu berkaitan dengan dorongan
rasa-pikiran-kehendak (Fenanie: 2000: 128). Perkembangan karya seni ini akan
selalu mencerminkan pikiran, perilaku dan peradaban manusia pada saat karya
tercipta.
Peradaban itu juga tidak lepas dari gaya hidup, pandangan hidup, moral,
serta watak pada saat dimana dan kapan peradaban tersebut berlangsung. Itulah
sebabnya, karya seni mencerminkan suatu peradaban yang berlangsung pada saat
karya seni tersebut diciptakan. Karena pada hakekatnya, karya seni merupakan
refleksi dari kehidupan dan peradaban manusia. Oleh karena itu, masyarakat desa
Kemiren ingin tetap melestarikan nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki selama
ini dan menjaganya agar pengaruh-pengaruh dari luar tidak menggeser kesenian
tradisional.
METODE
dan
lain
sebagainya.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
HASIL
Pada saat gerilya Blambangan melawan penjajahan Belanda, Gandrung
dimainkan oleh seorang laki-laki yang bernama Marsan. Pementasan kesenian
Gandrung pada masa itu biasanya dilakukan pada waktu malam hari, terutama
pada bulan purnama di halaman terbuka. Gandrung pada masa pemerintahan
Belanda digunakan sebagai alat perjuangan, yang artinya dengan tari Gandrung
inilah akhirmya masyarakat Blambangan terbebas dari penjajahan Belanda.
Gandrung sering dipertunjukkan dalam acara pernikahan, khitanan, petik laut, dan
acara lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman, Gandrung laki-laki
digantikan oleh perempuan karena dalam ajaran Islam telah diajarkan, bahwa
seorang laki-laki dilarang memakai perhiasan dan berpenampilan sebagai wanita.
Kesenian tari Gandrung ini sering diadakan pada acara khitanan, pernikahan,
pethik laut, dan acara-acara lainnya. Pementasannya diselenggarakan pada malam
hari mulai dari jam 21.00 sampai jam 04.00 pagi. Kadang-kadang juga pada siang
hari menyesuaikan dengan kebutuhan suatu acara tertentu. Adapun wujud atau
bentuk gerakan dalam tari Gandrung yang dibawakan dalam pementasan semalam
suntuk yaitu topengan, jejer Gandrung, ngrepen, dan maju Gandrung. Suatu
kebudayaan akan melahirkan sebuah kesenian. Kebudayaan itu diambil dari nilainilai yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini kesenian tari Gandrung banyak
mengandung nilai-nilai kearifan lokal seperti nilai keindahan, nilai tanggung
jawab, nilai pandangan hidup, nilai perjuangan dan nilai simbolis. Persepsi
masyarakat terhadap gerakan dan lagu dalam tari Gandrung yaitu kesenian
Gandrung mampu menjadi maskot kota Banyuwangi. Hal itu terbukti orang-orang
menyebut kota ini sebagai Gandrung Banyuwangi dan patung penari Gandrung
yang terpampang sebelum masuk wilayah Banyuwangi. Setiap gerakan dan lagu
yang dibawakan mengandung suatu makna yang artinya dapat menggugah
semangat pejuang dalam melawan penjajah Belanda. Gerakan Nglayung adalah
gerakan penutup kepada penonton, kedua tangan di atas kepala sambil
menggeleng-gelengkan kepala. Tarian ini merupakan simbol berterima kasih
kepada Dewi Sri yang telah memberikan kemakmuran pada masyarakat desa
Kemiren. Selain itu, gending podo nonton dan seblang lukito yang di dalamnya
mengandung makna perjuangan yang digunakan sebagai sandi untuk mengelabuhi
Belanda. Cara melestarikan tari Gandrung, yaitu Pemerintah kabupaten
Banyuwangi pun tidak tinggal diam dalam melestarikan kebudayaan daerah
khususnya tari Gandrung ini, hal ini terbukti dengan adanya berbagai pelatihan-
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang asal-usul tarian Gandrung, maka
peneliti menyimpulkan yaitu asal mula penari Gandrung dilakukan oleh laki-laki
yang bernama Marsan, laki-laki yang menjadi Gandrung ini dari sisa-sisa pasukan
Blambangan dan Bali. Setiap hari berkeliling tanpa mengenal lelah mendatangi
tempat-tempat yang dihuni oleh sisa-sisa rakyat Blambangan, yang hidup bercerai
berai dengan keadaan yang sangat memprihatinkan, selain untuk memberi
hiburan, mengumpulkan sumbangan dan membagikannya kepada mereka yang
memerlukan bantuan, juga melantunkan gending-gending isinya tentang pesanpesan perjuangan, ternyata membawa hasil yang gemilang yang sulit dipercaya.
