Abstract
Tari Jaranan Banyuwangi adalah kesenian tari tradisional yang kaya akan nilai seni dan
budaya, tarian ini juga sangat kental akan kesan magis dan nilai spiritual. Tari Jaranan ini
merupakan kesenian yang sangat terkenal di banyuwangi yang tersebar di beberapa
kecamatan, seperti Kecamatan Banyuwangi, Kabat, Rogojampi, Kalipuro, Licin, Singonjuruh,
Rogojampi, Giri dan kecamatan Glagah. Penelitian terdahulu tentang Jaranan sudah banyak
dilakukan. Dari beberapa penelitian terdahulu tentang Jaranan, penelitian ini sangat
berbeda dari penelitian terdahulu yang fokus penelitiannya pada sejarah awal seni jaranan,
nilai-nilai/ makna seni jaranan, perkembangan seni jaranan, dan bentuk pertunjukan seni
jaranan. Penelitian ini lebih terfokus pada budaya “Kesurupan” yang meliputi proses ritual
kesurupan, makna kesurupan dan perubahan budaya kesurupan dalam ritual tradisi
jaranan Banyuwangi. Peneliti menggambildata di tiga Kecamatan yaitu Kecamatan
Banyuwangi yaitu Grup Jaranan Baluk, kecamatan Glagah yaitu Grup Jaranan KarangAsem
dan Kecamatan Giri yaitu Grup Jaranan Tresno Budoyo. Peneliti menggunakan Metode
deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara dan
dokumentasi.
Banyuwangi Jaranan Dance is a traditional art that is rich in artistic and cultural values, this
dance is also very thick to the impression of magical and spiritual value. Jaranan dance is a
very famous art in banyuwangi spread in several districts, such as District Banyuwangi,
Kabat, Rogojampi, Kalipuro, Licin, Singonjuruh, Rogojampi, Giri and Glagah district. The
usual research on Jaranan has been done a lot. From several studies on jaranan, this study is
very different from the initial research that focuses on the initial research of jaranan art, the
values / meaning of jaranan art, the art of jaranan performance, and the art of jaranan
performance. This research is more focused on the culture of "Kesurupan" which includes
the process of ritual possession, the meaning of possession and culture in ritual jaranan
Banyuwangi. Researchers took data in three sub-districts of Banyuwangi, namely
Jaranan Baluk Group, Glagah sub-district, Jaranan Karang Asem Group and Giri Sub-District,
Tresno Budoyo Jaranan Group. Researchers use qualitative descriptive method with data
recognition techniques, interviews and documentation.
DOI: 10.31227/osf.io/tqhya 15 | P a g e
FKIP UNIVERSITAS PGRI BANYUWANGI SEMINAR NASIONAL
Pendidikan Budaya dan Sejarah “Dibalik Revitalisasi Budaya”
ISBN: 978-602-72362-7-1
DOI: 10.31227/osf.io/tqhya 16 | P a g e
FKIP UNIVERSITAS PGRI BANYUWANGI SEMINAR NASIONAL
Pendidikan Budaya dan Sejarah “Dibalik Revitalisasi Budaya”
ISBN: 978-602-72362-7-1
DOI: 10.31227/osf.io/tqhya 17 | P a g e
FKIP UNIVERSITAS PGRI BANYUWANGI SEMINAR NASIONAL
Pendidikan Budaya dan Sejarah “Dibalik Revitalisasi Budaya”
ISBN: 978-602-72362-7-1
halus maka tugas dari pawang adalah diantaranya yaitu jarananan Joyo Kusumo,
menyadarkannya kembali. Sebelum pemain Jaranan Karang Asem dan Jaranan Baluk
sadar biasanya roh halus yang masuk serta alasan yang ketiga yaitu mengenai
kedalam tubuh penari jaranan meminta hal- lokasi yang mudah dijangkau peneliti dalam
hal yang tidak wajar, seperti meminta bunga, melakukan penelitian agar penelitian ini
memakan pecahan kaca, meminta kelapa dapat berjalan maksimal.
