Anda di halaman 1dari 49

TARI RENTAK KUDO TAHUN 1990 - 2019 DI KECAMATAN

HAMPARAN RAWANG

Oleh:
ARIEF RIZKI PRATAMA
15046084

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERRSITAS NEGERI PADANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan manusia tari memiliki arti yang penting, karena bisa
memberikan manfaat, seperti terselanggaranya upacara-upacara tradisi tertentu
karena tari memiliki “makna” menyampaikan maksud acara tersebut. Makna tari
juga terdapat dalam fungsinya yang lain, baik ia sebagai sarana hiburan maupun
sebagai sarana komunikasi antara seniman dan masyarakat pendukungnya.
Dimana pun tari berada, sudah pasti memiliki makna-makna tertentu sehingga ia
tetap hadir dalam kehidupan masyarakat dari zaman ke zaman.

Mengenai hal ini Sidi Gazalba, berpendapat bahwa “Kenapa kesenian


senantiasa ada dalam kebudayaan?Karena kesenian bersifat naluri masyarakat.
Tiap masyarakat memerlukan kesenangan estetika. Seperti pula tiap masyarakat
menghendaki keselamatan, yang mendorong mereka membentuk kesatuan social
atau masyarakat. Kesenangan estetika dalam kehidupan yang dikehendaki oleh
masyarakat menggerakkan mereka kepada aktivitas kesenian.”1

Aktivitas kesenian dalam masyarakat termasuk seni tari, akan terus


berlangsung sejalan dengan Tradisi dan kebudayaan yang berkembang. Menurut
Soedarsono, Tari adalah bagian dari kebudayaan manusia yang dengan mudah
dapat dijumpai di berbagai daerah dari belahan bumi ini. Tari adalah salah satu
cabang kesenian yang merupakan alat ekspresi dan alat komunikasi yang bersifat
universal, oleh sebab itu tari banyak mendapatkan perhatian dari masyarakat
pendukungnya, Karena tari bis dilakukan oleh siapa saja dan dinikmati oleh
siapa saja, kapan saja dan dimana saja.2

1
Gizalba, Sidi, 1998, PengantarKebudayaanSebagaiIlmu, PenerbitPustakaAntara, Jakarta.
2
Soedarsono, 1977, PengantarPengetahuanTari, Jakarta.Lagaligo.
Perkembangan pemikiran dan kehidupan manusia serta berubahnya selera
masyarakat dalam berkesenian, melahirkan jenis-jenis tari yang tidak hanya untuk
tujuan upacara keagamaan saja, tetapi juga tari-tarian yang bersifat hiburan,
pergaulan, bahkan yang bersuasana pertunjukan seni, dari yang bersumber tradisi
sampai yang modern sekalipun. Sumandiyo Hadi, mengatakan penjelasan yang
bagaimanapun adanya “seni tari” dalam wacana ini, baik tari yang berasal dari
budaya primitif, tari tradisional yang berkembang di istana (biasa disebut klasik),
tari yang hidup dikalangan masyarakat pedesaan dengan ciri “kerakyatan”,
maupun tari yang berkembang di masyarakat perkotaan (sering mendapat lebel
“pop”), dan tari “modern” atau “kreasibaru”, kehadirannya sesungguhnya tak
akan lepas dari masyarakat pendukungnya. Keberadaan seni tari dengan
lingkungannya, benar-benar merupakan masalah sosial yang cukup menarik.3

Kemudian Edi Sedyawati, menimpali bahwa perlu disadari bahwa


keanekaragaman budaya adalah sesuatu yang wajar. Di dalam kebudayaan yang
berbeda-beda itu tari dapat tumbuh berkembang dalam gayanya masing-masing
yang khas. Keberanekaan gaya tari itulah yang turut menambah kekayaan
khasanah budaya kita pada umumnya.4

Sementara itu, keberadaan kesenian tradisional yang dipertahankan oleh suatu


kelompok atau masyarakat pasti mempunyai makna di tengah masyarakat. Makna
itu bias menyangkut falsafah yang dimilikinya, spirit yang dikandungnya, syiar
syarat yang disampaikannya sampai kepada nilai-nilai estetis yang dimiliki
kesenian tersebut. Sepanjang hubungan itu memiliki keterkaitan yang kuat,
kesenian tetap tumbuh sebagai bagian dari kehidupan masyarakatnya.

Salah satu kesenian tari yang berkembang dan bertahan bahkan hingga kini di
tengah masyarakat Kabupaten Kerinci adalah tari Rentak Kudo. Kerinci adalah
suatu kawasan yang terletak di dataran tinggi Puncak Andalas (Bukit Barisan),

3
Hadi, Sumandiyo. 2005. SosiologiTari. Yogjakarta :Pustaka
4
Sedyawati, Edi. 1986. PengetahuanElementerTariDanBeberapaMasalahTari.Jakarta:
DirektoratKesenian, ProyekPengembanganKesenian Jakarta. DepartemenPendidikan Dan
Kebudayaan
yang membentang di sepanjang gugus barat Pulau Sumatera. 5 Pada tahun 2020
ini, hampir seluruh masyarakat Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh masih
melestarikan kesenian Tari Rentak Kudo, salah satunya di Kecamatan Hamparan
Rawang.

Hamparan Rawang atau “Awo” dikenal dengan nama Hamparan Besar Tanah
Rawang adalah salah satu kecamatan di Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi.
Tanah Hamparan Rawang merupakan pusat pemerintahan, pusat kota dan
kebudayaan di kala itu, yaitu dalam lingkup pemerintahan Depati 8 helai kain
yang berpusat di hiang (Depati Atur Bumi) dimana Hamparan Rawang menjadi
sebuah tempat pertemuan atau rapat-rapat besar Adat Kerinci.6

Tari Rentak Kudo berasal dari daerah Hamparan Rawang. Mengenai asal usul
tari Rentak Kudo terdapat beragam pendapat mengenainya, tetapi menurut
seniman-seniman senior, kesenian ini telah dipelajari dan dilaksanakan jauh
sebelum mereka lahir. Hanya saja, asal usulnya menjadi kabur seiring perjalanan
waktu karena minimnya bukti atau sumber yang ditinggalkan.

Kesenian Tari Rentak Kudo ini terus di jaga secara turun temurun oleh
seniman lokal Kerinci dari generasi ke generasi, walaupun keberadaannya sangat
sedikit pada saat ini dan mulai pudar.Rentak Kudo sangat identik dengan tarian
yang memperagakan seorang “Pengasuh” atau orang yang mengiringi tarian
dengan pantun-pantun berbahasa Rawang.Gerakan Tari Rentak Kudo pada
awalnya bersumber dari gerak-gerak silat, terutama gerak silat Langkah Tigo.
Gerakan kaki yang menghentak-hentak seperti kuda dengan iringan gong dan
gendang.7

Pada zaman dahulu, sebelum menarikan Ntak awo, ada beberapa syarat yang
dilakukan terlebih dahulu, yaitu meletakkan sekapur sirih yang ditanamkan di
sudut-sudut tempat pelaksanaan, pembakaran kemenyan dan disediakan bunga

5
Budhi Vrihaspathi Jauhari dan Dpt.Eka Putra, Senarai Sejarah Kebudayaan Suku Kerinci,
(Sungai Penuh: LSM Bina Potensia Aditya Mahatva Yodha,2012)
6
Wawancara bapak Maurizal salah satu tokoh adat Kecamatan Hamparan Rawang
7
Dais Dharmawan Paluseri,dkk.,Penetapan Warisan Budaya Tak Benda (Indonesia:Direktorat
Warisan dan Diploma Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan,2018) hlm 49
tujuh warna. Sebelum memulai, gendang atau rebana gedang biasanya diasapi
terlebih dahulu. Hal tersebut dimaksudkan untuk memohon keselamatan kepada
Sang Pencipta agar acara atau perhelatan yang akan dilaksanakan dapat berjalan
dengan baik.8

Rentak Kudo dipertunjukan dalam sebuah acara yang sangat sakral bagi
masyarakat Adat Hamparan Rawang, seperti acara perayaan musim panen,
Kenduri Sko, pernikahan, dan acara-acara festival kebudayaan.Berbeda dengan
kesenian tari lainnya di Kota Sungai Penuh seperti Tari Iyo-iyo, Rangguk yang
biasanya di pertunjukkan untuk upacara penyambutan. Tari Rentak Kudo
merupakan tari yang bernuansa riang gembira yang dimaksudkan untuk
merayakan sesuatu dengan kegembiraan, seperti musim panen, pernikahan, dan
sebagainya. Bahkan saat ini, Rentak Kudo banyak disajikan sebagai tari perayaan
pembukaan sebuah usaha.9 Namun pada saat ini, Tari Rentak Kudo tidak pernah
lagi digelar sebagai perayaan musim panen, pergelaran tari ini pada umumnya
digelar ketika acara pernikahan dan beberapa acara adat saja.

Tari Rentak Kudo selalu ditarikan dengan 1 sampai puluhan orang penari.
Media atau instrumen musik yang mengiring tari Rentak Kudo pada zaman
dahulu hanya berupa gong dan gendang. Namun, seiring dengan datangnya
kebudayaan baru melalui arus teknologi komunikasi dan informasi, hal ini
berdampak kepada tata cara pelaksanaan tari Rentak Kudo. Dampak yang paling
dirasakan oleh masyarakat Hamparan Rawang adalah dalam segi instrument
musiknya. Pada saat ini, para pengasuh kerap menyisipkan suatu musik remix
untuk memperkaya musik mereka. Sayangnya, musik remix justru mengikis
music tradisional yang berada didalamnya.

Memasuki era digital awal 2005, Perkembangan instrumen musik yang dari
memakai gendang dan gong berkembang memakai instrumen musik yang lebih
modern yaitu organ dan beberapa alat musik lainnya. Berangkat dari landasan
tersebut, muncul beberapa grup atau kelompok usaha musikal yang menawarkan
jasa pengiringan tari Rentak Kudo untuk acara-acara pernikahan, orientasi grup
8
ibid
Wawancara dengan Tokoh maestro Rentak Kudo Ibu Ruwaida
9
ini tak hanya di Kecamatan Hamparan Rawang saja, namun juga sudah mencakup
Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh bahkan hingga ke luar Provinsi seperti
Jambi, Sumatera Barat dan Bengkulu.10

Tokoh legendaris yang masih mempopulerkan Tari Rentak Kudo pada tahun
2020 ini adalah Ibu Ruwaida dari desa Tanjung, Kecamatan Hamparan Rawang.
Beliau adalah salah satu “Pengasuh” ( Orang yang mengiringi pantun ) yang
masih populer di Kecamatan Hamparan Rawang. Beliau mulai mendalami peran
sebagai Pengasuh sejak tahun 1990 dan masih bertahan hingga sekarang.

Selain itu, Pemerintahan Kota Sungai Penuh dalam menjaga dan melestarikan
kesenian tradisional Tari Rentak Kudo sudah melakukan beberapa upaya salah
satunya adalah masih menampilkan kesenian ini dalam berbagai festival sehingga
tari ini menjadi semakin populer di tengah masyarakat. Tari Rentak Kudo juga
sudah didaftarakan ke Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dalam
kegiatan Penetapan Warisan Tak Benda ( WBTB ) tahun 2018 lalu.

