Anda di halaman 1dari 48

Laporan

TARIAN TITIR ETNIS MBAHAM MATTA KABUPATEN FAK-FAK

Oleh
Ana Maria Fatimah Parera
Andi T. Sawaki
Abdul R. Macap
Dian Wilda

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET


DAN TEKNOLOGI
BALAI PELESTARIAN NILAI BUDAYA PAPUA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kebudayaan sebagai hasil cipta manusia secara umum dapat dibedakan menjadi
yang bersifat fisik dan non fisik atau kebudayaan yang bersifat konkrit nyata yang dapat
disentuh dan yang tidak dapat disentuh atau yang bersifat abstrak. Secara universal
terdapat tujuh unsur kebudayaan artinya dalam setiap kebudayaan yang ada di dunia tujuh
unsur budaya ini selalu ditemui seperti bahasa, organisasi sosial, sistem ekonomi atau
mata pencaharian hidup, sistem pengetahuan, sistem religi, sistem peralatan hidup atau
teknologi dan kesenian. Sebagai produk kebudayaan, kesenian merupakan bentuk karya
dari tindakan dalam berbudaya sebagai hasil kebudayaan yang akan terus berkembang
mengikuti kondisi pemilik kebudayaan dari suatu komunitas bersangkutan selain unsur-
unsur budaya lainnya.
Artinya kesenian tidak statis karena kesenian sebagai bagian atau unsur dari
kebudayaan yang menyatu dengan kehidupan manusia akan terus berkembang,di mana
kesenian dikenal manusia sejak jaman dahulu hingga sekarang. Kesenian berkembang
mulai dari pola kehidupan yang sederhana sampai modern. Ini terbukti dengan adanya
sisa-sisa tinggalan arkeologis berupa lukisan - lukisan pada dinding batu yang dikenal
dengan seni cadas sampai seni lukis modern dengan teknik dan bahan yang beragam.
Dalam perkembagannya, seni atau kesenian sebagai bagian unsur kebudayaan menyatu
dengan kehidupan manusia, di mana kesenian dikenal manusia sejak jaman dahulu hingga
sekarang mulai dari pola kehidupan yang sederhana sampai kompleks.
Seni akan terus berkembang seiring proses kreatifitas dan imajinasi manusia
dalam berkesenian. Dalam proses ini lingkungan sebagai tempat di mana manusia
melakukan aktifitasnya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial merupakan
sumber yang mengilhami lahirnya seni salah satunya seni tari yang merupakan unsur
kesenian perpaduan dari seni gerak, musik, seni suara, dan seni rias. Kesenian secara luas
bila dipandang dari cara ekpresi dari hasrat manusia, maka ada dua lapangan besar yaitu
seni rupa atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan mata, dan seni suara atau
kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan telinga (Koentjaraningrat,1981;380-381).
Berdasarkan pada bentuknya kesenian sebagaimana pada uraian di atas maka dapat dibagi
lagi dalam 3 (tiga) kategori yaitu seni rupa (visual art), seni pertunjukan (performing art)
dan seni arsitektur (Mudha Farsyah, 2006;12).
Indonesia sebagai bangsa dengan beragam etnik sudah tentu beragam pula seni
atau kesenian yang dimiliki. Dalam keberagaman ini, kesenian sebagai salah satu unsur
kebudayaan yang dimiliki khususnya seni tari ikut memegang peran dijadikan sebagai ciri
khas pembeda sebagai identitas untuk lebih mengenal kelompok etnik yang ada di
nusantara selain unsur budaya yang lainnya. Hal ini turut memperkaya khasana budaya
nasional sebagai contoh banyak bentuk unsur seni tari daerah yang kita kenal dalam
khasanah budaya nasional seperti tari Jaipong dari etnis Sunda ada tari pendet dari Bali,
tari piring dari Sumatera Barat, tari Shaman dari Aceh dan reog Ponorogo dan berbagai
tari lainnya di nusantara. Semua tarian etnis ini merupakan identitas dari daerah yang
bersangkutan.
Ketika menyebut nama tarian tersebut sudah kita tahu dari daerah mana berasal,
begitu juga ketika orang menyebut atau melihat tari yospan atau yosim pancar sudah jelas
dari tanah Papua (provinsi Papua dan Papua Barat). Di antara tarian-tarian tersebut
masing-masing memiliki unsur gerak yang berbeda namun ada punya kesamaan yaitu
gerak sebagai pembentuk tari merupakan salah satu bagian dalam ekspresi dengan
perangkat pendukung ataupun latar terciptanya tarian tersebut. Begitu juga pada unsur
yang lain seperti musik pengiring, atribut yang dipakai dan juga pada teknis penyajian
pun berbeda bagaimana formasi yang di tampilkan.
Membahas tarian di tanah Papua tentunya sangat beragam, kurang lebih 254 etnik
yang ada tentu punya ciri khas dan keunikan masing-masing khususnya tari tradisi. Hal
ini dapat dimaklumi karena dengan kurang lebih 254 etnik yang ada sudah tentu punya
tradisi yang berkaitan dengan seputar aktifitas sosial budayanya terutama yang
berhubungan dengan ritus seputar lingkaran hidup.
Ketika berbicara tarian khususnya tari tradisi pada kelompok etnik yang ada di
tanah Papua maka tidak akan terlepas dari ritual atau upacara-upacara adat yang setiap
waktu mereka lakukan terutama yang berhubungan dengan ritus seputar lingkaran hidup.
Dalam setiap upacara adat yang dilakukan pasti ada unsur tari dan nyanyian. Sehingga
banyak muncul anggapan tradisional yang berkaitan dengan tari tradisional yang ada di
tanah Papua.
Hal ini dipandang perlu ada upaya-upaya pelestarian dan pengembangan yang
harus dilakukan seperti infentarisasi dan kajian yang dituangkan dalam dokumentasi dan
tulisan untuk dipublikasikan sehingga nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tari
terutama tari tradisional tersebut dapat dilestarikan dan dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat.
Gerak tari yang ada pada kelompok-kelompok suku yang ada di tanah Papua tidak
dapat dipisahkan dengan kondisi lingkungan ekologi tempat di mana mereka berada.
Kondisi lingkungan sangat berpengaruh pada unsur gerak, asesoris dan motif lukisan yang
sering terlihat pada saat mereka menari. Sehingga bila kita melihat secara demografi -
ekologi, maka gerakan yang muncul dari kelompok suku yang berada pada pesisir barat
tanah besar Papua kan berbeda dengan kelompok suku yang ada di pesisir utara begitu
pula perlengkapan ataupun asesoris yang digunakan saat menari.
Keragaman dalam budaya yang ada dalam lebih kurang 254 suku bangsa di tanah
Papua turut mempengaruhi gerak dan bentuk tari yang ada di tanah Papua. Kondisi
geografi (gunung,lembah sampai pesisir pantai Wilayah Adat yang ada di Papua. Gerak
tari secara umum, Papua dan spesifik (tari keras, kreasi baru,tari pergaulan). Papua secara
adat telah dipetakan dalam 7 wilayah adat yang menurut kami secara langsung turut
memetakan dalam hal seni tari tradisional. Namun pada kesempatan ini upaya pencatatan
kami fokus membahas tari Titir. Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan
universal, di mana ada masyarakat di situ ada kesenian. Setiap suku bangsa di dunia
memiliki sistem kesenian.
Umumnya bagi orang Indonesia, kebudayaan adalah kesenian. Menurut
Koentjaraningrat (1999), kebudayaan dalam arti kesenian adalah ciptaan dari segala
pikiran dan perilaku manusia yang fungsional, estetis, dan indah sehingga ia dapat
dinikmati dengan panca inderanya (yaitu penglihat, penghidung, pengecap, perasa, dan
pendengar). Setiap suku bangsa dimanapun berada, pada dasarnya memiliki kesenian
tradisional yang khas dan unik yang berbeda dengan suku lainnya. Kesenian tradisional
adalah unsur kesenian yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dalam suatu suku
bangsa tertentu. Kesenian tradisional merupakan salah satu aspek kebudayaan yang
tumbuh dan berkembang ditengah-tengah masyarakat pendukungnya dan merupakan
warisan dari nenek moyang yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.
Sebuah kesenian tradisional bisa bertahan atau tidak sangat tergantung pada
masyarakat pendukungnya yang tetap melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sepanjang masyarakat masih menginginkan kesenian tradisional itu, maka dengan
sendirinya terus akan eksis. Sebaliknya, jika masyarakat pendukung kesenian tradisional
ini sudah tidak mengingatnya, maka secara otomatis perlahan-lahan kesenian tradisional
ini akan hilang. Namun ada anggapan bahwa kesenian tradisional sudah tidak mampu
bertahan dan mulai ditinggalkan, pada kenyataannya tidak sepenuhnya benar karena
masih ada kesenian tradisional yang bertahan dan tetap eksis ditengah masyarakat seperti
seni tarian Titir dari kabupaten Fakfak yang akan di kaji ini.
Masih banyak kesenian tradisional dari suku bangsa lainnya yang masih eksis
sampai sekarang ini walaupun terdapat kreasi-kreasi baru dalam penampilannya. Masih
eksisnya kesenian tradisional tidak luput dari masih adanya generasi penerus dari
masyarakat tersebut yang mewarisinya dengan pila pewarisan budaya tetap berjalan
dengan baik (Rufisrul,2016:1-3). Seni dalam kehadirannya di dunia ini selalu dibutuhkan
oleh manusia dimanapun mereka berada dan kapan saja, maka secara sederhana dapat
dikatakan bahwa perkembangan seni selalu seiring dengan perkembangan masyarakat
pendukungnya. Pada masyarakat primitif, seni hampir segala–galanya. Ketika sebuah
masyarakat mengalami perubahan kehidupan tata politiknya menjadi negara yang
merdeka dan demokratis, akan lahir pula seni yang sangat menonjolkan kebebasan serta
mementingkan individu.
Pada era inilah kita selalu mendengar bahwa lukisan ini adalah karya pelukis ini,
musik itu adalah karya komponis itu, dan tari yang begitu adalah karya koreografer itu.
Penciptaan sebuah karya seni selalu memiliki tujuan. Secara garis besar tujuan itu bisa
dikelompokan menjadi tiga, yaitu: (1) seni untuk tujuan ritual (2) seni untuk tujuan
presentasi estetis dan (3) seni sebagai hiburan pribadi (Soedarsono, 1999: 1 – 2)1.
Kabupaten Fakfak adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Papua Barat, yang
didalamnya mempunyai potensi- potensi yang beragam dan mempesona. Salah satu
potensi yang dimiki yaitu seni tari. Tarian dalam konteks kehidupan masyarakat
merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan diri manusia untuk meluapkan rasa
sukur, kebahagian dan kematian.
Pada masyarakat tradisional, tarian memiliki arti penting di dalam kehidupan
bermasyarakat, seperti untuk upacara keagamaan dan upacara adat (pengukuhan kepala
suku, perkawinan, inisiasi, kematian, penyambutan tamu, dan lain-lain). Tari Titir
merupakan tarian yang berasal dari etnis Mbaham Matta kabupaten Fakfak Propinsi
Papua Barat. Tarian ini berupa ungkapan kerinduan akan “damai”. Biasanya tarian ini
dibawakan oleh para wanita dan pria dalam acara-acara adat atau penyambutan tamu
dengan kegembiraan dan keterbukaan. Tari titir juga diiringi dengan lagu dan titir
lakadindin yang berirama gembira dan semangat. Tarian tradisonal Suku Mbaham
sesungguhnya ada dua yaitu Tarian Titir yang juga di sebut laka dindin dan Tarian
Tummour atau Tumyour dengan alat musik tradisional nya terdiri dari Tifa besar (Tifa
Titir) dan tifa kecil (tifa Tumyor) Musik Tifa Titir digunakan untuk mengiringi tarian
Titir dan disertai lagu tertentu. Nyanyian atau lagu dari Titir disebut Meres atau Mereh.
Bunyi Tifa mengiringi langkah-langkah kecil dan teratur maju mundur dari putri-
putri Mbaham membuat tarian titir ini semakin indah dan mempesona. Di celah-celah jari
mereka terselip pucuk-pucuk batang dedaunan aneka jenis, juga bulu burung Cendrawasih
atau Kasuari.2 Asesoris dan gerak tarian Titir meniru tingkah pola gerak burung
Cendrawasih saat bermain di ranting pepohonan dengan bulunya yang indah.

