Anda di halaman 1dari 29

PARAFRASE PUISI

Dosen Pengampu : Emasta Evayanti Simanjuntak, S.Pd, M,Pd

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Menulis Kreatif”

Disusun oleh

WINDA LESTARI GULTOM

2193111006

Reg A IND 2019

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020

i
DAFTAR ISI

1. DAFTAR ISI.............................................................................................................i
2. BAB 1 PENDAHULUAN :
a. Latar belakang................................................................................................1
b. Rumusan masalah..........................................................................................1
c. Tujuan............................................................................................................1
3. BAB II PEMBAHASAN :
1. Pengertian Puisi.............................................................................................2
2. Puisi andaikan kita tersesat di hutan..............................................................3
3. Puisi mantra di dapur ibu...............................................................................4
4. Puisi titik........................................................................................................5
5. Puisi ombak.....................................................................................................6
6. Puisi kamus tawa............................................................................................8
7. Puisi laut.........................................................................................................9
8. Puisi rumah duka............................................................................................10
9. Puisi ruang.....................................................................................................11
10. Puisi tanyakan pada bau malam.....................................................................12
11. Puisi asterik....................................................................................................13
12. Puisi migrasi...................................................................................................14
13. Puisi sidik jari................................................................................................16
14. Puisi Nisha.....................................................................................................16
15. Puisi dalam selarik puisi................................................................................18
16. Puisi jawaban rindu........................................................................................19
17. Puisi terminal rindu........................................................................................20
18. Puisi tungku hutan..........................................................................................21
19. Puisi kembang dingin.....................................................................................21
20. Puisi godaan musim.......................................................................................22
21. Puisi cita-cita..................................................................................................23
22. Puisi aku dan waktu.......................................................................................24

ii
4. BAB III PENUTUP :
Kesimpulan..........................................................................................................25

iii
BAB I

Pendahuluan

Pendidikan merupakan sesuatu hal yang penting dalam kehidupan kita, dalam pendidikan
kita akan mengetahui tentang kehidupan daan perkembangan ilmu pengetahuan serta alam
sekitarnya. Membaca adalah suatu metode dalam pendidikan, dalam menyampaikan ilmu
pengetahuan. Kita juga bisa menambah pengetahuan kita dengan cara membaca puisi. Puisi
adalah salah satu karya sastra yang dituliskan oleh seseorang.

Pada kesempatan ini, saya sebagai penulis akan memparafrasekan beberapa puisi.
Semoga parafrase puisi ini berguna dan dapat menambah ilmu pengetahuan kita.

Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan puisi?


2. Bagaimana bentuk parafrase puisi ?

Tujuan

1. Agar pembaca dapat mengerti pengertian puisi.


2. Agar pembaca dapat mengetahui bentuk parafrase puisi.

1
BAB II
A. Pengertian Puisi
Pengertian puisi merupakan suatu karya sastra yang berasal dari ungkapan atau curahan
hati penyair. Karya sastra ini dibuat berdasarkan ungkapan perasaan penyair. Puisi
terbagi menjadi dua yaitu puisi lama dan puisi baru.

1. Ciri-Ciri Puisi Lama

Karya sastra puisi memiliki dua versi, yakni puisi lama dan puisi baru. Ciri-ciri puisi lama
berbeda dengan puisi baru. Berikut ini ciri-ciri puisi lama:

 Nama pengarang puisi biasanya tidak diketahui.

 Terikat berbagai peraturan seperti rima, irama, baris dan bait.

 Disebut sastra lisan karena penyampaiannya dari mulut ke mulut.

 Berisi tentang kerajaan dan fantastis.

 Majas yang digunakan tetap dan klise.

2. Ciri-Ciri Puisi Baru

Karya sastra puisi juga memiliki versi baru. Nah, pengertian puisi baru ini merupakan orde baru
bagi penyair dengan sesuatu yang lebih bebas. Nah, berikut ini merupakan ciri-ciri puisi baru:

 Nama pengarang puisi banyak diketahui.

 Tidak terikat peraturan seperti rima, irama, baris dan bait.

 Penyampaiannya melalui lisan serta tulisan.

 Berisi tentang kehidupan-kehidupan.

 Majas berubah-ubah atau dinamis.

 Berbentuk rapi dan simetris.

 Persajakan akhir biasanya teratur.