Sebagai warisan budaya, Tari Rentak Kudo perlu di tempatkan menjadi


perhatian untuk kajian penelitian agar nilai-nilai yang dimilikinya dapat
disosialisasikan lebih luas. Tidak hanya penting untuk mengangkat bentuk-bentuk
kearifan lokal yang kita miliki khususnya bentuk tari yang ada di Kota Sungai
Penuh, tetapi juga penting untuk mengetahui dan melaksanakan upaya-upaya
yang dapat melestarikan kesenian tradisional ini sebagai sebuah peninggalan
leluhur.
Guna untuk mengetahui bagaimana perkembangan kesenian Rentak Kudo
di Masyarakat Kerinci maka penulis bermaksud untuk melakukan sebuah
penelitian yang berjudul “PERKEMBANGAN TARI RENTAK KUDO TAHUN 1990-
2019 DI KECAMATAN HAMPARAN RAWANG”.

10
Wawancara bapak Rudi pemilik grup Male Inai Musik
1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, permasalahan


penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Latar belakang lahirnya Tari Rentak Kudo di Kecamatan Hamparan


Rawang?
2. Bagaimana perkembangan tari Rentak Kudo pada tahun 1990 hingga 2019
di Kecamatan Hamparan Rawang?
3. Bagaimana usaha Ibu Ruwaida dalam melestarikan tari Rentak Kudo di
Kecamatan Hamparan Rawang?
4. Bagaimana usaha Pemerintah Kota Sungai Penuh dalam melestarikan Tari
Rentak Kudo?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai dalam


penelitian. Tujan penelitian menjadi kerangka yang selalu dirumuskan untuk
mendapatkan gambaran yang jelas tentang hasil yang akan diperoleh. Tujuan
penelitian adalah pernyataan mengenai ruang lingkup kegiatan yang akan
dilakukan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan. Adapun tujuan penelitian
ini adalah:

1. Mengetahui asal usul kesenian Tradisional Tari Rentak Kudo dalam


masyarakat adat Hamparan Rawang tahun 1990-2019

2. Mengetahui perubahan nilai, tata cara dan alat musik yang digunakan
pada kesenian tradisional Tari Rentak Kudo di kecamatan Hamparan
Rawang tahun 1990-2019

3. Mengetahui perkembangan seni tradisional Tari Rentak Kudo di


kecamatan Hamparan Rawang tahun 1990-2019
4. Mengetahui usaha dan upaya pemerintah serta masyarakat adat Kerinci
dalam melestarikan dan mempertahankan kesenian tradisional Tari
Rentak Kudo di kecamatan Hamparan Rawang

1.4 MANFAAT PENELITIAN

a. Manfaat teoretis
1. Memberikan sumbangan secara keilmuan terhadap kesenian
tradisional Tari Rentak Kudo.
2. Meningkatkan pengetahuan tentang perkembangan Tari Rentak Kudo
sebagai peninggalan leluhur

b. Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi seluruh masyarakat
terutama masyarakat Kecamatan Hamparan Rawang sebagai sumber
pengetahuan
2. Kontribusi kepada masyarakat Hamparan Rawang sebagai usaha
melestarikan kesenian tradisional Rentak Kudo.

1.5 FOKUS PENELITIAN


Batasan temporal dalam penelitian ini adalah pada tahun 1990 dan
batasan akhir dari penelitian ini adalah 2019. Patokan ini diambil karena ingin
melihat dan mengetahui perkembangan Tari Rentak Kudo masyarakat Hamparan
Rawang serta mengetahui perubahan tata cara pelaksanaan kesenian Tari Rentak
Kudo masa sekarang. Alasan memilih 1990 karena merupakan awal dari
kepopuleran Tari Rentak Kudo dan alasan mengambil batasan akhir pada tahun
2019 karena ingin melihat perubahan dan perkembangan Tari Rentak Kudo pada
masa sekarang.
Batasan spasial dalam penelitian ini adalah Kabupaten Kerinci atau Kota
Sungai Penuh khususnya di Kecamatan Hamparan Rawang karena kecamatan
tersebut merupakan tempat lahir dan berkembangnnya Tari Rentak Kudo.
1.6 TINJAUAN PUSTAKA
Terkait dengan penelitian ini penulis menemukan beberapa sumber sebagai
rujukan dengan tema yang serupa dan berkaitan dengan penelitian ini. Berbagai
hasil penelitian yang terkait dengan perubahan dan perkembangan terhadap
kesenian Tari Rentak Kudo.

Di antaranya adalah penelitian yang ditulis oleh Andreas Boyke Bobbi


menjadi pertimbangan dalam penelitian ini dimana Boyke menjelaskan mengenai
studi terhadap adanya dua versi rentak kudo untuk acara pernikahan di Hamparan
Rawang, Boyke mengemukakan Rentak kudo ialah sebuah kesenian yang terdiri
dari musik dan tari yang telah mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan
zaman. Disebabkan oleh perkembangan zaman dan kebutuhan tuntutan pada saat
ini menjadikan kesenian Rentak Kudo terbentuk menjadi dua buah versi, yaitu
Rentak Kudo versi lama (tradisonal) dan Rentak Kudo versi baru (modern).11

Kemudian dalam artikel yang ditulis oleh Sintia dan Susi menjelaskan
tentang Tari Rentak Kudo Dalam Kehidupan Masyarakat Desa Debai, bahwa
kerap terjadi perilaku-perilaku penyimpangan sosial setiap terdapat pelaksanaan
Tari Rentak Kudo.12 Ini berbeda dengan penelitian penulis yang lebih melihat dari
sisi historisnya.

Penelitian dengan tema yang sama juga dilakukan oleh Lola dkk, yang
menjelaskan Tari Rantak di Sumatera Barat mulai jarang dipertontonkan karena
beberapa faktor yang mempengaruhi kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
keberadaan tari Rantak, hal ini diperkuat dengan hadirnya musik modern yang
menyebabkan tari Rantak mulai jarang ditampilkan.13 Perbedaan Tari Rantak di
Sumatera Barat dan Rentak Kudo di Kota Sungai Penuh adalah dalam segi tata
cara, dan gerakan tari yang dikandung oleh masing-masing tari tersebut.
11
Andreas, Boyke Bobbi. (2013). “Studi Terhadap Adanya Dua Versi Rentak Kudo untuk Acara
Pernikahan di Desa Rawang”. E-Jurnal Sendratasik FBS Universitas Negeri Padang Vol 2 No 1
2013 Seri B
12
Sintia Farsalena, Susi Fitria. (2020). “Perubahan Tari Rentak Kudo dalam kehidupan sosial
Masyarakat” Diakronika, Vol. 20 No.1 Th. 2020
13
Lola, Indrayuda, dkk. (2019). “Keberadaan Tari Rantak dalam masyarakat pecinta seni di
Sumatera Barat: Antara mentradisi dan anggapan sebagai tari tradisional”. E-Jurnal Sendratasik
Vol 7 No 1 2019 Seri B
Dalam penelitian ini, penulis menjelaskan tentang seni tradisional
masyarakat Hamparan Rawang dalam perkembangannya dari masa ke masa dan
perubahan nilai, tata cara dan alat musik yang terjadi dalam tari rentak kudo pada
masa sekarang.

1.7 KERANGKA KONSEPTUAL


Penelitian ini mengkaji tentang sebuah kesenian tradisional yang hidup di
tengah masyarakat, oleh karena itu penelitian ini dapat dianalisis melalui kerangka
konseptual Sejarah Kebudayaan.
Menurut I Gede Wiranata, Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar.14
Seni adalah pengalaman, pengungkapan jiwa, rasa, dan karsa dalam bentuk
medium indrawi yang menarik, tertata dengan rapi, yang akhir perwujudannya
dapat dikomunikasikan dan direnungkan oleh penikmat seni dan masyarakat.15
Pada kesenian Tari Rentak Kudo juga terdapat keselarasan antara gerak tari
dengan alunan musik yang dibunyikan sehingga menciptakan suatu gerakan tari
yang indah.
Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi
bentuk melalui media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolis dan
sebagai ekpresi ungkapan si pencipta.16
Pada masyarakat tradisional ada juga seniman yang berhasil menciptakan
seni yang baru tanpa meninggalkan kerangka seni yang lama atau yang
tradisional. Seni masa depan merupakan sumber dari yang asli di masa tradisional,
yaitu terdapat pada manusianya itu sendiri, kembali pada nilai-nilainya yang
membuat manusia memerlukan seni, dan seni bermakna bagi kehidupan
manusia.17

14
Wiranata, I Gede. (2011). “Antropologi Budaya”. Jakarta: Citra Aditya Bakti PT
15
Andewi, Keni. (2019). “Mengenal Seni Tari”. Semarang: Mutiara Aksara
16
ibid
17
Mochtar Lubis, Mochtar Lubis Berbicara Menjawab Pertanyaan Wartawan (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 1992) hlm 83
Rentak Kudo adalah sebuah kesenian tradisional dari Kecamatan Hamparan
Rawang yang merupakan sebuah tarian. Tari Rentak Kudo adalah tari yang
sangat populer dan digemari oleh masyarakat Kecamatan Hamparan Rawang.
Gerakan tari ini berupa hentakan kaki seperti kuda yang diiringi dengan pantun-
pantun berbahasa daerah. Tari ini sering dijumpai pada setiap acara perayaan
sesuatu yang dianggap sakral oleh masyarakat dan juga dalam pesat-pesta
pernikahan di Kota Sungai Penuh.

