Anda di halaman 1dari 10

Nama : Winda Lestari Gultom

NIM : 2193111006

Mata Kuliah : Menulis Faktual

1. Sesuai dengan struktur dan ciri kebahasaan teks narasi, baik sugestif
maupun ekspositoris, yang sudah Saudara pelajari, silakan susun/ tulis satu
teks narasi sugestif dan narasi ekspositoris.

2. Setelah Saudara menyusun teks narasi tersebut, analisis struktur dan


kebahasaan teks narasi yang telah disusun.

Syarat:

1. Masing-masing 2 halaman A4

2. Diketik 1,5 spasi, 12pt, andalus, margin 3-3-3-3, dan pdf.

JAWABAN

1. Teks Narasi Sugestif

Dia, duduk di samping jendela, dibawah sinar lampu yang temaram. Mencoba
memandang langit yang gelap, hanya ada rembulan yang memantulkan
sebagian dari cahaya matahari. Tak ada bintang yang terlihat, semua
bersembunyi dibalik awan, barangkali malu untuk kulihat, katanya dalam hati
seraya tersenyum. Angin malam berhembus sepoi-sepoi, seolah
menghembuskan udara pada wajahnya yang lembut. Awan bergerak perlahan,
memberikan seni tersendiri di kegelapan malam. Ahh, ternyata ada satu bintang
di balik awan, senyumnya tersungging di balik bibirnya yang mungil. Ternyata
setitik cahaya pun bisa memberikan keindahan yang luar biasa diantara luasnya
langit yang gelap di malam hari. Ah, seandainya ketika membuka jendela,
memandang langit dan tak menemukan bintang kemudian dia tak mencoba
menatap awan tapi menutup jendela kembali, dia tak akan menemukan bintang
yang tersembunyi di balik awan.

Seperti setitik bintang di kegelapan malam, terkadang kita tak menyadari ada
cahaya kecil dalam malam yang gelap, yang kita berinama “bintang”. Betapa
indahnya cahaya itu walaupun tak bisa menerangi malam. Tapi, lain halnya ketika
kita melihat ada setitik noda di atas kain putih yang membentang. Kita justru
terfokus pada noda yang kecil, dan seolah lupa betapa bersihnya kain itu terlepas
dari setitik noda yang ada, yang mungkin bisa hilang hanya dengan sedikit
detergent pemutih. Itulah hidup, kadang-kadang kita lupa untuk memandang
sesuatu dari sisi lain yang dimiliki.

Saya, memiliki seorang murid yang saya pikir kecerdasannya kurang


menonjol dibanding lainnya. Suatu hari, ketika kami tengah membicarakan
sistem tata surya, hanya sebagai pengetahuan bahwa bumi merupakan salah
satu planet dalam sistem tata surya yang menjadi tempat tinggal manusia, murid
saya itu, sebut saja namanya Rimba, tiba-tiba berdiri dan mengambil helm milik
guru lain yang disimpan diatas loker dalam ruang kelas serta memakainya..
Semua teman-temannya memandang ke arahnya, dia tersenyum, spontan
helmnya langsung di lepas dan dikembalikan ke tempat semula, tanpa harus
disuruh untuk mengembalikan. Kemudian saya ajak mereka untuk menggambar
roket di atas kertas putih yang tersedia. Dan hasilnya, Subhanallah, murid yang
saya pikir kecerdasannya kurang menonjol itu justru tahapan menggambarnya
dua tingkat lebih tinggi dibanding murid yang saya pikir paling pandai di kelas.

Seandainya saja saya memberikan reaksi yang lain seperti :”Rimba, silakan
dikembalikan helmnya karena sekarang saatnya kita belajar”, atau :”Maaf,
silakan dikembalikan helmnya karena Rimba belum minta ijin bu guru”, atau yang
lainya, mungkin saya tidak akan pernah tahu bahwa kecerdasan dia sudah lebih
dari apa yang saya sangka karena pembahasan hari itu bukan tentang astronot
atau roket. Atau barangkali saya membutuhkan lebih dari satu kalimat perintah
untuk membuatnya mengembalikan helm ke tempat semula.
Reaksi berbeda yang kita berikan ketika kita memandang bintang di
kegelapan malam atau setitik noda di selembar kain putih ternyata akan
memberikan hasil yang berbeda pula. Hidup ini indah, cobalah kita memandang
sesuatu dari sisi yang lain, maka yang tampak bukan hanya sekedar 2 dimensi.
Bukankah lebih seru ketika kita melihat film 3 dimensi???