dan pernah juga ada kejadian penari yang Dari beberapa penelitian terdahulu tentang
kesurupan ada yang melarikan diri. Keadaan Jaranan, penelitian ini sangat berbeda dari
kerasukan ini menarik, karena peristiwa penelitian terdahulu yang fokus
tersebutmerupakan bukti yang paling jelas penelitiannya pada sejarah awal seni
dari adanya hubungan yang erat antara seni jaranan, nilai-nilai/ makna seni jaranan,
pertunjukan jaranan dengan kepercayaan perkembangan seni jaranan, dan bentuk
disuatu masyarakat. Masyarakat masih pertunjukan seni jaranan. Penelitian ini lebih
percaya akan adanya roh halus yang ada terfokus pada budaya “Kesurupan” yang
pada suatu tempat yang dianggap sakral. meliputi proses ritual kesurupan, makna
Seni Tari Jaranan Banyuwangi tersebar di kesurupan dan perubahan budaya kesurupan
beberapa kecamatan, seperti Kecamatan dalam ritual tradisi jaranan Banyuwangi.
Banyuwangi, Kabat, Rogojampi, Kalipuro, Berangkat dari uraian di atas, maka penulis
Licin, Singonjuruh, Rogojampi, Giri dan ingin melakukan penelitian yang berjudul,
kecamatan Glagah. Penulis mengambil Budaya “Kesurupan” Seni Tradisi
tempat penelitian di tiga kecamatan, yaitu Jaranan Banyuwangi”.
Kecamatan Banyuwangi, Giri dan Glagah,
2. Kajian Literatur dan Pengembangan
alasannya yang pertama karena mayoritas
Hipotesis
masyarakat di tiga kecamatan ini adalah a. Kebudayaan
masyarakat etnik Using yang menjadikan Indonesia kaya akan budaya, istiadat
kesenian jaranan sebagai hiburan wajib dan tradisi, maupun seni yang dimiliki
dalam acara sunatan dan pernikahan. Alasan merupakan karya budaya pendahulu kita.
kedua yaitu karena ketiga wilayah ini Menurut Koentjaraningrat dalam Sulistyanto
mempunyai grup jaranan yang namanya (2012:1), bahwa kebudayaan itu mempunyai
tersohor di penjuru wilayah Banyuwangi tiga wujud yaitu: yang pertama sebagai
DOI: 10.31227/osf.io/tqhya 18 | P a g e
FKIP UNIVERSITAS PGRI BANYUWANGI SEMINAR NASIONAL
Pendidikan Budaya dan Sejarah “Dibalik Revitalisasi Budaya”
ISBN: 978-602-72362-7-1
DOI: 10.31227/osf.io/tqhya 19 | P a g e
FKIP UNIVERSITAS PGRI BANYUWANGI SEMINAR NASIONAL
Pendidikan Budaya dan Sejarah “Dibalik Revitalisasi Budaya”
ISBN: 978-602-72362-7-1
adat untuk berkomunikasi dengan seniman kepada orang lain (penonton atau
leluhurnya sebagai bentuk penghormatan penikmat). Sebagai alat ekspresi, tari
dan rasa syukur. mampu menciptakan untaian gerak yang
dapat membuat penikmatnya peka terhadap
b. Kese nian Tari Jaranan Banyuwangi
sesuatu yang ada dan terjadi. Tari adalah
Seni berasal dari bahasa Melayu sebuah ungkapan, pernyataan, dan ekspresi
yang berarti kecil. Seni adalah keindahan penciptanya yang memuat komentar-
dan seni adalah tujuan yang positif komentar mengenai realitas, yang bisa
menjadikan penikmat merasa dalam merasuk di benak penikmatnya setelah
kebahagiaan. Seni adalah bentuk yang pertunjukan selesai (Jazuli, 2007:4)
pengungkapannya dan penampilannya tidak Kesenian jaranan merupakan wujud