TARI RENTAK KUDO 1990-


2019

Perubahan nilai seni tradisional


rentak kudo

Zaman modern mulai


mempengaruhi perkembangan
kesenian Rentak Kudo

Perubahan nilai- Perubahan tata Waktu Perubahan


nilai dari tari cara pelaksanaan pelaksanaan instrumen musik
rentak kudo tari rentak kudo yang digunakan
1.8 METODE PENELITIAN

Metode Penelitian Sejarah adalah cara kerja untuk dapat memahami objek
yang menjadi sasaran penelitian sejarah. Metode penelitian sejarah terdiri dari
berbagai tahap yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi.18

1. Heuristik
Heuristik atau tahap mencari, menemukan, mengumpulkan sumber-
sumber dalam berbagai bentuk untuk dapat mengetahui data-data yang
diperlukan dalam penelitian sejarah. Pada tahap ini, penulis
mengumpulkan data terkait penelitian ini, baik sumber tertulis sepertiu
buku, artikel, skrips, jurnal, dan dokumen yang diperoleh dalam
kunjungan ke Kantor Dinas Pariwisata dan kebudayaan kota Sungai
Penuh.
Buku yang didapat mengenai Tari Rentak Kudo adalah buku yang
berjudul penetapan warisan budaya takbenda Indonesia tahun 2018 yang
ditulis oleh Dais Dharmawan Paluseri dkk, Buku ini memberikan
informasi mengenai Warisan Budaya Takbenda. Terdapat 225 karya
budaya dalam buku ini yang telah melalui tahapan penilaian oleh tim ahli
warisan budaya takbenda. Pada bagian halaman ke-49 membahas
mengenai seni pertunjukan Tari rentak kudo atau Ntak awo yaitu tentang
asal mula munculnya kesenian tari rentak kudo dan tata cara dari tarian
rentak kudo.
Untuk mendukung dan melengkapi data tertulis, penulis melakukan
wawancara kepada maestro kesenian Tari Rentak Kudo di kecamatan
Hamparan Rawang yatu Ibu Ruwaida (70 tahun), serta tokoh-tokoh adat
depati ninik mamak yang ada di kecamatan Hamparan Rawang. Teknik
ini dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada pihak yang
dianggap mengetahui kesenian Tari Rentak Kudo. Wawancara yang

18
Laksono, Anton. (2018). “Apa itu sejarah; pengertian, ruang lingkup, metode dan penelitian”.
Pontianak: Derwati Press.
dilakukan secara terstruktur dan sistematis mengacu pada rumusan
masalah.
2. Verifikasi
Verifikasi atau kritik sumber merupakan tahap dimana penulis
menyaring, memilih serta menentukan sumber-sumber mana saja yang
bisa digunakan sebagai bahan untuk penelitian Perkembangan Tari
Rentak Kudo, dengan kata lain pada tahap ini penulis melakukan upaya
untuk mengkaji keaslian (otentisitas) yang ditelususri secara mendalam
tentang perkembangan Tari Rentak Kudo untuk mendapatkan keabsahan
sumber yang maksimal.
Sumber tertulis yang ditemukan dapat dikritik dari berbagai kondisi.
Seperti kertas sudah menguning dengan tinta yang masih tampak jelas
maupun terlihat pudar. Adapun kritik intern yang dilakukan dengan cara
menelaah isi dari kandungan serta membandingkan dengan referensi
lainnya yang memiliki keterkaitan dengan penelitian, sehingga penulis
dapat menarik kesimpulan atas sumber yang telah diperoleh.
Sumber lisan diperoleh dalam penelitian ini yaitu dengan melihat
keaslian sumber dengan informan yang berkaitan dengan Seni tradisional
rentak kudo akan lebih diutamakan. Agar informasi yang didapat tidak
subjektif. Maka penulis tidak hanya melakukan wawancara dengan
seniman saja. Melainkan dengan masyarakat yang berkaitan dalam tari
rentak kudo.19
3. Interpretasi
Interpretasi adalah penafsiran terhadap fakta-fakta sejarah dan
merangkai fakta tersebut menjadi satu kesatuan.20 Pada tahap ini, penulis
berusaha menafsirkan informasi tentang Perkembangan Tari Rentak
Kudo di kecamatan Hamparan Rawang tahun 1990-2019 agar relevan.

19
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah Islam (Yogjakarta: diterbitkan oleh ombak,
2011), hlm 108
20
Laksono, Anton. (2018). “Apa itu sejarah; pengertian, ruang lingkup, metode dan penelitian”.
Pontianak: Derwati Press. Hlm 109
4. Historiografi
Sebagai fase terakhir dalam metode sejarah, historiografi disini
merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian
sejarah yang telah dilakukan. Adapun syarat umum yang harus
diperhatikan oleh peneliti dalam pemaparan sejarah.
Pertama, peneliti harus memiliki kemampuan mengungkapkan
dengan bahasa yang baik. Misalnya, peneliti harus memperhatikan aturan
atau pedoman bahasa Indonesia yang baik, mengerti bagaimana memilih
kata atau gaya bahasa yang tepat dalam mengungkapkan. Maksudnya,
bahasa yang mudah dan jelas dipahami, tidak menggunakan bahasa sastra
murni yang cenderung membuat kelebihan-kelebihan tulisannya, dan
data dipaparkan seperti apa adanya atau seperti yang dipahami oleh
peneliti dan dengan gaya bahasa yang khas.

Kedua, terpenuhinya kesatuan sejarah, yakni suatu penulisan sejarah


itu disadari sebagai bagian dari sejarah yang lebih umum, karena
didahului oleh masa dan diikuti oleh masa pula. Dengan perkataan lain,
penulisan itu ditempatkannya sesuai dengan perjalanan sejarah.
Ketiga, menjelaskan apa yang ditemukan oleh peneliti dengan
menyajikan bukti-buktinya dan membuat garis-garis umum yang akan
diikuti sejarah jelas oleh pemikiran pembaca.

Keempat, keseluruhan pemaparan sejarah haruslah argumentatif,


artinya usaha peneliti dalam mengerahkan ide-idenya dalam
merekontruksi masa lampau itu didasarkan atas bukti-bukti yang
terseleksi. Bukti yang cukup lengkap, dan detail fakta yang akurat.21

Penulisan data-data yang telah melewati beberapa proses


penyaringan hingga menjadi kesimpulan akhir yang relevan, sehingga
data tersebut dapat ditulis dan dipaparkan sesuai dengan kerangka tulisan
dalam bentuk tulisan sejarah. Penulisan sejarah ini meliputi pengantar,
hasil penelitian, dan kesimpulan. Dalam setiap bagian diusahakan tersaji
21
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah Islam (Yogjakarta: diterbitkan oleh ombak,
2011), hlm 117-118
dengan tema yang sistematis dan kronologis dengan menggunakan
pertanyaan kualitatif terhadap data-data yang telah didapat sebagai
karakteristik dari karya sejarah yang membedakan dengan karya tulis
lain.

1.9 SISTEMATIKA PENULISAN

Hasil dari penelitian ini akan dirangkum dalam sebuah sistematika


pembahasan yang dibagi dalam lima bab sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan


masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, fokus penelitian,
tinjauan pustaka penelitian, kerangka konseptual dan metode
penelitian.

BAB II Menguraikan demografis desa Kecamatan Hamparan Rawang


tahun 1990-2019

BAB III Menjelaskan kesenian Tari Rentak Kudo di Kecamatan Hamparan


Rawang tahun 1990-2019

BAB IV Menjelaskan perubahan dan perkembangan yang terjadi baik itu


makna, arti, tata cara, dan alat yang digunakan pada kesenian tari
Rentak Kudo di Kecamatan Hamparan Rawang tahun 1990-2019

BAB V Berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi jawaban dari


rumusan masalah, sedangkan saran berisi harapan penulis untuk
perkembangan kesenian lokal Tari Rentak Kudo untuk
kedepannya.
BAB II
KONDISI UMUM MASYARAKAT KECAMATAN HAMPARAN
RAWANG

2.1 LOKASI DAN LETAK GEOGRAFIS KECAMATAN HAMPARAN


RAWANG

Sebagaimana daerah Alam Kerinci dan Kota Sungai Penuh lainnya,


kawasan Kecamatan Hamparan Rawang berada pada dataran tinggi dengan udara
yang sejuk. Secara umum masyarakat Kerinci merupakan negeri Melayu yang
dikategorikan kedalam kelompok Proto Melayu dengan Suku Kerinci. Kerinci
kerap dianggap oleh masyarakat Jambi sebagai bagian dari Provinsi Jambi, dan
bagi masyarakat Minangkabau merupakan bagian dari negeri Minang yang
dikelompokkan ke dalam Minang Rantau. Dari segi kultural budaya Kerinci
memang kaya karena mengandung unsur-unsur kebudayaan Jambi, Minangkabau,
atau bahkan Jawa.22

Keberagaman kebudayaan menyebabkan daerah Kerinci terkhususnya


Kecamatan Hamparan Rawang mempunyai banyak peninggalan kebudayaan
seperti kesenian, Bahasa, dan sebagainya. Terutama dalam segi bahasa
masyarakat Kerinci memiliki beragam bahasa dan dialek daerah yang terbilang
unik, dari satu kecamatan dengan kecamatan lain, bahasa yang digunakan
masyarakat mempunyai perbedaan yang begitu kontras.

Kecamatan Hamparan Rawang adalah salah satu kecamatan dari Kota


Sungai Penuh, Provinsi Jambi. Kecamatan Hamparan Rawang terdiri dari 13 Desa
yaitu: Desa Kampung Dalam, Larik Kemahan, Maliki Air, Koto Dian, Koto
Teluk, Dusun Diilir, Kampung Diilir, Cempaka, Simpang Tiga, Tanjung, Koto
Beringin, Tanjung Muda, dan Desa Paling Serumpun.

22
Yasin, A. K. (1992). Mengenal Hukum Adat Alam Kerinci Serta Hak dan Kewajiban
Tengganai, Nenek Mamak dan Depati dalam Membina Persatuan dan Kesatuan Serta Kerukunan
Hidup di Desa dalam Kabupaten DATI II Kerinci. Kerinci: Hasil Musyawarah Adat Alam Kerinci
Kecamatan Hamparan Rawang secara administratif berbatasan dengan
Kecamatan Sungai Penuh di Barat Daya, dan Kecamatan Tanah Kampung di
Tenggara, serta Kecamatan Pesisir Bukit di Barat. Kecamatan Hamparan Rawang
merupakan daerah terluar dari kota Sungai Penuh yang berbatasan dengan
Kabupaten Kerinci. Kawasan Hamparan Rawang memiliki luas daerah + 1,21
Km2 dengan persentase 3,10 % dari luas daerah Kota Sungai Penuh. Berjarak 5
KM dari pusat Kota Sungai Penuh dengan jumlah Penduduk 15.236 jiwa pada
tahun 2015.23

PETA KOTA SUNGAI PENUH DAN KECAMATAN HAMPARAN RAWANG

SUMBER : DINAS PU KOTA SUNGAI PENUH

2.2 SEJARAH KECAMATAN HAMPARAN RAWANG

Daerah Kerinci memiliki sejarah yang Panjang dalam perjalanannya,


terdapat banyak peninggalan sejarah dari zaman batu (Lithikum) hingga
peninggalan bercorak islam yang tersebar diseluruh penjuru Kerinci antara lain
yaitu peninggalan berupa Batu Silindrik di Kumun mudik, kompleks Menhir di
Pendung mudik, Batu Bergambar di jerangkang tinggi, batu Silindrik di Pondok
dan Pulau Sangkar, Dolmen di Pulau Tengah, Masjid Agung di Pondok Tinggi,
23
Dinas PU Kota Sungai Penuh, 2019
dan Masjid Raya Rawang yang menjadi bukti perkembangan islam di wilayah
Kerinci. Dalam mengkaji Sejarah Kecamatan Hamparan Rawang penulis merasa
perlu untuk mendalami Sejarah Alam Kerinci mengingat Hamparan Rawang
adalah bagian penting dan vital kedudukannya dalam masyarakat adat Kerinci.24

Secara Historis Kerinci dibagi menjadi dua wilayah yaitu Kerinci tinggi
dan Kerinci Rendah. Kerinci Tinggi adalah kawasan yang berada pada
pegunungan Bukit Barisan bagian barat. Sungai-sungai yang berada di kawasan
ini berarus deras, beriam, berair terjun (bertelun), berbatu, dan berpermukaan
sempit. Kerinci Rendah merupakan wilayah yang berada pada Bukit Barisan
bagian timur. Wilayah ini lebih rendah dari pada wilayah barat. Topografi
kawasan ini berbukit-bukit dimana sungai-sungai mengalir dengan arus yang
tenang, tidak berbatu, berpermukaan lebar, sehingga dapat dilayari kapal-kapal
kecil.25

Pada masa lampau Kerinci merupakan Daerah yang dipimpin oleh masing-
masing pemimpin yang disebut dengan “Sigindo” yang berjumlah 9 orang
Sigindo. Mereka memiliki daerah masing-masing dan bertugas menjaga serta
memakmurkan daerah yang dipimpinnya, bagi masyarakat Kerinci seorang
pemimpin digambarkan dalam satu istilah, “Yang mumakan aboih mumancung
putuh, yang munghitamkan dan mumutihkan sesuatu” yang jika diartikan dalam
Bahasa Indonesia berarti yang memakan habis memancung putus, yang
menghitamkan dan memutihkan sesuatu. Maknanya sebagai sosok seorang
pemimpin dalam Masyarakat Kerinci adalah mereka yang arif bijaksana yang jika
mengatasi suatu masalah pasti akan selesai.