2
B. Puisi dan Parafrase Puisi

1. Puisi “Andaikan Kita Tersesat di Perut Hutan”


a. Judul : Andaikan Kita Tersesat Di Perut Hutan
b. Penulis : Arif Meldam
c. Penerbit : Koran Kompas
d. Waktu Terbit : 2018

Andaikan Kita Tersesat di Perut Hutan


Kita membelah sebatang pohon damar
bukan untuk meniru Nuh yang akan mengarungi lautan
kita ayunkan kapak paling besar hingga pengar
“inilah pintu ke dalam perut hutan!”
Kita masuk ke sana. Berdua saja
kudengar kau membaca doa-doa
Entah berapa pohon lagi di depan kita
tandan-tandan buah merah darah
Di dalam perut hutan beroma malam
kita berharap untuk kembali saja ke tubir mimpi
Atau menjaadi dua bocah ingusan
dengan mainan dan semesta sendiri

Parafrase Puisi
Ketika kita membelah sebatang pohon damar
Namun bukan untuk meniru Nabi Nuh yang akan mengarungi lautan
Maka kita ayunkan sebuah kapak yang paling besar hingga pohon itu pengar
Inilah pintu masuk ke dalam perut hutan
Kita pun masuk kesana, namun hanya kita berdua
Maka kudengar kau membaca doa-doa
Ntah sampai berapa batang pohon lagi yang ada di depan kita
Terlihat beberapa tandan buah yang berwarna merah darah
Di dalam perut hutan hutan yang beraroma malam
3
Kita berharap untuk bisa Kembali saja ke tubir mimpi
Atau bisa menjadi dua bocah ingusan
Hanya dengan mainan dan semesta sendiri

2. Puisi “Mantra Dapur Ibu”


a. Judul : Mantra Dapur Ibu
b. Penulis : Didik Wahyudi
c. Penerbit : Koran Kompas
d. Waktu Terbit : 2018

Mantra Dapur Ibu


Peri bumbu bermata seribu, oi keluar!
Demi sengat lada dan aroma ketumbar
Kau jeranglah waktu sampai beku
aku mengaduk serbuk harum ruku-ruku
Sejumput pala dan cengkih dari perjalananmu
selembar kayumanis kubenamkan dalam rindu
kita masak ikan garing asam pedas
biar menanak segala yang bergegas
Kuah santan oi menggelegak
lidah kanak-kanakku sudah bengkak!

Parafrase Puisi
Wahai peri bumbu bermata beribu, oi keluarlah wahai engkau!
Hanya demi sengatan lada dan aroma ketumbar
Kau pun menjerang waktu sampai beku
Dan akupun mengaduk serbuk yang harum tumbuhan ruku-ruku
Kemudian menambahkan sejumput pala dan sengkih dari perjalananmu
Selembar kayumanis pun dibenamkn di dalam rindu
Lalu kita masak ikan yang garing asam pedas
Biar menanak segala yang bergegas
Kuah santan itupun menggelegak

4
Lidah kecil inipun sudah bengkak

3. Puisi “Titik”
a. Judul : Titik
b. Penulis : Didik Wahyu
c. Penerbit : Koran Kompas
d. Waktu Terbit : 2019
Titik
Di balik tubuhnya kita tidak melihat
Kuda perangnya
Gajahnya yang berjalan serong
Dan merobek pertahanan lawan
Dan si menteri yang piawai memainkan
Segala jenis pedang
Di balik tubuhnya kita tidak melihat
Lagi undak-undakan
Atau orang-orang yang melantur
Suara tawa dan tangis buatan
Dalam jagat buatannya sendiri
Jagat yang menurut pengakuannya
Sendiri hanya terdiri dari
Air, air, dan air
Di balik tubuhnya kita tidak melihat
Gaya lenggok sang pangeran
Dan tepuk tangan yang mengiringi
Setiap kedatangan atau kepergiannya
Juga ratap tangis para perempuan
Yang lelakinya gugur di petak pertempuran
Di balik tubuhnya kita selalu belajar
Tak peduli berapa banyak
Pertempuran pernah memberinya pesta
Akan tiba waktunya bagi si Raja
Untuk istirah

Parafrase Puisi
Di balik tubuhny ayang kita lihat itu
Kuda yang menjadi perangnya itu

5
Dan juga gajahnya yang berjalan seorang diri
Dia terlihat merobek pertahanan lawan
Dan juga si Menteri yang cukup piawai memainkan
Segala jenis pedang
Di balik tubuhnya yang tak dapat melihat itu
Yang lagi undak-undakan
Ataupun orang-orang yang melantur
Suara tawa dan tangis buatan
Di dalam jagat raya buatannya sendiri
Jagat raya yang menurut pada pangkuannya
Sendiri hanya terdiri dari
Air, air dan air
Dan dibalik tubuhnya kita tidak melihat
Dengan lenggok sang pangeran
Dan tepuk tangan yang masih mengiringi
Setiap kali kedatangan atau kepergiannya
Juga ratap tangis perempuan-perempuan
Yang lelakinya telah gugur di petak pertempuran
Di balik tubuhnya kita selalu belajar
Tak peduli berapa banyak lagi
Pertempuran yang pernah memberinya pesta
Akan tiba waktunya nanti bagi si Raja
Untuk istirahat

