Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya sehingga kami
telah diberi kekuatan serta kemampuan untuk menyusun makalah dengan judul Nasionalisme
Indonesia di Era Globalisasi.Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah
pendidikan agama.

Dalam penyusunan makalah ini sudah sewajarnya mendapat kesulitan-kesulita.Meskipun kami


sudah berusaha menyusun makalah ini secara jelas dan ringkas, namun kami tidak lepas dari
kesalahan dan kekurangan.Maka kami sadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna dan untuk sempurnanya makalah ini kami mohon kerendahan hati pembaca untuk
sudilah kiranya memberikan kritik-kritik yang bersifat membangun.Kami sangat membutuhkan
saran demi sempurnanya dan perbaikan makalah ini.Besar harapan kami semoga pembaca dapat
mengikuti dan memahami apa yang terdapat dalam penyusunan makalah ini.

Purwokerto, 17 Maret 2011

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................1

DAFTAR ISI....................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................3
B. Tujuan..........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian.................4
B. Wacana Nasionalisme.,.................5
C. Rasa Nasionalisme................7
D. Gagasan Nasionalisme..............7
E. Integritas Nasional................8
F. Identitas Nasional................10
G. Nasionalisme Bangsa dan Negara...............12
H. Nasionalisme dan Konflik Antar Etnis...............12
I. Nasionalisme Indonesia di Era Global................13
J. Wawasan Nusantara dan Wawasan Kebangsaan..................14
K. Reaktualisasi Nilai-nilai Kebangkitan Nasional Melalui PKN...............16
L. Pendidikan Multikultural dan Nasionalisme Indonesia...............17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................21
B. Saran..........................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................22

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kami mengambil judul Nasionalisme Indonesia di Era Globalisasi karena


banyak mahasiswa yang telah berkurang bahkan hilang rasa nasionalismenya karena
pengaruh globalisasi.Justru meraka mulai menghilangkan jati diri mereka sebagai bangsa
Indonesia dan menggantinya dengan jati diri yang ke barat-baratan

B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk :
1. Memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang gejala-gejala globalisasi.
2. Memberitahukan kepada mahasiswa kecenderungan nasionalisme di era globalisasi.
3. Membantu mahasiswa mengembangkan sikap positif dalam menyikapi globalisasi.
4. Menjelaskan kepada mahasiswa pentingnya identitas nasional.
5. Meningkatkan semangat kebangsaan mahasiswa denga jalan menguraikan nilai-nilai
budaya bangsa.
6. Membantu mahasiswa untuk memahami perlunya pengembangan sikap
nasioanalisme.
7. Menjelaskan kepada mahasiswa tentang karakterist kepemimpinan yang berkualitas.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Pembelajaran pendidikan di era global jelas banyak memperoleh tantangan di antaranya


hancurnya nilai nilai demokrasi dalam masyarakat kita dari proses transisi menuju
demokratisasi, juga tuntutan kualitas sumberdaya manusia. Di sisi lain Negara yang dipercaya
sebagai penegak hukum di masa sekarang ini mulai hilang nilai nilai keadilan serta pudarnya
ketaatan terhadap hukum. Cenderung kelompok yang lebih kuat akan memperoleh kekuasaan.
Dan ini yang membuat rakyatnya menjadi tidak percaya dengan para penguasa pemerintahan.
Di era global ini SDM dituntut untuk mampu mengahadapi kehidupan di pasar bebas. Di
Indonesia apa bila ingin dapat bersaing di pasar bebas maka pendidikannya diharapkan mampu
menggerakan pikiran anak, mampu mematangkan emosi, mampu melatih anak untuk melihat
permasalahan hidup dan terlatih memecahkan permasalahan tersebut dengan cara yang benar,
mampu bersifat kontekstual, serta mampu berorientasi mengembangkan peserta didik kearah
kebulatan secara utuh.

Tujuan tujuan pendidikan untuk perdamaian , hak hak manusia demokrasi dan
pembangunan berkelanjutan adalah untuk :

1. Mengembangkan cinta untuk kemanusiaan dan lingkungan


2. Menciptakan kesadaran tentang pentingnya hidup dalam harmoni seorang dengan yang
lain dan dengan lingkungan
3. Mengembangkan dalam diri seseorang ketrampilan ketrampilan berkomunikasi
antarpribadi dalam rangka sadar menerima toleransi
4. Memampukan orang orang untuk memberi dan menerima
5. Menciptakan kesadaran akan solidaritas kemanusiaan tanpa memandang ras, agama,
kepercayaan dan kebudayaan
6. Menciptakan kesadaran tentang keunikan orang orang dalam konteks sosio budaya
mereka