Antara satu sigindo dan sigindo lain terjalin hubungan yang amat
harmonis dengan Sistem kekeluargaan, hal ini dituangkan oleh masyarakat

24
Budhi Vrihaspathi Jauhari dan Dpt.Eka Putra, Senarai Sejarah Kebudayaan Suku Kerinci,
(Sungai Penuh: LSM Bina Potensia Aditya Mahatva Yodha,2012)
25
Idris Djakfar dan Indra Idris, Menguak Tabir Prasejarah di Alam Kerinci, Sungai Penuh:
Pemerintah Kabupaten Kerinci, 2001
Kerinci dalam sebuah kiasan “Ringan samo dijinjing, berat samo dipikul,
babenteng dado berkuto betis, menghadap musuh setapak langkanh pun idak
surut dalam manulong”. Maknanya persatuan dalam kelompok haruslah solid dan
bekerja sama dalam menghadapi apapun termasuk menghadapi musuh.

Para Sigindo yang memimpin Kerinci dan dijalin dengan persatuan


Sigindo tertuang dalam Tambo bertulisan Incung yang ditulis pada tanduk kerbau
yaitu:

1. Sigindo Ekok Misai Sungai Tenang yang berkedudukan di Koto Tapus


(Sekarang daerah Jangkat)
2. Sigindo Balak Serampas yang berkedudukan di Tanjung Kasri
3. Sigindo Batinting Jerangkang Tinggi (Pulau Sangkar)
4. Sigindo Bauk Tanjung Muaro Sekiau (Temiai)
5. Sigindo Kumbang (Selatan Danau Kerinci)
6. Sigindo Kuning (Barat Danau Kerinci)
7. Sigindo Teras (Utara Danau Kerinci)
8. Sigindo Panjang (Rawang)
9. Sigindo Sakti (Muaro Sekiau)

Kepemimpinan para Sigindo berlangsung sangat lama, sebelum berganti


dengan kepemimpinan Persatuan Pamuncak. Persatuan pamuncak ini adalah
penerus dari gelar sigindo, peralihan gelar ini terjadi ketika perkembangan
penduduk berkembang sangat pesat disertai dengan lahan-lahan perkebunan yang
kian meluas, masa ini terjadi ketika peralihan pengaruh agama Hindu-Budha ke
Agama Islam.Terdapat Sembilan orang Pamuncak yang disebut dengan
“Sembilan Pamuncak Secucur Air Seguling Batu” dengan pembagian enam
Pamuncak Berada di Kerinci Tinggi dan tiga Pamuncak berada di Kerinci
Rendah.26

26
ibid
Setelah kekuasaan Pamuncak Berakhir, gelar pemimpin di Kerinci beralih
menjadi gelar Depati. Dalam Tambo Kerinci dikatakan bahwa setelah tiga tahun
naik takhta Raja Kerajaan Pagaruyung Adityawarman (1350) datang ke Kerinci
tinggi dan Kerinci Rendah, ia mengganti gelar-gelar kepala adat dan raja-raja
yang berkuasa di Kerinci dengan gelar Depati. Sejak zaman Sigindo berlanjut ke
Pamuncak hingga kepemimpinan Depati, Daerah Hamparan Rawang menjadi
suatu tempat mengadakan rapat besar adat.27

Depati merupakan suatu lembaga tertinggi dalam dusun. Dalam dusun ada
4 pilar yang disebut golongan 4 jenis, yaitu golongan adat, ulama, cendekiawan
dan pemuda. Keempat pilar ini merupakan pemimpin formal. Bentuk
pemerintahan Kerinci sebelum kedatangan Belanda dengan sistem demokrasi asli,
merupakan sistem otonomi murni. Ke laut berbunga pasir, ke rimba berbunga
kayu, ke sungai berbunga batu dan seterusnya. Eksekutif adalah Depati dan Ninik
Mamak, Legislatif adalah orang tuo cerdik pandai sebagai penasehat
pemerintahan. Depati juga punya kekuasaan menghukum dan mendenda diatur
dengan adat yang berlaku dengan demikian dwi fungsi Depati ini adalah juga
sebagai yudikatif dusun. Inipun berlaku sampai sekarang untuk pemerintahan
desa, juga pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang dipergunakan untuk
kepentingan memperkuat penjajahannya di Kerinci. Depati yang memimpin
daerah alam Kerinci adalah persatuan Depati Empat-Delapan Helai Kain.28

Depati merupakan gelar adat tertinggi dalam satu wilayah yang disebut „parit
bersudut empat’. Seorang depati haruslah yang memiliki „simbai ekornya, tajam
tajinya dan nyaring kokoknya‟. Artinya seorang depati adalah orang yang
memiliki keberanian untuk berkata benar, berwibawa dan berwatak
kepemimpinan. Nyaring kokok-nya berarti pandai berkata-kata, berpengaruh dan
sanggup mengatasi massa, tahu ireng jo gendeng, tahu tahan yang menimpa, tahu
diranting yang melecut arif bijaksana Depati dipilih dari seseorang yang ada
27
Budhi Vrihaspathi Jauhari, op. cit.
28
Pemerintah Kabupaten Kerinci Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, 2004
warisnya, menurut adat disebut “berkubur berpendam, bertampang berturai, adat
bersendi alur, alur bersendi patut, patut bersendi dengan benar‟. Pengaruh depati
sangat tertanam di dalam masyarakat dusun, „pusat jala tumpuan ikan‟
mempunyai fungsi yang besar sekali menghukum, mendenda, melarik, menjaga,
mengajum, mengarah menghela membentang dan memelihara baik buruknya anak
kemenakan di dusun serta kemajuan pembangunan dusun. Di bawah depati ada
ninik mamak (permenti) yang terdiri dari rio, datuk dan pemangku. Ninik mamak
mempunyai kekuasaan dalam segala masalah kehidupan masyarakat adat yang
bertugas „keruh dijernih, kusut diselesaikan, rantau jauh dijelang, rantau dekat
dikadano (dilayani)‟.

Menurut Budhi Vrihasphati Jauhari, nama Hamparan Rawang atau


Hamparan Besar Tanah Rawang diambil dari fungsi dan perannya sebagai tempat
berkumpulnya para depat se-alam Kerinci untuk merapatkan berbagai macam hal
di wilayah Kerinci seperti adat istiadat, struktur budaya, konflik, hukum/undang-
undang, perjanjian, serta kerja sama antar wilayah. Maka dari itu diberi nama
dengan Hamparan yang berarti tanah yang luas/tanah lapang.

Hamparan Rawang adalah tempat sakral untuk pertemuan pemuka-


pemuka adat di seluruh Kerinci yang berperan sebagai “Balai Musyawarah
Tertinggi” dimana apabila suatu masalah tidak dapat diselesaikan pada tingkat
antar kemendapoan (wilayah) maka akan diadakan duduku bermufakat di daerah
Rawang sebagai Balai Musyawarah Teritingi. Semua permasalahan yang ada di
Kerinci apabila sudah di rapatkan di Rawang akan menghasilkan sebuah
keputusan tertinggi dan disebut oleh Masyarakat Kerinci dalam peribahasa
“Sudah pipih dapat dilayangkan, busamo sampai padam api puntung idak
burasap”. Salah satu penyebab Hamparan Rawang dijadikan sebagai Balai
Musyawarah Tertinggi adalah karena letak geografis nya yang tepat berada di
tengah wilayah Kerinci, ini digambarkan dalam istilah lokal yang berbunyi “Tiga
dihilir empat tanah Rawang, tiga dimudik empat Tanah Rawang”.

Pada masa lalu nilai nilai kekeluargaan dan kekerabatan masyarakat suku
Kerinci sangat dekat dan akrab, hubungan antara satu dusun dengan dusun yang
lain saling berkaitan, masyarakat suku Kerinci merupakan satu kesatuan hukum
adat, dan pada prinsipnya status Hamparan Besar Tanah Rawang berstatus
ditinggikan setingkat derajatnya dari rumah gedang, rumah adat atau rumah
pusako yang lainnya yang ada di alam Kerinci, alasan yang membuat Hamparan
Besar Tanah Rawang dinaikkan setingkat derajatnya dengan alasan Hamparan
Besar Tanah Rawang merupakan tempat pertemuan (Sidang Paripurna) para
Depati se Alam Kerinci untuk membahas berbagai permasalahan adat dan syara’.

Pada masa Kolonial Belanda yang menduduki Daerah Kerinci tahun 1903
melalui Muko-muko menggabungkan daerah Kerinci dengan wilayah keresidenan
Sumatera Barat, Hamparan Rawang yang notabene adalah bagian dari Kerinci itu
juga merasakan dampak penggabungan tersebut. Ini juga berlangsung pada masa
pendudukan Jepang dimana Kerinci merupakan salah satu daerah yang masuk ke
dalam Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci.29

Masa Agresi militer Belanda II Hamparan Rawang yang masuk ke dalam


daerah Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci yang merupakan Front Selatan Resimen
II yang bermarkas di Sungai Penuh pimpinan Mayor Alwi St. Marajo melakukan
keadaan siap siaga mengatur persiapan untuk menghadapi Belanda. Pada tanggal
2 Januari 1949 Belanda mendarat di teluk Painan lalu menguasai Tapan pada
tanggal 22 April 1949. Wilayah Kerinci dimasuki dari tiga arah dimana dengan
strategi tersebut pasukan Belanda berhasil menjatuhkan kota Sungai Penuh ke
tangan pasukan Belanda.

Berlanjut pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia tokoh-


tokoh Kerinci mengadakan pertemuan-pertemuan dengan tema “Perang Semesta
melawan Belanda” maka dari itu untuk menghindari sabotase-sabotase dan lain
hal yang dirasa merugikan perjuangan, maka orang-orang keturunan Tionghoa
yang berada di KErinci dikumpulkan diungsikan ke Kebon Baru, Kerinci Hilir.
Masyarakat Hamparan Rawang ikut berpatisipasi dalam beberapa badan

29
Yulida. (1993). Kerinci pada Masa Agresi Kedua: Studi Tentang Reaksi Rakyat terhadap
Perjuangan Republik Indonesia (1945-1949). Universitas Andalas
perjuangan seperti Majelis Perjuangan Rakyat Kerinci (MPRK), Tentara Pelajar
(TP), dan Badan Pengawal Nagari dan Kota (BPNK).30

Setelah kemerdekaan daerah Kerinci termasuk dalam daerah Sumatera


Tengah, yang kemudian dimekarkan pada tahun 1958 menjadi tiga provinsi yaitu
Provinsi Sumatera Barat, Jambi, dan Riau. Kerinci menjadi daerah yang berstatus
kabupaten dan merupakan bagian dari Provinsi Jambi dengan pusatnya di Sungai
Penuh.

