HAMPARAN RAWANG
Oleh:
ARIEF RIZKI PRATAMA
15046084
Dalam kehidupan manusia tari memiliki arti yang penting, karena bisa
memberikan manfaat, seperti terselanggaranya upacara-upacara tradisi tertentu
karena tari memiliki “makna” menyampaikan maksud acara tersebut. Makna tari
juga terdapat dalam fungsinya yang lain, baik ia sebagai sarana hiburan maupun
sebagai sarana komunikasi antara seniman dan masyarakat pendukungnya.
Dimana pun tari berada, sudah pasti memiliki makna-makna tertentu sehingga ia
tetap hadir dalam kehidupan masyarakat dari zaman ke zaman.
1
Gizalba, Sidi, 1998, PengantarKebudayaanSebagaiIlmu, PenerbitPustakaAntara, Jakarta.
2
Soedarsono, 1977, PengantarPengetahuanTari, Jakarta.Lagaligo.
Perkembangan pemikiran dan kehidupan manusia serta berubahnya selera
masyarakat dalam berkesenian, melahirkan jenis-jenis tari yang tidak hanya untuk
tujuan upacara keagamaan saja, tetapi juga tari-tarian yang bersifat hiburan,
pergaulan, bahkan yang bersuasana pertunjukan seni, dari yang bersumber tradisi
sampai yang modern sekalipun. Sumandiyo Hadi, mengatakan penjelasan yang
bagaimanapun adanya “seni tari” dalam wacana ini, baik tari yang berasal dari
budaya primitif, tari tradisional yang berkembang di istana (biasa disebut klasik),
tari yang hidup dikalangan masyarakat pedesaan dengan ciri “kerakyatan”,
maupun tari yang berkembang di masyarakat perkotaan (sering mendapat lebel
“pop”), dan tari “modern” atau “kreasibaru”, kehadirannya sesungguhnya tak
akan lepas dari masyarakat pendukungnya. Keberadaan seni tari dengan
lingkungannya, benar-benar merupakan masalah sosial yang cukup menarik.3
Salah satu kesenian tari yang berkembang dan bertahan bahkan hingga kini di
tengah masyarakat Kabupaten Kerinci adalah tari Rentak Kudo. Kerinci adalah
suatu kawasan yang terletak di dataran tinggi Puncak Andalas (Bukit Barisan),
3
Hadi, Sumandiyo. 2005. SosiologiTari. Yogjakarta :Pustaka
4
Sedyawati, Edi. 1986. PengetahuanElementerTariDanBeberapaMasalahTari.Jakarta:
DirektoratKesenian, ProyekPengembanganKesenian Jakarta. DepartemenPendidikan Dan
Kebudayaan
yang membentang di sepanjang gugus barat Pulau Sumatera. 5 Pada tahun 2020
ini, hampir seluruh masyarakat Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh masih
melestarikan kesenian Tari Rentak Kudo, salah satunya di Kecamatan Hamparan
Rawang.
Hamparan Rawang atau “Awo” dikenal dengan nama Hamparan Besar Tanah
Rawang adalah salah satu kecamatan di Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi.
Tanah Hamparan Rawang merupakan pusat pemerintahan, pusat kota dan
kebudayaan di kala itu, yaitu dalam lingkup pemerintahan Depati 8 helai kain
yang berpusat di hiang (Depati Atur Bumi) dimana Hamparan Rawang menjadi
sebuah tempat pertemuan atau rapat-rapat besar Adat Kerinci.6
Tari Rentak Kudo berasal dari daerah Hamparan Rawang. Mengenai asal usul
tari Rentak Kudo terdapat beragam pendapat mengenainya, tetapi menurut
seniman-seniman senior, kesenian ini telah dipelajari dan dilaksanakan jauh
sebelum mereka lahir. Hanya saja, asal usulnya menjadi kabur seiring perjalanan
waktu karena minimnya bukti atau sumber yang ditinggalkan.
Kesenian Tari Rentak Kudo ini terus di jaga secara turun temurun oleh
seniman lokal Kerinci dari generasi ke generasi, walaupun keberadaannya sangat
sedikit pada saat ini dan mulai pudar.Rentak Kudo sangat identik dengan tarian
yang memperagakan seorang “Pengasuh” atau orang yang mengiringi tarian
dengan pantun-pantun berbahasa Rawang.Gerakan Tari Rentak Kudo pada
awalnya bersumber dari gerak-gerak silat, terutama gerak silat Langkah Tigo.
Gerakan kaki yang menghentak-hentak seperti kuda dengan iringan gong dan
gendang.7
Pada zaman dahulu, sebelum menarikan Ntak awo, ada beberapa syarat yang
dilakukan terlebih dahulu, yaitu meletakkan sekapur sirih yang ditanamkan di
sudut-sudut tempat pelaksanaan, pembakaran kemenyan dan disediakan bunga
5
Budhi Vrihaspathi Jauhari dan Dpt.Eka Putra, Senarai Sejarah Kebudayaan Suku Kerinci,
(Sungai Penuh: LSM Bina Potensia Aditya Mahatva Yodha,2012)
6
Wawancara bapak Maurizal salah satu tokoh adat Kecamatan Hamparan Rawang
7
Dais Dharmawan Paluseri,dkk.,Penetapan Warisan Budaya Tak Benda (Indonesia:Direktorat
Warisan dan Diploma Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan,2018) hlm 49
tujuh warna. Sebelum memulai, gendang atau rebana gedang biasanya diasapi
terlebih dahulu. Hal tersebut dimaksudkan untuk memohon keselamatan kepada
Sang Pencipta agar acara atau perhelatan yang akan dilaksanakan dapat berjalan
dengan baik.8
Rentak Kudo dipertunjukan dalam sebuah acara yang sangat sakral bagi
masyarakat Adat Hamparan Rawang, seperti acara perayaan musim panen,
Kenduri Sko, pernikahan, dan acara-acara festival kebudayaan.Berbeda dengan
kesenian tari lainnya di Kota Sungai Penuh seperti Tari Iyo-iyo, Rangguk yang
biasanya di pertunjukkan untuk upacara penyambutan. Tari Rentak Kudo
merupakan tari yang bernuansa riang gembira yang dimaksudkan untuk
merayakan sesuatu dengan kegembiraan, seperti musim panen, pernikahan, dan
sebagainya. Bahkan saat ini, Rentak Kudo banyak disajikan sebagai tari perayaan
pembukaan sebuah usaha.9 Namun pada saat ini, Tari Rentak Kudo tidak pernah
lagi digelar sebagai perayaan musim panen, pergelaran tari ini pada umumnya
digelar ketika acara pernikahan dan beberapa acara adat saja.