pernah menyimpang dari kenyataan dan seni dari bentuk rasa syukur terhadap kekuatan
itu adalah meniru alam. Seni adalah sebuah animisme dan dinamisme, diwujudkan
impian karena rumus-rumus tidak dapat dalam bentuk tarian maupun doa atau
mengihtiarkan kenyataan kesenian religius lainnya. Ditinjau dari arti
Karya seni merupakan sebuah benda atau kata Jaranan berasal dari kata jaran atau
artefak yang dapat dilihat, didengar, atau kuda mendapat akhiran-an menunjukan
dilihat dan sekaligus didengar (visual, audio, bentuk tidak asli atau dalam kata lain tiruan
dan audio-visual), seperti lukisan, music dan (replika). Dalam budaya Jawa jaran
teater (Sumardjo, 2000:45). merupakan simbol kekuatan, lambang
Seni tari merupakan seni yang keperkasaan dan lambang kesetiaan. Ketika
dinikmati melalui media penglihatan dan manusia menggunakan kuda sebagai
pendengaran (audio-visual). Tari merupakan kendaraan atau wahana, maka manusia
sebuah seni kolektif, sebab dalam digambarkan sedang berjuang mengarungi
proses dan kerangka wujudnya tempat hidup menuju tujuan hidupnya atau yang
dibentuk oleh berbagai disiplin seni yang dikenal dengan cita-cita. (Trisakti,
lainmisalnya sastra, musik, seni rupa, dan 2013:379).
seni drama (Hidajat, 2005:1). Group Jaranan Banyuwangi
Tari sebagai karya seni merupakan menyebar di hampir seluruh kabupaten
alat ekspresi dan sarana komunikasi seorang Banyuwangi. Sebutan Group Jaranan
DOI: 10.31227/osf.io/tqhya 20 | P a g e
FKIP UNIVERSITAS PGRI BANYUWANGI SEMINAR NASIONAL
Pendidikan Budaya dan Sejarah “Dibalik Revitalisasi Budaya”
ISBN: 978-602-72362-7-1
biasanya disesuaikan dari asal Desa Jaranan di luar kesadaran manusia kemudian tidak
tersebut berasal, Seperti, Jaranan Mangir ingat apa-apa, seperti halnya penari jaranan
berasal dari Desa Mangir, Jaranan yang mengalami kesurupan atau kesurupan
Karangasem berasal dari Desa Karangasem, akan melakukan gerakan di luar
Jaranan Baluk dari Desa Baluk, dan Jaranan kesadarannya, karena telah dikuasai oleh roh
Licin berasal dari Desa Licin. Kesenian yang masuk ke dalam tubuh penari melalui
jaranan Banyuwangi masih tetap hidup pawang. Dalam kepercayaan masyarakat
karena banyak masyarakat Banyuwangi Jawa, kesurupan merupakan sesuatu yang
yang menjadikan pertunjukan seni tradisi dilandasi dengan adanya masuknya roh
jaranan Banyuwangi sebagai acara hiburan dalam diri seseorang disamping itu juga
wajib dalam acara sunatan dan pernikahan. diperlukan sesaji yang merupakan suatu cara
Pada perkembangannya di era modern saat untuk memanggil roh untuk datang melalui
ini pertunjukan kesenian Jaranan sudah barang atau benda. Hal ini mengingat seni
sedikit mengalami perubahan dibeberapa pertunjukan jaranan tidak lepas dari gerakan
sisi. Sebuah kondisi yang tampak ketika sisi yang atraktif atau akrobatik yang dianggap
magis yakni pada kondisi kesurupan telah penuh dengan unsur kekuatan gaib serta sulit
diminimalisasi dan mengalami bentuk diterima dengan akal sehat(Wijayanti,
penyesuaian. 2016:19).