4
7. Mengembangkan kualitas hubungan hubungan manusia melalui hubungan kesadaran
atas martabat dan persamaan, saling mempercayai dan penghargaan atas keyakinan dan
kebudayaan orang lain
8. Promosi peran serta aktif dalam semua aspek kehidupan sosial dan untuk menjamin
kebebasan ekspresi
9. Mengembangkan pembuatan keputusan demokratis yang akan mengarah kepada keadilan
dan perdamaian
10. Menciptakan kesadaran tentang kebutuhan akan kebebasan dan otonomi seseorang
dengan tanggung jawab
11. Mengembangkan ketrampilan ketrampilan penalaran, memampukan warga belajar
untuk membuat keputusan keputusan berdasarkan pengetahuan dan informasi
12. Menciptakan kesadaran akan lingkungan yang akan mengembangkan pembangunan
berkelanjutan dan kontuinuitas ras manusia

B. Wacana Nasionalisme

Nasionalisme dapat bermakna:

1) Suatu proses atau pertumbuhan bangsa bangsa


2) Suatu sentimen atau kesadaran memiliki bangsa bersangkutan
3) Suatu bahasa dan simbolisme bangsa
4) Suatu gerakan sosial dan politik demi bangsa bersangkutan
5) Suatu dokrin atau ideologi bangsa baik yang umum maupun yang khusus
Dari kelima makna nasionalisme tersebut dalam penerapannya nasionalisme lebih
cenderung bermakna sebagai suatu bahasa dan simbolisme, suatu gerakan sosial politik dan suatu
ideology bangsa.
Sebagai gerakan sosiopolitik, secara prinsip nasionalisme tidak berbeda dengan gerakan
gerakan lainnya dalam hal organisasi, kegiatan, dan teknik kecuali dalam pembentukan dan
representasi budaya. Ideologi nasionalisme suatu pencelupan dalam budaya bangsa yaitu
penemuan kembali sejarahnya, kebangkitan kembali bahasa daerahnya, penggalian susastranya,
terutama drama dan puisi, dan pemulihan seni serta kerajinan maupun musiknya termasuk pula
tarian daerah dan lagu lagu rakyat. Gambaran tentang kebangkitan kembali budaya dan sastra

5
ini berkaitan dengan gerakan nasionalis. Miroslav Hroch menganalisis bahwa pertanda gerakan
nasionalis tidak akan dimulai dari aksi protes deklarasi atau perlawanan bersenjata, melainkan
dengan tampilnya masyarakat sastra, riset sejarah, festival music dan jurnal budaya. Analisis ini
diterapkan pada tahapan pertama yang essensial dari kebangkitan dan penyebaran nasionalisme
Eropa Timur dan bangsa bangsa jajahan seperti di Afrika dan Asia.
Konsep kunci dari bahasa nasionalisme yang khas membentuk komponen komponen
instrinsik dari dokrin intinya dan ideologi ideologinnya yang karakteristik. Dilain pihak
simbolisme nasionalisme memperlihatkan derajat keteraturan lintas dunia sedemikian rupa kita
dapat mengambil manfaat dari bingkai ideologisnya.
Simbolisme nasional tidak dapat dipisahkan dari ideologi nasionalisme. Ideologi
nasionalisme memberikan memberikan dorongan dan arah bagi symbol maupun gerakan.
Gerakan sosiopolitik tidak ditentukan oleh kegiatan atau orang orangnya, melainkan oleh dasar
ideal dan prinsip prinsip ideologi. Lalu symbol dan bahasa nasionalisme yang khas pun
dibentuk oleh perannya dalam menjelaskan dan membangkitkan ideal ideal bangsa serta
mencapai sasaran yang ditetapkan oleh ideologi nasionalis. Jadi, ideologilah yang harus
memberikan kita suatu definisi kerja awal yang menyangkut istilah nasionalisme, karena
kandungannya ditentukan oleh ideologi yang meletakan masalah bangsa didalam masalah dan
tujuan utama mereka, serta yang memisahkannya dari ideologi yang berdekatan.
Dapat disimpulkan bahwa nasionalisme dalam konteks kenegaraan adalah suatu ideologi
yang meletakkan bangsa dipusat masalahnya dan berupaya mempertinggi keberadaannya.
Sasaran umum nasionalisme adalah otonomi nasional, kesatuan nasional, dan identitas nasional.

Naisbitt ( 1994:31 ) memprediksi bahwa dunia sekarang sedang bergerak ke arah dunia
yang terdiri atas seribu Negara. Hal ini diungkapkan karena banyak orang tribalisme baru
menginginkan pemerintahan sendiri atau bergarak ke arah itu, Negara bangsa sudah mati
dikarenakan Negara tersebut sudah pecah menjadi bagian bagian yang lebih kecil dan lebih
efisien, serta revolusi dalam telekomunikasi bukan hanya menginformasikan gerakan luar biasa,
ini menunjukan pemerintahan yang demokratis, tetapi juga memonitor dan membuat transparan
karakter dan sifat dari prosesnya.

6
Proses globalisasi memang telah menjadi kenyataan hidup dan masalahnya bagi kita
adalah bagaimana kita menghindari dampak negatif yang timbul dari globalisasi tersebut. Pada
hakikat globalisasi sebagai kenyataan subyektif menunjukan suatu proses dalam kesadaran
manusia yang merasakan dirinya sebagai partisipan masyarakat dunia yang semakin menyatu,
sedangkan sebagai kenyataan obyektif globalisasi merupakan proses menyempitnya ruang dan
waktu.