Tari Rentak Kudo selalu ditarikan dengan 1 sampai puluhan orang penari.
Media atau instrumen musik yang mengiring tari Rentak Kudo pada zaman
dahulu hanya berupa gong dan gendang. Namun, seiring dengan datangnya
kebudayaan baru melalui arus teknologi komunikasi dan informasi, hal ini
berdampak kepada tata cara pelaksanaan tari Rentak Kudo. Dampak yang paling
dirasakan oleh masyarakat Hamparan Rawang adalah dalam segi instrument
musiknya. Pada saat ini, para pengasuh kerap menyisipkan suatu musik remix
untuk memperkaya musik mereka. Sayangnya, musik remix justru mengikis
music tradisional yang berada didalamnya.
Memasuki era digital awal 2005, Perkembangan instrumen musik yang dari
memakai gendang dan gong berkembang memakai instrumen musik yang lebih
modern yaitu organ dan beberapa alat musik lainnya. Berangkat dari landasan
tersebut, muncul beberapa grup atau kelompok usaha musikal yang menawarkan
jasa pengiringan tari Rentak Kudo untuk acara-acara pernikahan, orientasi grup
8
ibid
Wawancara dengan Tokoh maestro Rentak Kudo Ibu Ruwaida
9
ini tak hanya di Kecamatan Hamparan Rawang saja, namun juga sudah mencakup
Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh bahkan hingga ke luar Provinsi seperti
Jambi, Sumatera Barat dan Bengkulu.10
Tokoh legendaris yang masih mempopulerkan Tari Rentak Kudo pada tahun
2020 ini adalah Ibu Ruwaida dari desa Tanjung, Kecamatan Hamparan Rawang.
Beliau adalah salah satu “Pengasuh” ( Orang yang mengiringi pantun ) yang
masih populer di Kecamatan Hamparan Rawang. Beliau mulai mendalami peran
sebagai Pengasuh sejak tahun 1990 dan masih bertahan hingga sekarang.
Selain itu, Pemerintahan Kota Sungai Penuh dalam menjaga dan melestarikan
kesenian tradisional Tari Rentak Kudo sudah melakukan beberapa upaya salah
satunya adalah masih menampilkan kesenian ini dalam berbagai festival sehingga
tari ini menjadi semakin populer di tengah masyarakat. Tari Rentak Kudo juga
sudah didaftarakan ke Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dalam
kegiatan Penetapan Warisan Tak Benda ( WBTB ) tahun 2018 lalu.
10
Wawancara bapak Rudi pemilik grup Male Inai Musik
1.2 RUMUSAN MASALAH
2. Mengetahui perubahan nilai, tata cara dan alat musik yang digunakan
pada kesenian tradisional Tari Rentak Kudo di kecamatan Hamparan
Rawang tahun 1990-2019
a. Manfaat teoretis
1. Memberikan sumbangan secara keilmuan terhadap kesenian
tradisional Tari Rentak Kudo.
2. Meningkatkan pengetahuan tentang perkembangan Tari Rentak Kudo
sebagai peninggalan leluhur
b. Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi seluruh masyarakat
terutama masyarakat Kecamatan Hamparan Rawang sebagai sumber
pengetahuan
2. Kontribusi kepada masyarakat Hamparan Rawang sebagai usaha
melestarikan kesenian tradisional Rentak Kudo.
Kemudian dalam artikel yang ditulis oleh Sintia dan Susi menjelaskan
tentang Tari Rentak Kudo Dalam Kehidupan Masyarakat Desa Debai, bahwa
kerap terjadi perilaku-perilaku penyimpangan sosial setiap terdapat pelaksanaan
Tari Rentak Kudo.12 Ini berbeda dengan penelitian penulis yang lebih melihat dari
sisi historisnya.
Penelitian dengan tema yang sama juga dilakukan oleh Lola dkk, yang
menjelaskan Tari Rantak di Sumatera Barat mulai jarang dipertontonkan karena
beberapa faktor yang mempengaruhi kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
keberadaan tari Rantak, hal ini diperkuat dengan hadirnya musik modern yang
menyebabkan tari Rantak mulai jarang ditampilkan.13 Perbedaan Tari Rantak di
Sumatera Barat dan Rentak Kudo di Kota Sungai Penuh adalah dalam segi tata
cara, dan gerakan tari yang dikandung oleh masing-masing tari tersebut.
11
Andreas, Boyke Bobbi. (2013). “Studi Terhadap Adanya Dua Versi Rentak Kudo untuk Acara
Pernikahan di Desa Rawang”. E-Jurnal Sendratasik FBS Universitas Negeri Padang Vol 2 No 1
2013 Seri B
12
Sintia Farsalena, Susi Fitria. (2020). “Perubahan Tari Rentak Kudo dalam kehidupan sosial
Masyarakat” Diakronika, Vol. 20 No.1 Th. 2020
13
Lola, Indrayuda, dkk. (2019). “Keberadaan Tari Rantak dalam masyarakat pecinta seni di
Sumatera Barat: Antara mentradisi dan anggapan sebagai tari tradisional”. E-Jurnal Sendratasik
Vol 7 No 1 2019 Seri B
Dalam penelitian ini, penulis menjelaskan tentang seni tradisional
masyarakat Hamparan Rawang dalam perkembangannya dari masa ke masa dan
perubahan nilai, tata cara dan alat musik yang terjadi dalam tari rentak kudo pada
masa sekarang.
14
Wiranata, I Gede. (2011). “Antropologi Budaya”. Jakarta: Citra Aditya Bakti PT
15
Andewi, Keni. (2019). “Mengenal Seni Tari”. Semarang: Mutiara Aksara
16
ibid
17
Mochtar Lubis, Mochtar Lubis Berbicara Menjawab Pertanyaan Wartawan (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 1992) hlm 83
Rentak Kudo adalah sebuah kesenian tradisional dari Kecamatan Hamparan
Rawang yang merupakan sebuah tarian. Tari Rentak Kudo adalah tari yang
sangat populer dan digemari oleh masyarakat Kecamatan Hamparan Rawang.