1Soedarsono. 1999. Seni Pertunjukan dan Pariwisata. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta


2https://www.dw.com/id/kisah-suku-mbaham-di-papua-berpisah-dengan-hewanpun-mereka-punya-lagunya/a-
2972133
Namun sekarang ini karena adanya perkembangan teknologi informasi dan diikuti
dengan proses globalisasi yang telah masuk ke tanah Papua sehingga melahirkan budaya
baru yang tanpa sadar telah diterima sehingga telah menggeser sebagian dari jenis dan
bentuk kesenian tradisi budaya di tanah Papua. Sehubungan dengan hal itu kesenian di
daerah menjadi perhatian yang serius dari pemerintah dalam upaya pelestarian dengan
perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan kesenian daerah agar tidak
terjadi kepunahan.
Dalam rangka usaha perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan
terhadap budaya di tanah Papua khususnya tarian Titir di kabupaten Fakfak maka
pemerintah dengan kebijakannya melalui Balai Pelestarian Nilai Budaya Propinsi Papua
segera melakukan kajian terhadap potensi kebudayaan, khususya seni tari tradisional
“Tari Titir etnis Mbaham Matta di Kabupaten Fakfak Propinsi Papua Barat.
1.2.Rumusan Masalah
Tanah Papua begitu luas sama halnya dengan beragam budaya yang mengikuti
sebaran kelompok suku bangsa yang ada. Aspek tradisi yang dimiliki oleh suku bangsa
yang ada merupakan identitas dan juga aset yang perlu untuk dilestarikan dan
dikembangkan. Pada kajian ini kami fokus pada identifiaksi tari Titir tarian tradisi orang
Mbaham di kabupaten Fakfak Papua Barat yang kami rumuskan dalam bentuk pertanyaan
“Bagaimana bentuk seni tari tradisi Titir orang Mbaham di Kabupaten Fakfak “.
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1. Tujuan
Kajian ini tentang gerak tari Titir pada kelompok suku besar etnik Mbaham Matta dengan
bertujuan:
a. Memperoleh gambaran yang komprehensif tentang bentuk dan gerak tari Titir di etnik
Mbaham Matta
b. Memahami tari tradisional Titir etnik Mbaham Matta dan memberi gambaran upaya
pelestarian, pengembangan dan pembinaan tarian Titir di Kabupaten Fakfak.
1.3.2. Manfaat
a. Memperkaya tulisan-tulisan yang berkaitan dengan seni tari di tanah Papua khususnya
di Kabupaten Fakfak yang dapat dijadikan sebagai potensial dalam sektor wisata dan
lainnya di Kabupaten Fakfak.
b. Hasil dari kajian ini diharapkan dapat sebagai rekomendasi kepada pihak pemerintah
khususnya instansi terkait guna kepentingan pembinaan, pelestarian dan
pengembangan seni budaya terutama tari tradisional Titir di Kabupaten Fakfak.
1.4. Teori Dan Konsep
Teori dan konsep kami gunakan sebagai acuan dalam memahami permasalahan
yang kami kaji. Ada beberapa konsep dan teori yang kami pakai dalam upaya
mengarahkan dan juga lebih memudahkan untuk masuk dan memahami lebih jauh
permasalahan yang coba kami angkat dalam tulisan ini.
Kesenian, Koentjaraningrat membagi kesenian dalam dua lapangan besar, yaitu
Seni tari merupakan salah satu bagian dalam kesenian yang merupakan gabungan dari
seni rupa dan seni suara. Koentjaraningrat (1999) mengelompokkan seni menjadi
beberapa bagian. Menurutnya; berdasarkan indera penglihatan manusia, maka kesenian
dapat dibagi sebagai berikut: (1) Seni Rupa, yang terdiri dari (a) seni patung dengan bahan
batu dan kayu (b) seni menggambar dengan media pensil dan crayon (c) seni menggambar
dengan media cat minyak dan cat air; (2) Seni Pertunjukan yang terdiri dari (a) seni tari,
(b) seni drama, dan (c) seni sandiwara. Dalam seni pertunjukan, indera pendengaran
sebenarnya juga turut berperan, oleh karena di dalamnya diolah pula berbagai efek suara
dan musik untuk menghidupkan suasana. Berdasarkan indera pendengaran manusia, maka
kesenian dibagi ke dalam: (1) Seni musik, (termasuk seni musik tradisional), dan (2) Seni
kasusastraan. Cabang kesenian yang tersebut terakhir ini juga termasuk dalam bagian ini
karena dapat pula dinikmati dan dinilai keindahannya melalui pendengaran (yaitu melalui
pembacaan prosa dan puisi). Sementara Edi Sedyawati (2006), mengelompokkan seni
menjadi;
a. Seni Rupa meliputi gambar, patung, tekstil, keramik, dan lain-lain
b. Seni Pertunjukan meliputi musik, tari, dan teater dalam segala bentuknya
c. Seni Sastra meliputi prosa dan puisi; lisan dan tertulis, dan
d. Seni Media Rekam.
Seni tari merupakan paduan dari seni gerak, seni musik, seni suara dan seni rias.
Secara universal, seni tari lahir dari tradisi untuk upacara religi, penyambutan tamu,
ungkapan kegembiraan, ekspresi kesedihan bahkan ungkapan untuk saling bermusuhan
(Sugeng P, 2006;168-169).
1.5. Metodologi
Metodologi kami gunakan sebagai proses yang dilakukan sejak awal sampai akhir
dari kajian yang berkaitan dengan cara kerja secara keseluruhan. Metodologi bukanlah
metode, metodologi adalah prosedur ilmiah di dalamnya termasuk pembentukan konsep,
proposisi, model, hipotesis dan teori termasuk metode sendiri (Kutha Ratna;2010;41)
1.5.1. Metode Penelitian
Kajian ini adalah kajian budaya dengan paradigma pendekatan kualitatif yaitu
pengumpulan, pengolahan dan penyajian data Metode yang digunakan dalam kajian ini
adalah:
1.5.2. Teknik Pengumpulan Data
Data merupakan bahan mentah yang dikumpulkan untuk selanjutnya diolah dan
disajikan berupa informasi baik kualitatif maupun kuantitatif. Dalam pengumpulan data
kajian ini , kami menggunakan beberapa teknik yaitu;
1.5.3. Teknik Observasi
Tehnik ini kami pakai sebagai langka awal yaitu dengan pengamatan dan observasi
objek yang akan diteliti secara langsung.
1.5.4. Teknik Wawancara (Interview)
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data melalui wawancara langsung dengan
informan yang dianggap representatif dengan masalah yang di kaji.Tehnik wawancara
yang digunakan adalah wawancara terbuka atau open interview dengan maksud informan
memberikan keterangan atau data panjang lebar sesuai dengan pedoman wawancara yang
telah kami persiapkan.
1.5.5. Studi Kepustakaan
Studi pustaka kami gunakan untuk mengumpulkan data pendukung berupa bahan
tulisan yang mempunyai keterkaitan dengan permasalahan yang dikaji baik sebelum
atau sesudah pengumpulan data sehingga membantu dalam mengolah dan menganalisis
data.
1.5.6. Dokumentasi / Perekaman
Dalam kajian identifikasi tarian Titir ini, pengumpulan data dengan teknik
dokumentasi/perekaman yang berkaitan dengan topik bahasan dalam penelitian ini sangat
penting. Dengan alasan setiap penjelasan gerakan tari yang dijelaskan secara tertulis perlu
di dukung dengan gambar. Sehingga kami anggap sangat diperlukan guna mendukung
dan memperjelas uraikan dalam tulisan.
1.6. Sistematika Penulisan
Dalam tulisan ini kami bagi dalam lima bab yang masing - masing pada bab I
berisikan Pendahuluan , bab II tentang Gambaran Umum Kabupaten fakfak , bab III
tentang Bentuk dan Gerak Tarian Titir Orang Mbaham, bab IV tentang Upaya Pelestarian,
Pengembangan, dan Pemanfaatan Tarian Titir di Kabupaten Fakfak dan bab V Penutup.
BAB II
GAMBARAN UMUM KABUPATEN FAKFAK

2.1. Kondisi Geografis Dan Ikim Kabupaten Fakfak


Fakfak merupakan salah satu kabupaten yang berada di Pulau Papua tepatnya
berada pada wilayah sekitar mulut tanah besar pulau Papua yang bentuknya
menyerupai seekor burung raksasa. Kabupaten Fakfak termasuk dalam wilayah
Provinsi Papua Barat yang dimekarkan dari Provinsi induknya Papua (Irian Jaya)
berdasarkan undang-undang nomor 45 tahun 1999. Letak Kabupaten Fakfak
memanjang sepanjang dari timur ke barat, dari Distrik Furwagi di bagian Barat
sampai Distrik Karas di bagian timur dengan memliki luas sebesar 14.320 Km².
Dari luas wilayah tersebut, Distrik Karas memiliki wilayah paling luas dibanding
distrik lain yaitu 2.491 Km² atau 17,40 persen dari luas Kabupaten Fakfak secara
keseluruhan. Sedangkan luas wilayah paling kecil adalah Distrik Fakfak yaitu 233
Km² atau 1,63 persen dari luas keseluruhan Kabupaten Fakfak.
Secara astronomis Kabupaten Fakfak berada pada posisi 2⁰25' hingga 4⁰00'
Lintang Selatan serta antara 131⁰30' hingga 133⁰40' Bujur Timur. Dengan batas
wilayah di sebelah utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Teluk Bintuni.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Arafura dan Kabupaten Kaimana. Sebelah
Barat berbatasan dengan Laut Seram dan Teluk Berau. Sedangkan sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Kaimana.
Jika dilihat dari ketinggian wilayah dan tingkat kemiringan, sebagian besar
wilayah di Kabupaten Fakfak berada di ketinggian antara 0 sampai 100 meter yaitu
sebesar 1,19 juta Ha atau sebesar 58,02 persen dari luas keseluruhan Kabupaten
Fakfak. Sedangkan paling sedikit wilayah Kabupaten Fakfak yang berada di
ketinggian lebih atau sama dengan 1.000 m yaitu sebesar 250,06 ribu Ha atau 12,17
%. Sedangkan dari tingkat kemiringan, sebagian besar wilayah di Kabupaten
Fakfak memiliki tingkat kemiringan lebih besar dari 40⁰ yaitu sebesar 2,30 juta Ha
atau sebesar 60,63%.
Sama halnya dengan daerah-daerah daerah-daerah lainnya yang ada di
Indonesia, Kabupaten Fakfak mempunyai 2 (dua) musim yakni musim hujan dan
kemarau. Rata-rata suhu udara yang tercatat di Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika Fakfak pada temperatur normal berada pada kisaran 25.6⁰C - 28,1 ⁰C pada

11
tahun 2021, suhu udara terendah terjadi pada bulan Juni dan Agustus yaitu sebesar
21,8 ⁰C. Sedangkan suhu udara tertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu sebesar
33,6 ⁰C.
Kelembaban Udara pada tahun 2021 tertinggi sebesar 86,7 persen yaitu pada
bulan Juni, sedangkan kelembaban udara terendah terjadi pada bulan Desember
yaitu sebesar 57%. Kecepatan angin yang tercatat di BMKG Fakfak selama tahun
2021 berkisar antara 3 - 5 knot.
Banyaknya hari hujan yang terjadi di Kabupaten Fakfak adalah sebanyak 265
hari atau 72,61 persen dari jumlah hari di tahun 2021. Jumlah hari hujan terbanyak
dalam setiap bulannya terjadi pada bulan Agustus 2021, yaitu sebanyak 26 hari atau
dapat dikatakan terjadi hujan setiap harinya. Sedangkan paling sedikit terjadi pada
bulan Maret dan Juli, yaitu terjadi hujan sebanyak 20 hari.
Rata-rata curah hujan yang terjadi di Kabupaten Fakfak selama tahun 2020
adalah sebesar 267,17 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu
sebesar 590 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Februari yaitu sebesar
77,2 mm.
Tekanan udara rata-rata yang terjadi di Kabupaten Fakfak adalah sebesar 995,2
mbs. Dimana tekanan udara terendah terjadi pada bulan Desember yaitu sebesar
993,3 mbs dan tekanan udara tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan Februari
yaitu sebesar 996,6 mbs.
Sedangkan rata-rata penyinaran matahari yang terjadi di Kabupaten Fakfak
adalah 46,83%. Penyinaran matahari terendah terjadi di bulan Juli dan November
yaitu sebesar 33 persen sementara penyinaran matahari tertinggi terjadi di bulan
Maret yaitu 62%.
2.2. Keadaan Penduduk Dan Pemerintahan
2.2.1. Penduduk
Penduduk adalah salah satu faktor pendukung hadir atau tidaknya suatu lembaga
pemerintahan dalam wilayah tertentu. Penduduk kota Fakfak terlihat semakin padat
sebagai dampak dari migrasi masuk dan juga urbanisasi penduduk atas inisiatif
sendiri yang didukung dengan akses dari kampung-kampung ke kota semakin
mudah dengan tujuan yang sangat berfariasi. Asal penduduk dapat terpetakan
secara garis besar yaitu penduduk orang papua asli (OAP) Fakfak suku Mbaham