4. Puisi “Ombak”
a. Judul : Ombak
b. Penulis : Didik Wahyudi
c. Penerbit : Koran Kompas
d. Waktu Terbit : 2019

6
Ombak

Tidak apa-apa selama ia bergulung


di kejauhan di tengah laut yang luas
Perahu-perahu kecil terapung-apung
Di atasnya
Bergerak perlahan ke tepian
Berkah menyertainya
Tidak, tidak masalah
Selama ia mengombak di kejauhan
Burung-burung bermain di atasnya
Ikan-ikan berenang bebas
Di bawah dan di dalam dulinya
Sebuah lanskap yang menggoda
Dan juru foto menangkapnya
Tidak, tidak masalah selama ia
Belum tiba
Mencium benteng terluar
Sebuah menara pengintai yang menjulang
Merayapi dinding-dinding yang kokoh
Menyapu pasar dan alun-alun
Kamar tempat pangeran dan putri
tertidur
Sampai ia kembali surut
Dan kau harus menjauh, menjauh
Membangun kembali istanamu
(2019)

Parafrase Puisi
Tidak apa-apa jika selama ini ia bergulung
Tampak dari kejauhan di tengah laut yang luas
Terlihat perahu-perahu kecil yang terapung-apung
Di atasnya
Bergerak perlahan mengarah ke tepian

7
Berkah pun menyertainya
Tidak masalah sama sekali
Selama ini mengombak di kejauhan
Burung-burung terlihat bermain di atasnya
Ikan-ikan pun berenang bebas
Di bawah dan juga di dalam dulinya
Terdapat sebuah lanskap yang menggoda
Dan juru foto menangkapnya
Tidak masalah jika selama ini ia belum tiba
Dan mencium benteng terluar
Tampak sebuah Menara pengintai yang menjulang tinggi
Merayapi dinding-tinding yang kokoh
Terlihat seakan menyapu pasar dan alun-alun
Kamar tempat pangeran dan putri tertidur
Sampai suatu saat nanti ia Kembali surut
Dan kau harus menjauh dan menjauh
Membangun Kembali istanamu

5. Puisi “Kamus Tawa”


a. Judul : Kamus Tawa
b. Penulis : Didik Wahyudi
c. Penerbit : Koran Kompas
d. Waktu Terbit : 2019

Puisi “Kamus Tawa”

Tawa adalah kuda


Yang menarik kereta duka lara
Pergi untuk sementara
Tawa adalah doa tak sengaja
Ia mengundang rasa syukur,

8
Prasangka baik, serta
Sedikit air mata
(2019)

Parafrase Puisi
Bagai tawa adalah kuda
Yang menarik kereta duka lara
Pergi yang hanya untuk sementara
Tawa adalah doa yang tak sengaja
Ia mengundang rasa syukur,
Prasangka baik serta sedikit air mata

6. Puisi “Laut”
a. Judul : Laut
b. Penulis : Ook Nugraha
c. Penerbit : Koran Kompas
d. Waktu Terbit : 2019
Puisi “Laut”

Tak ada kata pertama


dalam puisi. Kita hanya ombak sepercik
tercemplung dalam buas
samudra. Mungkin ada yang masih
bermimpi menemu pantai –
serupa garis semu
antara tuju dan asal. Lupakan
tiada yang kita pahami
di luas tak berbelas ini.
Bahkan riwayat kita larut
dalam kalut gelombang. Jarak
telah memisah kita –

9
memecahnya jadi ribuan alamat
kabur. Ke utara, ke selatan
membentur rawan karang
waktu, menjemput hilang. Kita
buat sesaat yang purba
kekal dalam ini debur
ketiadaan.
Parafrase Puisi

Tak perlu ada kata pertama dalam puisi


Kita hanya sepercik ombak
Yang tercemplung dalam buas Samudra
Mungkin ada yang masih bermimpi bertemu dengan pantai
Yang serupa dengan garis semu
Antara tujuan dan asal
Melupakan hal yang tak kita pahami
Di tempat yang luas dan berbelas ini
Bahkan Riwayat kita larut dalam kalut gelombang
Dannjarak juga telah memisahkan kita
Sdan pecah menjadi ribuan alamat kabur
Ke arah utara, sealatan membentur rawan karang
Waktu menjemput hilang
Kita buatr hanya sesaat yang dulu kekal
Yang hilang dalam ketiadaan