Gerakan tari ini berupa hentakan kaki seperti kuda yang diiringi dengan pantun-
pantun berbahasa daerah. Tari ini sering dijumpai pada setiap acara perayaan
sesuatu yang dianggap sakral oleh masyarakat dan juga dalam pesat-pesta
pernikahan di Kota Sungai Penuh.
Metode Penelitian Sejarah adalah cara kerja untuk dapat memahami objek
yang menjadi sasaran penelitian sejarah. Metode penelitian sejarah terdiri dari
berbagai tahap yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi.18
1. Heuristik
Heuristik atau tahap mencari, menemukan, mengumpulkan sumber-
sumber dalam berbagai bentuk untuk dapat mengetahui data-data yang
diperlukan dalam penelitian sejarah. Pada tahap ini, penulis
mengumpulkan data terkait penelitian ini, baik sumber tertulis sepertiu
buku, artikel, skrips, jurnal, dan dokumen yang diperoleh dalam
kunjungan ke Kantor Dinas Pariwisata dan kebudayaan kota Sungai
Penuh.
Buku yang didapat mengenai Tari Rentak Kudo adalah buku yang
berjudul penetapan warisan budaya takbenda Indonesia tahun 2018 yang
ditulis oleh Dais Dharmawan Paluseri dkk, Buku ini memberikan
informasi mengenai Warisan Budaya Takbenda. Terdapat 225 karya
budaya dalam buku ini yang telah melalui tahapan penilaian oleh tim ahli
warisan budaya takbenda. Pada bagian halaman ke-49 membahas
mengenai seni pertunjukan Tari rentak kudo atau Ntak awo yaitu tentang
asal mula munculnya kesenian tari rentak kudo dan tata cara dari tarian
rentak kudo.
Untuk mendukung dan melengkapi data tertulis, penulis melakukan
wawancara kepada maestro kesenian Tari Rentak Kudo di kecamatan
Hamparan Rawang yatu Ibu Ruwaida (70 tahun), serta tokoh-tokoh adat
depati ninik mamak yang ada di kecamatan Hamparan Rawang. Teknik
ini dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada pihak yang
dianggap mengetahui kesenian Tari Rentak Kudo. Wawancara yang
18
Laksono, Anton. (2018). “Apa itu sejarah; pengertian, ruang lingkup, metode dan penelitian”.
Pontianak: Derwati Press.
dilakukan secara terstruktur dan sistematis mengacu pada rumusan
masalah.
2. Verifikasi
Verifikasi atau kritik sumber merupakan tahap dimana penulis
menyaring, memilih serta menentukan sumber-sumber mana saja yang
bisa digunakan sebagai bahan untuk penelitian Perkembangan Tari
Rentak Kudo, dengan kata lain pada tahap ini penulis melakukan upaya
untuk mengkaji keaslian (otentisitas) yang ditelususri secara mendalam
tentang perkembangan Tari Rentak Kudo untuk mendapatkan keabsahan
sumber yang maksimal.
Sumber tertulis yang ditemukan dapat dikritik dari berbagai kondisi.
Seperti kertas sudah menguning dengan tinta yang masih tampak jelas
maupun terlihat pudar. Adapun kritik intern yang dilakukan dengan cara
menelaah isi dari kandungan serta membandingkan dengan referensi
lainnya yang memiliki keterkaitan dengan penelitian, sehingga penulis
dapat menarik kesimpulan atas sumber yang telah diperoleh.
Sumber lisan diperoleh dalam penelitian ini yaitu dengan melihat
keaslian sumber dengan informan yang berkaitan dengan Seni tradisional
rentak kudo akan lebih diutamakan. Agar informasi yang didapat tidak
subjektif. Maka penulis tidak hanya melakukan wawancara dengan
seniman saja. Melainkan dengan masyarakat yang berkaitan dalam tari
rentak kudo.19
3. Interpretasi
Interpretasi adalah penafsiran terhadap fakta-fakta sejarah dan
merangkai fakta tersebut menjadi satu kesatuan.20 Pada tahap ini, penulis
berusaha menafsirkan informasi tentang Perkembangan Tari Rentak
Kudo di kecamatan Hamparan Rawang tahun 1990-2019 agar relevan.
19
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah Islam (Yogjakarta: diterbitkan oleh ombak,
2011), hlm 108
20
Laksono, Anton. (2018). “Apa itu sejarah; pengertian, ruang lingkup, metode dan penelitian”.
Pontianak: Derwati Press. Hlm 109
4. Historiografi
Sebagai fase terakhir dalam metode sejarah, historiografi disini
merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian
sejarah yang telah dilakukan. Adapun syarat umum yang harus
diperhatikan oleh peneliti dalam pemaparan sejarah.
Pertama, peneliti harus memiliki kemampuan mengungkapkan
dengan bahasa yang baik. Misalnya, peneliti harus memperhatikan aturan
atau pedoman bahasa Indonesia yang baik, mengerti bagaimana memilih
kata atau gaya bahasa yang tepat dalam mengungkapkan. Maksudnya,
bahasa yang mudah dan jelas dipahami, tidak menggunakan bahasa sastra
murni yang cenderung membuat kelebihan-kelebihan tulisannya, dan
data dipaparkan seperti apa adanya atau seperti yang dipahami oleh
peneliti dan dengan gaya bahasa yang khas.