12
dan Matta, penduduk orang asli papua dari berbagai suku di kabupaetn dan kota di
tanah Papua, penduduk yang datang dari luar tanah Papua.
Jumlah penduduk kabupaten Fakfak per tahun 2020 adalah 85.817 jiwa yang
tersebar di 142 kampung 7 kelurahan dalam 17 distrik. Dari jumlah tersebut, distrik
Pariwari menyumbang jumlah penduduk terbanyak yaitu 23.729 atau sebesar 27,65
persen dan yang paling sedikit penduduknya adalah distrik Mbahamdandara yaitu
1.160 atau sebesar 1,18 persen.
2.2.2. Pemerintahan
Sejarah pemerintahan kabupaten Fakfak tidak lepas dari perjalanan sejarah
kota ini. Secara pemerintahan adminitratif fakfak pernah menjadi ibukota Afdeeling
West en Nieuw Guinea pada masa pemeritahan kolonial Hindia Belanda.
Dengan berbagai perkembangan, pemerintah kabupaten Fakfak
menetapkan 16 November sebagai hari jadi kota Fakfak. Hal ini berkaitan dengan
tanggal 16 November 1900, di mana rakyat Fakfak bangkit dan melakukan
serangan pertama ke pos pemerintahan Belanda di Fakfak. Karena itu Kabupaten
Fakfak sebagai kabupaten pertama di tanah Papua yang mengenal pemerintahan
formal, yaitu saat pemerintahan Belanda tahun 1898 sampai pada 1 Mei 1963
tersentuh dengan pemerintahan Negara Republik Indonesia atau kembali ke
pangkuan RI. Melalui undang-undang tahun 1969 terbentuklah Kabupaten Daerah
Tingkat II Fakfak yang terbagi dalam tiga wilayah pemerintahan dan 8 distrik
dengan ibukota Fakfak.
Dalam perkembangan selanjutnya Kabupaten Tingkat II Fakfak yang
letaknya di bagian pantai selatan Irian Jaya (tanah Papua) pada tahun 1973 secara
administratif wilayahnya dibagi lagi menjadi delapan kecamatan kemudian enam
kecamatan dengan satu pembantu Bupati yang berkedudukan di Timika. enam
kelurahan.
Saat ini kabupaten Fakfak termasuk dalam pemerintahan Provinsi Papua
Barat. Hari ulang tahun kota Fakfak setiap tahun di peringati setiap tanggal 16
November dan pada tahun 2022 hari jadi yang ke-122 dengan 17 Distrik, 7
Kelurahan dan 142 Kampung.
2.3. Sekilas Latar Belakang Sejarah Fakfak
Asal mula nama Fakfak, ada beberapa pendapat namun semua berpendapat
bahwa kota Fakfak telah ada bersamaan dengan adanya penduduk asli yang

13
mendiami jasirah Onin. Terkait penggunaan nama Fakfak terdapat beberapa
pendapat namun kesemuanya berpendapat penggunaan nama Fakfak telah ada
bersamaan dengan adanya penduduk asli yang mendiami jazirah ini. Fakfak sering
diucapkan Pakpak sesuai dengan ucapan penduduk lokal yang mengandung
pengertian kering, batu bersusun, tempat terjadinya tindakan-tindakan heroik. Hal
ini dilihat dari segi mitos, etimologi, geografis dan hidrografi pengertian tersebut
dapat diterima semua pihak.
Fakfak dikenal sebagai kota tua dan telah dikenal dalam bentangan sejarah
peradaban nusantara karena telah dikenal dalam kitab Negara Kertagama 1365 M.
Dalam perkembangan menunjukkan penduduk lokal yang mendiami kawasan ini
dari Quin/Qwanin sampai Namatota telah mempunyai hubungan dagang dengan
Sriwijaya, Majapahit, Ternate, Tidore, Seram, Gorom, Bugis, Makassar. Pada
waktu itu jazirah atau wilayah ini mulai dari jasirah Quin/Qwanin sampai Namatota
telah ada kerajaan-kerajaan kecil/petuanan seperti Atiati, Fatagar, Wertuar, Sekar,
Pikpik, Patipi, Rumbati, Namatota dan Arguni. Perkembangan waktu selanjutnya
tahun 1828 Belanda mulai masuk ke kawasn ini dengan membangun benteng
militer Fort Dubus di kaki Gunung Lamanciri (Lobo) sekarang masuk pemerintahan
Kabupaten Kaimana.
2.3.1. Kelompok Etnik Masyarakat Fakfak
Dari proyeksi penduduk Kabupaten Fakfak tahun 2021 dengan jumlah
penduduk 85.817 jiwa yang tersebar di 17 distrik, 7 kelurahan dan 142 kampung,
pada dasarnya secara garis besar dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu
penduduk suku lokal yaitu Mbaham Matta Wuh dan kelompok suku non lokal yang
datang dari luar Kabupaten Fakfak yang terdiri dari kelompok suku orang asli
Papua (OAP) dan non orang asli Papua (NOAP).
Orang Papua yang tergolong ras Melanesoid (Negorid) adalah penduduk asli
atau pribumi yang telah ada sejak zaman prasejarah di tanah Papua dengan ciri khas
budayanya. Mengamati proyeksi penduduk dan keberadaan kehidupan sosial
masyarakat di kabupaten Fakfak tentu tidak terpisahkan dengan perjalanan sejarah
masyarakat di wilayah ini. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti masa
perang hongi dan perang suku di waktu dahulu, serangan penyakit dan dominasi
pengaruh adat istiadat yang ketat terkait perkawinan dan mungkin juga pengaturan
angka kelahiran dengan situasi masa itu.

14
Posisi wilayah ini juga turut mendukung adanya percampuran penduduk
disatu sisi orang Mbaham dengan ciri budayanya dan juga migrasi masuk dengan
budayanya. Dan hal ini sangat terlihat dengan ciri fisik, nyanyian dan tarian khas
yang bisa kita jumpai di Fakfak dan Kokas dengan gaya bahasa atau dialek khas
melayu papuanya. Percampuran ini kesan tidak mendominasi antara keduanya
tetapi saling mempengaruhi secara timbal balik dengan khas dari Papua, Maluku
bahkan pengaruh Arab.
Perjalanan peradaban ini menjadikan identitas tersendiri bagi suku besar
Mbaham-Matta dan Wuh di Kabupaten Fakfak dalam sub-sub suku yang terpetakan
secara garis besar wilayah Mbaham berada di bagian timur, Matta berada di Tengah
dan Wuh di bagian barat dalam lingkup jazirah Onim yang kesemuanya berasal dari
Gunung Mbaham.
Mbaham Matta Wuh yang tersebar di Jazirah Onim terdiri dari 12 marga
besar dengan sub-sub marga yang berikatan darah dan sangat mengenal dengan
jelas garis hubungan kekerabatan.
“Mbaham negeri leluhur” disampaikan oleh salah satu informan Gunung
Mbaham merupakan tempat asal usul orang Mbaham Matta Wuh kemudian
menyebar ke seluruh pelosok bukan hanya sekitar jazirah Onim tapi ke pelosok
tanah air dan dibuktikan dengan beberapa marga Mbaham Matta Wuh yang
mendiami kepulauan Maluku, Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan.
2.3.1.1. Lembaga Adat
Orang Mbaham Matta Wuh saat ini memiliki lembaga adat yaitu Dewan
Adat Mbaham Matta Wuh dengan unsur- unsur lembaga: Ketua Dewan Adat,
sekretaris Dewan Adat, Ketua I, Perwalian Adat, Ketua II, Pemerintahan Adat,
Ketua III, Peradilan Dan Hukum Adat dan pada tingkat kampung Badan
Musyawarah Kampung/Dusun.
Selain Dewan Adat Mbaham Matta Wuh juga memiliki wilayah petuanan
adat yang dipimpin oleh seorang raja. Di Kabupaten Fakfak ada 7 petuanan dengan
masing-masing wilayah petuanan dan rajanya.
- Petuanan Fatagar - Petuanan Wertuar
- Petuanan Ati-Ati - Petuanan Pig Pig Sekar
- Petuanan Rumbati - Petuanan Arguni
- Petuanan Patipi

15
Petuanan-petuanan ini masing-masing memiliki struktur pemerintahan adat tersendiri yang
dipimpin oleh seorang Raja atau Nati.
2.3. Kedaan Sosial Budaya Orang Mbaham
2.3.1. Profil Etnis Mbaham Matta
Etnis Mbaham Matta adalah salah satu kelompok suku besar yang mendiami semenanjung
Onim, kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. Semenanjung Onim adalah wilayah barat daya
dari pulau Papua, jika pulau Papua dianologikan sebagai seekor burung. Bentangan jazirah Onim
tersebut atas Distrik Fakfak Barat dan dan Fakfak Timur diarah selatan, distrik teluk Patipi dan
daerah Bomberai diarah Timur laut dan distrik Kramongmongga di daerah sentral. Topografi
Semenanjung Onim bergunung-gunung dengan tebing-tebing yang cukup curam langsung ke laut,
kecuali daerah Kokas yang terdiri atas rawa, hutan bakau dan sungai-sungai, dataran rendah
terdapat di daerah Bomberai. Ketinggian gunung-gunung di semenanjung ini berkisar 200 sampai
dengan 2500 meter, antara lain gunung Mbaham, pegunungan Kumawa, dan pegunungan Genofa.
Secara hostoriografi wilayah hidup etnis Mbaham Matt ini seperti halnya etnis di Papua pada
umumnya selama berabad-abad tidak begitu dikenal, karena bangsa asing hanya berlayar disekitar
semenanjung ini dengan tujuan mencari rempah-rempah (pala, cengkeh, dan kayu masohi), burung
Cenderawasih dan emas, tanpa usaha tujuan-tujuan civilisasi yang memajukan etnik Mbaham
Matta sebagai penduduk asli (Onim, 2006:64).
Semenanjung Onim didiami oleh beberapa suku bangsa namun bahasa yang digunakan
sebagai bahasa pengantar komunikasi (lingua franca) sejak jaman dahulu adalah bahasa Mbaham
yang terbagi atas tiga ragam dialek yaitu Mbaham Gunung, Mbaham Matta (Iha) dan Bahasa
Onim/pigpig-sekar (Mbaham Pantai) pada lokus Patimburak, Bahasa yang digunakan oleh
mayoritas penduduk adalah bahasa sekar. Etnik yang mendiami Jazirah Onim adalah Mbaham
Matta yang berasal dari gunung Mbaham. Mereka memiliki 12 Marga besar. Gunung Mbaham
mereka tersebar diseluruh wilayah Mbaham Matta tersebar luas dari Mbaham, Matta hinggah
Wuh. 12 marga besar dari etnik Mbaham Matta yaitu: 1). Hindom, 2) Iha, 3). Heremba, 4). Kabes,
5). Temongmere, 6). Ginuni Gewak, 7). Higimur, 8). Tuturop, 9). Iba, 10). Rohrohmana, 12).
Patiran (Usmany, 2014:20).
2.3.2 Sistem Religi
Masyarakat Fakfak memiliki filosofi “satu tungku tiga batu” artinya dalam satu keluarga
masyarakat Fakfak biasa anggota keluarganya menganut agama yang berbeda. Diantaranya

16
anggota keluarga ada yang menganut agama Kristen, Katolik dan anggota lainnya yang menganut
agama Islam. Perbedaan agama dalam masyarakat Fakfak tidak dapat memisahkan ikatan
kekeluargaan. Ikatan kekeluarga sangat kuat dalam kehidupan masyarakat Fakfak, sehingga
perbedaan agama tidak mampu memisahkan ikatan kekeluargaan. Perbedaan agama dalam
keluarga ini, tentunya tentang kerukunan masyarakat Fakfak yang diikat oleh filosofi satu tungku
tiga batu yang artinya satu keluarga/marga terdapat tiga agama yakni Islam, Kristen, Katolik.
Perbedaan agama tidak menjadi penghalang dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dalam
membangun tempat ibadah, masyarakat saling membantu antara umat beragama. Apabila saudara
yang beragama Kristen atau Katolik membangun gereja, maka saudara yang beraga Islam turut
membantu baik secara materi maupun nonmateri. Bahkan, biasanya ketua panitia pembangunan
gereja adalah saudaranya yang beragama Islam. Demikian juga sebaliknya, apabila saudaranya
yang beragama muslim membangun masjid, maka saudaranya yang beragama Kristen
menyumbang dan menjadi panitia dalam pembangunan masjid tersebut. Ada kebiasaan dalam
masyarakat fakfak yang bertujuan untuk membentuk jiwa toleransi antar umat beragama sedari
kecil buat anak-anak (Usmany, 2014: 31-32).
Ada mitologi yang dikenal sampai saat ini dalam sejarah budaya orang Mbaham Matta Wuh
yang oleh Pdt. Onim disebut dengan ‘Gerakan Daran” mitologi ini secara garis besar tentang
pandangan hidup mereka tentang asal usul kehidupan manusia dan serta agama-agama besar di
dunia. Ada tempat di pegunungan Mbaham yang menjadi pusat agama Daran. Letak tempat atau
pusat agama Daran seperti yang digambarkan informan berada di gunung Warpeper dan daerah
Mambunik-mbunik, Tetar dan Degen). Agama adat ini merupakan cikal bakal datangnya agama
Islam dan Kristen di wilayah ini.
2.3.3. Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk yang tinggal di Kabupaten Fakfak sangat beraneka ragam.
Adapun sumber mata pencaharian penduduk diwilayah ini antara lain petani, nelayan PNS,
pedagang dan swasta lainnya. Pada umumnya penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani
penduduk asli mereka yang memiliki kebun pala. Pala merupakan salah satu komoditi dagang yang
paling unggul dari kabupaten Fakfak. Data jenis tanaman buah yang diusahakan di kabupaten
Fakfak yaitu alpokat, manga, rambutan, langsat, jeruk, jambu biji, jambu air, durian, papaya,
pisang, nenas, salak, nangka, sawo, sukun, belimbing, sirsak, manggis, melinjo, jeruk besar dan