7. Puisi “ Di Rumah Duka”


a. Judul : Di Rumah Duka
b. Penulis : Ook Nugraha
c. Penerbit : Koran Kompas
d. Waktu Terbit : 2019

Rumah Duka

Si mati ini menatap kita


Ia mungkin mau bicara
Sekali lagi, sudah itu baring rata
Mandang pucat lelangit
Kita mungkin melihatnya iba
Menyapa tapi lambai tak sampai

10
Kosong ruang mewarta tiada lagi
‘Antara kita jurang tinggal’
Si mati ini menyapa kita
Ia mungkin mau bicara
Lagi sekali, sudah itu pejam
Simpan inti kisah jauh di dalam
Mari beri ia tabik mesra
Duka yang tak punya lidah
Satukan dalam kumandang
Madah malam yang sumarah

Parafrase Puisi
Kematian seakan menatap kita
Seakan ia ingin berbicara
Sekali lagi, ia sudah terbaring
Dan memandang kea rah langit yang tampak pucat
Kita mungkin merasa iba melihatnya
Menyapa tapi tak sampai
Ruang kosong tanpa suaravlagi
‘Antara kita hanya ada jurang’
Orang mati ini menyapa kita
Seakan ia ingin berbicara
Masih dalam keadaan terpejam
Menyimpan inti kisah yang jauh di dalam
Mari memberi dia salam hangat
Duka yang juga tak punya lidah
Menyatukan dalam suatu suara
Selamat malam kepada keadaan

8. Puisi “Ruang”
a. Judul : Ruang
b. Penulis : Ook Nugraha
c. Penerbit : Koran Kompas
d. Waktu Terbit : 2019
Ruang

Di dalam sajak pendek ini


Telah kusiapkan ruang untukmu

11
Aku tahu jauh dari nyaman
Kuharap tapi kau jadi terbiasa
Jendelanya sempit menyapa langit
Sejumlah nama dan kenangan usang
Teronggak begitu saja di sudut
Yang sudah jarang didatangi
Pintunya tak terkunci sejak mula
Sesiapa pun jadi leluasa keluar dan masuk
Merdeka menaruh atau mencuri entah apa
Barangkali sepasang kasut, dan kisah butut
Aku mohon maaf, sebab abai merancang hiasan
Padahal kau teramat suka gambar dan berbunga
Tentulah enam dindingnya jadi lengang terasa
Sebab bayang waktu diam tak berpangkal

Parafrase puisi
Di dalam sajak pendek ini
Telah kusiapkan ruang untukmu
Aku tahu jauh dari kata nyaman
Namun ku harap kau akan terbiasa
Jendelanya sempit menyapa langit
Sejumlah nama dan kenangan hampa
Tegeletak begitu saja di sudut
Di tempat yang sudah jarang didatangi
Pintunya sudah tak terkunci sejak semula
Siapapun jadi leluasa keluar dan masuk
Bebas menaruh dan mencuri apa saja
Barangkali ada sepasang sepatu dan kisah lama
Aku mohon maaf sebab lalai merancang hiasan
Padahal kau sangat suka gambar dan berbunga
Enam dinding yang tentunya terasa sepi
Karena bayang bayang waktu tak akan bermula

9. Puisi “Tanyakan Pada Bau Malam”


a. Judul : Tanyakan Pada Bau Malam
b. Penulis : Mustofa W. Hasyim
c. Penerbit : Koran Tempo
d. Waktu Terbit : 06-07 Juli 2019

12
Tanyakan Pada Bau Bulan
Para pembatik tulis diam, nafas menuju langit-langit
Perempuan-perempuan masa silam melukis peta nasib
Bau malam, lilin batik menelusuri sela kaki yang bersimpuh
Mereka tidak menanti senja, justru melahirkan waktu
Di sebelahnya, lima belas lelaki tua berotot memainkan cap
Kain hasil tenunan, lurik-lurik kecil ditimpa calon warna
Aku bayangkan, kakekku mendapat isteri di tempat seperti ini
Perjumpaan-perjumpaan lembut, senyum-senyum tipis, bisikan nyaris bisu
Para tamu yang cerewet dan sok tahu menekan tombol pemotret
Bilang kagum, tapi ketika di tempat pamer menawar kain juga
Harga-harga masih diperdebatkan, padahal rindu tidak memerlukan itu