22
Yasin, A. K. (1992). Mengenal Hukum Adat Alam Kerinci Serta Hak dan Kewajiban
Tengganai, Nenek Mamak dan Depati dalam Membina Persatuan dan Kesatuan Serta Kerukunan
Hidup di Desa dalam Kabupaten DATI II Kerinci. Kerinci: Hasil Musyawarah Adat Alam Kerinci
Kecamatan Hamparan Rawang secara administratif berbatasan dengan
Kecamatan Sungai Penuh di Barat Daya, dan Kecamatan Tanah Kampung di
Tenggara, serta Kecamatan Pesisir Bukit di Barat. Kecamatan Hamparan Rawang
merupakan daerah terluar dari kota Sungai Penuh yang berbatasan dengan
Kabupaten Kerinci. Kawasan Hamparan Rawang memiliki luas daerah + 1,21
Km2 dengan persentase 3,10 % dari luas daerah Kota Sungai Penuh. Berjarak 5
KM dari pusat Kota Sungai Penuh dengan jumlah Penduduk 15.236 jiwa pada
tahun 2015.23
Secara Historis Kerinci dibagi menjadi dua wilayah yaitu Kerinci tinggi
dan Kerinci Rendah. Kerinci Tinggi adalah kawasan yang berada pada
pegunungan Bukit Barisan bagian barat. Sungai-sungai yang berada di kawasan
ini berarus deras, beriam, berair terjun (bertelun), berbatu, dan berpermukaan
sempit. Kerinci Rendah merupakan wilayah yang berada pada Bukit Barisan
bagian timur. Wilayah ini lebih rendah dari pada wilayah barat. Topografi
kawasan ini berbukit-bukit dimana sungai-sungai mengalir dengan arus yang
tenang, tidak berbatu, berpermukaan lebar, sehingga dapat dilayari kapal-kapal
kecil.25
Pada masa lampau Kerinci merupakan Daerah yang dipimpin oleh masing-
masing pemimpin yang disebut dengan “Sigindo” yang berjumlah 9 orang
Sigindo. Mereka memiliki daerah masing-masing dan bertugas menjaga serta
memakmurkan daerah yang dipimpinnya, bagi masyarakat Kerinci seorang
pemimpin digambarkan dalam satu istilah, “Yang mumakan aboih mumancung
putuh, yang munghitamkan dan mumutihkan sesuatu” yang jika diartikan dalam
Bahasa Indonesia berarti yang memakan habis memancung putus, yang
menghitamkan dan memutihkan sesuatu. Maknanya sebagai sosok seorang
pemimpin dalam Masyarakat Kerinci adalah mereka yang arif bijaksana yang jika
mengatasi suatu masalah pasti akan selesai.
Antara satu sigindo dan sigindo lain terjalin hubungan yang amat
harmonis dengan Sistem kekeluargaan, hal ini dituangkan oleh masyarakat
24
Budhi Vrihaspathi Jauhari dan Dpt.Eka Putra, Senarai Sejarah Kebudayaan Suku Kerinci,
(Sungai Penuh: LSM Bina Potensia Aditya Mahatva Yodha,2012)
25
Idris Djakfar dan Indra Idris, Menguak Tabir Prasejarah di Alam Kerinci, Sungai Penuh:
Pemerintah Kabupaten Kerinci, 2001
Kerinci dalam sebuah kiasan “Ringan samo dijinjing, berat samo dipikul,
babenteng dado berkuto betis, menghadap musuh setapak langkanh pun idak
surut dalam manulong”. Maknanya persatuan dalam kelompok haruslah solid dan
bekerja sama dalam menghadapi apapun termasuk menghadapi musuh.
26
ibid
Setelah kekuasaan Pamuncak Berakhir, gelar pemimpin di Kerinci beralih
menjadi gelar Depati. Dalam Tambo Kerinci dikatakan bahwa setelah tiga tahun
naik takhta Raja Kerajaan Pagaruyung Adityawarman (1350) datang ke Kerinci
tinggi dan Kerinci Rendah, ia mengganti gelar-gelar kepala adat dan raja-raja
yang berkuasa di Kerinci dengan gelar Depati. Sejak zaman Sigindo berlanjut ke
Pamuncak hingga kepemimpinan Depati, Daerah Hamparan Rawang menjadi
suatu tempat mengadakan rapat besar adat.27
Depati merupakan suatu lembaga tertinggi dalam dusun. Dalam dusun ada
4 pilar yang disebut golongan 4 jenis, yaitu golongan adat, ulama, cendekiawan
dan pemuda. Keempat pilar ini merupakan pemimpin formal. Bentuk
pemerintahan Kerinci sebelum kedatangan Belanda dengan sistem demokrasi asli,
merupakan sistem otonomi murni. Ke laut berbunga pasir, ke rimba berbunga
kayu, ke sungai berbunga batu dan seterusnya. Eksekutif adalah Depati dan Ninik
Mamak, Legislatif adalah orang tuo cerdik pandai sebagai penasehat
pemerintahan. Depati juga punya kekuasaan menghukum dan mendenda diatur
dengan adat yang berlaku dengan demikian dwi fungsi Depati ini adalah juga
sebagai yudikatif dusun. Inipun berlaku sampai sekarang untuk pemerintahan
desa, juga pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang dipergunakan untuk
kepentingan memperkuat penjajahannya di Kerinci. Depati yang memimpin
daerah alam Kerinci adalah persatuan Depati Empat-Delapan Helai Kain.28
Depati merupakan gelar adat tertinggi dalam satu wilayah yang disebut „parit
bersudut empat’. Seorang depati haruslah yang memiliki „simbai ekornya, tajam
tajinya dan nyaring kokoknya‟. Artinya seorang depati adalah orang yang
memiliki keberanian untuk berkata benar, berwibawa dan berwatak
kepemimpinan. Nyaring kokok-nya berarti pandai berkata-kata, berpengaruh dan
sanggup mengatasi massa, tahu ireng jo gendeng, tahu tahan yang menimpa, tahu
diranting yang melecut arif bijaksana Depati dipilih dari seseorang yang ada
27
Budhi Vrihaspathi Jauhari, op. cit.
28
Pemerintah Kabupaten Kerinci Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, 2004
warisnya, menurut adat disebut “berkubur berpendam, bertampang berturai, adat
bersendi alur, alur bersendi patut, patut bersendi dengan benar‟. Pengaruh depati
sangat tertanam di dalam masyarakat dusun, „pusat jala tumpuan ikan‟
mempunyai fungsi yang besar sekali menghukum, mendenda, melarik, menjaga,
mengajum, mengarah menghela membentang dan memelihara baik buruknya anak
kemenakan di dusun serta kemajuan pembangunan dusun. Di bawah depati ada
ninik mamak (permenti) yang terdiri dari rio, datuk dan pemangku. Ninik mamak
mempunyai kekuasaan dalam segala masalah kehidupan masyarakat adat yang
bertugas „keruh dijernih, kusut diselesaikan, rantau jauh dijelang, rantau dekat
dikadano (dilayani)‟.