Tabel Analisis

Teks Struktur Kebahasaan

Dia, duduk di samping jendela, Orientation Kata yang berwarna hijau


dibawah sinar lampu yang temaram. merupakan makna konotasi.
Mencoba memandang langit yang gelap, (temaran: remang-remang).
hanya ada rembulan yang memantulkan
sebagian dari cahaya matahari. Tak ada
bintang yang terlihat, semua Kalimat berwarna ungu

bersembunyi dibalik awan, barangkali menggunakan majas ironi.

malu untuk kulihat, katanya dalam hati


seraya tersenyum. Angin malam
berhembus sepoi-sepoi, seolah
menghembuskan udara pada wajahnya
yang lembut. Awan bergerak perlahan,
Kalimat berwarna kuning
memberikan seni tersendiri di kegelapan
menggunakan majas ironi.
malam. Ahh, ternyata ada satu bintang di
balik awan, senyumnya tersungging di
balik bibirnya yang mungil. Ternyata
setitik cahaya pun bisa memberikan
keindahan yang luar biasa diantara
luasnya langit yang gelap di malam hari.
Ah, seandainya ketika membuka
jendela, memandang langit dan tak
menemukan bintang kemudian dia tak
mencoba menatap awan tapi menutup
jendela kembali, dia tak akan
menemukan bintang yang tersembunyi
di balik awan.

Seperti setitik bintang di kegelapan Complication Kalimat yang tersebut


malam, terkadang kita tak menyadari merupakan kalimat yang bersifat
ada cahaya kecil dalam malam yang informatif dan menggunakan
gelap, yang kita berinama “bintang”. kata denotasi
Betapa indahnya cahaya itu walaupun
tak bisa menerangi malam. Tapi, lain
halnya ketika kita melihat ada setitik
noda di atas kain putih yang
membentang. Kita justru terfokus pada
noda yang kecil, dan seolah lupa betapa
bersihnya kain itu terlepas dari setitik
noda yang ada, yang mungkin bisa
hilang hanya dengan sedikit detergent
pemutih. Itulah hidup, kadang-kadang
kita lupa untuk memandang sesuatu dari
sisi lain yang dimiliki.
Saya, memiliki seorang murid yang saya
pikir kecerdasannya kurang menonjol
dibanding lainnya. Suatu hari, ketika
kami tengah membicarakan sistem tata
surya, hanya sebagai pengetahuan
bahwa bumi merupakan salah satu
planet dalam sistem tata surya yang
menjadi tempat tinggal manusia, murid
saya itu, sebut saja namanya Rimba,
tiba-tiba berdiri dan mengambil helm
milik guru lain yang disimpan diatas loker
dalam ruang kelas serta memakainya..
Semua teman-temannya memandang
ke arahnya, dia tersenyum, spontan
helmnya langsung di lepas dan
dikembalikan ke tempat semula, tanpa
harus disuruh untuk mengembalikan.
Kemudian saya ajak mereka untuk
menggambar roket di atas kertas putih
yang tersedia. Dan hasilnya,
Subhanallah, murid yang saya pikir
kecerdasannya kurang menonjol itu
justru tahapan menggambarnya dua
tingkat lebih tinggi dibanding murid yang
saya pikir paling pandai di kelas.

Seandainya saja saya memberikan Resolution Kalimat yang tersebut


reaksi yang lain seperti : Rimba, silakan merupakan kalimat denotasi.
dikembalikan helmnya karena sekarang
saatnya kita belajar”, atau :”Maaf,
silakan dikembalikan helmnya karena
Rimba belum minta ijin bu guru”, atau
yang lainya, mungkin saya tidak akan
pernah tahu bahwa kecerdasan dia
sudah lebih dari apa yang saya sangka
karena pembahasan hari itu bukan
tentang astronot atau roket. Atau
barangkali saya membutuhkan lebih dari
satu kalimat perintah untuk membuatnya
mengembalikan helm ke tempat semula.
Reaksi berbeda yang kita berikan Coda Kalimat yang tersebut
ketika kita memandang bintang di merupakan kalimat denotasi.
kegelapan malam atau setitik noda di
selembar kain putih ternyata akan
memberikan hasil yang berbeda pula.
Hidup ini indah, cobalah kita
memandang sesuatu dari sisi yang lain,
maka yang tampak bukan hanya
sekedar 2 dimensi. Bukankah lebih seru
ketika kita melihat film 3 dimensi???

2. Teks Narasi Ekspositoris


Pentingnya Budaya Membaca

Seperti kita tahu, minat baca di Indonesia masih sangat rendah. Hasil survei
UNESCO menunjukkan bahwa minat baca masyarakat yang paling rendah di
ASEAN adalah Indonesia. Rendahnya minat baca ini dibuktikan dengan indeks
membaca masyarakat Indonesia yang baru sekitar 0,001, artinya dari seribu
penduduk, hanya ada satu orang yang masih memiliki minat baca tinggi. Angka
ini masih sangat jauh dibandingkan dengan angka minat baca di Singapura yang
memiliki indeks membaca sampai 0,45. Minimnya budaya membaca bangsa kita
adalah persoalan yang sangat krusial. Sayangnya, krisis budaya membaca yang
dialami bangsa Indonesia saat ini masih belum memperoleh perhatian yang
cukup layak. Padahal, pentingnya peran budaya baca dalam memperteguh dan
mengembangkan peradaban,watak, dan harga diri bangsa sangat besar.