Gandrung pada masa pemerintahan Belanda digunakan sebagai alat perjuangan,
yang artinya dengan tari Gandrung inilah akhirmya masyarakat Blambangan
terbebas dari penjajahan Belanda, karena dengan tarian Gandrung, Belanda dapat
dikelabuhi dalam menjalankan setiap aksinya.
Pada perkembangan terakhir tari Gandrung akhirnya digantikan oleh
wanita, karena dalam agama Islam telah diajarkan, bahwa seorang laki-laki
dilarang memakai perhiasan dan berpenampilan sebagai wanita. Asal mula penari
Gandrung wanita yaitu berasal dari penari Seblang. Pada suatu saat puteri seorang
penduduk dukuh Cungking yang bernama Semi mengalami sakit keras dan tidak
ada obat yang dapat menyembuhkannya. Kemudian ibunya menyampaikan
ucapan kepada Semi yang sedang sakit tersebut sebagai berikut kalau engkau
sembuh, akan kujadikan Seblang, tetapi jika tidak sembuh ya tidak.
Kebetulan setelah itu Semi sembuh dari sakitnya dan untuk memenuhi
ucapan Mak Midah maka kemudian Semi dijadikan penari Seblang. Ternyata
banyak orang yang mengaguminya dan selanjutnya setiap malam diusahakanlah
oleh orang-orang sekitarnya untuk diadakan pementasan kesenian tersebut. Hal
yang dialami Semi juga dialami Temu pada sekitar tahun 1969, kemudian
timbullah gagasan dari orang-orang sekitarnya untuk menjadikan Temu sebagai
penari Gandrung. Sejak inilah penari Gandrung laki-laki berangsur-angsur kurang
sampai tidak ada sama sekali dan sejak itu pulalah Temu menjadi pemula untuk
dimulainya babak baru penari Gandrung yang dilakukan oleh wanita sampai
sekarang.
Pementasan jenis Gandrung ini biasanya diselenggarakan pada malam hari
mulai jam 21.00 sampai jam 04.00 pagi. Kadang-kadang juga pada siang hari
menyesuaikan dengan kebutuhan suatu acara tertentu. Penggunaanya antara lain
untuk keperluan hiburan suatu acara. Kedudukan penari Gandrung berfungsi
sebagai media bagi tuan rumah atau yang punya hajad dalam menjamu tamunya,
yaitu lewat bentuk-bentuk tarian sesuai dengan gendingnya. Dalam pementasan
kadang-kadang seorang penari Gandrung mampu membawakan beberapa puluh
gending,
tentu
saja
menurut
kemampuan
penari.
(Jimmy,
dalam
syukur atas panen padi kepada dewi kesuburan. Wanita dalam konteks ini pula
berperan sebagai tokoh sentral dalam sebuah tarian yang memegang peran penting
dan sangat dihormati.
Nilai perjuangan dalam tari Gandrung yaitu pada masa perjuangan
dijadikan sebagai ajang berkumpulnya para pejuang dan memulai sarana tersebut
pusat informasi dan pembangkit semangat para pejuang yang disampaikan melalui
gending-gending yang dibawakannya dan dengan gending-gendingnya pula
berbagai informasi yang merupakan kata sandi disampaikan kepada para pejuang,
itulah andil dari kesenian Gandrung pada masa perjuangan.
Persepsi masyarakat terhadap tari gandrung yaitu setiap gerakan dan lagu
yang dibawakan mengandung suatu makna yang artinya dapat menggugah
semangat pejuang dalam melawan penjajah Belanda. Salah satu gerakannya
seperti gerakan Nglayung adalah gerakan penutup kepada penonton, kedua tangan
di atas kepala sambil menggeleng-gelengkan kepala. Tarian ini merupakan simbol
berterima kasih kepada Dewi Sri tersebut sambil menyanyikan lagu-lagu bertema
sedih seperti misalnya seblang lukito.
Pada saat ini Gandrung sudah jarang untuk dipertunjukkan dalam suatu
acara tertentu. Hal itu tidak menjadi penghalang bagi masyarakat desa Kemiren
untuk mempertahankannya, karena dalam kenyataannya meskipun ada berbagai
macam hiburan lain seperti electon atau hiburan lainnya, tetapi masyarakat masih
mengakui keberadaan Gandrung. Ini terbukti dengan adanya pelatihan-pelatihan
secara menyeluruh di sekolah-sekolah, sanggar-sanggar tari yang ada di desa
Kemiren. Selain itu, kerja sama yang baik antara Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan dengan masyarakat Banyuwangi yang sadar akan kebudayaan
daerah, yaitu dengan cara aktualisasi yang dilakukan dalam 1 bulan sekali dan
pelaksanaannya pada waktu padang bulan.