Pada masa lalu nilai nilai kekeluargaan dan kekerabatan masyarakat suku
Kerinci sangat dekat dan akrab, hubungan antara satu dusun dengan dusun yang
lain saling berkaitan, masyarakat suku Kerinci merupakan satu kesatuan hukum
adat, dan pada prinsipnya status Hamparan Besar Tanah Rawang berstatus
ditinggikan setingkat derajatnya dari rumah gedang, rumah adat atau rumah
pusako yang lainnya yang ada di alam Kerinci, alasan yang membuat Hamparan
Besar Tanah Rawang dinaikkan setingkat derajatnya dengan alasan Hamparan
Besar Tanah Rawang merupakan tempat pertemuan (Sidang Paripurna) para
Depati se Alam Kerinci untuk membahas berbagai permasalahan adat dan syara’.
Pada masa Kolonial Belanda yang menduduki Daerah Kerinci tahun 1903
melalui Muko-muko menggabungkan daerah Kerinci dengan wilayah keresidenan
Sumatera Barat, Hamparan Rawang yang notabene adalah bagian dari Kerinci itu
juga merasakan dampak penggabungan tersebut. Ini juga berlangsung pada masa
pendudukan Jepang dimana Kerinci merupakan salah satu daerah yang masuk ke
dalam Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci.29
29
Yulida. (1993). Kerinci pada Masa Agresi Kedua: Studi Tentang Reaksi Rakyat terhadap
Perjuangan Republik Indonesia (1945-1949). Universitas Andalas
perjuangan seperti Majelis Perjuangan Rakyat Kerinci (MPRK), Tentara Pelajar
(TP), dan Badan Pengawal Nagari dan Kota (BPNK).30
Istilah masyarakat berasal dari kata bahasa Arab syaraka yang berarti (ikut
serta dan berpartisipasi). Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling
bergaul, dalam istilah ilmiah adalah saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia
dapat mempunyai prasarana melalui warga-warganya dapat saling berinteraksi.
Definisi lain, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang
terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Kontinuitas merupakan kesatuan
masyarakat yang memiliki keempat ciri yaitu: 1) Interaksi antar warga-warganya,
2). Adat istiadat, 3) Kontinuitas waktu, 4) Rasa identitas kuat yang mengikat
semua warga.31
30
Pemerintah Kabupaten Kerinci Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. (2004). Sejarah Perjuangan
Rakyat Kerinci (Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia 1945-1949). Padang:
VISIgraf.
31
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: RinekaCipta
yang telah membudaya bagi individu atau kelompok di mana kebiasaan hidup
yang membudaya ini biasanya disebut dengan culture activity, kemudian ia juga
menjelaskan pula bahwa dalam semua masyarakat di dunia baik yang sederhana
maupun yang kompleks, pola interaksi atau pergaulan hidup antara individu
menunjuk pada perbedaan kedudukan dan derajat atau status kriteria dalam
membedakan status pada masyarakat yang kecil biasanya sangat sederhana,
karena disamping jumlah warganya yang relatif sedikit, juga orang-orang yang
dianggap tinggi statusnya tidak begitu banyak jumlah maupun ragamnya.32
32
Arifin, Zaenal. 2002. Kondisi Sosial Ekonomi Petani Tebu di Desa Negara Batin Sungkai
Selatan. Unila. Bandar Lampung.
33
Data BPS Kota Sungai Penuh, 2015
Di Kota Sungai Penuh terkhususnya di Kecamatan Hamparan Rawang
terdapat berbagai macam produk kesenian tradisional yang hidup ditengah
masyarakat seperti kesenian Tale, Rangguk, Tauh, Iyo-iyo, serta Tari Rentak
Kudo. Dalam upaya melestarikan Tari Rentak Kudo sudah sepatutnya masyarakat
pendukung dari Tari Rentak Kudo mengetahui nilai dan makna filosofis dari Tari
Rentak Kudo. Melihat dari proses perkembangannya Tari Rentak Kudo dikatakan
hampir kehilangan makna-makna tradisionalnya, kesenian ini mengikuti arus
teknologi dan informasi yang begitu masif sehingga perkembangannya tidak dapat
dikontrol.
Fenomena dan kasus yang dipaparkan diatas sejalan dengan salah satu jurnal
DIAKRONIKA VOL 20 No 1 Tahun 2020 yang ditulis oleh Sintia dan Susi
tentang “Perubahan Tari Rentak Kudo Dalam Kehidupan Sosial Masyarakat”.
Dalam Jurnal tersebut dikatakan bahwa acara Rentak Kudo di Desa Debai kerap
menjadi ajang kericuhan yang begitu meresahkan masyarakat, salah satu faktor
yang menyebabkan hal tersebut terjadi adalah pergelaran Rentak Kudo yang
dilaksanakan pada malam hari dan melibatkan para pemuda yang tak jarang
menyaksikan Rentak Kudo dalam keadaan mabuk.
Rentak Kudo menjadi salah satu kesenian yang begitu melekat dimasyarakat
Kecamatan Hamparan Rawang sebab diberbagai acara akan selalu dihadirkan
pertunjukan Tari Rentak Kudo. Berdasarkan hasil wawanvcara penulis dengan
salah satu masyarakat Kecamatan Hamparan Rawang Bapak Junaidi (49 Tahun),
Epbudiman, Pemuda desa Cempaka, Wawancara dengan penulis, 12 September 2020, Cempaka,
34
Ibu Harnita (30 Tahun) yang berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga
menimpali bahwa kecil kemungkinan masyarakat Hamparan Rawang tidak
mengetahui Rentak Kudo yang begitu populer, dalam pemaparannya Ibu Harnita
mengatakan bahwa Rentak Kudo patut diapresiasi dan dilestarikan, bahkan bagi
orang perantauan yang merantau ke Kerinci pun mengetahui tentang Rentak Kudo
ini.
35
Junaidi Johar, Masyarakat desa Larik Kemahan, Wawancara dengan penulis, 13 September
2020, Larik Kemahan, Kecamatan Hamparan Rawang.
36
Samhati, Guru SMP 4 Sungai Penuh, wawancara dengan penulis, 20 September 2020,
Simpang Tiga, Kecamatan Hamparan Rawang.
37
Arifin, Masyarakat desa Larik Kemahan, wawancara dengan penulis, 20 September 2020,
Lingkungan Pemancar TVRI, Kecamatan Hamparan Rawang.