Membaca bagi kebanyakan orang pada zaman sekarang ini merupakan


kegiatan yang membosankan. Padahal, ada banyak manfaat yang bisa kita
dapatkan dari membaca. Tidak sekadar menguatkan sisi intelektual, membaca
juga dapat mengasah sisi afektif dan nurani pelajar. Kedewasaan berpikir dan
bertindak salah satunya terbentuk dari kebiasaan membaca. Membaca juga
merupakan sarana hiburan, terutama jika kita membaca topik-topik yang kita
sukai, sehingga dapat melatih daya kreativitas dan imajinasi kita. Dan secara
tidak langsung, membaca juga dapat menambah kosakata kita. Bahkan, menurut
para peneliti, membaca buku atau majalah dapat menunda atau mencegah
kehilangan memori karena sel-sel otak dapat terhubung dan tumbuh. Dengan
kata lain, membaca dapat meningkatkan memori otak dan mencegah penyakit
Alzheimer.

Membaca bukanlah kebiasaan yang biasa, tetapi hal biasa yang harus
dibiasakan. Harry Truman mengatakan, “Not every reader is a leader, but a
leader must be a reader.” Tidak setiap kutu buku adalah pemimpin, namun setiap
pemimpin haruslah kutu buku. Jadi, bagaimana jadinya negeri kita ini jika
pemimpinnya tidak menjadikan membaca sebagai rutinitas sehari-hari. Oleh
karena itu, sebagai generasi penerus bangsa, kita harus belajar mencintai
membaca karena membaca adalah hal yang sangat penting untuk masa depan
kita dan bangsa kita. Seperti yang dikatakan oleh Milan Kudera, “Jika ingin
menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya,
maka pastilah bangsa itu akan musnah”. Maka dari itu, untuk menjauhkan
bangsa kita dari kemusnahan, mari kita ciptakan generasi penerus bangsa yang
cerdas dan berpikiran maju!

Tabel Analisis

Teks Struktur Kebahasaan

Seperti kita tahu, minat baca di Orientation Kalimat yang tersebut


Indonesia masih sangat rendah. Hasil merupakan kalimat yang bersifat
survei UNESCO menunjukkan bahwa informatif dan menggunakan
minat baca masyarakat yang paling kata denotasi
rendah di ASEAN adalah Indonesia.
Rendahnya minat baca ini dibuktikan
dengan indeks membaca masyarakat
Indonesia yang baru sekitar 0,001,
artinya dari seribu penduduk, hanya ada
satu orang yang masih memiliki minat
baca tinggi. Angka ini masih sangat jauh
dibandingkan dengan angka minat baca
di Singapura yang memiliki indeks
membaca sampai 0,45.
Minimnya budaya membaca bangsa kita Complication Kalimat yang tersebut
adalah persoalan yang sangat krusial. merupakan kalimat yang bersifat
Sayangnya, krisis budaya membaca informatif dan menggunakan
yang dialami bangsa Indonesia saat ini kata denotasi
masih belum memperoleh perhatian
yang cukup layak. Padahal, pentingnya
peran budaya baca dalam memperteguh
dan mengembangkan peradaban,watak,
dan harga diri bangsa sangat besar.
Membaca bagi kebanyakan orang pada
zaman sekarang ini merupakan kegiatan
yang membosankan. Padahal, ada
banyak manfaat yang bisa kita dapatkan
dari membaca. Tidak sekadar
menguatkan sisi intelektual, membaca
juga dapat mengasah sisi afektif dan
nurani pelajar. Kedewasaan berpikir dan
bertindak salah satunya terbentuk dari
kebiasaan membaca. Membaca juga
merupakan sarana hiburan, terutama
jika kita membaca topik-topik yang kita
sukai, sehingga dapat melatih daya
kreativitas dan imajinasi kita. Dan secara
tidak langsung, membaca juga dapat
menambah kosakata kita. Bahkan,
menurut para peneliti, membaca buku
atau majalah dapat menunda atau
mencegah kehilangan memori karena
sel-sel otak dapat terhubung dan
tumbuh. Dengan kata lain, membaca
dapat meningkatkan memori otak dan
mencegah penyakit Alzheimer.

Membaca bukanlah kebiasaan yang Resolution Kalimat yang tersebut


biasa, tetapi hal biasa yang harus merupakan kalimat denotasi.
dibiasakan. Harry Truman mengatakan,
“Not every reader is a leader, but a
leader must be a reader.” Tidak setiap
kutu buku adalah pemimpin, namun
setiap pemimpin haruslah kutu buku.
Jadi, bagaimana jadinya negeri kita ini
jika pemimpinnya tidak menjadikan
membaca sebagai rutinitas sehari-hari.
Oleh karena itu, sebagai generasi
penerus bangsa, kita harus belajar
mencintai membaca karena membaca
adalah hal yang sangat penting untuk
masa depan kita dan bangsa kita.

Seperti yang dikatakan oleh Milan Coda Kalimat yang tersebut


Kudera, “Jika ingin menghancurkan merupakan kalimat denotasi.
sebuah bangsa dan peradaban,
hancurkan buku-bukunya, maka pastilah
bangsa itu akan musnah”. Maka dari itu,
untuk menjauhkan bangsa kita dari
kemusnahan, mari kita ciptakan
generasi penerus bangsa yang cerdas
dan berpikiran maju!

Anda mungkin juga menyukai