Anda di halaman 1dari 12

gulawentah: Jurnal Studi Sosial ISSN: 2528-6293

Volume 2 Nomor 2 Desember 2017 hal 79-90


Avaliable online at: http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/gulawentah

KESENIAN LEDUG KABUPATEN MAGETAN


(STUDI NILAI SIMBOLIK DAN SUMBER KETAHANAN BUDAYA)

Muhammad Hanif
Program Magister PIPS, Universitas PGRI Madiun
Email: hanif@unipma.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan nilai simbolik kesenian
Ledug Kabupaten Magetan dan potensinya yang dapat dijadikan sebagai sumber membangun
ketahanan budaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif etnografis. Informannya
yaitu seniman, tokoh masyarakat, dan pejabat pemerintahan. Penentuan informannya dengan
teknik purposive sampling.Sumber datanya bersifat primer dan skunder, serta diambil dengan
teknik wawancara, pengamatan, dan pencatatan dokumen. Instrumen utamanya adalah peneliti
sendiri. Sedangkan analisis datanya dengan teknik kualitatif model interaktif. Hasil penelitian
menggambarkan bahwa kesenian ledug merupakan seni musik yang mempadu-padankan suara
lesung dan bedug sebagai instrumen utama. Kesenian ini sebagai pengharmonian budaya Jawa
(lesung) dan Islam (bedug) dan bersifat adaptif. Makna simbolik dari Ledug yakni manusia
sebagai hamba Tuhan berkewajiban menjalankan ibadah secara seimbang antara ibadah yang
bersifat vertikal (bedug) dengan ibadah yang bersifat horizontal (lesung). Nilai-nilai tersebut
memiliki potensi sebagai sumber kekuatan dan keteguhan sikap masyarakat dalam
mempertahankan budaya asli yang adiluhung dari pengaruh negatif budaya asing.
Kata kunci: Ketahanan Budaya;Ledug; Nilai Simbolik

Folk Art “Ledug” Originated from Magetan Regency


(A Study of Symbolic Values and Sources of Culture Protection)

Abstract
The study aims to analyze and describe symbolic values of folk art “Ledug” originated
from Magetan regency and its potentials that can become sources of developing culture
protection.The study used Ethnography qualitative research. The informants were local artists,
socialites, and government officials. They were selected through using purposive sampling.
There were two kinds of data sources namely primary and secondary data, collected through
interviewing, doing observation, and documenting. The main research instrument here was the
researcher himself. The data, then, were analyzed by using interactive model of qualitative
technique. The findings show that folk art “ledug” is musical artmix-matching the sound of
hitting lesung (a container made of wood for crushing grains into flour) and bedug (a large
hanging drum used to summon people to pray) as main musical instruments. This folk art is a
way to collaboratein harmony the Javanese culture (lesung) and Islamic culture (bedug)
adaptively. The symbolic meaning of Ledug is human as God creatures obliged to worship in
balance vertically (bedug) and horizontally (lesung). These values have their potentials to be
sources of society’s strengths and beliefs in protecting original supreme culture against
negative influence of foreign culture.
Keywords: Culture Protection; Ledug; Symbolic Values

Kesenian Ledug Kabupaten Magetan … 79 |


gulawentah: Jurnal Studi Sosial
Volume 2 Nomor 2 Desember 2017 hal 79-80
Avaliable online at http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/gulawentah