17
petai. Semua buah-buahan yang disebutkan merupakan hasil tanaman pertanian yang ada di
kabupaten Fakfak.
Sedangkan untuk tanaman sayur yang dipanen hanya satu kali yang dihasilkan yaitu berupa
sayur kacang Panjang, cabe, tomat, terong, buncis, ketimun, labu, kangkong, dan bayam. Selain
itu juga ada jenis tanaman yang di tanam seperti bawang merah, bawang putih, bawang daun,
kubis/kol, sawi dan kacang merah.
Sedangkan untuk nelayan walaupun secara potensial fakfak memiliki keragaman hasil
tangkapan yang tinggi, namun produksi perikanan nelayan belum menunjukkan hasil yang cukup
terutama dalam meningkatkan kesejahteraan para nelayan sendiri. Jenis tangkapan para nelayan
yaitu ikan cekalang, ikan tongkol, ikan tuna, ikan kakap, ikan tenggiri, ikan karapu, lobster dan
udang.
Dalam membangun Kabupaten Fakfak, pemerintah daerah berupaya meningkatkan taraf hidup
dan mata pencaharian masyarakat. Dengan visi dan misi untuk membangun Kabupaten Fakfak
supaya maju visi dan misi yaitu;
1. Visi: mewujudkan masyarakat Fakfak yang terdepan, sejahtera, nayaman, unggul dan
mandiri.
2. Misi:
a. Meningkatkan Kesejahteraan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Fakfak yang
berkeadilan, yang bertumpu pada penguatan pertumbuhan ekonomi kerakyatan di
bidang pertanian, perkebunan, perikanan, kelautan, peternakan, pariwisata, industri,
dan perdagangan, usaha ekonomi kerakyatan, UMKM dan bidang unggulan lainnya.
b. Pengembangan Struktur perekonomian daerah Fakfak yang tangguh.
c. Peningkatan kualitas kehidupan sosial yang berlandaskan agama dan budaya daerah.
d. Peningkatann kualitas dan produktifitas Sumber Daya Manusia (SDM) Fakfak Yang
akan diraih terutama melalui upaya peningkatan pendidikan, kualitas kesehatan dan
peningkatan produktivitas masyarakat.
e. Pemantapan kinerja pemerintahan daerah termasuk di dalamnya pengolahan aspek
politik, Hukum dan HAM.
Dengan misi yang ada pemerintah memperhatikan kesejahteraan sosial dan ekonomi dalam
masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya.
2.3.4. Sistem Kekerabatan Mbaham Matta

18
Hubungan kekerabatan etnis Mbaham Matta biasanya diperhitungkan menurut garis
keturunan laki-laki (Patrilineal), dengan kelompok organisasi sosial terkecil adalah keluarga batih
(nuclear family). Beberapa keluarga batih biasanya membentuk satu kampung berdasarkan
keterikatan sebagai suatu kesatuan klen kecil yang dalam Bahasa Mbaham Matta disebut So
(Rumadaul, 1992: 43). Jika sistem kekerabatan digambarkan dalam bagan sistem dikelompokkan
ke dalam tipe sistem kekerabatan Oroquois (bifurcate marging tipe). Dalam komunikasi yang
berkaitan dengan sistem kekerabatan terdapat perbedaan untuk istilah menyapa dan istilah
menyebut (therm of address and therm of references). Kelompok kekerabatan dalam lapisan sosial
etnis Mbaham Matta dapat di kategorikan ke dalam tiga lapisan yaitu lapisan sosial berdasarkan
keturunan (sistem Kekerabatan), Kekayaan, dan kepandaian (keahlian).
Jika di kategorikan berdasarkan kekayaan dalam etnis Mbahan Matta adalah sebagai berikut:
1. Dupiat kupangma yaitu golongan kaya, yang memiliki kebun yang luas, memiliki emas
negri, gong dan lela (Meriam portugis). Golongan ini merupakan golongan bangsawan dan
orang-orang biasa yang memiliki benda-benda tersebut.
2. Kurasa adalah golongan orang miskin, hanya memiliki kebun pala yang tidak luas, sedikit
emas negri, tidak memiliki gong dan lela.
Jika dikelompokkan berdasarkan kepandaian (keahlian), lapisan sosial masyarakat etnis Mbaham
matta dikelompokkan sebagai berikut;
1. Karamani yaitu lapisan sosial masyarakat yang memiliki ilmu tinggi dapat menyembuhkan
orang sakit dan membunuh dengan ilmu.
2. Karasasar yaitu lapisan masyarakat yang kepandaian membuat enas negri yang merupakan
harta maskawin yang terbuat dari campuran perak, kuningan dan emas yang di dapat dari
suatu tempat yang dirahasiakan.
3. Dupiat magma adalah lapisan sosial yang mempunyai kemampuan diplomasi (Apituley, P.
dkk: 2018: 48-50).
2.3.5.Perkawinan
Perkawinan pada etnis Mbaham Matta adalah perkawinan dengan saudara sepupu silang
pada generasi kedua. Dalam perkawinan harus melewati proses peminangan. Dalam proses
peminangan ini ada yang diawali dengan istilah “Tombor Mag” atau acara duduk adat untuk

19
mengumpulkan mas Kawin untuk menentukan berapa besarnya mas kawin yang diberikan untuk
pihak perempuan3.
Tradisi tombor mag atau taruh harta ini merupakan tradisi yang dilakukan dan dilaksanakan oleh
seluruh lapisan masyarakat yang ada di Kabupaten Fakfak.

Gambar 2. Mas Kawin yang dikumpulkan dalam acara Tombor Mag


Sumber : Tim Fakfak BPNB Papua 2022
Jenis-jenis Mas Kawin
1. Wendi Jdumur (mas kepala) bila dinilaikan dengan uang atau rupiah seharganya sekitara 2
juta-12 juta
2. Wendi Ndrup (Penongka) bila dinilai dengan uang sekitaran harga 500 ribu – 1juta
3. Wendi Marpan Ndeingndeing (Mas Tali) bila dinilai dengan uang sekitaran 200 ribu-300
ribu
4. Wendi Priye wiyek (Mas Kecil /Mas anting-anting) jika dinilai dengan uang sekitar harga
20 ribu
Dari keempat jenis mas kawin tersebut hanya orang-orang tertentu atau bisa dikatakan tidak semua
orang bisa mengetahui atau menentukan yang mana mas kawin Jumur, Ndrup, Mas tali dan Mas
anting-anting, karena mas kawin Jumur atau mas kepala bisa saja bentuknya seperti mas kawin
ndrup dan bahkan bisa lebih kecil dari mas kawin Ndrup atau mas kawin Tali. Karena yang
membuat mas kawin ini semakin bernilai.
Bahan untuk membuat Jumur, Ndrup, Mas tali dan Mas anting-anting terbuat dari tembaga
yang dicampur emas sedikit. Cetakan terbuat dari punggung/batok cumi-cumi besar. Dalam proses
pembuatan tidak terlalu menggunakan waktu yang lama hanya satu hari saja. Pembuatan mas
kawin tombor mag bisa dilakukan setiap saat tergantung permintaan, yang membuat mas kawin
semua masyarakat bisa tergantung yang punya skil atau kemampuan. Nilai-nilai mas kawin seperti

3
Ibid,2017

20
jumur, gelang dan ndrup nilainya lebih besar sama dengan orang taruh uang 5 juta dan jumur satu
buah, maka keluarga dari pihak wanita lebih memilih jumur satu buah, karena nilai jumur ini lebih
bernilai dibandingkan uang 5 juta tersebut4.

4
Wawancara dengan bapak Yunus Kilimagun, tanggal 14 Agustus 2019

21
BAB III
TARIAN TITIR ETNIK MBAHAM MATTA DI KABUPATEN FAK FAK

3.1. Sekilas Tarian Tradisi Di Tanah Papua


Pada bagian ini penulis memberi gambaran secara garis besar terkait tarian tradisional di
tanah Papua dari aspek tampilan tari dan alat pendukung yang digunakan saat menari dengan
merujuk pada wilayah adat atau wilayah budaya yang ada di tanah Papua.
Tarian tradisional dalam sejarah perkembangan seni tari di nusantara terkhusus di tanah
Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) merupakan tarian yang bertumpuh pada tradisi. Dari pola
garapannya selain tarian tradisional ada pula tarian kreasi baru. Dua hal ini yang harus dipertegas
terkait sejarah perkembangan tari di tanah Papua. Soedarsono menyampaikan tari tradisional ialah
semua tarian yang telah mengalami perjalanan sejarah yang cukup lama yang selalu bertumpuh
pada pola-pola tradisi yang telah ada. Sedangkan tari kreasi baru lebih mengarah kepada kebebasan
dalam pengungkapan atau ekspresi tidak berpijak pada pola tradisi (Soedarsono, 1986;93).
Tarian sebagai bentuk ekspresi juga merupakan pernyataan budaya sehingga tidak dapat
dilepaskan dari pemilik kebudayaan yang menghasilkannya. Beberapa tarian tradisional di tanah
Papua dari pengamatan kami tidak terpisahkan dengan pola-pola tradisi yang ada dalam seputar
kehidupan mereka terutama terkait ritus seputar lingkaran hidup dan pengukukan. Hal ini
menjadikan tarian tarian dengan atribut pendukung yang melekat dalam tarian tersebut membentuk
atau memberi ciri yang khas. Kekhasan ini menjadi penanda selain penanda yang lain seperti
bahasa dan fisik dari pendukungnya. Sedyawati menambahkan dalam lingkungan budaya dengan
bahasa, adat istiadat dan tata masyarakat menjadi penentu utama lahirnya dan berfungsinya tari.
(Sedyawati, 1986;3).
Dengan lebih kurang 254 suku bangsa sudah tentu sangat beragam jenis tarian tradisi yang
dimiliki di tanah Papua karena setiap suku bangsa memiliki tidak hanya satu tari. Hal ini juga tidak
terlepas dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial yang turut mempengaruhi gerak dan bentuk
tari yang dimiliki oleh kelompok suku bangsa yang ada.
Untuk memetakan tarian tradisional antar suku bangsa yang ada ini, tentu membutuhkan
waktu dan kajian yang lebih mendalam. Namun bila merujuk pada tujuh wilayah adat atau wilayah
budaya yang ada dapat secara garis besar ditarik ciri khas pembeda yang terpetakan dalam 7
wilayah adat atau wilayah budaya di tanah Papua. Dengan gerak tari dan atribut pendukung tentu

22
akan membedakan wilayah Anim Ha dengan Lapago, Mepago, Tabi, Saireri, dan dua wilayah
adat/budaya di Papua Barat yaitu Domberai dan Bomberai.
Dari pengamatan penulis dan data hasil kajian yang selama ini dilakukan, secara garis besar
gerakan tari tradisional di tanah Papua yang dominan adalah bagian kaki sampai pinggang,
sementara gerak tangan hanya sebagai gerak pendukung atau penyeimbang. Kemudian terkait
penggunaan alat pendukung sebagai musik pengiring seperti tifa, dari negeri matahari terbit (tanah
Tabi) semakin ke daerah kepala burung dan naik ke daerah pegunungan, penggunaan alat
pengiring berupa tifa hilang atau tidak digunakan lagi. Alat musik pengiring ada pada kekuatan
bunyi suara dan busur panah yang diketukkan.
Lingkungan sosial dan geografis tanah Papua merupakan sumber inspirasi lahirnya karya
seni musik dan tarian tradisi dengan gunung, lembah, sungai, hutan, laut dan pulau-pulau yang
tidak terpisahkan dengan kehidupan yang mereka tuangkan dalam syair lagu dan tarian.
Sama halnya dengan proses terbentuk tarian Titir etnik Mbaham di Kabupaten Fakfak
Papua Barat. Tarian Titir merupakan produk budaya etnik Mbaham Fakfak yang menjadi identitas
atau ciri khas pembeda dari wilayah budaya Bomberai sebagai identitas etnis Mbaham. Dengan
berbagai macam jenis tari yang ada menjadikan sebuah budaya yang unik dan terus dipertahankan
dan dikembangkan dalam identitas kebudayaan Papua.
Pola kehidupan dan lingkungan etnik Mbaham mengilhami lahirnya tarian Titir dan ini
menjadi bukti dalam konsep lahirnya tarian tradisional Titir yang menggambarkan kekuatan gerak
dan ekspresi yang berangkat dari lingkungan tempat hidup etnik Mbaham. Tarian Titir merupakan
produk budaya etnik Mbaham selain unsur-unsur budaya lainnya yang telah ada seiring sejarah
perkembangan etnik Mbaham yang menjadi ciri khas pembeda dengan beberapa bentuk tarian
tradisional wilayah budaya lain di tanah Papua khususnya wilayah Bomberai dan Domberai di
Papua Barat.
3.2. Konsep Lahirnya Tari Titir Etnik Mbaham
Sejak kapan adanya tarian titir tidak dapat dipastikan. Tarian ini telah ada sejak dahulu
sejalan dengan sejarah dan perkembangan budaya etnik Mbaham dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Tarian titir dengan gerakan yang khas ditarikan oleh pria dan wanita dengan asesoris
diiringi musik pendukung dengan nyanyian lagu dan tifa. Pada hakikatnya tarian titir memiliki
makna tentang kehidupan etnik Mbaham. Tarian ini memiliki ciri khas yang menceritakan
peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian dengan menonjolkan nilai-nilai falsafah, budaya dan