C. Rasa Nasionalisme

Nasionalisme adalah paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi harus


diserahkan kepada Negara kebangsaan. Nasionalisme menjadi tumpuan eksistensi suatu nation
state. Eksistensi suatu nation state menuntut adanya suatu culture core yang disepakati bersama
yang mewujudkan kisi kisi dimana berbagai subkultur dapat beraktualisasi dan beriteraksi.
Nasionalisme pada hakikatnya terjadi akibat keinginan untuk hidup bersama atau keinginan
untuk eksisit bersama. Nasionalisme juga bertumpu pada kesadaran akan adanya jiwa dan prinsip
spiritual, yang berakar dari masa lalu dan tumbuh karena penderitaan bersama dan kesenangan
yang ada.

D. Gagasan Nasionalisme

Sama halnya dengan bangsa-bangsa lain, tampaknya bangsa kita juga tidak akan terlepas
dari arus globalisasi.Globalisasi adalah sebuah era yang ditandai dengan menipisnya batas-batas
wilayah dan timbulnya sebuah desakan paham dari negara-negara yang kuat baik secara politik
maupun ekonomi untuk mempengaruhi negara-negara yang lemah.Untuk menghadapi semua
pengaruh-pengaruh itulah perlu adanya nasionalisme.Nasionalisme dapat diartikan sebagai
sebuah wadah identitas bersama dan semua negara itu membutuhkan identitas bersama.

Dalam mencoba menjawab tantangan eksternal perlu dibedakan antara nasionalisme


sempit dan nasioanlisme yang terpadu dengan nilai internasionalisme dan universalisme.Dalam
era globalisasi bentuk nasionalisme yang terpadu inilah yang akan banyak berperan karena
dizaman globalisasi akan lahir banyak masalah yang tidak dapat diselesaikan dalam batas-batas
negara.Masalah-masalah seperti perdagangan internasional, kerusakan lingkungan, terorisme,

7
dan narkotika telah menjadi perhatian bersama seluruh masyarakat dunia dan penyelesaiannya
pun menuntut upaya bersama seluruh masyarakat internasional.

Sebagai refleksi dari pemahaman terhadap nasionalisme di era globalisasi ini paling tidak
ada lima agenda masalah, yang harus menjadi pusat perhatian kita yang sangat mendesak yang
berupa tantangan yaitu :

a. Mengejar ketinggalan ilmu dan teknologi.Dengan meningkatkan daya dukung dunia


pendidikan yang betul-betul dapat melahirkan SDM yang siap untuk tuntutan
perkembangan dunia industri.
b. Mencari seorang pemimpin.Ini adalah persoalan berat bangsa kita.Bangsa kita
memerlukan pemimpin yang berwawasan luas ke depan, memiliki etika kerja yang benar,
berkepribadian yang mandiri, memihak rakyat, bermoral, terpercaya dan tidak banyak
melakukan kesalahan.
c. Sungguh-sungguh membangun ekonomi rakyat.Hal ini sangat bergantung pada point
yang ke dua.Selama ini terlalu banyak janji-janji untuk memakmurkan rakyat tetapi tidak
mengahasilkan bukti apa-apa.
d. Memperbaiki iklim yang dapat mendorong pertumbuhan demokrasi yang sehat.
e. Pemberdayaan potensi daerah melalui langkah desentralisasi.

E. Integritas Nasional

Integritas nasional merupakan penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu


masyarakat.Atau bisa dikatakan menghomogenkan berbagai kemajemukan.Mengingat negara
Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kemajemukan sangat tinggi, terdiri dari
berbagai macam suku, ras ,budaya dan bahasa.Namun dengan adanya penghomogenan ini, tidak
berarti kemajemukan itu buruk.Ada berbagai peluang yang dapat diraih karena keberagaman
dalam masyarakat, antara lain :

a. Secara historis keberagaman adalah modal dasar membangun kemerdekaan


Indonesia.Artinya bahwa kemajemukan itu bukan untuk dipermasalahkan, tetapi anggap
saja kemajemukan itu sebagaimana lima jari tangan kita, berbeda-beda tetapi merupakan
unsur-unsur membangun kekuatan yang sangat besar.

8
b. Penduduk Indonesia yang besar dan beragam adalah modal dan kekuatan bagi
pembangunan nasional.Yang dibutuhkan adalah sistem manajemen yang kokoh dan dapat
dijalankan dengan baik.
c. Kekayaan budaya yang dimiliki oleh Indonesia dapat menjadi modal pengembangan
pariwisata yang dapat memberikan sumbangan bagi pendapatan negara.

Tetapi untuk mewujudkan semua peluang itu bukanya tanpa kendala.Banyak kendala-
kendala yang akan dihadapi.Kendala-kendala tersebut antara lain :

a. Penyebaran penduduk yang tidak merata, tingkat kesejahteraan yang rendah dan
menurunya pemahaman terhadap kebhineka-tunggal ikaan untuk saling menghormati,
serta masih seringnya terjadi konflik baik antar agama maupun antar suku.Itu semua
justru menyebabkan kemajemukan justru berpotensi menyebabkan disintegrasi bangsa.
b. Jumlah penduduk yang besar justru akan mendatangkan masalah apabila kemiskinan
masih melilit bangsa kita dan tidak berhasil ditingkatkannya kualitas SDM.
c. Banyak kekayaan alam indonesia yang masih dikelola oleh bangsa asing karena
rendahnya mutu SDM.