Budaya kesurupan yang terdapat
c. Kesurupan dalam Seni Tradisi Jaranan Banyuwangi
Menurut Wallace dalam Springate diawali dengan ritual pemanggilan roh halus
(2009:5) Konsep kesurupan adalah sebuah dengan media sarana dan prasarana yang
fenomena tentang mahluk halus yang menunjang seperti sesajen diantarnya yaitu
menguasai pikiran perasaan, dan intelek kembang tujuh rupa, beras ketan kuning,
(kesanggupan untuk membuat keputusan) lauk ikan, ayam hitam, batok kelapa yang
pada diri seseorang dengan menyatu pada dibakar serta kemenyan. Dalam proses
kesadarannya. kesurupan lakon akan melakukan atraksi
Kesurupan adalah kemasukan setan dengan dengan salah satu media yaitu
atau roh, orang yang kemasukan roh maka Barong/ macan-macanan lalu diiringi
tidak sadar lagi. Hal ini mengalami keadaan dengan irama tabuhan musik yang sangat
DOI: 10.31227/osf.io/tqhya 21 | P a g e
FKIP UNIVERSITAS PGRI BANYUWANGI SEMINAR NASIONAL
Pendidikan Budaya dan Sejarah “Dibalik Revitalisasi Budaya”
ISBN: 978-602-72362-7-1
kencang. Pada saat lakon kerasukan mahluk teknik pengambilan data dilapangan dengan
halus, roh halus tersebut yang menguasai cara melakaukan pengamatan langsung
pikiran, perasaan, dan intelek (kesanggupan dilapangan (Agus Mursidi, 2016:96)
untuk membuat keputusan) pada diri Data yang diperoleh dengan wawancara
seseorang dengan menyatu pada mendalam dengan berbagai pihak yang
kesadarannya. Alhasil mahluk halus ini bisa bersangkutan. Setelah itu data yang
menguasai tindakan seseorang, menguasai diperoleh kemudian dapat dikelola dan
jiwanya dan tingkah laku. Oleh karena itu, dianalisis, serta data tersebut dipilah-pilah
tingkah laku seseorang yang kesurupan di disesuaikan dengan pembahasan.. Selanjut
luar nalar manusia, mereka menari seperti mendiskripsikan dan disimpulkan. Peneliti
hewan, berlariankan ke arah penonton yang juga menggunakan metode Trianggulasi
menggodanya dan melakukan atraksi seperti untuk menguji keabsahan data, sehingga
memakan bunga, beling, batok kelapa,serta dapat memperkuat data, untuk membuat
ayam hidup. peneliti yakin tentang kebenaran dan
kelengkapan data. Penelitian ini bertujuan
3. Metode Penelitian
untuk mendeskripsikan tentang budaya
Metode penelitian menggunakan metode kesurupan seni tradisi jaranan banyuwangi
deskriptif kualitatif yaitu dengan cara yang berada Kabupaten Banyuwangi
menguraikan dan menggambarkan aspek Provinsi Jawa Timur.
yang diteliti. Penelitian kualitatif data yang
Daftar Pustaka
diperoleh berupa kata-kata melalui informasi
dari para pendukung, tulisan, dan foto. Handoko, Agus Dwi. 2014. “Perkembangan
Metode deskriptif adalah tehnik Seni Tari Jaranan Buto Di Kecamatan
Cluring Kabupaten Banyuwangi
pengumpulan data yang berupa kata–kata, Tahun 1963-2007”.e-Journal
gambar, dan bukan angka–angka. Data yang Pendidikan Sejarah. Volume 2, No 3,
Oktober 2014.
dikumpulkan dapat berupa naskah Hidayat, Robbi. 2015. “Wawasan Seni Tari.
wawancara, catatan lapangan, foto, Pengetahuan Praktis Bagi Guru Seni
Tari. Malang”. Skripsi.Jurusan Seni
vidiotape, dokumentasi pribadi, catatan atau dan Desain Fakultas Sastra Universitas
memo, dan dokumentasi resmi lainnya Negeri Malang dengan Unit
Pengembangan Profesi Tari.