23
kearifan lokal dalam budaya mereka yang menjadi pedoman etnik Mbaham yang diwariskan dari
generasi ke generasi.
Gerak tari Titir dengan gerak yang energik memperlihatkan keindahan dengan busana yang
digunakan berupa atasan kebaya dan kain untuk penari perempuan dan laki-laki menggunakan
kain cawat dengan asesoris pendukung yang lain. Kisah lahirnya gerak tarian Titir terinspirasi dari
gerakan burung indah burung Cenderawasih. Sedangkan konsepsi lahirnya nama tarian Titir
diangkat dari asal bunyi tifa yang mereka pukul dan memunculkan bunyi yang tertahan-tahan
titit…titit…titit karena bunyi dari tifa inilah yang mengilhami mereka menyebut tarian tersebut
dengan titir atau juga lakadinding. Tifa bagi etnik Mbaham bukan hanya sebagai alat musik yang
digunakan saat mengiringi tari-tarian adat tetapi punya makna terkait tradisi terutama dalam ritus
tertentu.
Tarian tradisi merupakan sebuah tarian yang di wariskan secara turun temurun dan telah
menjadi budaya masyarakat setempat. Biasanya tarian tradisional sangat rumit, mengandung
filosofi, simbol dan religius yang sangat kental sehingga tak banyak orang yang dapat
memahaminya. Manusia yang mempunyai budaya berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan berbagai cara dengan memanfaatkan cara berpikir untuk dapat menemukan sesuatu yang
baru yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan mereka. Cara memenuhi kebutuhan akan rasa
terhadap kehidupan dengan cara menari, bersenandung, menggambar, melukis, mengukir,
mendongeng, bercerita, dan aktivitas lainnya untuk mengungkapkan segala keindahan di
sekitarnya merupakan bagian dari unsur budaya universal yaitu kesenian (Yapsenang, 2019 : 37)
Dari penuturan para informasi terkait tentang Titir adalah berupa Tifa, ada dua versi. Versi
pertama dari etnis Matta bercerita bahwa Titir ini mulai tercipta dari leluhur. Orang tua tidak buat
awalnya muncul dari goa dan ada yang muncul dari mata air. Kalau titir diberinama menurut
bunyinya pukulan tifa seperti ti…ti…ti seperti dalam hentakan-hentakan. Titir dibuat dari melihat
alat tifa tummour yang ukuranya lebih kecil dengan bunyi suara yang kurang kuat, sehingga orang
tua-tua menciptakan titir supaya suaranya bunyi agak besar. Titir ini bukan hanya satu marga yang
buat tetapi semua masyarakat mbaham matta semua. Kita cipta tifa titir ini berarti cipta asal usul.
Jadi manusia ada baru titir ini ada. Jadi titir ini ada semua di mbaham matta. Sampai sekarang ini
siapa yang membuat titir kami tidak tahu.
Sedangkan versi dari etnis Mbaham bahwa kalau tifa besar ini dulu tete dong cerita bahwa
pada waktu dulu manusia belum terlalu banyak seperti sekarang ini. Ada satu penyakit yang masuk

24
entah penyakit itu apa sehingga menghabiskan banyak orang. Maka tete itu melihat banyak yang
meninggal dan dia merasa sedih dan tidak ada tifa jadi tete memukul di bandar kayu tidak tahu
bagaimana sampai tete memukul di bandar kayu. Tete yang memukul bandar kayu sedangkan yang
menari nene lagu pertama itu lagu siwonwone lagu yang rasa sedih dan lagu siredosiredo. Sehingga
keturunan dari tete tersebutlah yang membuat tifa besar.
Seni dalam perspektif istilah keilmuan,makna sebenarnya belum ditemukan secara pasti.
Konsep seni yang berkembang di tengah masyarakat terkait dengan persoalan ekspresi, indah,
hiburan, komunikasi, keterampilan, kerapian, kehalusan, dan kebersihan. Keragaman konsep seni
yang muncul dimasyarakat tersebut merupakan fenomena yang wajar karena seni adalah produk
budaya milik semua masyarakat. Semua masyarakat mempunyai hak untuk memberikan
pandangan terhadap seni dan memberikan jawaban tentang apa itu seni. Seni adalah merupakan
segala macam keindahan yang diciptakan manusia. Defenisi ini menunjukkan adanya hubungan
antara seni dengan keindahan, dan berdampingan dengan itu adalah keindahan alam sebagai ciptan
tuhan. (Lefaan: 2015:22-23)
Kesenian menjadi salah satu unsur kebudayaan masyarakat yang masih terus dilestarikan.
Kesenian juga sebagai ekspresi hasrat manusia akan keindahan itu dinikmati. Kesenian yang
dinikmati oleh manusia dengan mata dan telinga (Koentjaraningrat, 1990:380). Sebagai makluk
budaya, manusia berusaha memenuhi kebutuhan hidup dengan berbagai cara, salah satunya adalah
dengan memanfaatkan daya pikir untuk menemukan sesuatu yang baru yang bermanfaat dalam
kehidupannya. Manusia senantiasa memenuhi kebutuhan rasa dalam dirinya, seperti rasa aman,
nyaman, tenang, indah, bahagia, dan perasaan-perasaan lain indah lainnya sebagai makluk hidup
(Yapsenang dkk, 2019:37).
Secara umum kesenian di bagi dalam beberapa bagian yaitu seni rupa, seni suara dan seni
tari. Dalam seni tari yang dimiliki suatu suku bangsa di Indonesia dan secara umum terbagi atas
dua kategori yaitu tari yang sacral dan tari yang tidak sakral. Tari sakral biasanya dipentaskan pada
saat hanya pada saat tertentu berkaitan dengan adat dan tarian yang tidak sakral bisa dipentaskan
di berbagai acara yang bersifat perayaan maupun pentas seni (Yapsenang, 2019:38). Suku bangsa
Mbaham Matta kabupaten Fakfak memiliki satu tarian adat yang bersifat sakral yang disebut
adalah tarian Titir. Menurut bapak Linus Heremba, siapa yang menciptakan tifa titir ini berarti
menciptakan asal usul. Jadi manusia ada baru titir ini ada. Jadi tari titir ini ada di semua suku

25
Mbaham Matta. Sehingga untuk dalam sebuah pesta harus ada titir yang dapat dimainkan untuk
bernyanyi dan menari.
Menurut Fredy Warpopor, pada 1980-an dalam perkembangannya tarian titir ini mulai
menghilang dari budaya masyarakat Mbaham Matta setelah pengaruh budaya musik modern mulai
masuk, sehingga dalam acara-acara adat masyarakat sudah tidak lagi memukul Titir untuk
menyanyi dan menari. Orang-orang tua yang biasanya suka memainkan titir dan bernyanyi sudah
tidak mau lagi untuk membuat titir untuk bernyanyi dan menari, karena yang biasa memukul titir,
bernyanyi dan menari biasanya orang-orang tua saja anak-anak tidak bisa untuk bermain titir,
bernyanyi lagu daerah dan menari. Mengapa sampai anak-anak tidak bisa memukul Titir, karena
orang-orang tua berpikir bahwa anak-anak hanya melihat orang tua bermain alat music tradisional
ini pasti mereka akan tahu tetapi pada kenyataannya tidak, sehingga dengan munculnya joget,
dangdut, rege dan sebagainya itu mulai bergeser tarian-tarian tradisional dengan alat musik yang
ada
Seni tari merupakan bagian dari bentuk ekspresi budaya masyarakat mempunyai fungsi
yang beragam sesuai dengan kepentingan dan keadaan masyarakat. Fungsi seni dalam masyarakat
dapat dibedakan menjadi empat yaitu, sarana upacara, hiburan, tontonan, dan sebagai media
Pendidikan (Jazuli, 1994:2008, dalam Lefaan, dkk, 2015:32). Sama halnya dengan dengan fungsi
dari tari dalam kehidupan manusia dapat dibedakan menjadi empat, yaitu tari sebagai sarana
upacara, sebagai hiburan, seni pertunjukkan dan sebagai media Pendidikan bagi generasi
selanjutnya untuk mengetahui identitas suatu suku bangsa (https://Journal,unnes.ac.id, diakses
tanggal 2 november 2022)
Tari juga sebagai sarana Komunikasi, yang memiliki peranan yang penting dalam
kehidupan masyarakat. Tari diadakan sesuai dengan kebudayaan setempat dengan cara yang
berbeda-beda. Unsur utama Dalam tari adalah Gerakan tubuh manusia yang dapat mendukung
unsur ruang dan waktu yang dapat berkomunikasi kapada penonton. Gerak tari titir ini mengikuti
gerak dari sepasang burung Cenderawasih yang bermain bersama meskipun Gerakan ini sudah
mengalami kreasi. Gerakan-gerakan didalam suatu tampilan tari dikenal dengan gaya tari. Elemen
materi komposisi perlu di hayati dan dimengerti serta dipelajari dalam berbagai elemen tari tidak
hanya pada teori namun di praktekkan (Suarsana, dkk.2019: 41)
3.3. Bentuk Tarian Titir

26
Bentuk di sini diartikan sebagai apa yang dapat dilihat oleh yang menonton sebagai
pendukung dari pertunjukan tarian titir yang meliputi struktur tarian titir berupa unsur utama dan
pendukung. Unsur utama berupa gerak dan pendukung seperti musik, asesoris tata rias busana dan
tempat atau arena pertunjukan. Unsur unsur ini membuat orang-orang yang menonton tertarik
untuk menyaksikan. Pertujukan tarian Titir dibawakan secara kelompok terdiri dari penari
perempuan dan penari laki-laki didukung kelompok musik pengiring yang posisinya terpisah
dengan penari. Kelompok musik pengiring dengan alat tifa Titir (tifa besar), posisinya terpisah
dengan kelompok penari
Tari titir adalah tarian pertunjukan penyambutan yang dibawakan secara kelompok yang
terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jumlah penari baik laki-laki dan perempuan tergantung
tempat di mana dipertunjukkan dan tidak ada batasan peserta yang ikut menari tergantung
kebutuhan. Tarian ini sifatnya spontanitas, dalam artian saat dibawakan yang menonton pun bisa
terlibat ikut bergabung menari.
Gerak merupakan unsur utama dalam tari begitu juga di tarian titir. Unsur gerak yang
dominan dalam tarian titir adalah gerak kaki dan tangan. Gerakan kaki dan tangan dimainkan
mengikuti irama pukulan tifa Titir dengan gerakan langkah kaki pendek dan lompatan yang
tertahan sementara tangan mengimbangi dengan gerakan yang bervariasi mengikuti irama tifa
sebagi musik pengiring utama dengan ekspresi senyum di wajah yang ceria.
3.4 Tata Rias, Busana dan Atribut Tari Titir
Tata rias, busana dan atribut meupakan unsur pendukung yang penting dalam tarian Titir.
Busana dan atribut yang digunakan penari perempuan berbeda dengan yang digunakan oleh penari
laki-laki. Penari perempuan menggunakan pakaian berupa atasan kebaya dan kain batik yang diikat
sebatas pinggang, tas noken (ka’bari), bulu burung cenderawasih, bulu kasuari dan sisir bambu
(huwer). Dari hasil amatan, pakaian yang digunakan terlihat sudah modern dengan atasan baju
batik atau kebaya lengan panjang (dominan warna putih dan kuning) dan untuk bagian bawah
digunakan kain batik yang diikat sampai bagian pinggang penari. Ka’bari atau tas noken dipakai
atau digantungkan dikepala dengan sisir bambu (huwer) yang di sisipkan pada bagian rambut.
Sedangkan bulu burung cenderawasih (wumbi Qparam) yang pada bagian ujungnya dibuat
semacam ikatan yang dipegang saat menari. Kesemua atribut atau asesoris tari ini dipakai penari
perempuan saat menari tarian Titir.

27
Penari pria atribut atau asesoris yang mereka gunakan adalah pakaian, tomang, gelang, ikat
kepala, dan kain merah ada juga mahkota bulu burung (Hagma) di kepala. Kain merah dipakai
atau diikatkan pada bagian pinggang. Setiap tarian baik itu tarian tradisional, tarian kreasi dan
tarian modern tentunya mempunyai perlengkapan dalam menari seperti busana dan aksesoris yang
di pakai dalam menari ini merupakan salah satu unsur yang penting karena mempunyai fungsi
yang penting dalam mempertegas jenis tarian dan identitas pemiliknya. Busana dan aksesoris
antara penari pria dan penari Wanita memiliki fungsi untuk memperindah atau menunjukkan sisi
feminim dari penari Wanita dan fungsi dari busana pria menunjukkan sisi kegagahan, ketegasan
dan kewibawaan dari seorang penari pria (kondologit, dkk,2017:26).
Busana merupakan salah satu unsur yang digunakan dalam tari jenis busana yang
digunakan Dalam tarian sangat beragam di berbagai wilayah budaya. Beberapa tradisi tari
memiliki ketentuan tentang jenis atau desain busana, bahan, warna dan aksesoris (perlengkapan
hiasan) (Suarsana, dkk. 2019:61) Dalam etnis Mbaham Matta juga memiliki busana dan aksesoris
yang di gunakan untuk menari, sebagai berikut:
3.4.1. Busana dan aksesoris Penari Wanita
Busana dalam suatu tarian merupakan salah satu unsur utama, karena dengan busana dapat
menggambarkan suatu identitas dan karakteristik dari suatu tarian yang sedang di tampilkan.
Busana sangat diperhatikan secara detail dalam suatu tarian mulai dari cara pembuatannya. Busana
yang dipakai oleh penari pada masa lampau dari etnis Mbaham Matta yaitu pakaian yang terbuat
dari kulit kayu yang digunakan untuk menutup badan dari atas sampai bawah seperti sarung
kemudian diikat bagian pinggang. Aksesoris yang digunakan juga ada Kabari (Noken) yang
ditaruh di kepala, sisir bambu yang ditaruh dirambut dan juga memegang bulu burung kasuari/bulu
burung cenderawasih kalau tidak ada bulu burung, maka mereka dapat menggunakan saputangan
atau bunga-bunga pagar untuk di pegang dan di pakai menari. Dalam menari tarian Titir penari
perempuan harus dapat memegang sesuatu di tangan.
Aksesoris lain juga yaitu penari perempuan juga menggunakan sisir bambu yang di pakai
di ramput penari perempuan. Selain itu yang wajib bagi penari Wanita adalah itu harus ikat kain
di pinggang. Dan di bawah ini adalah gambar busana dan aksesoris yang digunakan sebagai
berikut;