Menguat dan melemahnya integritas nasional di Indonesia dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu faktor intern dan faktor ekstern.Faktor intern dapat berupa perkembangan politik,
pertahanan keamanan, ekonomi dan sosial budaya di dalam negeri dan faktor ekstern berupa
perkembangan situasi internasional terutama di kawasan terdekat.Dalam hal ini kawasan
internasinal terdekat dengan Indonesia adalah Asia Tenggara dan Pasifik Selatan.Bangsa
Indonesia terutama yang tinggal diperbatasan memiliki kaitan darah, agama maupun bahasa
dengan penduduk negara tetangga yang juga tinggal diperbatasan dengan negara
Indonesia.Sehingga perkembangan politik, pertahanan , ekonomi dan sosial budaya negara
tetangga tersebut juga mempengaruhi integritas nasional Indonesia.

Upaya mewujudkan integritas nasional itu sama halnya dengan membangun kesatuan dan
persatuan bangsa.Karena di dalamnya sama-sama terjadi proses penyatuan sesuatu yang berbeda-
beda.Upaya yang dapat ditempuh untuk dapat mewujudkan integritas nasional adalah dengan
menghentikan penggunaan klasifikasi dalam masyarakat, seperti pernyataan tentang kaum

9
mayoritas-minoritas, penduduk asli-pendatang, dll.Semua pernyataan membuat prasangka dan
jarak yang mengahalangi persatuan.

Karena mewujudkan integrasi sama dengan membangun kesatuan dan persatuan maka
ada hal-hal yang perlu diwaspadai menyangkut perkembangan bidang informasi dan transportasi
sebagai akibat pengaruh globalisasi.Hal-hal tersebut yang dapat mengganggu kesatuan dan
persatuan bangsa.Hal-hal tersebut antara lain :

a. Kepesatan perkembangan informasi dan komunikasi telah berhasil menembus batas-batas


wilayah negara yang menyebabkan batas-batas wilayah negara menjadimkurang atau
bahkan tidak relevan lagi.Dari semua kecenderungan ini menyebabkan perubahan sikap
dan perilaku masyarakat terhadap perkembangan dunia luar, karena ketidakmampuan
mereka membendung pengaruh dari dunia luar.
b. Menyebabkan gagalnya masyarakat dalam menegakan kedaulatan negaranya dikarenakan
kedaulatan negara yang tadinya dianggap sebagai kekuasaan tertinggi dan diakui oleh
negara lain.Akibat perkembangan informasi dan transportasi menjadi kurang atau bahkan
tidak relevan lagi.Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan negara menepis
penerobosan informasi dan transportasi yang dilakukan oleh masyarakat di luar
perbatasannya.

F. Identitas Nasional

Identitas nasional yang berasal dari kata national identity yang dapat diartikan juga
sebagai kepribadian nasional atau jati diri nasional.Kepribadian atau jati diri antara bangsa yang
satu dengan yang lain itu berbeda.Karena bergantung dari nilai-nilai budaya dan agama yang
diakui kebenaranya oleh suatu bangsa.Jika ada orang yang mengatakan bahwa bangsa Indonesia
adalah bangsa yang beradab, berbudaya dan beretika, maka itulah yang dikatakan sebagi
kepribadian atau jati diri bangsa Indonesia.Jika kita tidak mengindahkan semua sikap itu, maka
kita tidak dapat dikatakan sebagai seorang yang berkepribadian nasional.

Identitas bangsa Indonesia terbentuk karena beberapa faktor antara lain :

10
a. Pengalaman yang sama yaitu sama-sama memiliki pengalaman yang sama dalam
menghadapi penjajah.
b. Sejarah yang sama yaitu sama-sama memiliki pengalaman dijajah oleh bangsa
lain.
c. Penderitaan yang sama yaitu sama-sama mengalami penderitaan akibat
penjajahan baik itu penderitaan fisik maupun non fisik.

Intinya adalah bahwa identitas bangsa Indonesia terbentuk saat pengalaman pahit
melawan penjajah.Semua pengalaman pahit ini membuat bangsa Indonesia yang terdiri dari
berbagai suku, budaya dan agama akhirnya bersatu untuk mengusir penjajah.Saling kerjasama
yang terjadi antar kelompok juga pembentuk identitas bangsa.

Secara umum identitas suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari dukungan dua faktor
yaitu :

a. Faktor obyektif yaitu faktor yang berkaitan dengan geografis, ekologis, dan
demografis.
b. Faktor subyektif yaitu faktor yang meliputi faktor historis, politis, sosial dan
kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa.