Banyumas, 2019

Parfrase Puisi
Para orang-orang yang sedang membatik, bernafas menuju langit-langit
Ada peremuan-perempuan tua melukis peta nasib
Di Susana malam, lilin batik menulusuri sela-sela kaki yang bersimpuh
Mereka tidak menanti senja, tetapi melahirkan waktu
Di sebelahnya, ada lima belas laki-laki tua yang berotot memainkan cap
Dan kain hadil tenunan, terdapat lurik-luroik kecil yang ditimpa calon warna
Aku bayangkan jikalau kakekku mendapat istri di tmpat seperti ini
Perjumpaan yang lembut, tersenyum tipis, dengan bisikan yang nyaris bisu
Ada tamu yang cerewet dan sok tau menekan tombol pemotret
Bilang kagum, tetapi ketika di tempat dia pamer menawarkan kain
Harga-harganya masih diperdebatkan, padahal rindu tidak memerlukan itu

10. Puisi “Asterik”


a. Judul : Asterik
b. Penulis : Alfin Rizal
c. Penerbit : Koran Tempo
d. Waktu Terbit : 28-29 April 2018
Asterik
Asterik menjadi bintang
Ketika ia kehilangan tanda
 
menyulut pagi yang buta
kabut turun berebut embun
ibu menyapu halaman menyapa
segenggam doa salah alamat
13
 
gembira kuas berlumur tinta
galat tak salah jadi masalah
senyummu garis kesepian wajah
bertemu di punggung penuh rajah
 
geliat tubuhmu rubuh
menghadapi siang benderang
andai peluh ini mengeluh
kulit bakar jadi santapan nafkah

Parafrase Puisi
Asterik menjadi bintang
Ketika ia kehilangan tanda
Yang menyalakan pagi dan buta
Kabut pun turun berebut dengan embun
Ibu pun menyapu halaman seakan menyapa
Dengan segenggam doa yang salah tujuan
Dengan gembira kuas yang berlumur dengan tinta
Kesalaham yang tak salah berubah menjadi masalah
Senyummu bagai garis kesepian wajah
Bertemu di punggung yang penuh dengan suratan
Geliat tubuhmu yang terlihat seakan roboh
Menghadapi siang yang yang benderang
Andai peluh ini bisa mengeluh
Kulit yang terbakar demi mencari nafkah

11. Puisi “Migrasi”


a. Judul : Migrasi
b. Penulis : Mutia Sukma
c. Penerbit : Koran Tempo
d. Waktu Terbit : 07-08 September 2019
Migrasi
Di antara pergantian musim dan riak lautan
Air terseret kapal besar
Jantungnya seperti terusan Suez
Menerobos, berkecipak

14
Cerobong uap yang berkarat digerus garam
menciptakan bunyi “Zeeeeenggg” yang ngilu
Para nona memandang senja dengan topi bundar
yang hampir lepas tertiup angin
Sedangkan dia memejamkan mata seolah
bunyi mesin kapal yang brisik memperdengarkan
lagu kesedihan
Sambil memandang ke belakang
Seolah rumah serta tirai beludru tebal di kamarnya
masih menggantung pada kusen jendela yang bersarang

dipenuhi kopernya dengan kenangan


dengan ciuman kekasih pertama yang tertinggal
kapalnya mengapung menciptakan buih dan suara berisik
lalu dia membayangkan es krim yang mengambang
di atas coca cola kesukaannya

Hatinya dingin melipat musim dan derita bahagia


pada hidup yang akan ditinggalkannya

Parafrase Cerpen

Di antara pergantian musim dan ombak kecil lautan


Air yang terseret oleh kapal besar
Jantungnya seperti terusan Suez
Menerobas, berkecipak
Cerobong uap yang berkarat yang tergerus garam
Menciptakan bunyi “Zeeeeengg” yang terasa ngilu
Ada nona-nona yang sedang memandang senja dengan topi bundar
Yang hamper lepas tertiup angin
Sedangkan dia sedang memejamkan mata
Seolah bunyi mesin kapal yang berisik memperdengarkan lagu-lagu kesediham
Sambil memandang ke arah belakang
Seolah rumah serta tirai berbahan beludu tebal yang ada di kamarnya
Masih menggantung pada kusen jendela
Yang bersarang dipenuhi koper yang berisi dengan kenangan
Dengan ciuman oleh kekasih pertama yang masih tertinggal
Kapalnya pun mengapung menciptakan buih dan suara yang berisik
Lalu dia pun membayangkan es krim yang mengambang
Yang berada di atas minuman coca-cola kesukaanya
Hatinya yang dingin melipat musim dan rasa Bahagia
15
Pada hidup yang akan ditinggalkannya
12. Puisi “Sidik Jari”
a. Judul : Sidik Jari
b. Pengarang : Mutia Sukma
c. Penerbit : Koran Tempo
d. Waktu Terbit : 2019