28
Gambar 1. Baju Perempuan Dari kulit gambar 2. Kabari kayu

Gambar 3. Sisir bambu Gambar 4. Bulu burung yang di pegang saat menari

Dengan perkembangan waktu maka pakaian yang menggunakan kulit kayu tersebut tidak
digunakan lagi mereka sekarang menggunakan pakaian kebaya untuk menari dan aksesoris ada
yang pakai dan ada yang tidak mengunakan lagi. Namun menurut Fredy Warpopor bahwa pada
saat ini sedang digalakkan kembali supaya pakaian dari kulit kayu tetap digunakan kembali tetapi
dalam bentuk kebaya sehingga identitas Penari dari etnis Mbaham Matta kembali seperti dulu lagi.
Menurut Linus Heremba Cara pembuatan busana yang terbuat dari kulit kayu yaitu dari
pohon kulit kayu mbok-mbok dengan Herat daunnya berwarna merah hampir sama dengan kulit
pohon yang ada di kampung Asei kabupaten Jayapura. Kulit pohon ini diambil kulitnya kemudian
ditumbuk sampai halus. Kemudian setelah jadi kain namanya menjadi marhawa. Busana Wanita
ini mengikuti warna dari bulu burung cenderawasih.
3.4.2. Busana dan Aksesoris Penari Pria
Busana Pria berfungsi untuk memberi kesan gagah dan berwibawa dari seorang penari pria.
Begitu juga dengan etnis Mbaham Matta juga mempunyai busana dan aksesoris yang di gunakan

29
untuk menari tidak begitu banyak sederhana saja. Penari Pria dulu mereka menggunakan cawat
dan tohtohi (dalam Bahasa Matta) dari kulit pohon yang sama dengan kulit kayu untuk membuat
busana Wanita, kalau cawat hanya di pakai terus diikat di pinggang sedangkan kalau tohtohi di
pakai seperti cawat tetapi di lilit dipinggang membentuk celana. Aksesoris Pria yang digunakan
untuk menari adalah Mahkota dari bulu burung kasuari (tetewagon dalam Bahasa Mbaham) atau
pengikat kepala dari kulit kayu dan dihiasi dengan bulu burung kasuari (Kanda Ngreg atau Hagma
dalam Bahasa Matta) yang dipakai dikepala. Selain itu juga aksesoris yang didigunakan pria untuk
menari adalah mereka menggunakan piring kecil yang di pegang di tangan dan juga bawa Kabari
(noken). Laki-laki menggunakan piring di tangan sambil menari, tangan terbuka dengan
mengenggam piring menunjukan keterbukaan dan syukur atas berkat dan Rahmat yang di terima
serta menceritakan satu ekor burung yang memberi makan cenderawasih. Sedangkan yang jadi
cenderawasih adalah penari perempuan.
Busana dalam perkembangan saat mengalami perubahan tidak menggunakan kulit kayu,
tetapi menggunakan cawat dari kain merah. Menurut Fredy Warpopor tetapi pada saat ini juga
masyarakat mau mengembalikan identitas asli mengenai busana asli etnis Mbaham Matta
menggunakan busana dari kulit. berikut ini adalah gambar busana pria sebagai berikut;

Gambar 5. Baju Laki-laki dari kulit kayu Gambar 6. Pengikat kepala dari kulit
Kayu dan bulu burung kasuari

Gambar 7. Mahkota dari bulu burung Gambar 8. Piring kecil yang di pakai
Kasuari menari

30
Kalau etnis Mbaham Matta penari prianya tidak menggunakan hiasan atau digambar di tubuh,
tangan dan kaki mereka.
3.5. Alat Musik
Mengiringi suatu tarian biasanya pada hampir seluruh tanah Papua telah memiliki alat
musik, baik yang asli maupun yang telah diadopsi dari luar (kondologit, dkk, 2017:49). Titir
adalah alat musik tradisional etnik Mbaham Matta yang secara tradisi sangat dijunjung tinggi sebab
fungsi dan makna yang melekat di balik nilai kebudayaannya. Alat musik ini tidak hanya berperan
sebagai media musik tradisional akan tetapi yang paling penting adalah fungsinya sebagai media
penyampaian amanah kepada leluhur yang berisikan prinsip-prinsip, nilai-nilai religious, pesan
moral, pesan pendidikan, norma-norma atau nasehat-nasehat/petuah yang berupa pesan adat-
istiadat yang terkait dengan kebudayaan sekaligus identitas etnik Mbaham Matta (Lefaan,
dkk,2015: 58).
Titir sebagai alat musik tradisional merupakan konsep simbolis, memiliki makna sesuai
perannya dan pemanfaatannya. Etnis Mbaham Matta selalu menghadirkan tifa sebagai tanda yang
berhubungan dengan suasana identitas budaya masyarakatnya. Sekalipun tanda tersebut berupa
bunyi sebagai tanda suatu irama musik dan mempunyai ciri pembedaannya (Lefaan, dkk,2015:
59). Menurut Linus Heremba titir mempunyai bunyi yang berbeda dengan alat musik lainnya
seperti Tumyor, kalau titir diberinama menurut bunyinya pukulan tifa Yaitu lakdindin dan diberi
nama Titir berasal darai kata ti…tia yang artinya tertahan tahan sesuai cara pukul tifa yaitu pukul
tahan tahan seperti dalam hentakan-hentakan pukulannya yang tetap dan teratur sedangkan tumyor
berinama menurut bunyi dari tifa tersebut yaitu tum…tum…tum. Titir ini tentunya mempunyai
motif, ciri dan makna tersendiri bagi masyarakat Mbaham Matta.
Titir atau biasanya disebut dengan tifa besar pada masa lampau di buat dari kayu yang bisa
berbunyi lalu dibuatlah lubang dibagian tengah dari kayu
dengan menggunakan kapak batu karena belum ada besi pada
masa lampau. Tetapi kalau ada batang kayu yang sudah ada
lubang di tengahnya itu lebih bagus lagi dalam pengerjaannya,
karena tidak terlalu susah untuk membuat lubangnya tinggal
dirapihkan saja. Kayu yang bagus yang di pakai adalah kayu
bawang (kema dalam Bahasa Iha) dan kayu jati mas yang dapat membuat tifa kalau tumyour
menggunakan kayu besi. Selain itu juga tifa besar atau titir ini terbuat dari kayu cempedak dan

31
kayu sukun hutan yang mudah untuk membuat tifa. Membuat sebuah Titir ini bersumber dari asal-
usul peradaban manusia Mbaham Matta.
Ukuran dari tifa Titir panjangnya satu hasta lima jari dan berdia meter 30 cm, ukuran
Panjang kurang lebih setengah meter dan ukuran dari tifa Titir ini lebih besar. Besar dan berat
biasanya tifa titir ini dibunyikan sambil duduk sedangkan kalau tifa Tummour yang kecil bisa di
bawa saat acara penyambutan tamu.
Simbolik dari titir ini dibentuk dari satu manusia, diambil dari satu hasta tangan, mulai dari
siku tangan ke jari. Menurut Linus Heremba titir atau tifa besar ini diibaratkan dari satu ukuran
tubuh manusia, dari atas titir yang besar sampai di bawa yang kecil. Bagian kepala manusia itu
untuk pemukulnya sedangkan yang bagian kecil ditengah ibarat pinggang manusia paling bawa
sekali dari tifa adalah kaki manusia. Kayu setelan untuk pemukul tifa itu ukurannya sama saja dari
kayu yang agak keras atau untuk setelan pengencangan kulit tifa dari kulit hewan. Ukuran dari tali
setel dari mulut tifa itu lima jari sedangkan satu jari untuk mengikat kulit titir.
Menurut Linus Heremba, selain alat musik titir atau tifa besar yang dimainkan ada pula tifa
kecil yang disebut Tummour. Tummour di pukul atau dimainkan pada saat pesta-pesta hajatan
yang penting-penting bukan untuk hajatan yang ramai-ramai. Tummour terbuat dari kayu besi jadi
agak sedikit benar. Tummour bisa di mainkan tanpa di panaskan di api, tetapi kalau titir biasanya
di panaskan terlebih dahulu kemudian kemudian baru di pukul kembali. Sehingga walau dalam
tarian penjemputan biasanya memakai tummour di jalan tetapi kalau sampai di rumah atau di
dalam ruangan bisa menggunakan titir kembali. Titir tidak bisa dipegang pada saat tarian
penjemputan, karena agak besar dan tidak bisa di pikul secara bersama-sama harus dimainkan
sendiri-sendiri/selang-seling sebab kedua alat musik ini bunyinya berbeda. Aksesoris dari
tummour itu pukul harus menggunakan tali merah simbolnya untuk berani maju melawan musuh
sedangkan titir pukul dengan menggunakan kain putih untuk perdamaian.
Tummour pada masa lampau biasa di pukul pada saat mereka yang mau pergi berperang
untuk membuat semangat dalam melawan musuh dan pulang dengan kemenangan dengan
menyanyikan lagu-lagu. Tummour juga bisa menciptakan perang dan juga bisa menghibur
tergantung lagu yang dinyanyikan. Pada saat perang mereka membawa tummour untuk
memberikan semangat dan saat perang terjadi Tummour ini tetap dimainkan sampai mereka
memperoleh kemenangan dan tangan musuh ada yang di potong dan di pakai untuk memukul
Tummour dalam perjalanan pulang. Tummour ini tidak dimiliki oleh setiap kampung dan tidak

32
semua bisa memukul Tummour, kalau tummour tidak sembarang dipukul oleh siapapun yang bisa
memukul adalah keturunan atau diwariskan oleh mereka yang mempunyai Tummour atau mereka
yang diajarkan oleh yang mempunyai tummour tersebut. Tummour bagi Mbaham sangat pemali
untuk dimainkan oleh mereka.
Instrumen pengiring merupakan alat musik yang mengiringi lantunan lagu yang
didendangkan oleh seseorang atau kelompok orang. Adanya instrument pengiring pengiring
membuat lagu menjadi semarak dan enak di dengar (Refisrul,dkk. 2016:107). Pada saat iringan
lagu untuk menari ada juga alat musik pendukung yaitu Gong. Gong ini yang berasal dari asia
tenggara terbuat dari logam seperti tembaga dan kuningan yang dimainkan dengan cara memukul.
Gong ini juga dianggap sebagai benda pusaka, harta, mas kawin dan lain sebagainya sehingga
penggunaanya tidak sembarangan. Gong berfungsi menandai permulaan yang memberi rasa
keseimbangan setelah berlalunya lantunan lagu yang didendangkan (Refisrul,dkk.2016:110). Alat
musik ini untuk tarian penjemputan, hari raya, panen, pasang atap rumah alat musik yang dipukul
sebagai penyemangat yaitu titir.

Gambar 9. Tifa Titir Gambar 10. Tifa Tummour

Gambar 11. Gong

33
3.6. Lagu dan Pengiring tari Titir
Lagu pengiring untuk tarian titir bisa disesuaikan dengan keadaan pada saat acara apa yang
akan dilaksanakan. Menurut informan Tarian penjemputan masyarakat bisa menciptakan lagu dari
perjalanan seorang tamu yang datang dan bisa di ciptakan pada saat itu juga di bawakan dalam
tarian titir. Tarian titir ini lagu yang menentukan dalam satu kali tampilan biasanya membawakan
beberapa lagu dan tergantung dari pemain musik mulai dari mana dan berakhir dimana, ada
tanda/kode untuk menggantikan lagu dan itu diketahui oleh para pemain musik. Lagu-lagu ada
yang dinyanyikan pada waktu pagi hari untuk pengucapan syukur biasa dinyanyikan sampai pada
waktu malam hari.
Selain itu juga ada lagu-lagu tentang perjalanan seseorang, kemenangan dalam perang,
mengenang orang sudah meninggal, lagu kerinduan akan saudara yang jauh, dan juga lagu yang
di nyanyikan untuk memuji Tuhan di gereja. Dalam setiap acara dan pentas pengiring musik terdiri
dari empat sampai enam orang pemain musik dan penyanyi. Biasanya kalau terdiri empat orang
pengiring musik yang terbagi tiga memainkan Titir dan satu orang memegang Gong. Ada juga
yang bermain Tummour terdiri dari empat orang, yang tiga orang memukul tummour dan yang
satunya memegang parang musisi sekaligus menyanyi. Vokalis utama (disebut Kendagendik
dalam bahasa Iha Matta) sedangkan yang mengikuti, mengulangi atau backing vocal (disebut
Hegeb mani dalam bahasa Iha matta). Pada saat mereka bernyanyi diulang beberapa dan ada
balasan untuk masuk ke lagu yang lain lagi sampai bisa lagu pertama yang dinyanyikan lagi bisa
di ulang pada akhir lagu. sedangkan yang menari tergantung acaranya bisa sedikit 6 orang dan bisa
juga banyak orang. Sedangkan orang yang pertama untuk angkat lagu dalam Bahasa Mbaham
Kanda dan orang yang sebagai pengikutnya disebut siriyap.
3.7. Koreografi Tari Titir
1. Formasi
Setiap tarian baik itu tarian tradisional maupun tarian modern tentunya mempunyai formasi
dalam tarian. Formasi tari adalah kombinasi untuk menciptakan tarian yang indah jika dilihat
banyak orang. Formasi tarian biasa disebut dengan pola lantai. Formasi tarian menjadi acuan bagi
penari untuk berpindah tempat, bergerak, hingga membentuk suatu pola yang beraturan. Formasi
tarian disesuaikan dengan jumlah penarinya, yaitu tunggal, berpasangan, dan kelompok
disesuaikan dengan tempat pertunjukkan digelar (kondologit,dkk. 2017:51).