Pendahuluan umum terhadap nilai-nilai keanggungan


Kehidupan masyarakat seni.
Indonesia di era globalisasi dan Membicara tentang kesenian di
Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) Indonesia memerlukan pembatasan
dewasa ini mengalami perubahan tersendiri karena tidak hanya jumlahnya
menuju masyarakat baru yang beranjak yang banyak tetapi juga bentuk dan
ke arah reunifikasi dan unsur-unsur karakteristiknya yang berbeda-beda,
budaya asing masuk dan bersanding seperti kesenian nasional dan kesenian
dengan kebudayaan lokal semakin tidak tradisional. Salah satu kesenian tersebut
terhindarkan. Jika masyarakat tidak yaitu kesenian Ledug (Lesung-Bedug)
selektif dalam interaksi dengan budaya di Kabupaten Magetan Propinsi Jawa
luar dan kurangnya kesadaran terhadap Timur. Kesenian Ledug ini merupakan
kebudayaan yang telah dimilikinya, kesenian tradisional khas dan menjadi
maka kebudayaan lokal atau nasional kebanggaan masyarakat Magetan.
yang merupakan identitas dan jati diri Masyarakat terus menerus berupaya
lambat laun akan pudar. Sebaliknya, mengkreasikan kesenian ledug dan
jika masyarakat memiliki kemampuan Pemerintah Kabupaten Magetan juga
melestarikan dan menjaga kebudayaan memberi respon positif dan
lokal atau nasional, maka budaya luar mefasilitasinya termasuk menggelar
menjadikan unsur-unsur mendorong festival Ledug setiap tahunnya. Hal
kebudayaan ke arah yang lebih maju tersebut dilakukan tentunya berkaitan
dan modern. dengan nilai-nilai yang dimiliki Ledug
Salah satu unsur kebudayaan yang sehingga masyarakat berupaya
banyak menarik perhatian masyarakat melestarikan dan mendukungnya sebab
dewasa ini yaitu kesenian dengan segala kelangsungan suatu kebudayaan-
manivestasinya. Kesenian merupakan kesenian akan sangat tergantung pada
bagian dari kebudayaan namun acapkali masyarakat pendukungnya.
kesenian menjadi tema kajian budaya. Namun dalam perkembangannya di
Hal ini tersebut dikarekan kesenian era dewasa ini kurang menggembirakan.
memiliki bobot besar dalam Kesenian Ledug kurang
kebudayaan, kesenian sarat dengan diminatiterutama oleh generasi muda.
kandungan nilai-nilai budaya, bahkan Generasi muda lebih suka kesenian-
menjadi wujud dan ekspresi yang kesenian pop, dangdut, dan kesenian
menonjol dari nilai-nilai budaya manca negara. Padahal kesenian
(Hanif,2016). Hatta (2010) Ledugsudah hidup di tengah-tengah
menyampaikan bahwa kesenian masyarakat dalam kurun waktu yang
diartikulasikan sesuai dengan tuntutan relatif lama. Selain itu kesenian
perkembangan sosial, sehingga mudah Ledugsebagai kesenian tradisional pada
beradaptasi dan mendorong kepekaan umumnya dalam proses penciptaannya
ada nilai yang diusung dan disampaikan

80 | Kesenian Ledug Kabupaten Magetan …


gulawentah: Jurnal Studi Sosial
Volume 2 Nomor 2 Desember 2017 hal 79-90
Avaliable online at http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/gulawentah

kepada masyarakat untuk dijadikan hasil ekspresi hasrat manusia akan


rujukan menyikapi masalah hidup dan keindahan dengan latar belakang tradisi
kehidupan. Nilai-nilai inilah yang atau sistem budaya masyarakat pemilik
belum banyak diketahui dan dipahami kesenian tersebut (Hanif,2016).
oleh masyarakat terutama generasi Koentjaraningrat (2009:166)
muda sehingga perlu diungkapkan menyampaikan bahwa kesenian adalah
melalui penelitian ini. kompleksitas dari berbagai ide-ide,
Masalah tersebut di atas penting norma-norma, gagasan, nilai-nilai, serta
diteliti karena tidak sedikit masyarakat peraturan dimana kompleks aktivitas
yang memelihat pertunjukkan kesenian dan tindakan tersebut berpola dari
Ledughanya sebatas menikmati musik manusia itu sendiri dan pada umumnya
dan tariannya, bahkan ada penonton berwujud berbagai benda-benda hasil
yang menonton penonton dan belum ciptaan manusia. Sedangkan tradisional
memahami nilai-nilainya. Hal tersebut menurut Prestia dan Susetyo (2013)
akan berakibat pada kehilangan makna merupakan istilah turunan dari kata
dan ujung-ujungnya menjadi tidak dasar tradisi yang memiliki arti adat
lestari serta timbulnya masalah-masalah kebiasaan turun-temurun yang masih
sosial yang dilatarbelakangi oleh dijalankan dalam masyarakat.
degradasi nilai dan moral. Padahal Tradisional juga dimaknai sebagai sikap
kesenian tradisional di Indonesia pada dan cara berpikir serta bertindak yang
umumnya mengandung nilai-nilai selalu berpegang teguh pada norma dan
simbolik yang adiluhung dan adat kebiasaan yang ada secara turun-
berpotensi sebagai sumber ketahanan temurun. Tradisi di dalamnya ada ciri
budaya. Oleh karena itu penelitian ini kuat yaitu selalu bertolak dari kedaan
menarik dan perlu dilaksanakan. masa lalu sebagai suatu situasi proses
Berangkat dari uraian di atas maka sosial yang unsur–unsurnya diwariskan.
penelitian ini difokuskan pada nilai-nilai Hal ini sejalan dengan pendapat
simbolik yang dimiliki kesenian Sutiyono (2012:123) bahwa seni tradisi
Ledugdan potensinya sebagai sumber merupakan seni yang hidup sejak lama
ketahanan budaya. Adapun tujuan yang diwariskan secara turun temurun.
penelitian ini adalah untuk menganalisis Dengan demikian kesenian tradisional
dan mendeskripsikan nilai simbolik pada hakikatnya merupakan suatu hasil
kesenian Ledug dan potensinya sebagai ekspresi hasrat manusia akan keindahan
sumber ketahanan budaya agar dengan latar belakang tradisi atau
masyarakat terutama generasi muda sistem budaya masyarakat pemilik
dapat bersikap dan bertindak sesuai kesenian tersebut.
dengan kaidah-kaidah dan spirit nilai- Dalam karya seni tradisional
nilai adiluhung. tersirat pesan dari masyarakatnya
Kesenian Ledug sebagai sebuah berupa pengetahuan, gagasan,
kesenian tentunya merupakan suatu kepercayaan, nilai, norma sebagai nilai