Sidik Jari

Tubuh ini telah menjadi jelaga


Dari peristiwa kebakaranbertahun-tahun silam
Ada yang masih utuhada yang sudah musnah
Berapa sidik jari
Yang sudah tertinggal di tubuhku
Kerat-kerat daging dan bau keringatku
Adalah residu dari keramaian

Parafrase Puisi
Tubuh ini terasa telah menjadi butiran arang
Akibat peristiwa kebaran yang terjadi bertahun-tahun silam
Ada yang masih utuh dan ada juga yang sudah musnah
Berapa sidik jari
Yang sudsh tertinggal di tubuhku
Kerat-kerat daging dan bau dari keringatku
Itu adalah ampas dari keramaian

13. Puisi “Nisha”


a. Judul : NISHA
b. Pengarang : Pilo Poly
c. Penerbit : Koran Tempo
d. Waktu Terbit : 23-24 Februari 2019

Nisha

Dialah-jika boleh disebut ibu hutan


rumput liar di tanah basah. Tempat

16
pohon-pohon menidurkan sebentar
saja kebohongan dalam dirinya. Ia setegar
bahu perantau yang kasab, berkilau dan
ingin mengobati hari yang robek oleh
aroma anyir kehidupan dini hari.
 
Tapi dia lemah. Meski gunung-gunung
dan pohon sekuat dan secerah matanya.
Dia tetap sepi, jika ada yang hilang
dari kasihnya, dadanya akan berdarah
dan airmatanya akan menenggelamkan
seluruh jagat rimba.
 
Kepada Mowgli, diserahkan sepenuh dirinya.
Dia akan mampu merenangi hidup dan tak
patah dihantam buruk cuaca. Kekuatannya,
bagai kokoh gading gajah dan begitu kuat
seperti karang nun jauh. Doa dari segala
gemeretak dada. Layar kembang puak rimba.

Parafrase Puisi
Jika boleh disebut ibu hutan
Rumput liar yang ada di tanah basah
Yaitu tempat pepohonan tidur sebentar saja
Kebohongan yang ada dalam dirinya
Ia memiliki bahu setegar bahu perantau yang tidak halus, berkilau
dan seakan ingin mengobati hari yang robek
dikarenakan aroma amis kehidupan pagi buta

17
tapi dia lemah
meskipun gunung dan pepohonan sekuat dan secerah matanya
dia tetap merasa sepi
jika ada yang hilang dari kekasihnya
dadanya akan berdarah dan airmatanya menenggelamkan seluruh bumi yang dipenuhi hutan
yang lebat
kepada Mowgli, dia menyerahkan diri sepenuhnya
dia akan mampu merenangi hidup
dan tak akan menyerah walaupun dihantam cuaca yang buruk
kekuatannya kokoh bagai gading gajah dan begitu kuat seperti karang yang jauh disana
dengan doadari segalakertak dada
layer yang kempang oleh kelompok rimba

14. Puisi “Dalam Selarik Puisi”


a. Judul : Dalam Selarik Puisi
b. Pengarang : Tanita Liasna
c. Penerbit : Koran Analisa
d. Waktu Terbit : 19 Juni 2018

Dalam Selarik Puisi

Dalam selarik puisi kulantun rindu


pada tanah yang membesarkan ragaku dendang ibu dan gemerisik suara daun bambu
mengajarkanku menikmati alam seindah-indahnya ciptaan
dalam selarik puisi kutemukan kenangan
pada lalu yang menggetarkan nadi
bagaimana pelukan ibu membawaku pulang menuliskan kasih sayang tiada mampu berbalas
dalam selarik puisi kutemukan aku
serta kenang menggeliat diamuk kecewa dan rindu pun alpa menghadirkan duka
dalam selarik puisi kutemukan segala