Pada tahun 2008, Kabupaten Kerinci dimekarkan menjadi dua wilayah


yaitu Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh berdasarkan Undang-Undang
nomor 25 Tahun 2008 tentang pembentukan kota Sungai Penuh. Kecamatan
Hamparan Rawang resmi menjadi bagian administratif dari Kota Sungai Penuh
sejak Undang-Undang tersebut disahkan hingga sekarang.

C. KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KECAMATAN


HAMPARAN RAWANG

Istilah masyarakat berasal dari kata bahasa Arab syaraka yang berarti (ikut
serta dan berpartisipasi). Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling
bergaul, dalam istilah ilmiah adalah saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia
dapat mempunyai prasarana melalui warga-warganya dapat saling berinteraksi.
Definisi lain, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang
terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Kontinuitas merupakan kesatuan
masyarakat yang memiliki keempat ciri yaitu: 1) Interaksi antar warga-warganya,
2). Adat istiadat, 3) Kontinuitas waktu, 4) Rasa identitas kuat yang mengikat
semua warga.31

Yayuk Yuliati yang dikutip Zaenal Arifin (2002) menjelaskan kondisi


sosial ekonomi sebagai kaitan antara status sosial dan kebiasaan hidup sehari-hari

30
Pemerintah Kabupaten Kerinci Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. (2004). Sejarah Perjuangan
Rakyat Kerinci (Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia 1945-1949). Padang:
VISIgraf.
31
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: RinekaCipta
yang telah membudaya bagi individu atau kelompok di mana kebiasaan hidup
yang membudaya ini biasanya disebut dengan culture activity, kemudian ia juga
menjelaskan pula bahwa dalam semua masyarakat di dunia baik yang sederhana
maupun yang kompleks, pola interaksi atau pergaulan hidup antara individu
menunjuk pada perbedaan kedudukan dan derajat atau status kriteria dalam
membedakan status pada masyarakat yang kecil biasanya sangat sederhana,
karena disamping jumlah warganya yang relatif sedikit, juga orang-orang yang
dianggap tinggi statusnya tidak begitu banyak jumlah maupun ragamnya.32

Masayarakat Kecamatan Hamparan Rawang memiliki beragam pekerjaan,


namun yang paling dominan adalah petani, Aparatur Sipil Negara (ASN),
TNI/POLRI, Wiraswasta, dan Nelayan. Dalam bidang industri pangan,
Kecamatan Hamparan Rawang termasuk dalam salah satu Kecamatan penghasil
beras terbesar di Kota Sungai Penuh dengan menempati posisi kedua dengan
tingkat produksi 5,91.33

D. PENGETAHUAN MASYARAKAT KECAMATAN HAMPARAN


RAWANG TENTANG TARI RENTAK KUDO
Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman baik itu
dalam kebudayaan, agama, serta bahasa yang berkembang di tengah masyarakat
yang majemuk, sehingga ini menjadikan Indonesia memiliki suatu hal yang
istimewa. Keberagaman ini sepatutnya kita syukuri dan banggakan sebagai suatu
bangsa. Salah satu yang beraneka ragam di Indonesia adalah dalam segi
kebudayaan dan keseniannya yang begitu kaya dengan nilai dan makna yang
mulia dalam setiap daerah perkembangannya. Kesenian tradisional tumbuh dan
berkembang atas kebutuhan kesenian di tengah masyarakat, seperti kesenian tari,
permainan tradisional, pantun dan sebagainya.

32
Arifin, Zaenal. 2002. Kondisi Sosial Ekonomi Petani Tebu di Desa Negara Batin Sungkai
Selatan. Unila. Bandar Lampung.
33
Data BPS Kota Sungai Penuh, 2015
Di Kota Sungai Penuh terkhususnya di Kecamatan Hamparan Rawang
terdapat berbagai macam produk kesenian tradisional yang hidup ditengah
masyarakat seperti kesenian Tale, Rangguk, Tauh, Iyo-iyo, serta Tari Rentak
Kudo. Dalam upaya melestarikan Tari Rentak Kudo sudah sepatutnya masyarakat
pendukung dari Tari Rentak Kudo mengetahui nilai dan makna filosofis dari Tari
Rentak Kudo. Melihat dari proses perkembangannya Tari Rentak Kudo dikatakan
hampir kehilangan makna-makna tradisionalnya, kesenian ini mengikuti arus
teknologi dan informasi yang begitu masif sehingga perkembangannya tidak dapat
dikontrol.

Hasil wawancara penulis dengan seorang pemuda dari Kecamatan Hamparan


Rawang Epbudiman (22 Tahun), memaparkan bahwa Rentak Kudo dikalangan
anak muda zaman sekarang lebih dikenal dengan perayaan sebuah acara perayaan
pernikahan serta arena mabuk-mabukkan dengan musik yang berdentum keras,
tak hanya sebatas mabuk-mabukkan bahkan tak sedikit di setiap acara Rentak
Kudo mengalami ricuh akibat perkelahian antar pemuda yang sangat meresahkan
masyarakat.34

Fenomena dan kasus yang dipaparkan diatas sejalan dengan salah satu jurnal
DIAKRONIKA VOL 20 No 1 Tahun 2020 yang ditulis oleh Sintia dan Susi
tentang “Perubahan Tari Rentak Kudo Dalam Kehidupan Sosial Masyarakat”.
Dalam Jurnal tersebut dikatakan bahwa acara Rentak Kudo di Desa Debai kerap
menjadi ajang kericuhan yang begitu meresahkan masyarakat, salah satu faktor
yang menyebabkan hal tersebut terjadi adalah pergelaran Rentak Kudo yang
dilaksanakan pada malam hari dan melibatkan para pemuda yang tak jarang
menyaksikan Rentak Kudo dalam keadaan mabuk.

Rentak Kudo menjadi salah satu kesenian yang begitu melekat dimasyarakat
Kecamatan Hamparan Rawang sebab diberbagai acara akan selalu dihadirkan
pertunjukan Tari Rentak Kudo. Berdasarkan hasil wawanvcara penulis dengan
salah satu masyarakat Kecamatan Hamparan Rawang Bapak Junaidi (49 Tahun),

Epbudiman, Pemuda desa Cempaka, Wawancara dengan penulis, 12 September 2020, Cempaka,
34

Kecamatan Hamparan Rawang.


acara Rentak Kudo merupakan hal positif dalam melestarikan kebudayaan
tradisional yang Hamparan Rawang miliki, dengan diadakannya Rentak Kudo
diberbagai acara dapat mengingatkan masyarakat dengan kebudayaan daerahnya
yang rawan dilupakan, menurut beliau masih banyak masyarakat rawang yang
antusias dalam menyaksikan pergelaran Rentak Kudo, ini merupakan hal yang
positif namun acara ini perlu dikontrol dengan melarang perkelahian, mabuk-
mabukkan, serta kericuhan lainnya yang dapat mengganggu kelancaran acara.35

Untuk mengetahui pemahaman masyarakat Kecamatan Hamparan Rawang


tentang kesenian Tari Rentak Kudo penulis juga melakukan wawancara dengan
Ibu Samhati (55 Tahun) yang berprofesi sebagai Guru di SMP 4 Kota Sungai
Penuh, beliau mengatakan bahwa Rentak Kudo adalah salah satu kesenian asli
dari Kecamatan Hamparan Rawang yang patut kita lestarikan, Rentak Kudo
menjadi salah satu kesenian yang sangat digemari dan melekat di masyarakat
Kecamatan Hamparan Rawang.36

Ibu Harnita (30 Tahun) yang berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga
menimpali bahwa kecil kemungkinan masyarakat Hamparan Rawang tidak
mengetahui Rentak Kudo yang begitu populer, dalam pemaparannya Ibu Harnita
mengatakan bahwa Rentak Kudo patut diapresiasi dan dilestarikan, bahkan bagi
orang perantauan yang merantau ke Kerinci pun mengetahui tentang Rentak Kudo
ini.

Dalam wawancara penulis dengan salah satu masyarakat perantauan Bapak


Arifin (50 Tahun) yang bekerja di salah satu BUMN memaparkan bahwa
pengetahuannya tentang Rentak Kudo adalah sebuah acara puncak dari perayaan
pernikahan masyarakat Hamparan Rawang, yang jika dibandingkan dengan
daerah asalnya adalah acara hiburan yang kerap diisi dengan acara permainan
“KIM”.37

35
Junaidi Johar, Masyarakat desa Larik Kemahan, Wawancara dengan penulis, 13 September
2020, Larik Kemahan, Kecamatan Hamparan Rawang.
36
Samhati, Guru SMP 4 Sungai Penuh, wawancara dengan penulis, 20 September 2020,
Simpang Tiga, Kecamatan Hamparan Rawang.
37
Arifin, Masyarakat desa Larik Kemahan, wawancara dengan penulis, 20 September 2020,
Lingkungan Pemancar TVRI, Kecamatan Hamparan Rawang.
BAB III

KESENIAN TARI RENTAK KUDO

3.1 ASAL USUL KESENIAN TARI RENTAK KUDO

Kesenian adalah salah satu isi dari kebudayaan manusia secara umum,
karena dengan berkesenian merupakan cerminan dari suatu bentuk peradaban
yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan keinginan dan cita-cita yang
berpedoman kepada nilai-nilai yang berlaku dan dilakukan dalam bentuk aktifitas
berkesenian, sehingga masyarakat mengetahui bentuk keseniannya.38

Kesenian sebagai karya atau hasil simbolisasi manusia merupakan sesuatu


yang misterius. Namun demikian, secara universal jika berbicara masalah
kesenian, orang akan langsung terimajinasi dengan istilah “indah”. 39 Kesenian
tidak pernah lepas dari masyarakat. Sebagai salah satu bagian yang penting dari
kebudayaan, kesenian adalah ungkapan kreatifitas dari kebudayaan itu sendiri.
Masyarakat yang menyangga kebudayaan dan juga kesenian, mencipta, memberi
peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkan untuk
kemudian menciptakan kebudayaan baru lagi.

Tari tradisional merupakan suatu hasil ekspresi hasrat manusia akan


keindahan dengan latar belakang atau sistem budaya masyarakat pemilik kesenian
tersebut. Dalam tari tradisional tersirat pesan dari masyarakatnya berupa
pengetahuan, gagasan, kepercayaan, nilai dan norma. Karya tari yang dihasilkan
sangat sederhana baik dari sisi gerak, busana maupun iringan. Setiap karya tari
tradisional tidak terlalu mementingkan kemampuan atau tehnik menari yang baik,
namun lebih pada ekspresi penjiwaan dan tujuan dari gerak yang dilakaukannya.40
38
Arifninetrirosa, “Pemeliharaan Kehidupan Budaya Kesenian Tradisional dalam Pembangunan
Nasional”, jurnal USU Repository Universitas Sumatera Utara, 2005
39
Soerjo Wido Minarto, “Jaran Kepang dalam Tinjauan interaksi Sosial Pada Upacara Ritual
Bersih Desa”, jurnal Bahasa dan Seni, Februari 2007, h. 78.