Kesenian Ledug Kabupaten Magetan … 81 |


gulawentah: Jurnal Studi Sosial
Volume 2 Nomor 2 Desember 2017 hal 79-80
Avaliable online at http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/gulawentah

simbolik-budaya. Nilai-nilai simbol lingkungan yang diberi makna tertentu


yang bertujuan untuk disampaikan oleh masyarakat sehingga
kepada masyarakat untuk dimengerti mempengaruhi perilaku manusia atau
dan dipahami oleh masyarakat itu pada makna yang diberikan. Menurut
sendiri. Pemaknaan simbol-simbol Morris (dalam Masinambow, 2001:26-
sebagai pemaknaan pesan adalah suatu 27) jika suatu stimulus atau rangsangan
keharusan bagi sekelompok masyarakat memunculkan respon, yang identik
terhadap aktivitas religi dan sistem dengan respons serupa yang terangsang
kepercayaan yang dianutnya. Dalam oleh suatu objek, stimulus itu adalah
prosesi setiap tradisi selalu terjadi sebuah tanda. Fokusnya pada
pemaknaan simbol-simbol tertentu bagaimana perilaku atau kecenderungan
terhadap tahapan serta prosesi berperilaku terhadap tanda dengan
pelaksanaan ritual tradisi tersebut referennya.
(Hanif,2016). Hubungan tindakan manusia
Makna simbolik dalam kajian dengan simbol menurut teori interaksi
kebudayaan dikaitkan dengan ”tanda” simbolik Blumer bertumpu pada tiga
dengan berbagai cara pandang dan premis yaitu (1) manusia berindak
dengan teori yang berbeda. Kesenian terhadap sesuatu berdasarkan makna-
Ledugsebagai sebuah sistem budaya makna yang ada pada sesuatu itu bagi
memiliki hubungan dengan makna mereka, (2) makna tersebut berasal dari
simbol tertentu. Simbol merupakan interaksi sosial seseorang dengan orang
suatu tanda indrawi dan realitas lain, dan (3) makna-makna tersebut
supraindrawi. Tanda-tanda indrawi, disempurnakan pada saat interakasi
pada dasarnya, memiliki kecenderungan sosial berlangsung (Haryanto, 2012:81-
tertentu untuk menggambarkan realitas 82). Hal serupa juga disampaikan Ritzer
supraindrawi. Morris (dalam (2012:625-649) yaitu (1) manusia hidup
Masinambow, 2001:26-27) menjelaskan dalam lingkungan simbol serta
bahwa simbol adalah gambaran dari memberikan tanggapan terhadap
suatu objek nyata atau khayal yang simbol-simbol tersebut, (2) melalui
menggugah perasaan atau digugah oleh simbol-simbol manusia berkemampuan
perasaan. Perasaan-perasaan tersebut menstimulasi orang lain, (3) melalui
berhubungan dengan objek, satu sama komunikasi simbol-simbol dapat
lain, dan dengan subjek. dipelajari sejumlah besar arti dan nilai-
Simbol dalam seni bersifat nilai sehingga dapat dipelajari cara-cara
konotatif yang didalamnya termuat tindakan orang lain.
berbagai potensi makna yang muncul Dengan demikian kesenian sebagai
secara asosiatif dalam penggunaan sistem tanda berfungsi sebagai sarana
maupun interpretasi dari simbol penataan kehidupan masyarakat. Bagi
tersebut. Dalam konteks ini ”tanda” warga suatu masyarakat, pemahaman
yang dimaksud yaitu tanda pada terhadap sistem tanda yang berlaku