Sedangkan Robert de Ventos mengemukakan teori tentang munculnya identitas nasional


sebagai hasil dari interaksi empat faktor penting yaitu :

a. Faktor primer yang mencakup etnisitas, teritorial, bahasa, dan agama.


b. Faktor pendukung yang meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya
angkatan bersenjata modern, dan sentralisasi monarchi.
c. Faktor penarik mencakup kodifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya
birokrasi dan pemantapan sistem pendidikan nasional.
d. Faktor reaktif yang meliputi penindasan dan pencarian identitas alternatif melalui
memori kolektif rakyat.

11
G. Nasionalisme, Bangsa dan Negara

Setelah revolusi perancis bangsa memperoleh satu makna baru yang mempertautkan
nasionalisme dengan tujuan kedaulatan rakyat. Demikianlah sejak itu bangsa tidak lagi bersifat
pasif dalam pemerintahan Negara, melainkan sebagai satu partisipan aktif yang tanpa
kehadirannya tidak ada pula otoritas ( kekuasaan yang absah ). Setelah revolusi tersebut
nasionalisme telah menjadi satu ideology revolusioner. Aspek revolusioner ini muncul karena
klaim bahwa rakyat adalah berdaulat yang tidak dapat diterima oleh para raja, kaum aristokrat
dan para pedagang yang memerintah hampir semua Negara.

Sebagai ideologi, nasionalisme dapat memainkan tiga fungsi yaitu mengikat semua kelas,
menyatukan mentalitas mereka dan membangun atau memperkokoh pengaruh terhadap
kebijakan yang ada di dalam kunci utama ideologi nasional.

Menurut kapoor ( karim, 1995 ) pembedaan cara pandang bangsa dan kebangsaan dalam
lima aspek yaitu

1. Kebangsaan bersifat subjektif, sedangkan Negara bersifat objektif


2. Kebangsaan bersifat psikologis, sedangkan Negara bersifat politis
3. Kebangsaan adalah satu keadaan berfikir sedangkan Negara adalah menurut hokum
4. Kebangsaan adalah milik yang berkmakna spiritual sedangkan Negara adalah kewajiban
yang dipaksakan
5. Kebangsaan adalah cara untuk merasakan berfikir dan hidup sedangkan Negara adalah
keadaan yang tidak dapat dipisahkan dari cra hidup yang berperadaban
H. Nasionalisme dan Konflik antar Etnis

Sentimen kebangsaan memiliki dua dimensi yang salinng terkait yaitu dimensi interna
dan eksternal. Dimensi internal merujuk pada kemampuan domestic untuk menciptakan iklim
kondusif bagi pembangunan nasional untuk memperkecil dan bahkan meniadakan konflik
konflik internal. Sedangkan eksternal mencerminkan kemampuan nasional suatu Negara, bangsa
dalam menjalankan hubungan luar negerinya dengan berbagai faktor Negara lainnya.

12
Stephen ryan, seorang teoritisi hubungan internasional dari universitas Ulster, Irlandia,
mengemukakan beberapa faktor yang telah mendorong terjadinya konflik antar etnis di berbagai
kelompok masyarakat dunia.

Pertama, berakhirnya perang dingin telah mengangkat isu ini menjadi topic hangat dalam
politik internasional. Di satu sisi, era pasca Perang Dingin membawa konsekuensi positif, yaitu
telah mengubah pola interaksi Negara Negara besar dari konflik menuju kerjasama
internasional.

Yang kedua, pembangunan ekonomi yang telah merata dalam suatu Negara yang terdiri
dari masyarakat majemuk, diyakini pula telah mendorong terjadinya konflik antar etnis. Hal ini
dikarenakan munculnya anggapan bahwa elite politik yang berkuasa lebih mendahulukan
pembangunan ekonomi bagi kelompok etnisnya sendiri.

Ketiga, asumsi kaum integrasionis yang menyatakan bahwa kelompok antar etnis akan
hilang seiring dengan pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional ternyata tidak selamanya
berlaku bagi Negara Negara yang sedang berkembang.

Fenomena gerakan separatism di Indonesia akhir akhir ini cukup menggejala, seperti
aceh, papua dan Maluku. Banyak faktor yang menyebabkan disintegrasi bangsa ini, baik faktor
ekonomi, politik, keamanan, maupun budaya.

Beberapa komponen masyarakat yang menganggap reformasi sebagai peluang emas,


maka reformasi adalah sebuah pintu terbuka bagi sosialisasi dan internalisasi nilai nilai luhur
sebuah pintu terbuka bagi sosialisasi dan internalisasi nilai - nilai luhur menuju apa yang disebut
dengan warga Negara yang baik. Secara teoritis dan praktis lembaga pendidikan memegang
peranan penting dalam usaha merubah masyarakat menuju warga Negara yang baik. Hal ini
disebabkan karena prosesnya yang sistemis, kurikulum yang terencana, tahapan proses yang
jelas, serta pendidikan yang terlatih.