BAB III
Kesenian adalah salah satu isi dari kebudayaan manusia secara umum,
karena dengan berkesenian merupakan cerminan dari suatu bentuk peradaban
yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan keinginan dan cita-cita yang
berpedoman kepada nilai-nilai yang berlaku dan dilakukan dalam bentuk aktifitas
berkesenian, sehingga masyarakat mengetahui bentuk keseniannya.38
40
Astono, S. (2006) Apresiasi seni (Seni tari dan seni musik). Jakarta:Yusdisdtira
Tari adalah gerak tubuh secara berirama yang dilakukan di tempat dan waktu
tertentu untuk keperluan pergaulan, mengungkapkan perasaan, maksud, dan
pikiran. Bunyi-bunyian yang disebut musik pengiring tari mengatur gerakan
penari dan memperkuat maksud yang ingin disampaikan. Gerakan tari berbeda
dari gerakan sehari-hari seperti berlari, berjalan, atau bersenam. Menurut jenisnya,
tari digolongkan menjadi tari rakyat, tari klasik, dan tari kreasi baru. Dansa adalah
tari asal kebudayaan Barat yang dilakukan pasangan pria-wanita dengan
berpegangan tangan atau berpelukan sambil diiringi musik.41
3.1.1 RUWAIDA
Tari Rentak Kudo adalah sebuah tarian yang berasal dari Kecamatan
Hamparan Rawang dengan Gerakan tari yang menghentak-hentak seperti kuda,
para penari diiringi dengan gendang dan gong serta seorang vokalis yang disebut
pengasuh. Tari Rentak Kudo kerap digelar untuk merayakan suatu perayaan oleh
masyarakat Kecamatan Hamparan Rawang seperti pesta pernikahan, kenduri sko,
akikah, dan sebagainya. Tentang asal-usul terciptanya tari ini masih terdapat
banyak perbedaan pendapat dikalangan seniman dan tokoh-tokoh adat di
Kecamatan Hamparan Rawang, akibat minimnya sumber data dan informasi
mengenainya. Namun para seniman dan tokoh adat memaparkan bahwa Tari
Rentak Kudo sudah dipelajari dan dilaksanakan jauh sebelum mereka lahir. Tari
ini mulai populer dimasyarakat Kecamatan Hamparan Rawang sejak kebutuhan
hiburan bernuansa adat di acara musim panen dan pernikahan, namun disekitar
tahun 1990-an dimana masyarakat Kecamatan Hamparan Rawang mulai
memasukkan Tari Rentak Kudo sebagai bentuk rasa syukur kepada sang pencipta.
Pergelaran Rentak Kudo selalu identic dengan nuansa riang gembira, ini sejalan
dengan fungsinya sebagai tari perayaan di Kecamatan Hamparan Rawang.
Kesenian Tari Rentak Kudo ini terus di jaga secara turun temurun oleh seniman
lokal Kerinci dari generasi ke generasi, walaupun keberadaannya sangat sedikit
41
Hidayat , R. (2005). Wawasan seni tari. Artikel. (Diterbitkan). Malang: Jurusan Seni dan
Desain Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
pada saat ini dan mulai pudar. Rentak Kudo sangat identik dengan tarian yang
memperagakan seorang “Pengasuh” atau orang yang mengiringi tarian dengan
pantun-pantun berbahasa Rawang.
Asal usul nama Rentak Kudo ini diambil dari gerakannya yang
menghentak-hentak seperti kuda, setiap penari dalam tari Rentak Kudo ini
menghentakkan kaki mereka dengan keras seperti hentakkan kaki kuda. Rentak
Kudo mulai popular di kalangan masyarakat Kecamatan Hamparan pada awal 90-
an. Berawal dari tarian yang menjadi symbol perayaan untuk sebuah pesta
pernikahan atau perayaan musim panen Tarian ini selalu dipentaskan dengan
nuansa riang gembira. Sebagai kesenian yang berasal dari masyarakat Hamparan
Rawang dengan perkembangan animisme-dinamisme yang begitu kental, Tarian
Rentak Kudo begitu dekat dengan hal-hal mistis. Bahkan setiap pergelaran Rentak
Kudo tak jarang mengalami “Pingsau” yang berarti Pingsan tak sadarkan diri
Kesurupan ninek. Sebelum melakukan Tari Rentak Kudo disekitar tempat
pergelaran sering diasapi dengan kemenyan, tangan dari pemukul gendang
(Rebana) juga tak luput dari asap kemenyan, hal ini disebabkan oleh kepercayaan
masyarakat Hamparan Rawang yang percaya bahwa orang yang bertugas
memukul gendang sering mengalami tangan berat tiba-tiba di tengah
pergelarannya.
Pada zaman dahulu, sebelum menarikan Ntak awo, ada beberapa syarat
yang dilakukan terlebih dahulu, yaitu meletakkan sekapur sirih yang ditanamkan
di sudut-sudut tempat pelaksanaan, pembakaran kemenyan dan disediakan bunga
tujuh warna. Sebelum memulai, gendang atau rebana gedang biasanya diasapi
terlebih dahulu. Hal tersebut dimaksudkan untuk memohon keselamatan kepada
Sang Pencipta agar acara atau perhelatan yang akan dilaksanakan dapat berjalan
dengan baik.
42
Ruwaida, Tokoh Maestro Kesenian Rentak Kudo, Wawancara dengan penulis, 10 September
2020, Desa Tanjung, Kecamatan Hamparan Rawang.
Hasil wawancara penulis dengan seorang tokoh Depati dari Kecamatan
Hamparan Rawang memaparkan bahwa Tari Rentak Kudo adalah tarian sakral
bagi masyarakat adat Kerinci. Tari ini adalah ungkapan wujud rasa syukur kepada
sang pencipta atas nikmat yang telah diberikan seperti hasil panen, syukur
dihindarkan dari musibah, perayaan hari besar adat, perayaan hari Bahagia
pernikahan, dan sebagainya. Tari ini adalah tari riang gembira dan menjadi salah
satu ajang untuk mempererat silahturahmi keluarga serta masyarakat Kecamatan
Hamparan Rawang. Dalam perayaannya, undangan atau sering disebut oleh
masyarakat kecamatan Hamparan Rawang sebagai Manggoi atau
memanggil/mengundang seluruh anggota keluarga terdekat dan masyarakat
sekitar untuk sama-sama merayakan nikmat dari sang pencipta sehingga
silahturahmi dapat dipererat dengan berkumpulnya anggota keluarga.