82 | Kesenian Ledug Kabupaten Magetan …


gulawentah: Jurnal Studi Sosial
Volume 2 Nomor 2 Desember 2017 hal 79-90
Avaliable online at http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/gulawentah

memungkingkan warga masyarakat diri dan nilai-tambah akal-budi serta


berperilaku sesuai dengan yang budi pekerti.
diharapkan darinya oleh sesama warga Hatta (2008)menekankan bahwa
masyarakat karena terdapat kesesuaian pelestarian kesenian ini erat kaitannya
dari tanda-tanda yang dengan kemerdekaan bangsa Indonesia
dipahaminyasehinggga dapat dijadikan yaitu “mencerdaskan kehidupan
sebagai sumber ketahanan budaya. bangsa”. Mencerdaskan kehidupan
Dalam Pembangunan Nasional, bangsa bukanlah makna yang
kesenian-tradisional sebagai bagian dari berdasarkan pada konsepsi iptek atau
kebudayaan nasional memiliki kaitan pun konsepsi biologi-genetika,
dengan pemahaman dan apresiasi nilai- melainkan merupakan suatu konsepsi
nilai kultural sebagai ketahanan budaya. budaya. Dengan demikian
Hal ini mengacu pada kesenian “mencerdaskan kehidupan bangsa”
tradisional mengandung nilai-nilai luhur merupakan upaya untuk meningkatkan
yang ditujukan untuk menuntun kekayaan batin, meningkatkan kadar
masyarakat agar menjadi pribadi yang budaya bangsa, kadar kemadanian,
beradab dan berbudaya, sehingga sebagai suatu proses humanisasi
generasi penerus bangsa yang baik mencapai keadiluhungan yang
untuk mewujudkan stabilitas nasional mengungguli basic instincts, untuk
yang sehat dan dinamis mengangkat harkat dan derajat insani
(Koentjaraningrat, 2009: 100). dari bangsa kita. Dengan demikian
Ketahanan budaya sebagai kesenian tradisional dengan kandungan
ketahanan nasional menurut Breda, nilai simbolik berpotensi untuk
Handerson, dan Hatta (dalam Milyartini dijadikan sumber ketahanan budaya.
dan Alwasilah.2012: 46) harus selalu
diartikan secara dinamis, di mana unsur- Metode Penelitian
unsur kebudayaan dari luar ikut Penelitian ini menggunakan
memperkokoh unsur-unsur kebudayaan pendekatan kualitatif etnografis yaitu
lokal dan tidak sebaliknya. Jadi bicara usaha meneliti suatu kelompok
mengenai ketahanan budaya pada kebudayaan tertentu yang dalam
dasarnya adalah upaya pelestariannya pengolahan data, sejakmereduksi,
dan pengembangannya secara dinamis menyajikan dan memverifikasi serta
dengan upaya-upaya yang lebih khusus. menyimpulkan data melainkan lebih
Upaya lebih khusus pelestarian ritual menekankan pada kajian interpretatif.
adat merupakan tindakan yang lebih Informan penelitian ini adalah
diorientasikan untuk meningkatkan seniman kesenian Ledug, tokoh
“nilai-tambah sosial-kultural”, yaitu masyarakat, tokoh pemuda, pejabat
nilai-tambah kemartabatan, nilai- pemerintahan. Sedangankan penentuan
tambah kebanggaan, nilai-tambah jati- informannya dengan teknik purposive
sampling.

Kesenian Ledug Kabupaten Magetan … 83 |


gulawentah: Jurnal Studi Sosial
Volume 2 Nomor 2 Desember 2017 hal 79-80
Avaliable online at http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/gulawentah