40
Astono, S. (2006) Apresiasi seni (Seni tari dan seni musik). Jakarta:Yusdisdtira
Tari adalah gerak tubuh secara berirama yang dilakukan di tempat dan waktu
tertentu untuk keperluan pergaulan, mengungkapkan perasaan, maksud, dan
pikiran. Bunyi-bunyian yang disebut musik pengiring tari mengatur gerakan
penari dan memperkuat maksud yang ingin disampaikan. Gerakan tari berbeda
dari gerakan sehari-hari seperti berlari, berjalan, atau bersenam. Menurut jenisnya,
tari digolongkan menjadi tari rakyat, tari klasik, dan tari kreasi baru. Dansa adalah
tari asal kebudayaan Barat yang dilakukan pasangan pria-wanita dengan
berpegangan tangan atau berpelukan sambil diiringi musik.41

3.1.1 RUWAIDA

Tari Rentak Kudo adalah sebuah tarian yang berasal dari Kecamatan
Hamparan Rawang dengan Gerakan tari yang menghentak-hentak seperti kuda,
para penari diiringi dengan gendang dan gong serta seorang vokalis yang disebut
pengasuh. Tari Rentak Kudo kerap digelar untuk merayakan suatu perayaan oleh
masyarakat Kecamatan Hamparan Rawang seperti pesta pernikahan, kenduri sko,
akikah, dan sebagainya. Tentang asal-usul terciptanya tari ini masih terdapat
banyak perbedaan pendapat dikalangan seniman dan tokoh-tokoh adat di
Kecamatan Hamparan Rawang, akibat minimnya sumber data dan informasi
mengenainya. Namun para seniman dan tokoh adat memaparkan bahwa Tari
Rentak Kudo sudah dipelajari dan dilaksanakan jauh sebelum mereka lahir. Tari
ini mulai populer dimasyarakat Kecamatan Hamparan Rawang sejak kebutuhan
hiburan bernuansa adat di acara musim panen dan pernikahan, namun disekitar
tahun 1990-an dimana masyarakat Kecamatan Hamparan Rawang mulai
memasukkan Tari Rentak Kudo sebagai bentuk rasa syukur kepada sang pencipta.
Pergelaran Rentak Kudo selalu identic dengan nuansa riang gembira, ini sejalan
dengan fungsinya sebagai tari perayaan di Kecamatan Hamparan Rawang.
Kesenian Tari Rentak Kudo ini terus di jaga secara turun temurun oleh seniman
lokal Kerinci dari generasi ke generasi, walaupun keberadaannya sangat sedikit
41
Hidayat , R. (2005). Wawasan seni tari. Artikel. (Diterbitkan). Malang: Jurusan Seni dan
Desain Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
pada saat ini dan mulai pudar. Rentak Kudo sangat identik dengan tarian yang
memperagakan seorang “Pengasuh” atau orang yang mengiringi tarian dengan
pantun-pantun berbahasa Rawang.

Seorang tokoh legendaris dalam kesenian Rentak Kudo adalah Ibu


Ruwaida dari Desa Tanjung, Kecamatan Hamparan Rawang. Beliau dikenal
sebagai seorang Pengasuh/Vokalis dalam kesenian Tari Rentak Kudo, bahkan
beliau termasuk dalam salah satu penemu tarian Rentak Kudo. Pada Tahun 1990
atau dimasa awal populernya Kesenian Rentak Kudo beliau mulai mengabdikan
diri sebagai pengasuh dan tokoh pelestari untuk Kesenian Tari Rentak Kudo.

Asal usul nama Rentak Kudo ini diambil dari gerakannya yang
menghentak-hentak seperti kuda, setiap penari dalam tari Rentak Kudo ini
menghentakkan kaki mereka dengan keras seperti hentakkan kaki kuda. Rentak
Kudo mulai popular di kalangan masyarakat Kecamatan Hamparan pada awal 90-
an. Berawal dari tarian yang menjadi symbol perayaan untuk sebuah pesta
pernikahan atau perayaan musim panen Tarian ini selalu dipentaskan dengan
nuansa riang gembira. Sebagai kesenian yang berasal dari masyarakat Hamparan
Rawang dengan perkembangan animisme-dinamisme yang begitu kental, Tarian
Rentak Kudo begitu dekat dengan hal-hal mistis. Bahkan setiap pergelaran Rentak
Kudo tak jarang mengalami “Pingsau” yang berarti Pingsan tak sadarkan diri
Kesurupan ninek. Sebelum melakukan Tari Rentak Kudo disekitar tempat
pergelaran sering diasapi dengan kemenyan, tangan dari pemukul gendang
(Rebana) juga tak luput dari asap kemenyan, hal ini disebabkan oleh kepercayaan
masyarakat Hamparan Rawang yang percaya bahwa orang yang bertugas
memukul gendang sering mengalami tangan berat tiba-tiba di tengah
pergelarannya.

Pada zaman dahulu, sebelum menarikan Ntak awo, ada beberapa syarat
yang dilakukan terlebih dahulu, yaitu meletakkan sekapur sirih yang ditanamkan
di sudut-sudut tempat pelaksanaan, pembakaran kemenyan dan disediakan bunga
tujuh warna. Sebelum memulai, gendang atau rebana gedang biasanya diasapi
terlebih dahulu. Hal tersebut dimaksudkan untuk memohon keselamatan kepada
Sang Pencipta agar acara atau perhelatan yang akan dilaksanakan dapat berjalan
dengan baik.

Tari Rentak Kudo khususnya digelar sebagai persembahan dalam acara


Kenduri Sko. yaitu acara kenduri adat tertinggi yang didalamnya terdapat
serangkaian acara penobatan/pelantikan Depati, pembersihan dan pengelolaan
benda pusaka, rapat adat yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu, waktu
pelaksanaan kenduri sko berbeda-beda pada masing-masing daerah. Tak hanya
sebatas Kenduri Sko saja, Tari Rentak Kudo juga kerap digelar pada acara musim
panen dan pernikahan.

Pengasuh dituntut untuk membawa acara berjalan dengan lancar, para


pengasuh dituntut untuk mendalami peran mereka sebelum melakukan tari Rentak
Kudo seperti para pengasuh harus paham siapa dan dimana acara rentak Kudo itu
digelar karena dalam syair dan lirik yang akan dibawakan harus berhubungan
dengan faktor-faktor tersebut. Syair dan Lirik dalam tari Rentak Kudo tidak
pernah ditetapkan atau dalam arti disetiap pertunjukkannya lirik dan syair kerap
berubah-ubah tergantung dengan kreatifitas pengasuh dalam membuat pantun dan
lirik. Ibu Ruwaida dikenal sebagai seorang yang sangat melekat dengan Rentak
Kudo, beliau kerap dipanggil di setiap acara-acara kebudayaan di Kota Sungai
Penuh maupun di Kabupaten Kerinci. Beliau sudah mendalami kesenian ini sejak
usia 17 tahun dan mengikuti semua perkembangan tari Rentak Kudo dari awal
populer hingga memasuki zaman music modern saat ini. Ibu Ruwaida telah
mendapatkan banyak penghargaan dan sertifikat sebagai maestro Rentak Kudo,
salah satu penghargaan yang begitu beliau banggakan adalah kesempatan untuk
mementaskan Rentak Kudo di Malaysia pada 2015 lalu.42

3.1.2 THAMRIN ARIS, Dpt.

42
Ruwaida, Tokoh Maestro Kesenian Rentak Kudo, Wawancara dengan penulis, 10 September
2020, Desa Tanjung, Kecamatan Hamparan Rawang.
Hasil wawancara penulis dengan seorang tokoh Depati dari Kecamatan
Hamparan Rawang memaparkan bahwa Tari Rentak Kudo adalah tarian sakral
bagi masyarakat adat Kerinci. Tari ini adalah ungkapan wujud rasa syukur kepada
sang pencipta atas nikmat yang telah diberikan seperti hasil panen, syukur
dihindarkan dari musibah, perayaan hari besar adat, perayaan hari Bahagia
pernikahan, dan sebagainya. Tari ini adalah tari riang gembira dan menjadi salah
satu ajang untuk mempererat silahturahmi keluarga serta masyarakat Kecamatan
Hamparan Rawang. Dalam perayaannya, undangan atau sering disebut oleh
masyarakat kecamatan Hamparan Rawang sebagai Manggoi atau
memanggil/mengundang seluruh anggota keluarga terdekat dan masyarakat
sekitar untuk sama-sama merayakan nikmat dari sang pencipta sehingga
silahturahmi dapat dipererat dengan berkumpulnya anggota keluarga.

Rentak Kudo berasal dari dua kata yaitu Rentak yang berarti
hentak/hentakan dan Kudo yang berarti Kuda sehingga nama tari ini sudah
menggambarkan Gerakan-gerakannya yang menghentak seperti kuda. Rentak
Kudo sudah digelar dan dipelajari jauh sebelum beliau lahir, dahulu Rentak Kudo
lebih sering difungsikan diacara besar saja seperti kenduri sko dan perayaan
musim panen, namun disekitar tahun 1980-an Rentak Kudo mulai digelar di acara
syukuran maupun pernikahan masyarkat Kecamatan Hamparan Rawang.
Intensitas perayaan Rentak Kudo yang tinggi disertai antusias masyarakat yang
peduli terhadap Rentak Kudo membuat tari ini lama-lama menjadi budaya dan
melekat dengan acara pernikahan, sehingga sampai saat ini Rentak Kudo menjadi
kebiasaan dan tak pernah luput dari perayaan acara Pernikahan.

Pada awalnya, Tari Rentak Kudo hanya dikhususkan untuk pria saja
karena Gerakan-gerakannya merupakan Gerakan silat, serta gerakannya pada
zaman dahulu Gerakan yang beraturan, seiring dengan perkembangannya para
penari wanita mulai diperbolehkan untuk melakukan Rentak Kudo namun antara
kelompok pria dan kelompok penari wanita dipisahkan, para pria menari satu
kelompok begitu pula dengan penari wanitanya. Tari ini muncul ketika para
pemuda/hulubalang yang sedang beristirahat mencoba menghilangkan Lelah
dengan memainkan gendang dan memadukannya dengan Gerakan silat yang telah
mereka pelajari, namun pada awalnya tari Rentak Kudo belum diberi nama seperti
sekarang. Namun seiring dengan perkembangan zaman, Gerakan yang telah ada
tadi dimodifikasi sehingga mulai menjadi tari yang teratur, tari Rentak Kudo
lama-kelamaan menjadi tari pergaulan dimana semua orang mengenalnya dan
mempelajarinya serta Rentak Kudo mulai digelar disetiap perayaan.