Rentak Kudo berasal dari dua kata yaitu Rentak yang berarti
hentak/hentakan dan Kudo yang berarti Kuda sehingga nama tari ini sudah
menggambarkan Gerakan-gerakannya yang menghentak seperti kuda. Rentak
Kudo sudah digelar dan dipelajari jauh sebelum beliau lahir, dahulu Rentak Kudo
lebih sering difungsikan diacara besar saja seperti kenduri sko dan perayaan
musim panen, namun disekitar tahun 1980-an Rentak Kudo mulai digelar di acara
syukuran maupun pernikahan masyarkat Kecamatan Hamparan Rawang.
Intensitas perayaan Rentak Kudo yang tinggi disertai antusias masyarakat yang
peduli terhadap Rentak Kudo membuat tari ini lama-lama menjadi budaya dan
melekat dengan acara pernikahan, sehingga sampai saat ini Rentak Kudo menjadi
kebiasaan dan tak pernah luput dari perayaan acara Pernikahan.
Pada awalnya, Tari Rentak Kudo hanya dikhususkan untuk pria saja
karena Gerakan-gerakannya merupakan Gerakan silat, serta gerakannya pada
zaman dahulu Gerakan yang beraturan, seiring dengan perkembangannya para
penari wanita mulai diperbolehkan untuk melakukan Rentak Kudo namun antara
kelompok pria dan kelompok penari wanita dipisahkan, para pria menari satu
kelompok begitu pula dengan penari wanitanya. Tari ini muncul ketika para
pemuda/hulubalang yang sedang beristirahat mencoba menghilangkan Lelah
dengan memainkan gendang dan memadukannya dengan Gerakan silat yang telah
mereka pelajari, namun pada awalnya tari Rentak Kudo belum diberi nama seperti
sekarang. Namun seiring dengan perkembangan zaman, Gerakan yang telah ada
tadi dimodifikasi sehingga mulai menjadi tari yang teratur, tari Rentak Kudo
lama-kelamaan menjadi tari pergaulan dimana semua orang mengenalnya dan
mempelajarinya serta Rentak Kudo mulai digelar disetiap perayaan.
Tari Rentak Kudo diiringi dengan alat musik sederhana tradisional seperti
Gendang, Rebana, Gong, Talam, Gelas dan sendok. Para Penari terdiri dari pria
dan wanita yang kelompoknya dipisahkan sehingga dapat menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan. Rentak Kudo digelar dalam upacara adat sakral bagi
masyarakat Kerinci seperti Kenduri Sko, perayaan musim panen, syukuran, dan
acara pernikahan. Didalam upacara Kenduri Sko Tari Rentak Kudo kerap
dijadikan acara penutup dari beberapa prosesi yang telah dilakukan, ini sejalan
dengan fungsinya sebagai bentuk rasa syukur kepada sang pencipta.
43
Thamrin Aris, Dpt. Tokoh masyarakat dengan gelar Depati Tuo Mudo, Wawancara dengan
penulis, 14 Oktober 2020, Desa Larik Kemahan, Kecamatan Hamparan Rawang
pernikahan, di tahap pertama adalah acara “Ngimbeu sadeu dumeh” atau
Memanggil orang rumah dimana pada tahap ini pihak masing-masing keluarga
berkumpul dan mengungkapkan rencana untuk melaksanakan pernikahan,
selanjutnya tahap “Batuwaik & Ngantok Pletauk” atau Bertanya dan mengantar
sebuah tanda, dalam tahap ini mampelai pria serta keluarga besar datang ke
mempelai wanita untuk mengungkapkan dan meminta restu kepada orang tua
mampelai wanita dan apabila disetujui acara ini akan berlanjut ke mengantarkan
sebuah tanda berupa barang baik itu berupa pusaka seperti Al-Qur’an, dan keris
maupun barang keseharian mampelai pria seperti pakaian dan sebagainya. Tahap
selanjutnya adalah tahap “Ngimbeu Tueu” atau memanggil orang tua dimana
pada tahap ini kedua keluarga dan “Tueu Taiu” (Tokoh Keluarga) duduk
berunding tentang pelaksanaan pernikahan yang akan dilakukan serta doa
Bersama meminta kelancaran dan keselamatan acara yang akan digelar. Lalu
tahap terakhir ada acara “Kejeu” yang bermaksud sebagai acara utama
pelaksanaan pernikahan. Pada tahap inilah Tari Rentak Kudo digelar.44
Dalam perayaan musim panen Rentak Kudo biasanya digelar ketika hasil
panen (Padi) sudah siap untuk dibagikan kepada keluarga besar. Berkaitan dengan
ini Masyarakat Hamparan Rawang memiliki tanah keluarga yang selalu digarap
secara Bersama-sama, dalam beberapa kasus ada beberapa keluarga yang
44
Yefrizon, Seniman Hamparan Rawang, wawancara dengan penulis, 14 Oktober 2020,
Lingkungan Pemancar TVRI, Kecamatan Hamparan Rawang
45
Hilman (Alm), Tokoh Pemangku adat dan pegiat seni, wawancara dengan penulis, 16 Oktober
2020, Alam Mayang, Kecamatan Hamparan Rawang
menerapkan sistem bergilir, setelah melakukan pembagian hasil panen acara
syukuran tersebut diakhiri dengan menarikan Rentak Kudo.46
Dalam pelaksanaan Tari Rentak Kudo dibagi dalam dua tahap yaitu tahap
persiapan dan tahap utama. Tahap persiapan merupakan tahap yang harus
ditempuh sebelum acaranya dimulai. Tahap Utama merupakan tahap dimana
Rentak Kudo mulai digelar yang ditandai dengan adanya persembahan sesajian,
gendang dan gong yang mulai dimainkan, dan pengasuh mulai menyanyikan
pantun dan syair mereka.
Tahap Persiapan adalah tahap dimana seluruh elemen yang terlibat dalam
pergelaran Rentak Kudo mempersiapkan sesajian dan keperluan pelaksanaan
seperti daun sirih, pinang muda, rokok enau, dan bunga tujuh rupa yang
dikumpulkan dalam satu piring tradisional sebagai bentuik penghormatan kepada
sang pencipta. Setelah sesajian dipersiapkan proses selanjutnya adalah
pembakaran kemenyan yang difungsikan sebagai media pemanggilan arwah
nenek moyang dan orang-orang yang dianggap suci untuk datang menyaksikan
acara yang akan digelar. Jumlah penari dalam Rentak Kudo bervariatif tergantung
acara yang digelar, di acara seperti halal bil halal jumlah penari bahkan dapat
mencapai ratusan orang atau lebih.