Sumber data yang digunakan Sedangkan analisis datanya


yaitu; (1) Sumber primer berupa menggunakan teknik analisa kualitatif
keterangan atau fakta diperoleh dari model interaktif.
informan dan peristiwa atau aktivitas
yang terkait dengan kesenian Ledug, Hasil Penelitian dan Pembahasan
dan makna simbolik yang perlu Kesenian ledug merupakan
dilestarikan sebagai ketahanan budaya, harmonisasi tetabuhan, gerak dan suara
(2) Sumber skunder berupa dokumen yang berakar dari budaya Jawa dan
dan profil objek, berita di media massa, Islam yang masing-masing diwakili
serta data lain yang relevan. lesung sura dan bedug muharam. Nama
Teknik pengumpulan data yang ledug diambil dari nama instrumen
digunakan yaitu wawancara mendalam, utamanya yang berupa lesung dan
observasi, dan pencatatan dokumen. bedug. Lesung adalah alat tradisional
Adapun instrumen utama penelitian ini dalam pengolahan padi atau gabah
yaitu peneliti sendiri dengan menjadi beras. Fungsi alat ini
menggunakan logika dan berpikir memisahkan kulit gabah (sekam, Jawa
analitik sehingga mampu memverifikasi merang) dari beras secara mekanik.
atau menyimpulkan. Sedangkan Lesung terbuat dari kayu berbentuk
instrumen bantu yaitu alat-alat tulis dan seperti perahu berukuran kecil dengan
rekam audio visual. panjang sekitar 2 meter, lebar 0,5 meter
Data yang diperoleh divaliditasi dan kedalaman sekitar 40 cm.
dengan teknik triangulasi sumber.

Gambar 1. Ibu-ibu sedang menumbuk padi (menutu)

Sedangkan bedug adalah alat musik komunikasi waktu sholat (Dinas


tabuh seperti gendang besar. Bedug Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan
pada umumnya di Magetan digunakan Olahraga,2014).
oleh umat Islam sebagai media

84 | Kesenian Ledug Kabupaten Magetan …


gulawentah: Jurnal Studi Sosial
Volume 2 Nomor 2 Desember 2017 hal 79-90
Avaliable online at http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/gulawentah

Gambar 2. Bedug

Sejarah terciptanya kesenian diriangi dengan suara cengkrama para


ledug tidak bisa dilepaskan dari Mamit penutu. Di sisi yang lain suara bedug
Slamet (almarhum) beserta rekan- memberi tanda bahwa waktu sholat
rekannya. Pada awal tahun 2000 Mamit telah tiba. Ketika penumbukan padi
Slamet (Alm) beserta rekan-rekannya melewati waktu subuh dan bedug
merancang sebuah kesenian lokal yang pertanda sholat subuh juga ditabuh
khas dan yang mencerminkan jati diri menghasilkan suara-suara bersautan
masyarakat Kabupaten Magetan. yang indah bila diaransemen dan
Proses kreatif dan ihktiar Mamit diharmonikan. Hal inilah yang
Slamet dan teman-temannya menginspirasi Mamit Slamet
membuahkan hasil yaitu mencipakan kesenian ledug.
mengharmonikan lesung dan bendug. Ide Mamit Slamet
Kesenian ini diilhami oleh dua alat mengharmonikan lesung dan bedug
kehidupan yang membudaya di diterima oleh rekan-rekannya dan
kalangan masyarakat Magetan. Pemerintah Kabupaten Magetan
Masyarakat Magetan yang mayoritas memberi respon positif. Proses kreatif
beragama Islam dan bermatapencarian ini dipertunjukkan kepada publik pada
petani tidak begitu saja acara tahun baru sura di panggung
mengesampingkan adat budaya Jawa gembira masyarakat Kabupaten
yang mereka warisi dari leluhurnya. Magetan. Sejaksaat itu kesenian ledug
Dalam mengolah hasil panen terutama dibudayakan dengan berbagai cara
padi, para petani menggunakan alu dengan berbagai kemasan dan
panjang (alat penumbuk) dan lesung perhelatan setiap tahunnya sampai
kayu untuk mengelupas butiran padi sekarang terutama dalam perayaan
atau gabah menjadi beras. Proses menyambut tahun baru Muharram atau
menutu (menumbuk padi) biasanya Suro diadakan festival ledug.
dilakukan ibu-ibu saat dini hari sampai
saat sholat shubuh tiba yang ditandai
dengan tabuhan bedug. Menutu
(menumbuk) padi terjadi sentuhan alu
panjang dengan lesung dan
menimbulkan suara bertalu-talu yang
Kesenian Ledug Kabupaten Magetan … 85 |
gulawentah: Jurnal Studi Sosial
Volume 2 Nomor 2 Desember 2017 hal 79-80
Avaliable online at http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/gulawentah

Gambar 3 Tampilan salah satu peserta festival ledug.