Tari Rentak Kudo berhasil dalam mengikuti zaman, ia berjalan seiring


dengan perkembangan teknologi sehingga dalam perayaannya mendapat
modifikasi dan perubahan yang dinamis, baik itu dalam segi pantun dan liriknya
hingga ke alat music yang digunakan selalu menyesuaikan dengan zaman. Namun
bapak Thamrin Aris sangat menyayangkan Rentak Kudo kehilangan nilai
tradisionalnya dizaman sekarang. Masyarakat sedikit yang peduli dengan
nilai,makna, dan arti tari Rentak Kudo yang begitu mulia itu.43

3.2 PELAKSANAAN TARI RENTAK KUDO

Tari Rentak Kudo diiringi dengan alat musik sederhana tradisional seperti
Gendang, Rebana, Gong, Talam, Gelas dan sendok. Para Penari terdiri dari pria
dan wanita yang kelompoknya dipisahkan sehingga dapat menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan. Rentak Kudo digelar dalam upacara adat sakral bagi
masyarakat Kerinci seperti Kenduri Sko, perayaan musim panen, syukuran, dan
acara pernikahan. Didalam upacara Kenduri Sko Tari Rentak Kudo kerap
dijadikan acara penutup dari beberapa prosesi yang telah dilakukan, ini sejalan
dengan fungsinya sebagai bentuk rasa syukur kepada sang pencipta.

Dalam masyarakat Hamparan Rawang, pernikahan menjadi salah satu


prosesi yang dilaksanakan mengikuti adat Kerinci, Tari Rentak Kudo tidak lepas
dari perayaan Pernikahan dalam masyarakat Hamparan Rawang. Ada beberapa
tahap yang harus dilewati oleh kedua mempelai sebelum melaksanakan

43
Thamrin Aris, Dpt. Tokoh masyarakat dengan gelar Depati Tuo Mudo, Wawancara dengan
penulis, 14 Oktober 2020, Desa Larik Kemahan, Kecamatan Hamparan Rawang
pernikahan, di tahap pertama adalah acara “Ngimbeu sadeu dumeh” atau
Memanggil orang rumah dimana pada tahap ini pihak masing-masing keluarga
berkumpul dan mengungkapkan rencana untuk melaksanakan pernikahan,
selanjutnya tahap “Batuwaik & Ngantok Pletauk” atau Bertanya dan mengantar
sebuah tanda, dalam tahap ini mampelai pria serta keluarga besar datang ke
mempelai wanita untuk mengungkapkan dan meminta restu kepada orang tua
mampelai wanita dan apabila disetujui acara ini akan berlanjut ke mengantarkan
sebuah tanda berupa barang baik itu berupa pusaka seperti Al-Qur’an, dan keris
maupun barang keseharian mampelai pria seperti pakaian dan sebagainya. Tahap
selanjutnya adalah tahap “Ngimbeu Tueu” atau memanggil orang tua dimana
pada tahap ini kedua keluarga dan “Tueu Taiu” (Tokoh Keluarga) duduk
berunding tentang pelaksanaan pernikahan yang akan dilakukan serta doa
Bersama meminta kelancaran dan keselamatan acara yang akan digelar. Lalu
tahap terakhir ada acara “Kejeu” yang bermaksud sebagai acara utama
pelaksanaan pernikahan. Pada tahap inilah Tari Rentak Kudo digelar.44

Gerakan tari Rentak Kudo merupakan Gerakan modifikasi dari “Silat


Langkah Tigo” dan Gerakan menghentak-hentakan kaki. Sebelum digelar Rentak
Kudo melewati beberapa tahap perisapan yaitu meletakkan sekapur sirih disetiap
sudut tempat pelaksanaan, serta pembakaran kemenyan disetiap alat musik
gendang,gong, dan rebana yang digunakan ini dimaksudkan sebagai meminta doa
selamat dan kelancaran acara Rentak Kudo.45

Dalam perayaan musim panen Rentak Kudo biasanya digelar ketika hasil
panen (Padi) sudah siap untuk dibagikan kepada keluarga besar. Berkaitan dengan
ini Masyarakat Hamparan Rawang memiliki tanah keluarga yang selalu digarap
secara Bersama-sama, dalam beberapa kasus ada beberapa keluarga yang

44
Yefrizon, Seniman Hamparan Rawang, wawancara dengan penulis, 14 Oktober 2020,
Lingkungan Pemancar TVRI, Kecamatan Hamparan Rawang
45
Hilman (Alm), Tokoh Pemangku adat dan pegiat seni, wawancara dengan penulis, 16 Oktober
2020, Alam Mayang, Kecamatan Hamparan Rawang
menerapkan sistem bergilir, setelah melakukan pembagian hasil panen acara
syukuran tersebut diakhiri dengan menarikan Rentak Kudo.46

3.3 TAHAP-TAHAP PELAKSANAAN TARI RENTAK KUDO

Dalam pelaksanaan Tari Rentak Kudo dibagi dalam dua tahap yaitu tahap
persiapan dan tahap utama. Tahap persiapan merupakan tahap yang harus
ditempuh sebelum acaranya dimulai. Tahap Utama merupakan tahap dimana
Rentak Kudo mulai digelar yang ditandai dengan adanya persembahan sesajian,
gendang dan gong yang mulai dimainkan, dan pengasuh mulai menyanyikan
pantun dan syair mereka.

3.3.1 Tahap Persiapan

Tahap Persiapan adalah tahap dimana seluruh elemen yang terlibat dalam
pergelaran Rentak Kudo mempersiapkan sesajian dan keperluan pelaksanaan
seperti daun sirih, pinang muda, rokok enau, dan bunga tujuh rupa yang
dikumpulkan dalam satu piring tradisional sebagai bentuik penghormatan kepada
sang pencipta. Setelah sesajian dipersiapkan proses selanjutnya adalah
pembakaran kemenyan yang difungsikan sebagai media pemanggilan arwah
nenek moyang dan orang-orang yang dianggap suci untuk datang menyaksikan
acara yang akan digelar. Jumlah penari dalam Rentak Kudo bervariatif tergantung
acara yang digelar, di acara seperti halal bil halal jumlah penari bahkan dapat
mencapai ratusan orang atau lebih.

3.3.2 TAHAP UTAMA

Tahap utama diartikan ketika para pengasuh dan pengiring musik mulai
memainkan music mereka. Para penari mulai mengikuti alunan musik secara
khidmat, pembakaran kemenyan sebagai media pemanggilan roh nenek moyang

46
Mazini, Pegiat seni kecamatan Hamparan Rawang, wawancara dengan penulis, 16 Oktober
2020, Alam Mayang, Kecamatan Hamparan Rawang
dilakukan ditengah penari sehingga para penari jatuh semakin dalam mengikuti
alunan music. Pada tahap ini tak jarang terjadi keadaan dimana beberapa penari
mengalami kesurupan akibat terhipnotis oleh Rentak Kudo yang disuguhkan,
mereka yang kesurupan tersebut dipercaya oleh masyarakat Kecamatan Hamparan
Rawang sebagai roh nenek moyang yang hadir dan ikut berpatisipasi dalam
Rentak Kudo.47

Adapun unsur-unsur dalam Tari Rentak Kudo adalah :

1. Gerakan Tari
Gerakan tari Rentak Kudo diambil dari kehidupan masyarakat, gerakannya
bersifat fleksibel dan sederhana sehingga mudah untuk dipelajari oleh
berbagai kalangan. Gerakan tari ini diambil dari Gerakan silat Langkah
tigo serta Gerakan menghentakkan kaki sehingga menimbulkan suara
hentakan yang keras ke tanah. Gerakan menghentakkan kaki ini dilakukan
oleh semua penari dan menciptakan irama tambahan di dalam Tari
sehingga dapat menambah semarak dan euforia dalam menari. Terdapat
beberapa Gerakan formal yang disebut Gerakan sembah sebelum para
penari masuk ke dalam pergelaran Rentak Kudo, Gerakan tersebut
dikategorikan sebagai berikut;
1) Gerak sembah pertama bermakna sebagai symbol dari panen
masyarakat atau symbol dari wujud rasa syukur.
2) Gerak simpuh yang melambangkan sesuatu penghormatan kepada sang
pencipta
3) Gerak sembah kedua disertai dengan lari kecil sebagai ucapan selamat
datang kepada tokoh adat, kepala desa, dan orang yang dihormati
lainnya.
4) Gerak lingkaran dimana beberapa penari mengelilingi satu penari yang
sedang tak sadarkan diri.
5) Gerak sembah penutup.48

47
Ruwaida, op- cit
48
Risdar, Tetua Masyarakat Kecamatan Hamparan Rawang, wawancara dengan penulis, 17
Oktober 2020, Kampung Dalam, Kecamatan Hamparan Rawang
2. Musik Pengiring
Musik adalah elemen yang tidak dapat dipisahkan dalam kesenian tari
sebab perpaduan music dan tari dapat menciptakan Gerakan yang
harmonis. Alat music yang digunakan dalam Tari Rentak Kudo adalah
Rebana, Gendang, dan suling dengan iringan pantun, syair dan lirik oleh
seorang yang Pengasuh. Pada pergelaran saat ini Rentak Kudo lebih sering
diiringi dengan Organ Tunggal sebagai music pengiringnya, gendang dan
Rebana telah ditinggalkan.49
3. Busana
Busana atau kostum memiliki peran penting dalam sebuah penyajian
Rentak Kudo. Busana yang ditetapkan dalam rentak kudo tidak harus
memakai pakaian adat dari Kerinci, namun pada umumnya masyarakat
menggunakan busana sebagai berikut;
a. Baju Wanita
1. Tengkuluk
Tengkuluk adalah sebuah baju yang terbuat dari kain berwarna
merah yang dimasing sisinya diisi kapas dengan susunan
bertingkat berjumlah 25 cincin, sehingga total jumlahnya adalah 50
cincin.
2. Baju Kurung
Baju kurung Panjang yang panjangnya sebatas lutut dengan lengan
yang Panjang. Pada zaman dahulu terbuat dari tenun Kerinci,
namun pada masa sekarang sudah jarang yang memakainya.
3. Selempang, selempang berwarna hitam dengan motif geometris
berwarna emas
4. Kalung, gelang, dan anting
b. Baju Pria

49
Rudi, Pemilik grup Male Inai, wawancara dengan penulis, 18 Oktober 2020, Maliki Air,
Kecamatan Hamparan Rawang
1. Baju Teluk Belango sejenis baju dari kain tenun Kerinci yang
dihiasi sulaman benang berwarna emas
2. Sarung yang diikatkan dipinggang
3. Keris, berfungsi sebagai property yang melambangkan kesatria. Di
acara Kenduri Sko kadang menggunakan pedang Panjang yang
disebut oleh masyarakat Kecamatan Hamparan Rawang dengan
“Geliwoi”.50

4. Lirik, Pantun dan Syair

Lirik yang dinyanyikan Pengasuh dalam kesenian Rentak Kudo


bervariatif, tergantung dengan kondisi, tempat, dan lokasi
dilaksankannya Rentak Kudo. Tidak menutup kemungkinan jika
Rentak Kudo dilakukan di luar Kecamatan Hamparan Rawang
bahasa dalam lirik yang digunakan dapat berubah dengan bahasa
daerah tempat Rentak Kudo dilaksanakan. Seperti yang dipaparkan
oleh Ibu Ruwaida para pengasuh tidak ditentukan dalam
menggunakan lirik dan syair, penciptaan lirik itu terjadi ketika
Rentak Kudo berlangsung tanpa hafalan apapun. Dalam
pergelarannya Pantun dan lirik merupakan interaksi Pengasuh
dengan para penari yang terjadi begitu saja, untuk itu dibutuhkan
kreatifitas yang tinggi bagi para pengasuh.
Kanik (30 Tahun), berprofesi sebagai salah satu pengasuh
memaparkan bahwa dalam pantun dan syair biasanya digunakan
oleh pengasuh untuk menyampaikan suatu pesan dan maksud
tertentu. Ada berbagai macam pantun yang sering digunakan dalam
Rentak Kudo ada yang bertema sosial, kebudayaan, percintaan, dan
Sejarah yang dalam masing-masing tema mempunyai irama yang
berbeda-beda. Dalam pantun bertema sejarah yang biasa disebut
Asaik, Iramanya sangat khas disertai dengan intro pemanggilan.