18
Parafrase Puisi
Di dalam selarik puisi kulantun rindu
Pada tanah yang telah membesarkan ragaku
Dendang ibu dan bunyi suara daun bambu
Yang telah mengajarkanku untuk menikmati alam alam yang indah
Dalam sebaris puisi aku menemukan kenangan
Pada masa lalu yang menggetarkan urat nadi
Rasanya seperti pelukan ibu yang membawaku pulang untuk menuliskan kasih saying yang tiada
berbalas
Di dalam sebaris puisi aku menemukan kenangan
Pada masa lalu yang menggetarkan nadi
Sebagaimana pelukan ibu yang membawaku pulang
Untuk menuliskan kasih sayayang yang tak mampu untuk dibalas
Di dalam selarik puisi aku menukan diriku
Serta kenangan yang seakan menarik diamuk rasakecewa dan rindu pun lengah menghadirkan
duka
Di dalam sebaris puisi aku menemukan segalanya

15. Puisi “Jawaban Rindu”


a. Judul : Jawaban Rindu
b. Pengarang : Frengki S Purba
c. Penerbit : Koran Analisa
d. Waktu Terbit : 05 Oktober 2020

Jawaban Rindu

Perkara rindu, kau tahu?


aku sering berbincang dengan rindu
dan setiap kali aku bertanya tentang mu rindu selalu menjawab kau selalu baik-baik saja tanpaku
kau terlalu asyik bersamanya dan itu sangat menyayat hati

Parafrase Puisi

19
Seseorang yang sedang merindu yang mengatakan bahwa seakan-akan dia bisa berbicara dengan
rindu
Dia mengatakan bahwa dia sedang merindu
Ternyata orang yang dia rindu terlihat baik-baik saja tanpa dirinya
Orang yang dia rindu sedang Bahagia dengan orang lain dan itu membuat hatinya terluka, rindu
yang tak berbalas.

16. Puisi “Terminal Rindu”


a. Judul : Terminal Rindu
b. Pengarang : Rifan Nazhif
c. Penerbit : Koran Analisa
d. Waktu Terbit : Juni 2018

Terminal Rindu

Aku turun di terminal melihat sesak


badan penat tiada terkira
saat mana jejal seperti kekal
tak ada celah menyumpal kesal
karena kangen yang itu
telah membuatku haru
melihat ibu menyadap cerita
tentang tanah-tanah yang berwarna
pada tangkainya menggoda
kenangan lama yang terasa tak puas
kurasa-rasa tetap haus yang khas

Parafrase Puisi
Akupun turun dari terminal, dan aku melihat dengan perasaan yang sesak
Badanku terasa Lelah sekali, saat itu terdapat keramain orang
Keramaian yang terlihat tanpa celah
Karena rasa rindu telah membutku bersedih, ketika melihat ibu mengambil getah pohon

20
Di tanah tanah berwarna yang dimana di tanah itu terdapatr pohon yang memiliki tangkai
Itu membuatku teringat akan kenangan dulu yang serasa ingin terulang karena sampai
sekarang,
Kenangan itu masih tetap membekas.
17. Puisi “ Tungku Hutan”
a. Judul : Tungku Hutan
b. Pengarang : Ebi Langkung
c. Penerbit : Koran Kompas
d. Waktu Terbit : 2019

Tungku hutan
lubang api lubang sepi
api menjilat yang tinggi
sepi mengusap yang sirna kembali
bara menyala batin kembara
sila dan tapa duduk meliuk
memandang ke dalam
melihat yang luruh debu berguguran
dari pohon sunyi
dada burung tersesat
mencari tenang sedang ranting dan
daun hijau mulai mengasap

Parafrase Puisi
Ada sebuah lubang api yang terlihat sepi
Tampak terlihat juga api yang menjulang tinggi
Seakan sepi mengusap yang telah hilang Kembali
Bagai bara yang menyala perasaan yang pergi tanpa tujuan
Yang menyapa dan mempersilahkan untuk duduk seperti penari
Yang memandang kea rah dalam dan melihat debu yang jatuh berguguran
Dari pohon yang terlihat sunyi
Terlihat seekor burung yang sedang mencari dahan yang tenang dan hijau untuk dia
tempati
Tapi yang ada hanyalah pohon-pohon yang telah terbakar dan mengeluarkan asap

18. Puisi “Kembang Dingin”


a. Judul : kembang dingin
b. Pengarang : ebi langkung
c. Penerbit : koran kompas

21
d. Waktu terbit : 2019

Kembang dingin
kembang dingin di lantai hening
langit malam merendah
ke makam-makam
udara berembun
melepas biji-biji rindu
di atas batu
kepada ingatan yang dibaringkan
miring bersidekap mencium tanah
dalam pasrah kegelapan
adakah yang jatuh memekar putihmu
putih sepi dari doaku di atas nisan
memelukmu dalam ketiadaan

Parafrase Puisi
Di tengan cuaca yang dingin dan di tempat yang hening
Dan langit di tengah malam mengarah ke makam-makam
Udara menjadi berembun melampiaskan rasa rindu di atas batu nisan
Dengan kepala yang yang diletakkan di atas tanah kuburan dengan hati yang pasrah di
tengah kegelapan malam
Dalam hati bertanya,apakah doa-doanya yang disampaikan di atas batu nisan dengan
memeluk kuburan di dengarkan oleh seseorang yang dia kasihi yang telah meninggal.