Tahap utama diartikan ketika para pengasuh dan pengiring musik mulai
memainkan music mereka. Para penari mulai mengikuti alunan musik secara
khidmat, pembakaran kemenyan sebagai media pemanggilan roh nenek moyang
46
Mazini, Pegiat seni kecamatan Hamparan Rawang, wawancara dengan penulis, 16 Oktober
2020, Alam Mayang, Kecamatan Hamparan Rawang
dilakukan ditengah penari sehingga para penari jatuh semakin dalam mengikuti
alunan music. Pada tahap ini tak jarang terjadi keadaan dimana beberapa penari
mengalami kesurupan akibat terhipnotis oleh Rentak Kudo yang disuguhkan,
mereka yang kesurupan tersebut dipercaya oleh masyarakat Kecamatan Hamparan
Rawang sebagai roh nenek moyang yang hadir dan ikut berpatisipasi dalam
Rentak Kudo.47
1. Gerakan Tari
Gerakan tari Rentak Kudo diambil dari kehidupan masyarakat, gerakannya
bersifat fleksibel dan sederhana sehingga mudah untuk dipelajari oleh
berbagai kalangan. Gerakan tari ini diambil dari Gerakan silat Langkah
tigo serta Gerakan menghentakkan kaki sehingga menimbulkan suara
hentakan yang keras ke tanah. Gerakan menghentakkan kaki ini dilakukan
oleh semua penari dan menciptakan irama tambahan di dalam Tari
sehingga dapat menambah semarak dan euforia dalam menari. Terdapat
beberapa Gerakan formal yang disebut Gerakan sembah sebelum para
penari masuk ke dalam pergelaran Rentak Kudo, Gerakan tersebut
dikategorikan sebagai berikut;
1) Gerak sembah pertama bermakna sebagai symbol dari panen
masyarakat atau symbol dari wujud rasa syukur.
2) Gerak simpuh yang melambangkan sesuatu penghormatan kepada sang
pencipta
3) Gerak sembah kedua disertai dengan lari kecil sebagai ucapan selamat
datang kepada tokoh adat, kepala desa, dan orang yang dihormati
lainnya.
4) Gerak lingkaran dimana beberapa penari mengelilingi satu penari yang
sedang tak sadarkan diri.
5) Gerak sembah penutup.48
47
Ruwaida, op- cit
48
Risdar, Tetua Masyarakat Kecamatan Hamparan Rawang, wawancara dengan penulis, 17
Oktober 2020, Kampung Dalam, Kecamatan Hamparan Rawang
2. Musik Pengiring
Musik adalah elemen yang tidak dapat dipisahkan dalam kesenian tari
sebab perpaduan music dan tari dapat menciptakan Gerakan yang
harmonis. Alat music yang digunakan dalam Tari Rentak Kudo adalah
Rebana, Gendang, dan suling dengan iringan pantun, syair dan lirik oleh
seorang yang Pengasuh. Pada pergelaran saat ini Rentak Kudo lebih sering
diiringi dengan Organ Tunggal sebagai music pengiringnya, gendang dan
Rebana telah ditinggalkan.49
3. Busana
Busana atau kostum memiliki peran penting dalam sebuah penyajian
Rentak Kudo. Busana yang ditetapkan dalam rentak kudo tidak harus
memakai pakaian adat dari Kerinci, namun pada umumnya masyarakat
menggunakan busana sebagai berikut;
a. Baju Wanita
1. Tengkuluk
Tengkuluk adalah sebuah baju yang terbuat dari kain berwarna
merah yang dimasing sisinya diisi kapas dengan susunan
bertingkat berjumlah 25 cincin, sehingga total jumlahnya adalah 50
cincin.
2. Baju Kurung
Baju kurung Panjang yang panjangnya sebatas lutut dengan lengan
yang Panjang. Pada zaman dahulu terbuat dari tenun Kerinci,
namun pada masa sekarang sudah jarang yang memakainya.
3. Selempang, selempang berwarna hitam dengan motif geometris
berwarna emas
4. Kalung, gelang, dan anting
b. Baju Pria
49
Rudi, Pemilik grup Male Inai, wawancara dengan penulis, 18 Oktober 2020, Maliki Air,
Kecamatan Hamparan Rawang
1. Baju Teluk Belango sejenis baju dari kain tenun Kerinci yang
dihiasi sulaman benang berwarna emas
2. Sarung yang diikatkan dipinggang
3. Keris, berfungsi sebagai property yang melambangkan kesatria. Di
acara Kenduri Sko kadang menggunakan pedang Panjang yang
disebut oleh masyarakat Kecamatan Hamparan Rawang dengan
“Geliwoi”.50
50
Ruwaida, op- cit
Asaik berisi pantun-pantun yang menggambarkan sejarah Kerinci
serta asal usul nenek moyang Kerinci, didalamnya juga terselip
sejarah penciptaan hukum Kerinci.
Adapun lirik-lirik yang umum digunakan pada Rentak Kudo;
Kayo/Kaye: jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berarti “Anda” panggilan untuk
51
52
Ardat, Pengasuh Rentak Kudo, wawancara dengan penulis, 19 Oktober 2020, Koto Dian,
Kecamatan Hamparan Rawang
Nyiu bunamiu sirajeu alaih
(Dia bernama si raja alif/h)
Muwu luyau janggi tembagoi
(Membawa Loyang dengan tembaga)
Duo ticampauk kubande cine
(Dua terbuang ke banda cina)
Nyiu bunamiu si rajeu dapung
(Dia bernama si raja dapung)
Muwu tenang jangi tiurau
(Membawa tenang dengan terurai)
iiiiiii…iii..iii
kaleu talitai baleuk kujambiu
(kalua teliti pulang ke jambi)
undang-undang kuminangkabau
(undang-undang ke Minangkabau)
kaleu serauh tinggau dikincai
(kalau serahan tinggal dikerinci)
nyiu bunamiu adaik lembagoi
(ia bernama adat Lembaga)
adik lame pusakeu usang
(adat lama pusaka using)
idok lekau kuraniu paneh
(tak lekang karena panas)
idok lapauk kuraniu ujoi
(tak lapuk karena hujan)
53
Andri Kanik, Tokoh pengasuh Rentak Kudo, wawancara dengan penulis, 20 Oktober 2020,
Tanjung Muda, Kecamatan Hamparan Rawang
DAFTAR PUSTAKA