34
Tarian Titir juga memiliki formasi dalam tarian tarian titir tidak ada jumlah batasan yang
menari kecuali untuk pentas baru dibatasi. Formasi tari Titir menurut Linus Heremba tergantung
momen apa yang mau di buat sesuai tema. Posisi menari antara laki-laki dan perempuan bergabung
saja, kalau mau dilihat bagus laki-laki menari mengelilingi perempuan seperti burung
cenderawasih menari mengelilingi dan melindungi perempuan. Kalau untuk pesta tarian titir ini
gerakannya bebas tetapi sopan, tetapi tidak dibatasi umur. Dalam tarian tradisional khususnya
tarian penyambutan di masa lampau hanya terdapat dua formasi yaitu formasi memanjang dan
formasi lingkaran yang masih di pakai sampai sekarang. Tifa titir di pakai saat acara resepsi atau
kunjungan kenegaraan biasanya di pakai dan acara-acara serimonial.
Tarian titir merupakan tarian tradisional milik etnis Mbaham, yang memiliki dua formasi
utama yaitu melingkar yang disebut Towering (mengelilingi) atau kotowering (berkeliling untuk
membentuk lingkaran) dan Sejajar atau tarpona (satu tali). Namun saat ditarikan terdapat juga
beberapa formasi yang dikreasikan guna memperindah formasi yang ada sebagai berikut:
1. Formasi Barisan Sejajar (formasi masuk)
Pada saat tarian tirtir di bawakan formasi awal
atau masuk ke arena tarian. Pada formasi ini
penari laki-laki berada dibagain depan penari
perempuan.

2. Formasi Melingkar
Formasi melingkar merupakan salah satu formasi
utama. Formasi ini dibuat pada saat para penari
sudah berada di tengah arena. Pada formasi ini,
posisi penari laki-laki berada dibagian tengah,
sementara penari perempuan membentuk
lingkaran.

35
3. Formasi Melingkar kecil
Setelah formasi melingkar sudah dilakukan selama
beberapa waktu lamanya, maka akan dilakukan
pergantian formasi dari melingkar menjadi formasi
melingkar kecil. Formasi ini dilakukan dengan cara
saat menari dengan bentuk formasi melingkar penari
laki-laki akan bergerak keluar dari bagian tengah,
akan bergerak keluar formasi.

Setelah itu maka para beberapa para penari


perempuan akan bergerak maju kedepan, seperti
sketsa dibawah ini.

pada sketsa disamping nampak penari pria


(warna biru) sudah bergerak ke samping dan
para penari perempuan sedang bergerak
kebagian tengah

pada sketsa disamping nampak


beberapa penari perempuan sudah
berada dibagian tengah

36
Setelah para penari secara bergantian membentuk formasi melingkar kecil diatas maka
selanjutnya akan dibentuk ulang formasi melingkar. Setelah menari dalan jangka waktu beberapa
detik kemudian formasi akan diubah seperti dibawah ini.
4. Formasi Sejajar berhadapan
Dari formasi melingkar maka akan dibuat
formasi sejajar berhadapan atau barisap
berhadapan, seperti gambar disebelah.

pada sketsa diatas, terlihat ada tanda panah,


yang merupakan arah pergantian atau
pertukaran posisi penari perempuan

5. Formasi Barisap
Setelah para penari perempuan bergerak
bertukar posisi secara selang seling
bergantian selama beberapa detik maka
selanjutnya akan dilakukan pertukaran
formasi dengan cara penari laki-laki akan
bergerak kearah timur penari wanita lalu
bergerak kedepan lalu diikuti penari
perempuan dibelakangnya, seperti
nampak pada gambar disamping, sampai
membentuk formasi seperti gambar
dibawah ini.

37
pada gambar disamping dan dibawah
nampak para penari telah membentuk
formasi barisan sejajar. Formasi ini
nampaknya merupakan formasi penutup
sekaligus formasi pembuka pada tarian titir.

Beberapa formasi yang di uraiakan di atas adalah pola variasi pengembangan oleh seniman
tari Titir agar terlihat secara visual disesuikan dengan ruang pentas agar terlihat menghadirkan
komposisi ruang, gerak dan formasi memimiliki rasa bagi yang menonton. Formasi ini bisa saja
berubah tergantung seniman Tari Titir berkekspresi dalam mendesain sinopsis dengan gerak dasar
tarian.
2. Gerakkan Tari
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, gerakkan tari atau menari (nahu hula) yang
ada didalam tari titir yaitu nahuhula biaha (gerakkan/menari biasa) dan lepas, sebagai berikut.
a. Nahu hula biaha
Gerakkan tari ini yaitu berputar yang terilhami dari gerakkan burung cenderawasih
betina yang selalu meloncat berpindah dari satu pohon ke pohon yang lain dengan
formasi melingkar. Pada gerakkan biaha ini para penari perempuan biasanya memutar
kekiri ke kanan, dimana kaki akan sedikit berjingkat untuk memutar sambil tangan
memainkan bulu burung cenderawasih. Begitupula dengan penari pria dimana tangan
memainkan piring yang berada ditelapak tangan.

38
b. lepas
Gerakkan ini merupakan gerakkan kreasi untuk memperindah tarian titir, berupa
gerakkan hentakan-hentakan kaki.
3.8. Fungsi Dan Makna Tari Titir
Seni tari sebagai sebuah produk kebudayaan tidak hanya sebatas pada sebuah kesenian
semata, melainkan juga memiliki pelbagai fungsi dan makna. Untuk itu apabila seni tari sudah
menjadi bagian di dalam kehidupan masyarakat maka secara langsung maupun tidak masyarakat
telah mendukung untuk melestarikan kebudayaan tersebut. Namun sebaliknya apabila seni tradisi
tidak dirasakan oleh masyarakat maka lambat laun kesenian tersebut akan semakin hilang. Oleh
karena itu, pelestarian kesenian sangat diperlukan agar kesenian yang ada dapat dikenal di
masyarakat, sehingga dengan pengenalan fungsi dan makna dari tarian tersebut. Adapun makna
dan fungsi yang terkandung dalam tari titir sebagai berikut.
1. Fungsi Tari Titir
Tari titir bukan saja berfungsi sebagai media untuk mengekspresikan perasaan juga
sebagai media untuk menyampaikan petuah atau pesan dari para leluhur kepada generasi
berikutnya. Petuah-petuah tersebut berisikan nilai-nilai hidup yang memiliki filosofi dan
religiusitas yang tinggi, pesan moral, dan lain-lain. Fungsi lain yang melekat pada tari titir
sebagai media religius antara masyarakat mbaham kepada sang pemilik kehidupan, dan
masih banyak fungsi lainnya yang perlu dikaji lebih mendalam.
- Tari titir juga memiliki fungsi religius yaitu sebagai media komunikasi antara
masyarakat mbaham dengan Tuhan Pemilik Kehidupan yang dapat dilihat dari
nyayian yang didendangkan. Juga berfungsi sebagai media meyampaikan ucapan
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya.
- Tari titir juga sebagai media menyampaikan keindahan lingkungan alamnya
melalui nyanyian yang didendangkan yang mengisahkan kekayaan alamnya serta
melalui penggunaan atribut tari.
- Tari titir sebagai media menyampaikan petuah atau pesan dari leluhur kepada
generasi mudah melalui syair lagu maupun formasi yang terdapat dalam tarian titir.
2. Makna Tari Titir
- Makna Umum

39
Tari titir bagi etnis mbaham merupakan suatu penggambaran akan kekayaan lingkungan
alamnya, yang tergambarkan dari busana dan asesoris yang digunakan dalam tarian titir.
Penggunaan burung cenderwasih sebagai penggambaran akan kekayaa hewan yang
sangat luar biasa yang dimiliki oleh etnik mbaham. Penggunaan kulit kayu sebagai
penggambaran akan kekayaan tumbuh-tumbuhan yang ada dilingkungan hidup mereka
yang dapat digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Tari titir juga memiliki makna yang sangat beragam yang dapat dilihat dari nyanyian yang
bisanya didendangkan seperti lagu tentang perjalanan seseorang, dimana makna yang
dapat diambil tentang bagaimana semangat juang dari orang tersebut sepanjang
perjalanan hidupnya, dan lainnya. Selain itu juga terdapat makna lainnya yang dapat
dilihat gerakkan dan formasi tari yaitu makna kebersamaan. Makna ini dilihat dari posisi
penari antara penari pria dan perempuan yang tidak ada batasannya atau bergabung
mejadi satu. Hal ini mengambarkan bahwa kebersamaan merupakan bagian yang sangat
penting dalam kehidupan sosial budaya etnis Mbaham, sebab dengan adanya
kebersamaan semua masalah dan tujuan yang ingin diapai dapat diselesaikan dan dirasih
bersama. Makna lain yang tergambarkan dalam formasi yaitu adanya penghormatan
terhadap perempuan. Hal ini dapat dilihat dari adanya formasi lingkaran dimana
perempuan dibagian dalam dan laki-laki di bagia luar.
- Makna Yang terkandung dalam formasi dan gerakan
Selain makna-makna diatas dalam tarian titir juga terdapat makna yang bersifat hakiki,
yaitu:
1. menggambarkan kegembiraan dalam kebersamaan menjadi satu utuh yang tidak
terpisahkan. Lingkaran merupakan simbol dari semboyan”kita harus hidup satu
seperti ikatan rumpun tebu yang tidak terpisahkan/terlepas”. Semboyan ini adalah
petuah yang diturunkan dari para leluhur, dimana masyarakat mbaham harus hidup
dalam suasana kebersamaan dan kegembiraan.
2. formasi ini juga merupakan suatu gambaran dari semboyan yang hidup
dalam budaya etnik Mbaham, yaitu berjalan bersama untuk mencapai tujuan yang
sama.

40
BAB IV
UPAYA PELESTARIAN, PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN TARIAN TITIR
OLEH PEMERINTAH KABUPATEN FAKFAK

Tarian Titir adalah ciri khas dan identitas sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan
kehidupan sosial orang Mbaham. Pernyataan ini merupakan bentuk pendukungan yang penting
dalam upaya pelestarian dan pengembangan tarian Titir ke depan. Sebaliknya bila ini tidak
dirasakan, tari Titir sebagai seni tradisi lambat laun akan hilang. Dari pengamatan penulis dalam
perkembangan Tari Titir sebagai seni pertunjukan saat ini, orang Mbaham sebagai pemilik masih
memfungsikan tarian Titir sebagai kesenian tradisi dalam berbagai acara adat, seremonial sosial
dan sebagai hiburan. Hal ini akan bersaing dengan tarian-tarian kreasi dan juga seni hiburan yang
lain.
Sudah saatnya tarian titir dikembangkan dengan potensi yang ada menyesuaikan dengan
selera masyarakat baik dikalangan lokal orang Mbaham Matta atau masyarakat luas.
Pengembangan tari titir, peristiwa-peristiwa yang dilantunkan untuk melengkapi tarian titir terus
diperbaharui agar dapat relevan mengikuti perubahan generasi ke generasi.
4.1. Upaya Pelindungan.
Pelindungan yang dimaksud ada dalam undang-undang pemajuan kebudayaan adalah upaya
menjaga keberlanjutan kebudayaan yang dilakukan dengan cara inventarisasi, pengamanan,
pemeliharaan, penyelamatan dan publikasi.
a. Inventarisasi
Inventarisasi objek pemajuan kebudayaan dilakukan berdasarkan tahapan
pencatatan dan pendokumentasian, penetapan dan pemuktahiran data. Inventarisasi
merupakan Langkah awal dalam melakukan perlindungan terhadap karya budaya yang ada
di sekitar kita. Langkah selanjutnya adalah pembaruan data karya budaya yang
bersangkutan. Pengkajian ini merupakan salah satu bentuk pembaruan data, guna
menambah referensi yang ada dalam proses awal invenrarisi, sehingga dengan adanya
kajian ini pemerintahan daerah lebih kota jayapura untuk mengusulkantari Tarian titir
menjadi warisan budaya tak benda Indinesia.
b. Pengamanan