I. Nasionalisme Indonesia di Era Global

Tahun 2002, di kala sistem pasaran dunia yang bebas dan terbuka sudah dilaksanakan
secara efektif yang dampak pengaruhnya pasti semakin dominan dalam pergaulan internasional

13
yang akan menerobos batas batas geopolitik, maka kita perlu kita waspadai munculnya
ancaman terhadap eksistensi bangsa kita yang berwilayah dari Sabang sampai Merauke.

Mengenai masa depan nasionalisme pada era Negara Negara dunia dewasa ini
Gulbernau ( 1996: 150 ) menegaskan bahwa setelah dengan ideologi yang diimpor, nasionalisme
berhasil merekat penduduk yang heterogen menentang kolonialisme, maka masih perlu upaya
merekontruksi identitas asli ( nasional ) dan melancarkan proses nasional building dan inilah
yang menjadi sumber legitimasi bagi elit elit baru menggantikan rezim colonial sebelumnya.
Upaya atau kegiatan bidang ekonomi dan budaya dianggap amat penting. Mordenisasi yang
membawa implikasi transformasi yang sangat cepat dan mendasar menjadi sumber utama
permasalahan ini. Dengan mengamati kondisi actual yang telah semakin kompleks, fragmentaris,
dan disintegrasif itu wibisono menyimpulkan bahwa : kesemuanya menjadi tidak pasti dan
yang pasti adalah ketidakpuasan sendiri .

J. Wawasan Nusantara dan Wawasan Kebangsaan

1. Pengertian Wawasan Nusantara

Kata wawasan mengandung arti pandangan, tinjauan, penglihatan atau tanggap inderawi.
Sedang istilah nusantara dipergunakan untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan
gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak di antara Samudra Pasifik dean Samudra Indonesia
serta di antara Benua Asia dan Australia. Jadi, pengertian Wawasan Nusantara adalah cara
pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide nasionalnya, yang
dilandasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia
yang merdeka berdaulat dan bermartabat, serta menjiwai tata hidup dan tindak kebijaksanaannya
dalam mencapai tujuan perjuangan nasional Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas, 1994:
16)

2. Perjuangan Bangsa Indonesia dan Wawasan Kebangsaan

Menurut Effendy (2003: 34) pertumbuhan wawasan kebangsaan bukanlah sesuatu yang
bisa diperlakukan secara taken for granted. Perjuangan bangsa Indonesia untuk mengusir
penjajah sebelum abad 20 yang lebih mengedepankan penggunaan senjata/fisik, masih bersifat
kedaerahan dan sangat tergantung dari pemimpinnya, ternyata belum membuahkan hasil.

14
Sehingga para pemimpin bangsa membangun organisasi sebagai wadah perjuangan melawan
penjajah yaitu Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908. Budi Utomo lahir
mempunyai tujuan yang sangat mulia, yakni untuk meningkatkan martabat rakyat. Budi Utomo
berjuang dalam berbagai bidang, seperti:

a. Pendidikan dan pengajaran


b. Pertanian, peternakan, dan perdagangan.
c. Teknik dan industry.
d. Menghidupkan kembali kebudayaan lama.
e. Mempertinggi cita-cita kemanusiaan (Djajadisastra, et.,al., 1984: 86)

Secara lebih lengkap program Budi Utomo yang diumumkan pada akhir tahun 1908
meliputi:

a. Penyempurnaan pendidikan di Kweekscholen dan OSVIA;


b. Mempertahankan mutu pendidikan di STOVIA;
c. Mendirikan sekolah-sekolah fobel untuk anak pribumi laki-laki dan perempuan, dan
membuka pintu sekolah-sekolah dasar Eropa bagi anak-anak pribumi, walaupun mereka
tidak memahami bahasa Belanda, atau jika tidak, mendirikan sekolah-sekolah untuk anak-
anak pribumi serupa dengan sekolah-sekolah Belanda-Cina;
d. Mendirikan sekolah-sekolah dagang untuk pribumi, termasuk untuk kaum pertanian;
e. Menyediakan lebih banyak tanah untuk sekolah-sekolah pertanian;
f. Memberikan beasiswa kepada murid-murid pribumi;
g. Member izin penyelenggaraan undian (dengan tujuan mengumpulkan dana beasiswa);
h. Memberi izin Budi Utomo mendirikan sekolah-sekolah desa (Nagazumi, 1989 :85).

Dua puluh tahun kemudian (28 Oktober 1928) para pemuda mengadakan kongres, dan
lahirlah Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda merupakan tonggak sejarah perjuangan bangsa
Indonesia, yang melahirkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Tujuh belas tahun
berikutnya perjuangan bangsa Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
sebagai puncak perjuangan bangsa Indonesia.