Gambar 4. Kirab ledug

Pertunjukkan kesenian ledug Telaga Sarangan dan Lir-ilir. Unsur


belum memiliki pakem sehingga melodis bisa dihasilkan oleh alat musik
memberi ruang besar para tambahan seperti saron, bonang,
pendukungnya untuk memberi sentuhan angklung dan alat musik lain,
suara, gerak, cerita dan warna. Dapat sedangkan unsur perkusi bisa diisi oleh
dibilang kesenian ledug bersifat lentur lesung, bedug dan atau ditambahkan
dan fleksibel karena bisa dimainkan dengan alat musik lain seperti djembe,
dengan berbagai alat musik yang lain. kendhang dan rebana.
Ledug juga dapat mengiringi berbagai Penyajian ledug mengalami
jenis sajian lagu dan cerita/sandiwara. pengembangan termasuk tema dan alur
Dalam festivalledug, repetoar (daftar ceritanya. Salah contohnya yang
rencana permainan sandiwara, opera, ditunjukkan oleh grup “Ledug
balet, komposisi musik, lagu, atau peran Dipokusumo Krido” Kecamatan Barat.
yang telah dipersiapkan dan dipelajari Grup ini terdiri dari 5 penabuh lesung, 3
oleh artis, grup musik, orkestra, atau penabuh bedug, 2 vokalis putri, 1
kelompok sandiwara sebelum pembaca puisi sejarah kepahlawanan
mengadakan pertunjukan di depan Pangeran Dipokusumo, dan 1 orang
penonton) yang sering disajikan antara yang berperan sebagai tokoh Pangeran
lain: Pepeling, Magetan Ngumandhang, Dipokusumo, dan 8 penari putri sebagai

86 | Kesenian Ledug Kabupaten Magetan …


gulawentah: Jurnal Studi Sosial
Volume 2 Nomor 2 Desember 2017 hal 79-90
Avaliable online at http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/gulawentah

penari latar. Susunan penyajian tetembangan berupa mars


panggungnya terbagi beberapa sesi yang Dipokusuman, (6) penutup. Kostum
terangkai dalam satu cerita yaitu (1) grup ini bernuansa klasik gaya Jogja-
pembuka berupa intro bedug dan Mataraman, karena menurut sejarah
lesung, (2) sirep bedug masuk vokal yang ada, leluhur Kadipaten Purwodadi
maskumambang dan pangkur serta berasal dari Keraton Ngayogyakarta
bedhayan yang berisi doa, penokohan Hadiningrat – Mataram. Warna yang
terhadap Pangeran Dipokusumo dan tari diambil dominan hitam, putih dan emas
bedhoyo Dipokusuman, (3) pembacaan yang merupakan ciri khas Pangeran
puisi Pangeran Dipokusumo, (4) jula- Diponegoro dan Pangeran Dipokusumo.
juli Surobayan berupa syair pitutur, (5)

Gambar 5. Pemain panggung Ledug Dipokusumo Krido

Ledug sebagai sebuah kesenian Kusumo (2008) mengungkapkan


memiliki simbol dengan berbagai bahwa lesung bukan sekadar alat
makna. Hal terbut terlihat pada alat mengolah gabah tetapi juga
musik utama yaitu lesung dan bedug. mengandung makna hiburan. para
Lesung merupakan alat tradisional penutu/penumbuk padi seringkali
dalam pengolahan padi/gabah menjadi diselingi dengan cengkrama dan canda
beras. Lesung terbuat dari kayu tawa disertai suara bunyi-bunyian dari
berbentuk seperti perahu berukuran alu-lesung. Lesung juga menjadi sarana
kecil padi atau gabah lalu ditumbuk untuk memperkuat persatuan dan
dengan alu (tongkat tebal dari kayu) kesatuan, dan gotong royong. Dulu jika
berulang-ulang sampai beras terpisah ada orang menabuh lesung, semua
dari sekam. Lesung mengandung warga langsung berbondong-bondong
berbagai makna, diantaranya (a) menuju sumber suara tersebut. Dan
penanda atau bukti kemakmuran. Ketika mereka dengan sendirinya akan
lesung dibunyikan tentu terjadi proses bergantian untuk menabuh lesung.
menumbuk padi, (b) media komunikasi Sementara warga yang tidak memukul
penduduk, (c) pengusir berhalaketika lesung, langsung bergabung dengan
terjadi gerhana bulan atau matahari, rekan-rekannya yang lain untuk
lesung dibunyikan dengan tujuan agar mengerjakan sesuatu yang bermanfaat.
Bathara Kala yang memakan bulan Bedug merupakan instrumen
segera mengeluarkan bulan kembali. tabuh berbentuk gendang besar yg
Kesenian Ledug Kabupaten Magetan … 87 |
gulawentah: Jurnal Studi Sosial
Volume 2 Nomor 2 Desember 2017 hal 79-80
Avaliable online at http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/gulawentah