(Moleong, 2011 : 11). Observasi menjadi
DOI: 10.31227/osf.io/tqhya 22 | P a g e
FKIP UNIVERSITAS PGRI BANYUWANGI SEMINAR NASIONAL
Pendidikan Budaya dan Sejarah “Dibalik Revitalisasi Budaya”
ISBN: 978-602-72362-7-1
Jaya, Indra Ludvi. 2017. “Kesenian Jaranan Mursidi, Agus, 2016. Dominasi Kiai Dalam
Sentherewe di Kabupaten Pendidikan di pondok Pesantren
Tulungagung Tahun 1958 – 1986”.e- Ihya’ulumiddin. Historia Volume 4,
Journal Pendidikan Sejarah. Volume nomor 2. UMM Metro
5, No. 3, Oktober 2017. Radhia, Hanifati Alifa. 2016. “Dinamika
Jazuli, M. 2007. Pendidikan Seni Budaya. Seni Pertunjukan Jaran Kepang Di
Suplemen Pembelajaran Tari. Kota Malang”.Jurnal Kajian Seni.
Semarang: UNNES PRESS Volume 02 No.02 April 2016.
Kartikasari, Dewi. 2014. “Bentuk, Makna, Rahardi, D.S., Sumarno, Sumarjono. 2015.
Dan Fungsi Pertunjukan Kuda “Perkembangan Kesenian Tradisional
Lumping Turonggo Tri Budoyo Di Jaran Kencak (Kuda Kencak) Di
Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kecamatan Yosowilangun Kabupaten
Kabupaten Purworejo”.Jurnal Lumajang Tahun 1972-2014”.Artikel
Program Studi Pendidikan Bahasa Ilmiah Mahasiswa. Universitas
dan Sastra Jawa_Universitas Jember.
Muhammadiyah Purworejo.Vol. 04 Springate, Lucy. 2009. “Kuda Lumping dan
No. 01 Mei 2014 fenomena Kesurupan Massal: Dua
Kartika Nugraheni, Whinda. 2015. “Bentuk Studi Kasus Tentang Kesurupan
Penyajian Kesenian Tari Jaranan Thik Dalam Kebudayaan Jawa”. Skripsi.
Di Desa Coper, Kecamatan Jetis Universitas muhamadiyah Malang.
Kabupaten Ponorogo Jawa Sulistiyanto, Agus. 2012. “Nilai-Nilai
Timur”.Skripsi.Fakultas Bahasa dan Dalam Kesenian Kuda Lumping
Seni, Universitas Negeri Yogyakarta Turonggo Seto Di Desa Medayu
Kayam, Umar. 1981. Seni, Tradisi, Kecamatan Suruh Kabupaten
Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan. Semarang Tahun 2012”.Skripsi.
Koentjaraningrat. 1999. Pengantar Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Antropologi I. Jakarta: Aksara Baru. (Stain) Salatiga.
Liliweri, Alo. 2003. Makna Budaya dalam Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian
Komunikasi antar Budaya. Kualitatif R&D. Bandung: Alfabeta.
Yogyakarta: LKIS. Sumardjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni.
Made Karthadinata, Dewa. 2006. “Barong Bandung: ITB
Dan Rangda: Perkembangan, Proses Trisakti. 2013. “Bentuk dan Fungsi Seni
Pembuatan, Dan Sakralisasi, Serta Pertunjukan Jaranan Dalam Budaya
Pesan-Pesan Budaya Dalam Masyarakat Jawa Timur”.Artikel
Penampilannya Sebagai Kesenian ilmiah. Universitas Negeri Surabaya.
Tradisional Bali”. Tesis.Universitas Wijatanti, Hesti. 2016. “Pawang Dalam Seni
Negeri Semarang Pertunjukan Jaranan di Desa Sraten
Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kecamatan Karanggede
Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Kabupaten Boyolali”.
PT Remaja Rosdakarya Skripsi.Universitas Negri Semarang.
Moleong, Lexy J. 2011. Metode Penelitian Veramita Sari, Aulia. 2017. “Makna
Kualitatif. Bandung: PT Remaja Kesenian Tradisional Kuda Lumping
Rosdakarya. Sebagai Seni
DOI: 10.31227/osf.io/tqhya 23 | P a g e
FKIP UNIVERSITAS PGRI BANYUWANGI SEMINAR NASIONAL
Pendidikan Budaya dan Sejarah “Dibalik Revitalisasi Budaya”
ISBN: 978-602-72362-7-1
Pertunjukan”.Skripsi.UniversitasLamp
ung.
DOI: 10.31227/osf.io/tqhya 24 | P a g e