41
Pengamanan terhadap objek pemajuan kebudayaan adalah mewariskan objek
pemajuan kebudayaan kepada generasi berikut. Pewaris kebudayaan yaitu proses
mewariskan budaya dari satu generasi kegenerasi di dalam masyarakat melalui proses
kebudayaan. Proses pewarisan budaya dlakukan melalui proses enkulturasi (pembudaayan)
dan proses sosialisasi (belajar atau mempelajari). Ada berbagai cara untuk pewarisan
budaya ini adalah lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, Lembaga pemerintahan,
perkumpulan, institusi resmi, dan media massa. Melalui proses pewarisan budaya maka
akan terbentuk manusia-manusia yang memiliki kepribadian selaras dengan lingkungan
alam, sosial dan budayanya.
Sama halnya yang terjadi pada pewaris tari titir di kabupaten Fakfak. Dari hasil
wawancara yang dilakukan dengan sosialisasi, mempergunakan saluran sanggar-sanggar
yang ada di kampung-kampung hingga yang ada di kota. Sanggar-sanggar dan sekolah
yang ada di kabupaten Fakfak di jadikan sebagai mata pelajaran praktek disekolah mulai
dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah. untuk kembali lagi mengangkat
budaya tarian titir.
c. Pemeliharaan
Pemeliharaan objek pemajuan kebudayaan adalah kewajiban bagi pemerintahan mulai dari
pemerintah daerah, pemerintah pusat dan masyarakat pemilik budaya harus terlibat dalam
pemeliharaan kebudayaan. Terkait dengan tarian Titir di kabupaten Fakfak telah di tempuh
oleh pemerhati budaya yang ada. Dengan menempatkan tari titir dalam sebuah prosesi
kegiatan adat, seremonial kenegaraan, sarana hiburan. event-event seni budaya dan juga
sebagai persembahan kepada Tuhan (Santoso, dkk. 2019: 106-110).
Kebudayaan akan terus tercipta dari masa kemasa, dari tempat ketempat dan dari orang ke
orang. Setiap waktu unsur kebudayaan akan selalu hadir didalamnya misalnya disaat orang
berjalan dia akan membawa kebudayaan dari daerahnya. Pada diri setiap manusia akan membawa
kebudayaan entah itu adat istiadat, kebiasaan, ataupun norma aturan yang mereka pegang.
Kebudayaan adalah sebuah warisan dari para pendiri bangsa ini. Budaya-budaya baru akan terus
muncul dan terus mengikis budaya yang telah ada, munculnya budaya baru bukanlah hal yang
negative ataupun hal yang merugikan karena secara alamiah manusia akan menciptakan budaya
entah itu diciptakan secara sengaja ataupun budaya yang muncul secara tidak sengaja
(Sugianto,dkk. 2019:94).

42
Upaya pelestarian tari Titir oleh pemerintahan dan masyarakat adalah satu upaya yang
mulia untuk melestarikan tari Titir agar tidak hilang dari pengaruh arus medernisasi dan
globalisasi. Upaya yang telah diambil pemerintah dan masyarakat di kabupaten Fakfak adalah
dengan perayaan HUT kemerdekaan RI setiap tanggal 17 Agustus, perlombaan, penyambutan
tamu dan seremonial lainnya. Menurut Fredy Warpopor dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
kabupaten Fakfak, pemerintah saat ini Dalam proses memperkenalkan tari titir kepada kaum
milinial sekarang yaitu kepada anak didik dengan berbagai event-event budaya, seperti lomba-
lomba tari dalam upaya pelestariannya ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 tentang
Pemajuan Kebudayaan.
Upaya pelestarian tari titir juga dilakukan dengan dimasukkan ke Dalam program kerja di
bidang kebudayaan oleh pemerintah atau dinas terkait, menghidupkan sanggar-sanggar seni dan
juga memasukkan kedalam kurikulum muatan lokal untuk sekolah-sekolah. Tarian titir juga mulai
di hidupkan kembali untuk mengisi acara di gereja, maka mulai sepakat untuk mengadakan misa
inkulturasi budaya pada bulan Oktober Tahun 2018 pada waktu itu dilaksanakan di gereja Katolik.
Sehingga masyarakat mulai serentak di etnis Mbaham Matta mulai menari dalam acara-acara di
dalam gereja baik itu menyongsong hari raya natal, Pantekosta dan acara keagama lainnya.
Terbitnya undang-undang No. 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan memberikan
payung hukum serta fokus pada Lembaga-lembaga yang bergerak Dalam bidang kebudayaan,
khususnya bagi Lembaga pemerintahan Dalam melakukan upaya-upaya melindungi serta merawat
kebudayaan bangsa. Guna mewujudkan hal tersebut dalam undang-undang ini juga telah
memberikan pedoman pada pemerintah daerah secara berjenjang untuk meyususn pokok-pokok
pikiran kebudayaan daerah yang proses penyusunannya melibatkan komponen masyarakat. Seni
tari titir ini terdapat di kabupaten Fakfak merupakan salah satu objek pemajuan kebudayaan. Seni
Dalam undang-undang N0. 5 Tahun 2017 adalah ekspresi artistic individu, kolektif, atau komunal,
berbasisi warisan budaya maupun berbasis kreatifitas pencipta baru yang terwujud Dalam berbagai
bentuk kegiatan atau medium.
4.2. Upaya Pengembangan
Pengembangan objek pemajuan kebudayaan dilakukan dengan cara menyebarluaskan,
pengkajian dan pengayaan keberagaman. Langkah strategi untuk mengembangkan tari Titir adalah
menginventarisasi, mendokumentasikan, kajian dan perekaman semua tahapan kegiatan tari Titir.
Semua Langkah ini penting dilakukan agar data dan informasi itu dapat di kaji untuk menggali

43
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya (Purwarna, dkk. 2021:70). Semangat untuk mempelajari
tarian Titir bagi Sebagian generasi terus belajar untuk lebih mengenal. Dalam diri anak-anak muda,
bahkan mungkin masih SD sampai SMA mereka terus belajar dan ingin mengenal lebih jauh tarian
Titir.
Pengembangan Tari Titir juga tidak dapat terlepas dari keberadaan sanggar-sanggar yang
ada di Kabupeten Fakfak yang turut mengajar anak-anak secara regenerasi supaya mereka lebih
mengenal budaya mereka sendiri. Gaya tari selain dipahami sebagai identitas etnik suku Mbaham
Matta dapat pula dianggap sesuatu yang lebih menarik dalam tari di tunjukkan motif gerak tari
Titir yang menarik dan bermakna.
4.3. Upaya Pembinaan
Seni tari Titir bukan hanya diarahkan hanya untuk keseniannya saja tetapi namun juga perlu
diarahkan pada manusia pendukung kesnian tersebut. Masyarakat sebagai pemilik dan pendukung
seni tari Titir yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pemajuan seni tari Titir
perlu dilakukan pembinaan (Purwana, dkk.2021:81). Pembinaan ialah upaya peningkatan
kemampuan, kecerdasan, kepribadian, kreativitas, dan keterampilan pemilik dan pendukung seni
tari Titir. Seperti halnya di kabupaten Fakfak seni tari Titir ini sudah mulai di ajarkan ke siswa-
siswi yang ada di sekolah-sekolah sebagai muatan Lokal bagi mereka selain itu juga di sanggar-
sanggar anak-anak juga di latih untuk menari, bermain music dan menyanyi lagu-lagu daerah yang
akan di bawakan dalam tarian Titir.
Dalam hal pembinaan pemerintah kabupaten Fakfak harus menjadi fasilitator yang dapat
mendampingi masyarakat dalam pemajuan kebudayaan dengan mewadahi partisipasi dan aspirasi
seluruh pemangku kepentingan, pemerintah juga hadir sebagai pemandu upaya-upaya masyarakat
dalam memajukan kebudayaan, supaya tetap selaras dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (Purwana, dkk.2021:81). Pemerintah kabupaten Fakfak telah berperan sebagai fasilitator
dalam pemajuan seni tari Titir melalui penyelenggaraan berbagai event budaya di wilayahnya.

44
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Tarian Titir merupakan tarian yang berasal dari Etnik Mbaham kabupaten Fak-fak, Papua
Barat. Saat ini tarian titir digunakan sebagai tarian penyambutan bentuk apresiasi rasa bangga, rasa
bahagia dalam menyambut tamu undangan yang datang berkunjung di kabupaten fak-fak. Pada
saat memainkan tarian Titir menggunakan Tifa besar berdiameter sekitar 30 sentimeter dan
berukuran panjang kurang lebih setengah meter. Karena ukurannya yang lumayan besar dan berat,
biasanya tifa ini dibunyikan sambil duduk. Agar lebih meriah, Tifa Titir dimainkan oleh 2 sampai
8 orang. Masing-masing orang menggunakan satu buah tifa. Irama musik Tifa Titir dengan
pukulan yang tetap dan teratur selalu diikuti syair lagu. Seringkali, syair lagu menceritakan
indahnya alam Papua, tentang hewan-hewan, burung-burung, terutama burung yang mereka
sayang. selain ituTitir juga dimainkan sebagai ungkapan rasa suka atau duka karena pertemuan
ataupun perpisahan dengan orang yang dikasihi.
Tarian Titir dapat di sebut juga “lakadinding”, penyebutan nama lakadinding dari suka
Mbaham karena bentuk maupun bunyi musik tifa berbunyi atau mengeluarkan bunyi
“lakadinding”. Sebagai bentuk pelestarian, saat ini pemerintah daerah telah menjadikan tarian titir
sebagai ekstrakulikuler di sekolah-sekolah kabupaten Fak-fak. Keberadaan tari titir perlu
dilestarikan sehingga warisan budaya leluhur dapat diteruskan dari generasi ke generasi.
5.2 Saran
a. Pemerintah Daerah melalui dinas terkait di Kabupaten Fak-fak agar memfasilitasi dalam
upaya pelestarian dan pengembangan tari Titir dengan menyediakan sarana dan prasarana
pendukung
b. Pemerintah Daerah melalui dinas terkait kedepannya membangun sinergitas melalui
berbagai program kerja yang melibatkan komunitas-komunitas budaya, sekolah-sekolah
dalam upaya mendukung dan menunjang menjadikan kabupaten Fak-fak sebagai
kabupaten Budaya di Tanah Papua.
5.3 Rekomendasi
Berdasarkan pemaparan diatas maka melalui tulisan ini, tim merekomendasikan agar
dalam rangka membangun kabupaten Fak-fak sebagai Kabupaten Budaya di Tanah Papua,

45
maka perlu dibuatnya rakornis bidang kebudayaan tingkat kabupaten yang bukan saja
melibatkan para seniman Titir, tapi juga melibatkan beberapa dinas terkait yang
bersinggungan dengan bidang budaya. Hal ini dimaksud agar adanya sinergitas didalam
pembuatan beberapa program kerja kedepan yang saling mendukung dan saling menunjang
sesuai dengan amanat Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan. Serta membangun koordinasi
pada tataran pengambil kebijakkan.

46
DAFTAR PUSTAKA
Buku

Apituley, Peter, dkk (2018), Sejarah Kebudayaan Islam Di Kampung Patimburak Fakfak Papua
Barat. Yogjakarta: Amara Books Bekerja sama dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya Papua.

DR. Edi Sedyawati dkk. 1986, Pengetahuan Elementer Tari Dan Beberapa Masalah Tari.
Direktorat Kesenian Depdikbud,Jakarta

Kondologit,dkk (2016) Tarian Tumbu Tanah (Tarian Tradisional Masyarakat Arfak di


Pergunungan Arfak, Provinsi Papua Barat). Yogjakarta: Amara Books Bekerja sama dengan Balai
Pelestarian Nilai Budaya Papua

……………., dkk (2017) Tarian Aimaro Hena Taje, Tarian Penyambutan Orang Kayu Batu di
Kota Jayapura. Yogjakarta: Amara Books Bekerja sama dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya
Papua

Martiara (2012) Tari Gendrung Terob Sebagai Identitas Kultural Masyarakat Using Banyuwangi:
Joged Jurnal Seni Tari, Volume 3 N, 49-56

Soedarsono (1999) Seni Pertunjukan dan Pariwisata. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta

Refisrul, dkk (2016) Kesenian Batombe di nigari abai kabupaten solok selatan, bpnb Sumatra
barat

Santoso,dkk (2019) Pengkajian kesenian tarian kataga di kabupaten sumba barat provinsi nusa
tenggara timur, kepel press,Yogyakarta.

Lefaan, dkk (2015) Titir Tumyor dan Lakadinding, Identitas budaya etnik Mbaham Matta-wuh
fakfak tanah Papua, Pustaka belajar, Yogyakarta.

47
Suarsana, dkk (2019) Seni pertunjukkan tebe di kabupaten belu provinsi nusa tenggara timur,
kepel press,yogyakarta

Sugianto,dkk (2019) Kesenian Genggong dikabupaten Karangasem provinsi bali, kepel


press,Yogyakarta.

Pdt. J.F.Onim,M.Th (2006) Islam & Kristen Di Tanah Papua, Meniti Jalan Bersama Hubungan
Islam-Kristen Dalam Sejarah Penyebaran Dan Perjumpaannya di Wilayah Semenanjung Onin
Fakfak, Jurnal Info Media, Bandung.

Purwarna, dkk (2021) Upaya pelestarian Tari Topeng Losari di Kabupaten Brebes, Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, BPNB Yogyakarta.

Prof.Dr. I Wayan Ray S. 2021, Tari Salai Jin, Penopang Pariwisata Raja Ampat.
Pujileksono Sugeng. 2006, Petualangan Antropologi “Sebuah Pengantar Ilmu Antropologi”
Penerbit UMM Press, Malang

Internet
https://www.dw.com/id/kisah-suku-mbaham-di-papua-berpisah-dengan-hewanpun-mereka-
punya-lagunya/a-2972133

https://journal,unnes.ac.id
https://www.gramedia.com/literasi/elemen-dasar-tari/

48

Anda mungkin juga menyukai