digunakan sebagai alat komunikasi dimensi yaitu itu ibadah yang bersifat
tradisional untuk ritual peribadatan vertikal (bedug) dan ibadah yang
yaitu sebagai penanda waktu sholat bersifat horizontal (lesung). Manusia
telah tiba. Menurut Widjaja (2010) selain sebagai makhluk individu yang
bedugsebagai alat musik tradisionil diwajibkan menjalankan ibadah kepada
mengeluarkan bunyi dalam frekuensi Tuhan, manusia juga sebagai makhluk
bass memiliki fungsi sebagai drona atau sosial. Dimana manusia hidup selalu
tekanan pemberat pada pola irama. membutuhkan orang lain. Manusia
Pola-pola irama tersebut membentuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi
siklus yang bermuara pada drona.Drona dengan orang lain. Dengan demikian,
menggambarkan sebuah pusat maka manusia haruslah memiliki akhlak
kesemestaan. Halini dapat dimaknai yang baik, saling menolong, gotong
bahwa bunyi bedug adalah perwujudan royong, toleran dan menyayangi sesama
dari suara Sang Ilahi,pusat semesta. manusia. Hidup akan menjadi indah
Mendengar bunyi bedug dapat seindah suara lesung dan bedug beserta
dikatakan sebagai pengejawantahan alat musik pendukung lainnya yang
mendengar suara Sang Ilahi.Bunyi yang ditabuh dengan penuh keharmonian.
bertalu-talu membentuk impresi adanya Nilai-nilai simbolik kesenian
panggilan yang harus ditanggapi segera. ledug sebagaimana diuraikan di atas
Afeksinya adalah rasa keterpanggilan memiliki potensi sebagai sumber
untuk segera tanggap akan panggilan kesadaran terhadap kebudayaan yang
tersebut. telah dimilikinya sebagai identitas dan
Kesenian ledug juga mengandung jati dirinya. Kesenian ledug sebagai
makna yang dalam tentang nilai-nilai ekspresi dan artikulasi dari cipta, karsa
kemanusiaan, keagamaan, dan berbagai dan karya dapat ditransformasikan
aspek kehidupan yang disampaikan sebagai milik dan kebanggaan bersama
melalui cerita sandiwara, syair dan lagu yang dipangku oleh masyarakat
yang dipermainkannya. Magetan sehingga memiliki kekuatan
Makna simbolik kesenian ledug di dan keteguhan sikap dalam berinteraksi
atas mengadung pesan bahwa manusia dengan budaya luar. Masyarakat
dalam menjalani hidup dan kehidupan melalui kesadaran akan nilai-nilai ledug
ini harus saling berhubungan dengan berpeluang untuk bersikap dan
sesama dan berhubungan dengan Tuhan bertindak selektif dalam interaksi
sang pencipta alam semesta. Hubungan dengan budaya luar sehingga mampu
manusia dengan Tuhan yaitu sebagai menghindarkan diri dari budaya asing
hamba maka manusia wajib beribadah yang merusak atau membahayakan dan
kepada-Nya sepanjang hidupnya, karena sebaliknya dengan budaya luar dapat
semua yang dilakukan manusia akan dijadikan sebagai unsur pendorong
dipertanggungjawabkan di kemudian kebudayaan ke arah yang lebih maju
hari. Dalam hal ini ibadah memiliki dua

88 | Kesenian Ledug Kabupaten Magetan …


gulawentah: Jurnal Studi Sosial
Volume 2 Nomor 2 Desember 2017 hal 79-90
Avaliable online at http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/gulawentah