Cara melestarikan tari Gandrung ada 2 yaitu dengan mengadakan pelatihan
di sekolah-sekolah, di sanggar-sanggar, serta melalui aktualisasi atau pertunjukan
setiap bulan purnama dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Usaha yang
dilakukan umumnya hanya bersifat tradisional oleh kelompok-kelompok
masyarakat pelaku adat yang bersangkutan.
yang
mengumpulkan
sangat
memprihatinkan,
sumbangan
dan
selain
untuk
membagikannya
memberi
kepada
hiburan,
mereka
yang
memerlukan bantuan, juga melantunkan gending-gending isinya tentang pesanpesan perjuangan, ternyata membawa hasil yang gemilang yang sulit dipercaya.
Pada perkembangan terakhir tari Gandrung akhirnya digantikan oleh
wanita, karena dalam agama Islam telah diajarkan, bahwa seorang laki-laki
dilarang memakai perhiasan dan berpenampilan sebagai wanita. Asal mula penari
Gandrung wanita yaitu berasal dari penari Seblang. Pada suatu saat puteri seorang
penduduk dukuh Cungking yang bernama Semi mengalami sakit keras dan tidak
ada obat yang dapat menyembuhkannya. Kemudian ibunya menyampaikan
ucapan kepada Semi yang sedang sakit tersebut sebagai berikut kalau engkau
sembuh, akan kujadikan Seblang, tetapi jika tidak sembuh ya tidak.
Kebetulan setelah itu Semi sembuh dari sakitnya dan untuk memenuhi
ucapan Mak Midah maka kemudian Semi dijadikan penari Seblang. Ternyata
banyak orang yang mengaguminya dan selanjutnya setiap malam diusahakanlah
oleh orang-orang sekitarnya untuk diadakan pementasan kesenian tersebut. Hal
yang dialami Semi juga dialami Temu pada sekitar tahun 1969, kemudian
timbullah gagasan dari orang-orang sekitarnya untuk menjadikan Temu sebagai
penari Gandrung. Sejak inilah penari Gandrung laki-laki berangsur-angsur kurang
sampai tidak ada sama sekali dan sejak itu pulalah Temu menjadi pemula untuk
dimulainya babak baru penari Gandrung yang dilakukan oleh wanita sampai
sekarang. Wujud atau bentuk gerakan dalam tari Gandrung adalah jejer, ngrepen
atau repenan, maju atau paju Gandrung dan seblang-seblangan. Nilai-nilai
kearifan lokal yang terkandung dalam tarian Gandrung adalah tanggung jawab,
keindahan, pandangan hidup, budaya, dan simbolis. Persepsi masyarakat desa
Kemiren terhadap tari Gandrung yaitu persepsi masyarakat terhadap setiap
gerakan dan lagu yang dibawakan dalam tari Gandrung dan persepsi masyarakat
bahwa tari Gandrung perlu dilestarikan. Upaya melestarikan tari Gandrung yaitu
pelatihan
dan
pertunjukan.
Adanya
berbagai
pelatihan-pelatihan
secara
melestarikan tarian Gandrung, yaitu dengan cara aktualisasi yang dilakukan dalam
1 bulan sekali.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan sesuai dengan masalah penelitian, maka
penulis mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut:
Bagi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Banyuwangi yaitu penelitian
ini mengharapkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Banyuwangi agar tetap
melestarikan kesenian tradisional yang ada di kabupaten Banyuwangi dengan cara
meningkatkan pelatihan rutin dan aktualisasi seperti yang dilakukan sekarang agar
tidak tergilas dengan adanya globalisasi. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota
Banyuwangi juga harus mampu menyaring / memfilter kebudayaan asing yang
masuk pada setiap daerah di Banyuwangi supaya kesenian tradisional seperti tari
Gandrung ini dapat dipertahankan sampai generasi penerus. Selain itu , pemerintah
menyediakan dana atau anggaran khusus bagi pengembangan kesenian daerah
khususnya kesenian tari Gandrung ini karena kesenian daerah dapat menjadi salah
satu aset pendapatan bagi pemerintah daerah.
DAFTAR RUJUKAN
Abdurachman, Rosid. 1982. Pendidikan Seni Tari. Jakarta: PT Rais Utama.
Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Basri, Hasan. 2009. Kesenian Gandrung Banyuwangi. Banyuwangi: Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi.
Blues, Najm. 2010. Pengertian Seni Tari. (Online),
(http://blues90.files.wordpress.com/2010/pengertian-seni-tari.doc, diakses
28 Januari).