50
Ruwaida, op- cit
Asaik berisi pantun-pantun yang menggambarkan sejarah Kerinci
serta asal usul nenek moyang Kerinci, didalamnya juga terselip
sejarah penciptaan hukum Kerinci.
Adapun lirik-lirik yang umum digunakan pada Rentak Kudo;

1. Pantun tentang percintaan

Tantaik adeuk si bungiu gedo


(Tunggu adik si bunga besar)
Bungiu Gedo didali cembau
(Bunga besar dalam cembung)
Tantaik adeuk jango menduo
(Tunggu adik jangan mendua)
Temauk kulieh kite bukejo
(Tamat kuliah kita berpesta)

Apau sebik kumake lemau


(Apa sebab kumakan lemang)
Sebik lemau padi puluk ritau
(Sebab lemang padi pulut hitam)
Atai sakangk ndek anek mamauk
(Hati sakit ingin anak mamak)
Anek mamauk ngate kamai ritau
(Anak mamak mengatakan kami hitam)51

Ayau ritau kulimang gedoi


(Ayam hitam kelimang besar)
Dibugilo didali padiu
(Menggila didalam padi)

Kayo/Kaye: jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berarti “Anda” panggilan untuk
51

orang yang lebih tua atau yang orang yang dihormati


Akau ritau uhau pugawau
(Aku hitam orang pekerja)
Apeu pulo kaye benciu agiu
(Apa pula yang kayo benci lagi)

Kaleu tugoik kate kaye tugoik


(Kalau tugoik katakana tugoik)
Jango tugoik kaye kate tupui
(Jangan tugoik kayo katakana topi)
Lah pueh badi inoih maboik
(Sudah puas badan ini mabuk)
Badai maboik dik banyok pikui
(Badan mabuk karena banyak berpikir)

Limiu manaih ditengeh lamo


(Limau manis ditengah halaman)
Limiu ado buragui-ragui
(Limau ada bermotif-motif)
Leh lame kite bumudo
(Sudah lama kita pacarana)
Apeu pule ngi kite tantaik agui
(Apa yang kita tunggu lagi)52

2. Pantun Asaik yang berisi tentang Sejarah dan Kebudayaan

Adai rajoi ngiu tigeu sile


(Ada raja yang tiga sila)
Satau ticampauk kubendeu aro
(Satu terbuang ke banda aro)

52
Ardat, Pengasuh Rentak Kudo, wawancara dengan penulis, 19 Oktober 2020, Koto Dian,
Kecamatan Hamparan Rawang
Nyiu bunamiu sirajeu alaih
(Dia bernama si raja alif/h)
Muwu luyau janggi tembagoi
(Membawa Loyang dengan tembaga)
Duo ticampauk kubande cine
(Dua terbuang ke banda cina)
Nyiu bunamiu si rajeu dapung
(Dia bernama si raja dapung)
Muwu tenang jangi tiurau
(Membawa tenang dengan terurai)

Tigoi ticampauk kuminangkabau


Tiga terbuang ke minangkabau
Nyiu bunamiu rajeu di rajoi
(Dia bernama raja di raja)
Nyiu muwu adaik pusake
(Dia membawa adat pusaka)

Inoih kendek kaye ngi salaih


(Ini kehendak kayo yang saleh)
Inoih pintek kaye ngi araih
(Ini pinta kayo yang lurus)
Inoih pumae kaye digunai
(Ini permainan kayo digunung)
Inoih janjui dali munarai
(Inilah janji dalam menari)
Makeu adaik mule bukembau
(Maka adat mulai berkembang)

iiiiiii…iii..iii
kaleu talitai baleuk kujambiu
(kalua teliti pulang ke jambi)
undang-undang kuminangkabau
(undang-undang ke Minangkabau)
kaleu serauh tinggau dikincai
(kalau serahan tinggal dikerinci)
nyiu bunamiu adaik lembagoi
(ia bernama adat Lembaga)
adik lame pusakeu usang
(adat lama pusaka using)
idok lekau kuraniu paneh
(tak lekang karena panas)
idok lapauk kuraniu ujoi
(tak lapuk karena hujan)

iteuh lah pakoi kaye depatai


(itulah pakai kayo depati)
iteuh pakoi si niniuk mamauk
(itulah pakai si ninik mamak (tokoh adat))
kaye umpamiu sikayiu gedoi
(kayo umpama si kayu besar)
kayiu gedoi ditengeh rimbe
(kayu besar ditengah hutan)

Ako lah renyiu tempoik busile


(Akarnya tempat bersial)
Bati ranyiu tempoik busandau
(Batangnya tempat bersandar)
Daun ranyiu tempoik butedaih
(Daunnya tempat berteduh)

Kalau lalau tempoik bupasauk


(Kalau pergi tempat yakinkan)
Kaleu baleuk tempik bubitoi
(Kalau pulang tempat berkabar)
Alah dibulah temau dali munaroi
(Sudah terjadi temu dalam menari)

Mintek turang kaleu disarau


(Meminta turun kalua diseur)
Mintek tibia kaleu dipanggai
(Meminta datang kalua dipanggil)
Ndek taiu ase ninik kincai
(Mau tahu asal nenek kerinci)
Renyiu turang diratoih gunoi
(Ia turun dari atas gunung)

Sitiu ninek mule mungarau


(Situ nenek mulai mengarang)
Sitiu ninek mule mngajing
(Situ nenek mulai mengkaji)
Bukik di date lurauh ditimbe
(Bukit didatar lurah ditimba)
Makeu tibentai sitaneh kince
(Maka terbentang si tanah kerinci)

Kaleu kumudeuk batunggiu lareuk


(Kalau ke mudik bertunggu larik)
Adai lah jiriyai lah ditakiuk rajai
(Ada durian bertekuk raja)
Inoih batoih sialam kincai
(Inilah batas si alam kerinci)
Inoih pakoi kaye ninuik mamauk
(Inilah pakai kayo ninik mamak)
Inoih pakoi kaye depatoi
(Inilah pakai kayo depati)
Taneh kincai taneh nyiu sampai
(Tanah kincai tanahnya sampai)
Adeu puningge maseu dahului
(Ada peninggalan masa dahulu)
Adeu kunyahe tumbauh nyiu tigai
(Ada beringin tumbuh nya tiga)
Satau tumbauh dilaing tinggai
(Satu tumbuh di liang tinggi)
Renyiu bunamiu kunyaheu hambe
(Ia bernama beringin hambe)
Lah nyiu dihunui uhau kuramauk
(Ia dihuni orang keramat)

Duai tumbauhdepati tujoih


(Dua tumbuh depati tujuh)
Nyiu bunamiu kunyaheu mangkek
(Ia bernama beringin mangkek)
Lah renyiu dihunui sihuliubalai
(Ia dihuni si hulubalang)
Huliu balai dibumateu mirauh
(Hulubalang bermata merah)
Huliu balai busunguk lentaik
(Hulubalang berkumis lentik)
Pande mungambo bungiu ni layau
(Pandai mengembang bunga yang layu)
Pande mungiduk siranti matai
(Pandai menghidupkan si ranting mati)
Tigai tumbauh ditaneh rawo
(Tiga tumbuh ditanah rawang)
Nyiu bunamiu kunyaheu butuauh
(Ia bernama beringin bertuah)
Sitiu radai payeu sikakoi
(Situ ada payung sekaki)
Sitiu lah adai tanauh sibingkoih
(Situ ada tanah sebingkai)
Jagai lah jagai kaye munarai
(Jaga lah jaga kayo menari)53

53
Andri Kanik, Tokoh pengasuh Rentak Kudo, wawancara dengan penulis, 20 Oktober 2020,
Tanjung Muda, Kecamatan Hamparan Rawang
DAFTAR PUSTAKA

Gizalba, Sidi, 1998, PengantarKebudayaanSebagaiIlmu, PenerbitPustakaAntara,


Jakarta.
Soedarsono, 1977, PengantarPengetahuanTari, Jakarta.Lagaligo.
Hadi, Sumandiyo. 2005. SosiologiTari. Yogjakarta :Pustaka
Sedyawati, Edi. 1986. PengetahuanElementerTari DanBeberapa MasalahTari.
Jakarta: Direktorat Kesenian, Proyek Pengembangan Kesenian Jakarta.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan
Budhi Vrihaspathi Jauhari dan Dpt.Eka Putra, Senarai Sejarah Kebudayaan Suku
Kerinci, (Sungai Penuh: LSM Bina Potensia Aditya Mahatva Yodha,2012)
Dais Dharmawan Paluseri, dkk. Penetapan Warisan Budaya Tak Benda
(Indonesia:Direktorat Warisan dan Diploma Budaya Direktorat Jenderal
Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018)
Andreas, Boyke Bobbi. (2013). “Studi Terhadap Adanya Dua Versi Rentak Kudo
untuk Acara Pernikahan di Desa Rawang”. E-Jurnal Sendratasik FBS
Universitas Negeri Padang Vol 2 No 1 2013 Seri B
Lola, Indrayuda, dkk. (2019). “Keberadaan Tari Rantak dalam masyarakat
pecinta seni di Sumatera Barat: Antara mentradisi dan anggapan sebagai
tari tradisional”. E-Jurnal Sendratasik Vol 7 No 1 2019 Seri B
Sintia Farsalena, Susi Fitria. (2020). “Perubahan Tari Rentak Kudo dalam
kehidupan sosial Masyarakat” Diakronika, Vol. 20 No.1 Th. 2020
Wiranata, I Gede. (2011). “Antropologi Budaya”. Jakarta: Citra Aditya Bakti PT
Andewi, Keni. (2019). “Mengenal Seni Tari”. Semarang: Mutiara Aksara
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah Islam (Yogjakarta: diterbitkan
oleh ombak, 2011)
Laksono, Anton. (2018). “Apa itu sejarah; pengertian, ruang lingkup, metode dan
penelitian”. Pontianak: Derwati Press.

Anda mungkin juga menyukai