15
k. Reaktualisasi Nilai-Nilai Kebangkitan Nasional Melalui PKn

Menurut Joyomartono (1990: 5) nilai-nilai yang bersumber pada Proklamasi


kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 merupakan titik kulminasi perjuangan bangsa
Indonesia yang merupakan pantulan tekad bangsa Indonesia untuk merdeka, cetusan, jiwa dan
semangat Pancasila yang telah berabad-abad lamanya tertindas oleh penjajah. Nilai-nilai tersebut
meliputi:

1. Nilai rela berkorban


2. Nilai persatuan
3. Nilai harga menghargai
4. Nilai kerja sama
5. Nilai bangga sebagai bangsa Indonesia

Semboyan dan sesanti pada masa perjuangan seperti: (1) merdeka atau mati; (2) lebih
baik mati berkalang tanah daripada hidup dijjah; (3) rawe-rawe rantas malang-malang putung;
(4) sadumuk bathuk sanyari bumi; (5) bersatu kita teguh bercerai kita runtuh, dan lain-lain,
bukan sekedar slogan dan kata-kata pemanis pada waktu itu, tetapi benar-benar dilaksanakan
dengan penuh konsekuen dan tanggung jawab.

Cara mengaktualisasikan nilai-nilai kebangkitan nasional lewat PKn. Pertama, tentang


meteri PKn, yang awalnya lebih bernuansa bela Negara, hendaknya dimasukkan pula materi
yang menunjang sikap wawasan kebangsaan, menyajikan realita kehidupan berbangsa dan
bernegara yang mencakup kehidupan masyarakat. Kedua, metode penyampaian yang awalnya
lebih banyak bersifat indoktrinasi, harus dirubah menjadi yang lebih demokratis, yang berpusat
pada mahasiswa. Ketiga, keteladanan, bagaimana agar para mahasiswa ini mendapat
contoh/teladan yang baik dari para penyelenggara pemerintahan dan pemimpinnya.

16
L. Pendidikan Multikultural dan Nasionalisme Indonesia

1. Nasionalisme Indonesia

Sebagai ideology, nasionalisme dapat memainkan tiga fungsi, yaitu mengikat semua
kelas, menyatukan mentalitas mereka, dan membangun atau memperkokoh pengaruh terhadap
kebijakan yang ada di dalam kursi utama ideology nasional (Hertz, dalam Karim, 1996: 101).

Pandangan tentang bangsa dan kebangsaan dapat dilihat dalam cara pembedaan yang
dikemukakan oleh Kapoor (Karim, 1996).

(1) Kebangsaan bersifat subjektif, sedangkan Negara bersifat objektif;


(2) Kebangsaan bersifat psikologis, sedangkan Negara bersifat politis;
(3) Kebangsaan adalah satu keadaan berpikir, sedangkan Negara adalah menurut hukum;
(4) Kebangsaan adalah milik yang bermakna spiritual, sedangkan Negara adalah kewajiban
yang dipaksakan;
(5) Kebangsaan adalah cara untuk merasakan, berpikir dan hidup, sedangkan Negara adalah
keadaan yang tidak dapat dipisahkan dari cara hidup yang berperadaban.

Upaya untuk mewujudkan integrasi nasional menurut Ubaidillah (2000: 27), adalah setali
tiga uang dengan upaya membangun kesatuan dan persatuan bangsa. Diperlukan sejumlah
langkah-langkah strategis yang dapat mendorong berbagai macam bentuk perbedaan bangsa ini
untuk saling berdialog dan berdampingan hidup secara harmonis.

Delapan fenomena patologi sosial yang tersisa dari proses transisi, yaitu hancurnya nilai-
nilai demokrasi dalam masyarakat, memudarnya kehidupan kewargaan dan nilai-nilai komunitas,
kemerosotan nilai-nilai toleransi dalam masyarakat, memudarnya nilai-nilai kejujuran,
kesopanan, dan rasa tolong menolong, melemahnya nilai-nilai dalam keluarga, praktek korupsi,
kolusi, nepotisme dalam penyelenggaraan pemerintah, kerusakan system dan kehidupan
ekonomi, dan penyelenggaraan terhadap nilai-nilai kebangsaan (Cipto ,et.,al., 2002: ii-v).

17
2. Pendidikan Multikultural

Multikulturalisme merupakan sebuah kepercayaan yang menyatakan bahwa kelompok-


kelompok etnik atau budaya (ethnic and culture groups) dapat hidup berdampingan secara damai
dalam prinsip co-existence yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain
(Sparringa, 2003: 17).

Ciri-ciri pendidikan multicultural menurut Nieto dalam Moeis (2006: IM-5):

a. Pengetahuan bukan sesuatu yang netral atau apotis. Segala sesuatu yang terjadi dalam
level kelembagaan memberi bekas kepada proses pembentukan pengetahuan siswa.
b. Siswa dididik melihat fenomena kehidupan dalam kekomplekan serta berbagai perspektif
yang tercakup di dalamnya.
c. Pendidikan multicultural memberi nilai-nilai tinggi keagamaan, berfikir kritis, reflektif,
dan kecakapan tindakan sosial.
d. Pendidikan multicultural adalah proses pemberdayaan siswa dan guru untuk mengambil
tindakan-tindakan transformative berdasarkan pemahaman yang benar tentang hak dan
tanggung jawabnya.
e. Pendidikan multicultural bukan sekedar mengganti satu perspektif tentang kebenaran
dengan perspektif lain, tetapi merefleksikan kebenaran itu atas dasar berbagai perspektif
yang bahkan saling bertentangan, sehingga dapat memahami realitas secara utuh.
f. Pendidikan multicultural memungkinkan siswa mengidealkan nilai-nilai keadilan,
kesetaraan, supremasi hukum, kesamaan kesempatan dalam pendidikan, tetapi juga
mendidik siswa untuk menerima realita nilai tersebut secara kritis.
g. Pendidikan multicultural dikembangkan berdasarkan sudut pandang dan pengalaman
siswa, bukan dari budaya yang sudah mapan.