19. Puisi “Godaan Musim”


a. Judul : Godaan Musim
b. Pengarang : Mashuri
c. Penerbit : Koran Tempo
d. Waktu Terbit : 2018

Godaan Musim
di tepi musim, pawang hujan
mengutuk kemarau.
ia meratap parau,
“aku rindu langit
yang mengandung mendung

22
dan angin mendesau.”

Parafrase Puisi
saat itu, di tengah musim kemarau
seorang pawang hujan meramal jika musim hujan akan tiba
dia mengatakan “aku merindukan langit yang mengandung mendung dan angin
mendesau”
20. Puisi “ Cita-Cita”
a. Judul : cita-cita
b. Pengarang : Joko Pinorbo
c. Penerbit : Koran Kompas
d. Waktu Terbit : 2018

Cita-cita
seorang anak menjual kayu bakar
di pasar
ranting-ranting mungil
yang dipanen dari hutan jati kecil
di seberang kali
meski ia mengerti
orang-orang memasak sayur dan opor
dengan nyala kompor
ia selalu berdoa
yang dinukil dari pelajaran
agama, biologi dan fisika:
“tuhan yang kuasa,
lekaskanlah minyak dan gas bumi
menguap dari sini
dan berganti musim reboisasi”
anak yang ahli memanjat itu
terus memanjatkan doa
setiap hari

Parafrase Puisi
Kisah ini adalah kisah seorang anak penjual kayu bakar di pasar
Dia mangumpulkan ranting-ranting kecil yang dia dapatkan dari hutan jati yang berada di
sebrang kali

23
Meskipun dia sudah tau jika orang-orang pada masa sekarang telah menggunakan
kompor untuk memasak makanan seperti sayur dan opor
Ia selalu berdoa dari yang didapatnya darinpelajaran gama, bilogi danfisika di sekolah
“Tuhan yang kuasa, lekaskanlah minyak dan gas bumi menguap dari sini dan berganti
musim reboisasi”
Anak yang lihai memanjat pohon itupun terus menghaturkan doa yang sama setiap hari
kepada Tuhan.

21. Puisi “Aku Dan Waktu”


a. Judul : aku dan waktu
b. Pengarang : riki utomi
c. Penerbit : koran kompas
d. Waktu terbit : 2019

Aku Dan Waktu


aku dan waktu selalu berkelit.
aku selalu mengasah pedang.
dan waktu menantang:
“bunuhlah diriku!”
waktu tak pernah berkhianat.
namun aku selalu kalah
waktu memegang pedangku
“ini aku yang akan membunuhmu!”
aku dan waktu berpandang tajam.
saling menuntut tegar. ia menunjuk
bahwa aku telah mati di arah
putaran jam.

Parafrase Puisi
Aku selalu mengelak dari waktu
Aku selalu mengasah pedang dan waktu yang seakan menantang
Seolah berekata “bunuhlah diriku!”
Waktu memang tak pernag berkhianat tetapi aku selalu kalah
Waktu selalu merebut senjataku dan berkata “ini aku yang akan membunuhmu!”
Aku dan waktu saling bertatapan dengan tajam
Saling berusaha menjadi tegar, dan waktu pun menunjukkan bahwa aku telah mati
di arah putaran jam.

Kesimpulan

24
Puisi merupakan suatu karya sastra yang berasal dari ungkapan atau curahan hati penyair.
Karya sastra ini dibuat berdasarkan ungkapan perasaan penyair. Puisi terbagi menjadi dua yaitu
puisi lama dan puisi baru. Beberapa puisi tidak bis akita ketahui maknanya dengan membaca
hanya sekali saja. Puisi akan lebih bis akita ketahui isinya dengan membacanya lebih dari sekali.
Banyak tema dalam membuat puisi, ada yang tentamg percintaan, persahabatan, kerinduan,
kebencian dan lain sebagainya. Dalam pembuatan puisi kita dituntut menjadi kreatif agar dapat
menhasilkan karya semenarik mungki9n sehingga membuat pembaca menjadi terkesan setelah
membaca kasrya yang telah kita buat.

25
26

Anda mungkin juga menyukai