dan modern masyarakat Kabupaten utama. Kesenian ini dinilai sebagai


Magetan. pengharmonian budaya Jawa (lesung)
Mengingat arti penting nilai-nilai dan Islam (bedug) dan bersifat adaptif
ledug di atas maka perlu karena bisa dimainkan dengan berbagai
diinternalisasikan kepada masyarakat alat musik yang lain, dapat mengiringi
luas khususnya generasi muda secara berbagai jenis sajian lagu dan
terus menerus karena ketahanan budaya cerita/sandiwara.
berkaitan erat dengan proses Kesenian ledug mengandung
transformasi nilai-nilai yang telah teruji makna simbolik bahwa manusia sebagai
pada jamannya dan prospektus hamba Tuhan berkewajiban
diwariskan kepada berikutnya sebagai menjalankan ibadah secara harmoni
bekal membangun dirinya dan bersama- antara ibadah yang bersifat vertikal
sama dengan sesamanya membangun (bedug) dengan ibadah yang bersifat
masyarakat dan bangsa (Hoebel,1958). horizontal (lesung). Manusia selain
Hasil dari proses internalisasi sebagai makhluk individu juga sebagai
adalah identitas. Identitas sebagai makhluk sosialmaka manusia haruslah
penanda pribadi dalam sebuah memiliki akhlak yang baik, saling
kelompok masyarakat digunakan untuk menolong, gotong royong, toleran dan
membuat seseorang memiliki rasa menyayangi sesama manusia.
bertanggung jawab. Proses internalisasi Nilai-nilai tersebut di atas
bertujuan untuk membuat mereka memiliki potensi sebagai sumber
menjadi bertanggung jawab. Hal ini kekuatan dan keteguhan sikap
sejalan dengan pernyataan Soekanto dan masyarakat dalam mempertahankan
Sulistyowati (2014) bahwa internalisasi budaya asli dari pengaruh budaya asing
memiliki dua aspek utama, yaitu yang kemungkinan dapat merusak atau
pendidikan formal dan informal. membahayakan kelangsungan hidup
Pendidikan formal dilakukan melalui bangsa dan menjadikan budaya luar
sebuah lembaga pendidikan, sedangkan sebagai pendorong untuk menjadi
pendidikan informal yang disebut budaya yang modern.
sebagai child training dilakukan oleh
keluarga dan teman. Oleh karena itu Daftar Pustaka
sosialisasi dan enkulturasi nilai-nilai Hanif, M. (2016). Kesenian Dongkrek
ledug tidak sebatas pada festival tetapi (Studi Nilai Budaya dan Potensinya
juga perlu di laksanakan dalam Sebagai Sumber Pendidikan
lembaga-lembaga persekolahan. Karakter). Gulawentah, Jurnal
Studi Sosial, Volume 1 Nomor 2,
Kesimpulan Desember 2016
Kesenian ledug adalah seni Haryanto, S. (2012). Spektrum Teori
musik yang mempadu-padankan suara Sosial Dari Klasik Hingga
lesung dan bedug sebagai instrumen

Kesenian Ledug Kabupaten Magetan … 89 |


gulawentah: Jurnal Studi Sosial
Volume 2 Nomor 2 Desember 2017 hal 79-80
Avaliable online at http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/gulawentah

Postmodern. Jogjakarta: Ar-Ruzz Melalui Pembinaan Seni Untuk


Media. Membangun Ketahanan Budaya
Hatta, Meutia Farida (2010). dalam Jurnal Integritas UPI
Membangun Ketahanan Budaya Bandung Volume 1 Nomor 1
Bangsa Melalui Kesenian. Desember 2012.
Makalah. www.bappenas.go.id/ Pretisa, G. dan Susetyo, B. (2013).
index.php/download_file/view/ Bentuk Pertunjukan dan Nilai
http//bappenas.go,id. 12 Desember Estetis Kesenian Tradisional
2016 Terbang Kencer Baitussolikhin.
Hoebel, A. (1958). The Law Primitive Jurnal Seni Musik Nomor 2 Volume
Man. London: McGraw Hill Book 2 Tahun 2013. Semarang: Unnes.
Company Ritzer, G. (2012). Teori Sosiologi Dari
Kusumo, J. (2008). Lestarikan Budayo Sosiologi Klasik Sampai
Lokal, Kupas Filosofi Lesung Perkembangan Terakhir
https://indonesianic. Postmodern. Yogyakarta: Pustaka
Koentjaraningrat.(2009). Pengantar Pelajar.
Ilmu Antropologi, edisi revisi. Soekanto, Soekanto, dan Sulistyowati,
Jakarta: Rineka Cipta B. (2014). Sosiologi Suatu
Masinambow, EKM dan Hidayat, RS. Pengantar, edisi revisi. Jakarta: PT
(2001). Semiotik Mengkaji Tanda RajaGrafindo Persada.
Dalam Artifak. Jakarta: Balai Sutiyono. (2012). Paradigma
Pustaka. Pendidikan Seni di Indonesia.
Milyartini,R. dan Alwasila A.C. (2012). Yogyakarta: UNY Press.
Saung Angkung Udjo Sebuah Widjaya, M.G. (2010). Misteri Bedug.
Model Tranformasi Nilai Budaya http://kompasiana.com

90 | Kesenian Ledug Kabupaten Magetan …

Anda mungkin juga menyukai