Pendidikan multicultural menurut keller dalam Joebagio (2005: 356) dirancang untuk
mendukung perkembangan keragaman murni dengan memodifikasi kurikulum bidang studi, baik
melalui proses penyusunan, pengembangan, maupun pengayaan, yang kesemuanya itu untuk
membantu peserta didik dalam memahami sejarah dan kebudayaan bangsa.

Tujuan pendidikan multicultural menurut Moeis (2006:IM9) meliputi: (1) memperkuat


kesadaran multicultural, tanpa kehilangan jatidiri; (2) meningkatkan kecakapan dalam interaksi

18
lintas budaya; (3) menghilangkan stereotype, stigma, rasa superioritas diri/kelompok, dan
anggapan negative lain dalam hubungan antar kelompok; (4) memperkuat kesadaran berbangsa
dan bernegara adalah dalam konteks dinamika global; (5) menjunjung tinggi supremasi hukum;
(6) meningkatkan kecakapan transformasi diri dan sosial.

Nasikun (dalam Joebagio, 2005: 358) menjelaskan bahwa dalam perspektif pembelajaran
sintesis multikultural memiliki rasional yang paling mendasar yang diidentifikasikan ke dalam
tiga tujuan, yaitu:

(1) Attitudinal, bahwa pendidikan multicultural memiliki fungsi untuk menyemaikan dan
mengembangkan sensitivitas cultural, toleransi cultural, penghormatan pada identitas
cultural, pengembangan sikap budaya yang respossif, serta keahlian untuk melakukan
penolakan konflik dan resolusi konflik;
(2) Kognitif, bahwa pendidikan multicultural memiliki tujuan bagi pencapaian kemampuan
akademik, pengembangan pengetahuan tentang kemajemukan kebudayaan, kompetensi
untuk melakukan analisis dan interpretasi perilaku cultural dan kemampuan untuk
membangun kesadaran iritis tentang kebudayaannya sendiri;
(3) Instruksional, bahwa pendidikan multicultural memiliki tujuan untuk mengembangkan
kemampuan melakukan koreksi atas distrosi, stereotype, peniadaan, dan minisformasi
tentang kelompok etnik dan cultural yang dimuat dalam berbagai buku dan media
pembelajaran; menyediakan strategi untuk melakukan hidup di dalam pergaulam
multicultural,menyediakan perangkat konseptual untuk melakukan komunikasi cultural,
mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal, menyediakan teknik evaluasi,
dan mambantu menyediakan klarifikasi serta penjelasan tentang dinamikan
perkembangan kebudayaan.

Nilai inti dalam pendidikan multicultural: (1) Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa; (2) Tanggung jawab terhadap Negara kesatuan; (3) Penghargaan, pengakuan, dan
penerimaan keragaman budaya; (4) Menjunjung tinggi supremasi hukum; (5) Penghargaan
martabat manusia dan hak asasi yang universal (Moeis, 2006:IM-9).

Universitas punya tanggung jawab dan peran penting untuk memelihara dan usaha terus
menerus mendidik mahasiswa dan masyarakat untuk mampu hidup bersama dalam

19
keanekaragaman, tanpa masing-masing identitas budayanya namun sekaligus juga mampu
memberi jaminan hidup budaya orang lain (Priyatno, 2003:vi). Peran perguruan tinggi sangat
strategis dan krusial. Fungsi perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan tidak saja terfokus
hanya pada aspek ekonomi atau politik saja, tetapi tidak kalah pentingnya adalah peran sosio
kulturalnya.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Globalisasi pada dasarnya tidak hanya berdampak positif bagi suatu bangsa tetapi juga
berdampak negative.Untuk membentengi semua dampak negative tersebut perlu adanya usaha
untuk itu.Salah satunya dengan memperkuat nasionalisme bangsa.Salah satu cara memperkuat
nasionalisme dengan menanamkan nilai-nilai nasionalisme tersebut dalam diri mahasiswa
melalui pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan multikultural.Agar mahasiswa dapat
mengambil sisi positif dari globalisasi.Namun, tetap mepunyai rasa nasionalisme yang tinggi
untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

B. Saran
Adapun saran-saran kami sebagai berikut :
1. Agar lebih meningkatkan pemberian mata kuliah kewarganegaraan untuk
memberikan wawasan kebangsaan.
2. Memperkenalkan kepada mahasiswa tentang identitas bangsa untuk memupuk rasa
nasionalisme.
3. Memberi bimbingan kepada mahasiswa tentang bagaimana menyikapi globalisasi
dengan positif.

21
DAFTAR PUSTAKA

22

Anda mungkin juga menyukai